PPh Final Khusus UMKM sebesar 0,5%

PPh Final Khusus UMKM sebesar 0,5%

Hallo Sobat Pajak, PT Jovindo Solusi Batam adalah konsultan pajak bersertifikat dan terpercaya serta berpengalaman dalam mendampingi dan menangani berbagai masalah perpajakan.

Nah, kali ini PT Jovindo Solusi Batam akan memberikan informasi terkait PPh Final Khusus UMKM sebesar 0,5%Yuk simak pembahasannya.

 

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atau biasa disebut dengan UMKM sangat berdampak dalam percepatan pemulihan ekonomi Indonesia.

Berdasarkan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2008, usaha yang penghasilannya di bawah Rp 4,8 miliar per tahun masuk dalam kategori pelaku UMKM. Maka dari itu, khusus UMKM dikenai PPh Final UMKM sebesar 0,5%.

Penggolongan UMKM

Berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, penggolongan UMKM dibedakan menurut jumlah aset dan total omzet penjualan. Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) menjelaskan bahwa jumlah karyawan juga dapat menentukan penggolongan dari UMKM

Oleh karena itu, penggolongan UMKM dapat dijabarkan sebagai berikut:

  1. Usaha Mikro

Kriteria Usaha Mikro, yaitu mempunyai karyawan kurang dari 4 orang, memiliki asset atau kekayaan bersih (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) maksimal Rp 50 juta setahun, serta menghasilkan omzet penjualan maksimal Rp 300 juta setahun.

  1. Usaha Kecil

Selanjutnya kriteria yang termasuk Usaha Kecil, yaitu memiliki karyawan dengan jumlah 5 hingga 19 orang, mempunyai asset atau kekayaan bersih antara Rp 50 juta hingga Rp 500 juta setahun, serta menghasilkan omzet penjualan antara Rp 300 juta – Rp 2,5 miliar setahun.

  1. Usaha Menengah

Kemudian yang termasuk kriteria Usaha Menengah, yaitu memiliki karyawan dengan jumlah 20 hingga 99 orang, mempunyai asset atau kekayaan bersih antara Rp 500 juta hingga Rp 10 miliar setahun, serta menghasilkan omzet penjualan antara Rp 2,5 miliar – Rp 50 miliar setahun.

Peraturan PPh Final UMKM 0,5%

PPh UMKM adalah jenis pajak penghasilan yang dikenakan untuk  penghasilan di luar dari pekerjaan formal yang bersifat final. Maka pajak penghasilan yang dibayarkan pun sudah final, tidak dapat dimasukkan dalam perhitungan PPh terutang tahunan. PPh Final UMKM ini dikenakan pada penghasilan atau peredaran bruto setiap bulan dan wajib dibayar serta disetorkan ke kas negara setiap bulannya.

Tarif PPh Final yang dikenakan kepada pelaku UMKM adalah sebesar 0,5%, yang telah mengalami penurunan dari yang sebelumnya yaitu sebesar 1%.

Perubahan tarif ini tercantum dalam PP Nomor 23 Tahun 2018  mengenai Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang diterima Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto tertentu. Peraturan ini diberlakukan sejak 1 Juli 2018, menggantikan PP Nomor 46 Tajun 2013.

Tujuan dari PP Nomor 23 Tahun 2018 ini adalah untuk membantu pengembangan usaha para UMKM serta menjaga arus kas pelaku UMKM sehingga dapat digunakan sebagai tambahan modal.

Objek Pajak yang Dikenai PPh Final 0,5%

Objek pajak UMKM adalah penghasilan dari usaha yang diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto (omzet) tidak lebih dari Rp 4,8 miliar dalam 1 tahun pajak, termasuk omzet ditotalkan dari seluruh gerai, baik itu pusat maupun cabang.

Subjek yang Dikenai PPh Final 0,5%

Merujuk pada Pasal 3 ayat (1) PP Nomor 23 Tahun 2018, yang dikenai PPh Final UMKM 0,5% adalah Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan, selama memperoleh penghasilan sesuai ketentuan PP Nomor 23 Tahun 2018 dikatakan dapat menjadi subjek pajak UMKM.

Jangka Waktu Pengenaan PPh Final UMKM 0,5%

  • Wajib Pajak Orang Pribadi selama 7 tahun
  • Wajib Pajak badan yang berbentuk Koperasi, CV, atau Firma selama 4 tahun
  • Wajib Pajak badan yang berbentuk PT selama 3 tahun.

Jangka waktu pengenaan tarif PPh Final UMKM 0,5% bagi Wajib Pajak tersebut terhitung sejak Tahun Pajak Wajib Pajak terdaftar, bagi Wajib Pajak yang terdaftar sejak berlakunya PP Nomor 23 Tahun 2018;

Atau Tahun Pajak Wajib Pajak terdaftar, untuk Wajib Pajak yang telah terdaftar sebelum berlakunya PP Nomor 23 Tahun 2018.

Pengecualian Pengenaan Tarif 0,5% bagi Wajib Pajak pelaku UMKM

Jika peredaran bruto (omzet) yang melebihi Rp 4,8 miliar pada tahun berjalan atau telah melewati jangka waktu pengenaan, maka dari itu penghasilan usaha yang diperoleh Wajib Pajak pada Tahun Pajak sampai dengan Tahun Pajak berikutnya dikenakan ketentuan umum PPh berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a untuk Wajib Pajak orang pribadi dan Pasal 17 ayat (2a) atau Pasal 31E UU PPh untuk Wajib Pajak badan.

Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan PPh Final UMKM 0,5%

Jika PPh Final UMKM dipotong oleh pihak ketiga sebagai pemotong pajak, maka batas pembayaran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Sedangkan, jika setor sendiri, maka untuk batas pembayarannya paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

PPh Final dapat disetorkan menggunakan kode billing. Untuk Pembayaran dapat dilakukan melalui bank persepsi atau pos, ATM, atau internet banking.

Selanjutnya mengenai batas waktu pelaporan PPh Final UMKM untuk SPT Tahunan PPh orang pribadi paling lambat 3 bulan setelah akhir tahun pajak, sedangkan untuk badan paling lambat 4 bulan setelah akhir tahun pajak.

Perhitungan PPh Final UMKM 0,5%

Rumus untuk menghitung PPh Final UMKM :

Besaran pajak yang harus di bayar = peredaran bruto (omzet) x tarif PPh Final 0,5%

Keuntungan PPh Final UMKM 0,5%

  • Pelaku UMKM dapat membayar pajak dengan cara mudah dan sederhana
  • Dapat mengurangi beban pajak bagi pelaku UMKM karena sisa omzet setelah dipotong pajak bisa digunakan untuk mengembangkan usaha
  • Tarif pajak yang rendah mampu mendorong seseorang untuk ikut terjun ke dunia wirausaha
  • UMKM semakin patuh dalam membayar pajak.

Pembebasan dari PPh Final UMKM 0,5%

Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), mengatur Wajib Pajak yang memiliki omzet kurang dari Rp 500 juta setahun tidak dikenakan pajak.

Formulir Pemindahbukuan Pajak

Formulir Pemindahbukuan Pajak

Hallo Sobat Pajak, percayakan pembayaran dan pelaporan perpajakan Anda kepada PT Jovindo Solusi Batam aja di jamin deh aman dan terhindar dari kekeliruan. PT Jovindo Solusi Batam telah berpengalaman melayani banyak client yang datang untuk menyelesaikan berbagai permasalahan  pajak, selain itu juga PT Jovindo Solusi Batam merupakan Konsultan Pajak Terpercaya dalam melakukan Pendampingan Perpajakan tentunya.

 

Penyertaan formulir Pemindahbukuan Pajak atau form Pbk pajak dibutuhkan saat melaporkan SPT pajak. Pbk pajak ini adalah langkah yang dilakukan wajib pajak saat menghadapi kondisi tertentu dalam mengelola administrasi pajak.

Pengertian Pbk Pajak

Pemindahbukuan atau Pbk Pajak adalah proses memindahkan penerimaan pajak untuk dibukukan pada penerimaan pajak yang sesuai saat terjadinya kesalahan pembayaran atau penyetoran pajak.

Kesalahan pembayaran atau penyetoran pajak ini bisa terjadi, baik dari wajib pajak, bank persepsi mauapun dari pihak DJP dan pihak lain yang bersangkutan. Jadi, kesalahan dalam penyetoran atau pembayaran pajak tersebut dapat diperbaiki melalui permohonan pemindahbukuan pajak yang diajukan ke DJP.

Pajak yang dapat dilakukan melalui pemindahbukuan adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Dasar Hukum Pbk Pajak

Ketentuan pemindahbukuan pajak atau Pbk pajak diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan salah satunya yaitu :

  • PMK No. 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 mengenai Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
  • Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-36/PJ/2021 mengenai Standar Operasional Prosedur Layanan Unggulan Bidang Perpajakan

Beberapa alasan yang mendasari kegiatan pemindahbukuan yaitu :

  1. Terdapat kejelasan Surat Setoran Pajak (SSP) sebagai hasil penelusuran yang awalnya diadministrasikan dalam Bermacam-macam Penerimaan Pajak (BPP).
  2. Terjadi kekeliruan dalam mengisi SSP, baik itu yang menyangkut WP sendiri maupun WP lain.
  3. Terdapat pemecahan setoran pajak yang berasal dari satu SSP menjadi setoran dalam beberapa jenis pajak atau setoran dari beberapa WP
  4. Terdapat pelimpahan PPh Pasal 22 dalam rangka impor atas dasar inden sebelum berlakunya KMK Nomor 539/KMK.04/1990 tentang PPh Pasal 22, PPN dan atau PPnBM untuk kegiatan usaha di bidang impor atas dasar inden.
  5. Terjadi kesalahan dalam pengisian formulir Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP), baik menyangkut Wajib Pajak sendiri maupun Wajib Pajak lain.
  6. Terjadi kesalahan dalam pengisian data pembayaran pajak yang dilakukan melalui sistem pembayaran pajak secara elektronik sebagaimana tertera dalam Bukti Penerimaan Negara (BPN).
  7. Kesalahan dalam pengisian data pembayaran pajak yang tertera dalam BPN
  8. Terjadi kesalahan perekaman atas SSP dan SSPCP, yang dilakukan Bank Persepsi, Pos Persepsi dan Lembaga Persepsi lainnya.
  9. Terjadi kesalahan perekaman atau pengisian Bukti Pbk oleh pegawai DJP
  10. Pada upaya pemecahan setoran pajak dalam SSP, SSPCP, BPN, atau Bukti Pbk menjadi beberapa jenis pajak atau setoran beberapa Wajib Pajak, dan/atau objek pajak PBB
  11. Lebih besar jumlah pembayaran pada SSP, BPN, atau Bukti Pbk  daripada pajak yang terutang dalam Surat Pemberitahuan, surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Ketetapan Pajak PBB atau Surat Tagihan Pajak PBB
  12. Lebih besar Jumlah pembayaran pada SSPCP atau Bukti Pbk daripada pajak yang terutang dalam pemberitahuan pabean impor, dokumen cukai, atau surat tagihan/surat penetapan
  13. Pemindahbukuan karena alasan lain yang diatur oleh DJP.

Tahapan permohonan pemindahbukuan pajak :

  • Mengisi formulir Pbk pajak
  • Melampirkan bukti asli SSP
  • Melaporkan surat pernyataan tidak keberatan melakukan Pbk pajak
  • Melampirkan surat pernyataan tentang kekeliruan yang dibuat pimpinan bank/kantor pos persepsi apabila kesalahan terjadi karena kekeliruan dari pihak petugas tersebut
  • Melampirkan fotocopy KTP dan bukti setoran tanpa NPWP.

Tata cara menyampaikan permohonan formulir pemindahbukuan pajak:

  1. Menggunakan surat permohonan Pemindahbukuan pajak atau formulir pemindahbukuan pajak, yang ditujukan kepada DJP.
  2. Mengantar formulir Pbk ke KPP tempat pembayaran diadministrasikan secara langsung atau melalui pos atau jasa pengiriman yang ada bukti pengirimannya.
  3. Pembayaran pajak yang tertera dalam SSP, SSPCP, BPN atau Bukti Pbk dapat diajukan permohonan Pemindahbukuan dalam hal pembayaran tersebut belum diperhitungkan dengan pajak yang terutang dalam :
  • Surat Pemberitahuan (SPT)
  • Surat Tagihan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak
  • Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
  • Surat Tagihan atau Ketetapan Pajak PBB
  • Pemberitahuan Impor Barang (PIB)
  • Dokumen cukai
  • Surat Tagihan atau Surat Penetapan

 

Serba Serbi Faktur Pajak

Serba Serbi Faktur Pajak

Percayakan Perpajakan kepada PT Jovindo Solusi Batam aja selain merupakan Konsultan Pajak Terpercaya dalam melakukan Pendampingan Perpajakan, PT Jovindo Solusi Batam juga telah melayani banyak client yang datang untuk menyelesaikan berbagai permasalahan  pajak.

 

Kegiatan pembelian dan penjualan berhubungan dengan proses bisnis suatu perusahaan, sehingga Pengusaha yang telah di kukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) tentunya harus memahami tentang apa itu Faktur Pajak. Kali ini PT Jovindo Solusi Batam akan bantu menjelaskan kepada sobat pajak mengenai Faktur Pajak.

Menarik dari pengertiannya, PKP merupakan pengusaha, perusahaan, atau badan usaha yang menjual barang atau jasa kena pajak yang nantinya akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dalam hal ini PKP berkewajiban untuk membuat faktur pajak, menyetor PPN, dan melakukan laporan mengenai PPN yang diterapkan di perusahaannya.
PKP ini lah yang akan bertanggung jawab dalam hal melaporkan pemungutan PPN tersebut kepada pemerintah. Faktur Pajak ini digunakan PKP sebagai dokumen yang menunjukkan bahwa PKP telah melakukan tugasnya dalam pemungutan PPN.

Definisi Faktur Pajak
Berdasarkan pada UU PPN, definisi faktur pajak tertuang dalam Pasal 1 ayat 23 UU PPN, yaitu bukti pungutan pajak yang telah dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan baik itu Barang Kena Pajak (BKP) maupun itu Jasa Kena Pajak (JKP).

Konsumen nantinya membayar harga barang beserta PPN yang dikenakan pada barang tersebut. Di dalam faktur pajak, tercantum besaran PPN yang harus dibayarkan oleh pihak konsumen.

Faktur pajak yang telah dibuat oleh PKP harus dilaporkan kepada pihak otoritas yang berwenang, yaitu Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pelaporan ini dilakukan melalui Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai periode terjadi transaksi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) nya.

Fungsi Faktur Pajak

Berikut ini beberapa fungsi dari faktur pajak:

  1. yang sah dokumen sah yang menunjukkan bahwa PKP telah melakukan tugasnya dalam pemungutan PPN.
  2. Bukti pembayaran Pajak Masuk dan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran
  3. Data untuk Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam hal melakukan pengecekan atas berbagai transaksi yang dilakukan oleh PKP.

Jenis Faktur Pajak
Berikut Jenis Faktur Pajak berdasarkan UU PPN tahun 2000 yaitu :

  1. Faktur Pajak Standar
    Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP dalam kertas ukuran kuarto. Faktur ini memuat beberapa informasi yaitu :

 

  1. Identitas Pengusaha Kena Pajak dalam NPWP
  2. Informasi seputar BKP atau JKP
  3. Jumlah PPN yang dipungut dari konsumen
  4. Nomor seri, kode faktur pajak, dan tanggal pembuatan
  5. Identitas dari pembeli atau penerima beserta tanda tangan

 

  1. Faktur Pajak Gabungan
    Faktur pajak ini dibuat PKP apabila melakukan kegiatan transaksi lebih dari satu kali terhadap pihak yang sama dalam sebulan. Berikut isi dari Faktur pajak gabungan :

 

  1. Identitas NPWP dan alamat penerima BKP atau JKP
  2. Identitas NPWP dan alamat yang melakukan penyerahan BKP atau JKP
  3. Informasi jenis barang atau jasa, termasuk didalamnya harga jual
  4. Informasi mengenai pemungutan PPN
  5. Nomor seri, kode faktur pajak, dan tanggal pembuatan
  6. Nama dan tanda tangan penerima

 

  1. Faktur Pajak Sederhana
    Bukti pungutan pajak oleh PKP yang menyerahkan atau menerima BKP atau JKP secara eceran. Misalnya seperti bon kontan atau invoice.

    Terdapat juga tujuh jenis faktur pajak lain dari yang di sebutkan di atas, hal yang membedakannya adalah skema tempat faktur pajak tersebut dibuat. Berikut ini adalah jenis  – jenis faktur pajaktersebut :

 

  1. Faktur Pajak Pengeluaran

Faktur pajak yang diterbitkan oleh PKP saat melakukan kegiatan penjualan BKP atau JKP.

  1. Faktur Pajak Masukan

Faktur pajak yang diterima oleh PKP saat melakukan kegiatan pembelian BKP atau JKP dari PKP lain.

  1. Faktur Pajak Pengganti

Faktur pajak pengganti atas faktur pajak yang sebelumnya terjadi kesalahan data.

  1. Faktur Pajak Gabungan

Faktur pajak yang diterbitkan PKP yang merangkap seluruh penjualan dalam sebulan kepada pembeli BKP atau JKP.

  1. Faktur Pajak Digunggung

Faktur pajak yang dibuat tanpa adanya identitas pembeli dan penjual karena diterbitkan oleh pengusaha eceran.

  1. Faktur Pajak Cacat

Faktur pajak yang terjadi kesalahan di dalam proses pembuatannya yang meliputi kesalahan data atau kesalahan pengisian kode dan nomor seri.

  1. Faktur Pajak Batal

Faktur pajak yang dibatalkan karena terjadinya pembatalan transaksi antara pembeli dan penjual.

Tahapan Membuat Faktur Pajak
Tahapan dalam penerbitan faktur pajak sebagai berikut :

  1. PKP menutup kontrak atau kesepakatan penyerahan, membuat faktur pajak, dan melakukan pencatatan baik itu secara manual ataupun dengan sistem.
  2. PKP memasukkan data faktur secara manual atau dengan impor data ke aplikasi e-Faktur. Data yang akan dimasukkan oleh PKP adalah sebagai berikut:
  • Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), alamat, dan nama PKP yang menyerahkan BKP atau JKP
  • Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), alamat, nama PKP pembeli/penerima BKP atau JKP
  • Mencantumkan informasi mengenai barang atau jasa, dengan jumlah harga jual atau penggantian dan potongan harga tersebut
  • Jumlah PPN yang dipungut
  • Kode, Nomor Seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak tersebut
  • Nama dan tanda tangan masing – masing pihak yang terkait.
  1. PKP melaporkan faktur pajak ke DJP melalui e-faktur online
  2. DJP memberikan persetujuan faktur pajak
  3. PKP akan mendapatkan file PDF dan dapat mencetak e-Faktur
  4. PKP membuat SPT Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam aplikasi e-faktur
  5. PKP melaporkan SPT PPN langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui e-filling
  6. KPP menerbitkan tanda terima SPT Masa PPN
  7. DJP melakukan pengelolaan terkait data e-faktur sebagai pelayanan dan pengawasan

 

 

Pajak untuk Bisnis Kos-Kosan

Pajak untuk Bisnis Kos-Kosan

PT Jovindo Solusi Batam juga merupakan Konsultan Pajak Terpercaya dalam melakukan Pendampingan Perpajakan Anda, dan telah melayani banyak client yang datang untuk menyelesaikan berbagai permasalahan  pajak tentunya.

Nah, Kali ini PT Jovindo Solusi Batam akan memberikan informasi terkait Pajak Non Efektif. Lebih lengkapnya pada artikel kali ini, kita akan memberikan  informasi mengenai ‘’ Apa itu Wajib Pajak Non Efektif ?’’

 

Karena banyaknya pendatang baru khususnya di Kota Batam ini, dan tentunya membutuhkan tempat tinggal dalam jangka waktu tertentu. Kos – Kosan merupakan salah satu bisnis properti yang menjanjikan dan banyak diminati banyak orang. Pada umumnya kos-kosan banyak ditemui di daerah perkantoran, sekolah atau kampus, dan daerah industri. Lalu apakah Bisnis Kos – Kosan dikenakan pajak ? bagaimana system pengenaan pajak pada bisnis Kos – Kosan ini ?

Awalnya pengenaan pajak untuk Bisnis Kos – Kosan diatur Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ( UU PDRD ). Berdasarkan Undang-Undang ini bahwa kos-kosan termasuk bagian dari pengertian hotel, sehingga apabila wajib pajak memiliki kos-kosan lebih dari sepuluh kamar maka mekanisme perpajakannya sama seperti hotel yang akan dikenakan pajak daerah dengan tarif tertinggi 10% dan disesuaikan dengan kebijakan daerah masing-masing.

Namun apabila kurang dari sepuluh kamar peraturan pajaknya diatur dalam PPh Final Pasal 4 Ayat 2 dengan tarif pajak 10%. Dalam peraturan tersebut telah dijelaskan penghasilan dari transaksi atau pengalihan aset dalam bentuk tanah atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan sewa atas tanah atau bangunan termasuk ke dalam objek pajak.

Namun kemudian peraturan tersebut disederhanakan. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) maka dicabutlah UU PDRD. Dalam peraturan baru tersebut dijelaskan bahwa kos-kosan tidak termasuk pengertian dari hotel dan tidak lagi menjadi objek pajak daerah.

Kemudian dengan hadirnya Peraturan Pemerintah RI Nomor 34 Tahun 2017 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah atau Bangunan dijelaskan bahwa penghasilan dari kos-kosan tidak termasuk kedalam penghasilan dari sewa tanah atau bangunan, tetapi masuk ke dalam golongan penghasilan usaha. Sehingga mekanisme perpajakan kos-kosan pada PPh Final Pasal 4 Ayat 2 tidak di berlakukan lagi.

Lebih sederhananya lagi pengenaan pajak Bisnis Kos – Kosan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018. Dalam Undang-Undang ini menjelaskan bahwa pajak penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yaitu tidak melebihi 4,8 miliar dalam satu tahun pajak, maka atas penghasilan yang diterima dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif pajak sebesar 0,5%.

Batasan peredaran bruto yang mendapatkan insentif pajak untuk pelaku UMKM orang pribadi menggunakan PP No.23 adalah sebesar Rp 500 juta dari penghasilan yang diperoleh usahanya tidak dipungut pajak atau bebas dari pembayaran pajak. Penjelasan ini berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Perhitungan PPh Final terutang atas penghasilan Bisnis Kos – Kosan sebagai berikut :

Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan dalam Setahun – Batas Peredaran Bruto

PPh Pasal 25 Sebagai Bentuk Pajak Angsuran

PPh Pasal 25 Sebagai Bentuk Pajak Angsuran

PT Jovindo Solusi Batam merupakan konsultan pajak batam yang telah melayani banyak client yang datang untuk menyelesaikan berbagai permasalahan  pajak seperti PPh 21, PPh 23, PPh 4 ayat 2, dan PPh Badan.

PT Jovindo Solusi Batam juga merupakan Konsultan Pajak Terpercaya dalam melakukan Pendampingan Perpajakan Anda.

 

Jenis pajak yang seringkali dibebankan kepada Wajib Pajak Badan yaitu Pajak Penghasilan (PPh), dan dikenakan atas suatu penghasilan yang diperoleh. Jenis PPh juga beragam dengan ketentuan dan tarif yang berbeda pula. Nah, Pada artikel kali  PT Jovindo Solusi Batam akan memberikan  informasi mengenai ‘’ PPh Pasal 25 Sebagai Bentuk Pajak Angsuran’’

Definisi PPh Pasal 25

Pajak Penghasilan atau PPh Pasal 25 merupakan jenis pajak penghasilan yang dibayar secara angsuran. Tujuan adanya jenis pajak ini adalah untuk meringankan beban dari Wajib Pajak. Dikarenakan kredit pajak atau pajak yang terutang harus dilunasi dalam kurun waktu satu tahun pajak. Sedangkan untuk pembayaran pajaknya harus dilakukan sendiri dan tidak dapat diwakilkan.

Perhitungan dalam PPh Pasal 25

Untuk besaran angsuran untuk PPh Pasal 25 ini dihitung sebesar pajak yang terutang. Angsuran tahun berjalannya yaitu tahun pajak selanjutnya setelah tahun dilaporkan di SPT tahunan nantinya akan dikurangi oleh pajak lainnya yaitu :

  • Pajak penghasilan (PPh) yang dipotong berdasarkan dengan Pasal 21. Dimana terdapat tambahan sebesar 20% untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP. Kemudian Pasal 23 dengan tarif sebesar 15% berdasarkan dividen, bunga, hadiah dan royalti. Serta tarif sebesar 2% di dasarkan pada sewa dan penghasilan lainnya serta imbalan jasa.
  • Pajak penghasilan (PPh) dibayarkan atau terutang di luar negeri. Yang mana pajak tersebut dapat dikreditkan sesuai dengan Pasal 24. Selanjutnya akan dilakukan  pembagian menjadi total bulan dalam pajak masa setahun.

Klasifikasi Tarif untuk PPh Pasal 25 Badan

Klasifikasi tarif dalam PPh Pasal 25 yang diberlakukan bagi suatu badan usaha, didasarkan pada tingkat peredaran bruto yang dimiliki, yaitu:

  • Apabila penghasilan bruto dari Wajib Pajak Badan di bawah Rp4,8 Miliar, tarif pajak yang dikenakan adalah sebesar 1%. Tarif tersebut kemudian dikalikan dengan penghasilan kotor atau peredaran bruto.
  • Apabila penghasilan yang dimiliki Wajib Pajak Badan di atas Rp4,8 Miliar sampai dengan Rp50 Miliar, perhitungan besaran tarifnya adalah 0,25. Yang selanjutnya dikalikan dengan penghasilan kena pajak (PKP).
  • Apabila penghasilan yang dimiliki Wajib Pajak Badan Melebihi Rp50 Miliar, maka untuk perhitungan besaran tarifnya yaitu 25% dikalikan PKP.

Penting sekali mengetahui batas waktu atau jatuh tempo pembayaran pajak supaya tidak mengalami keterlambatan yang dapat mengakibatkan dikenakan sanksi berupa denda. Apabila batas waktu untuk penyetoran pajak jatuh tempo bertepatan pada hari libur, maka dari itu dapat dilakukan pada hari berikutnya.

Mengenal tentang PPN Masukan

Mengenal tentang PPN Masukan

PT Jovindo Solusi Batam merupakan konsultan pajak batam yang telah melayani banyak client yang datang untuk menyelesaikan berbagai permasalahan  pajak seperti PPh 21, PPh 23, PPh 4 ayat 2, dan PPh Badan.

PT Jovindo Solusi Batam juga merupakan Konsultan Pajak Terpercaya dalam melakukan Pendampingan Perpajakan Anda.

Nah, Kali ini PT Jovindo Solusi Batam akan memberikan informasi terkait Tarif PPh Pribadi. Nah, Pada artikel kali kita ini akan memberikan  informasi mengenai ‘’ Mengenal tentang PPN Masukan’’

 

Definisi PPN Masukan

Udah tahu belum apa itu PPN Masukan ? PPN masukan atau disebut juga sebagai pajak masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dibebankan kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan pembelian terhadap barang atau jasa kena pajak (BKP atau JKP).

PKP diharuskan melakukan pengkreditan atau pengurangan antara PPN keluaran dengan PPN masukan. Jika selisih antara PPN keluaran dan PPN Masukan ternyata lebih besar PPN masukan, maka kelebihan pembayaran PPN tersebut dapat dikompensasikan di masa pajak selanjutnya atau PKP dapat  mengajukan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak di akhir tahun buku.

Landasan Hukum untuk Pengkreditan PPN Masukan

Dasar hukum pada kegiatan pengkreditan PPN masukan tertuang dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atau disebut juga UU PPN dan PPnBM.

Tetapi untuk Dasar Hukum utama yang melandasi pengkreditan PPN masukan ini adalah Pasal 9 Ayat (2), yang menyatakan bahwa PPN masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan PPN keluaran pada masa pajak yang sama. Pasal 9 UU PPN dan PPnBM secara keseluruhan mengatur tentang perlakuan PPN masukan, dimulai dari perlakuan  untuk pengkreditan PPN masukan standar, arti PPN masukan bagi PKP pada umumnya, sampai dengan perlakuan khusus bagi PKP yang PPN masukannya memenuhi kriteria tertentu.

Kriteria Pengkreditan PPN Masukan dan Batas Waktunya

PPN masukan dapat dikreditkan untuk masa pajak yang sama, apabila memenuhi beberapa kriteria ini dan tentunya berlaku untuk semua bidang usaha. Kriteria tersebut antara lain:

  1. Terdapat di dalam faktur pajak lengkap atau dokumen tertentu yang diperlakukan sama dengan faktur pajak.
  2. Berhubungan langsung dengan kegiatan usaha.

Berdasarkan Pasal 9 Ayat (9) UU PPN dan PPnBM secara detail menjelaskan bahwa Pajak Masukan yang bisa dikreditkan, akan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak bersangkutan selagi belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan tentunya.

Pengecualian Pengkreditan PPN Masukan

Ada beberapa PPN masukan yang ternyata tidak dapat dikreditkan dengan PPN keluaran hanya untuk penyerahan atau pengeluaran sebagai berikut:

  1. Perolehan BKP atau JKP yang dilakukan sebelum pengusaha ditetapkan sebagai PKP.
  2. Perolehan BKP atau JKP yang tidak memiliki hubungan langsung dengan kegiatan usaha.
  3. Kepemilikan dan pemeliharaan kendaraan bermotor, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.
  4. Penggunaan BKP tidak berwujud atau penggunaan JKP dari luar daerah pabean sebelum pengusaha ditetapkan sebagai PKP.
  5. kepemilikan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan atau tidak terdapat nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembeli BKP atau JKP.
  6. Penggunaan BKP tidak berwujud atau penggunaan JKP dari luar daerah pabean yang faktur pajaknya tidak memenuhi kriteria.
  7. Kepemilikan BKP atau JKP yang pajak masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak.
  8. Perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya tidak dilaporkan dalam SPT masa PPN, biasanya ditemukan saat dilakukan pemeriksaan.
  9. kepemilikan BKP lain dari barang modal atau JKP sebelum PKP mulai beroperasi.

PPN masukan yang tidak dapat dikreditkan untuk PPN masukan terkait BKP atau JKP yang mendapat fasilitas pembebasan pungutan PPN. Meski BKP atau JKP dibebaskan PPN, bukan berarti tidak ada PPN, melainkan PPN yang ada tidak dipungut.

PKP dalam masa pajak melakukan penyerahan yang terutang dan tidak terutang PPN hanya dapat mengkreditkan PPN masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang PPN, dan diketahui dengan pasti dari pembukuan PKP.

Tarif Pajak Penghasilan Untuk Pribadi Yang Berkeluarga

Tarif Pajak Penghasilan Untuk Pribadi Yang Berkeluarga

PT Jovindo Solusi Batam merupakan konsultan pajak batam yang telah melayani banyak client yang datang untuk menyelesaikan berbagai permasalahan  pajak seperti PPh 21, PPh 23, PPh 4 ayat 2, dan PPh Badan.

PT Jovindo Solusi Batam juga merupakan Konsultan Pajak Terpercaya dalam melakukan Pendampingan Perpajakan Anda.

Nah, Kali ini PT Jovindo Solusi Batam akan memberikan informasi terkait Tarif PPh Pribadi. Nah, Pada artikel kali kita ini akan memberikan  informasi mengenai ‘’ Tarif Pajak Penghasilan Untuk Pribadi Yang Berkeluarga’’

 

Menurut pernyataan dalam Pasal 17 Ayat 1 Undang – Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Tarif potongan pajak penghasilan untuk Pribadi sebagai berikut :

  1. Tarif 5% untuk penghasilan PKP Hingga Rp 50.000.000 per tahun
  2. Tarif 15% untuk penghasilan PKP diatas Rp 50.000.000 hingga Rp 250.000.000 per tahun
  3. Tarif 25% untuk penghasilan PKP diatas Rp 250.000.000 hingga Rp 500.000.000 per tahun
  4. Tarif 30% untuk penghasilan PKP diatas Rp 500.000.000 hingga 5.000.000.000 per tahun

Tarif pajak ini berlaku setelah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dikurangkan dari penghasilan bersih dalam setahun. Besar PTKP tergantung dari status Wajib Pajak.

Dasar hukum kenaikan PTKP adalah PMK Nomor 101/PMK.010/2016 Tanggal 22 Juni 2016 Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak merupakan dasar hukum kenaikan PTKP. Untuk menghitung pajak penghasilan, perlu diketahui terlebih dahulu besaran tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagaimana diatur dalam dengan Peraturan Menteri tersebut, yakni:

  1. Pria atau Wanita Belum Kawin dengan Kode TK (Tidak Kawin)
  • PTKP Kategori TK/0 untuk pria atau wanita lajang tanpa tanggungan. Tarifnya sebesar Rp 54.000.000 per tahun.
  • PTKP kategori TK/1 pria atau wanita lajang dengan satu tanggungan. Dikenakannya tarif sebesar Rp 58.500.000 per tahun.
  • PTKP kategori TK/2 untuk pria atau wanita lajang dengan dua tanggungan. Tarifnya sebesar Rp 63.000.000 per tahun.
  • PTKP kategori TK/3 untuk pria atau wanita lajang dengan tiga tanggungan. Tarifnya sebesar Rp 67.500.000 per tahun.
  1. Pria atau Wanita Yang telah Kawin dengan Kode K (Kawin)
  • PTKP Kategori K/0 untuk pria atau wanita kawin tanpa tanggungan (hanya istri). Tarif sebesar Rp.58.500.000 per tahun.
  • PTKP kategori K/1 untuk pria atau wanita kawin yang telah memiliki satu tanggungan. Tarifnya sebesar Rp 63.000.000 per tahun.
  • PTKP kategori K/2 untuk pria atau wanita kawin dengan dua tanggungan. Tarifnya sebesar Rp 67.500.000 per tahun.
  • PTKP kategori K/3 untuk pria atau wanita kawin dengan tiga tanggungan. Tarifnya sebesar Rp 72.000.000 per tahun.
  1. Tarif PTKP Suami dan Istri Kode KI ( Kawin ditambah Istri )
  • PTKP kategori K/I/0 untuk penghasilan suami dan istri yang digabungkan tanpa tanggungan. Tarifnya sebesar Rp112.500.000 per tahun.
  • PTKP kategori K/I/1 untuk penghasilan suami dan istri yang digabungkan dengan satu tanggungan. Tarifnya sebesar Rp117.000.000 per tahun.
  • PTKP kategori K/I/2 untuk penghasilan suami dan istri yang digabungkan dan memiliki dua tanggungan. Tarifnya sebesar Rp121.500.000 per tahun.
  • PTKP kategori K/I/3 untuk penghasilan suami dan istri yang digabungkan dan memiliki tiga tanggungan. Tarifnya sebesar Rp126.000.000 per tahun.
Cara Menanggapi jika dikenakan SP2DK

Cara Menanggapi jika dikenakan SP2DK

Konsultan Pajak Batam (PT Jovindo Solusi Batam) merupakan perusahaan yang bertujuan untuk memberikan edukasi dan pelayanan khususnya dibidang perpajakan dan pembukuan (Tax and Accounting Service). Konsultan pajak batam sudah memiliki pengalaman, keahlian, serta pemahaman yang baik dibidang perpajakan dan pembukuan. Kami selalu siap membantu anda dalam hal yang berhubungan dengan perpajakan dan pembukuan.

Adapun jasa-jasa kami yaitu, Jasa Konsultan Pajak Batam ( jasa pengurusan pajak, jasa konsultasi pajak, jasa pelaporan pajak, jasa pengampunan pajak / jasa tax amnesty ), jasa pembukuan dan jasa lainnya sesuai kebutuhan anda.

Nah, Kali ini PT Jovindo Solusi Batam akan memberikan informasi terkait Penghasilan Bruto. Nah, Pada artikel kali kita ini akan memberikan  informasi mengenai ‘’ Cara Menanggapi jika dikenakan SP2DK ’’

 

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengeluarkan SP2DK dengan tujuan menyampaikan informasi kepada wajib pajak dalam bentuk sebuah surat. Surat tersebut disebut dengan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK), dimana data atau keterangan yang akan diminta oleh DJP terdapat pemenuhan kewajiban yang belum disesuaikan dengan ketentuan perpajakan. Biasanya data yang diperlukan berupa kumpulan informasi seperti SPT, rekaman data dari sistem informasi kantor pajak, serta data pendukung lainnya.

DJP dapat menerbitkan SP2DK selama belum lebih dari 5 tahun setelah terutang pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak. Penyampaian SP2DK oleh KPP bisa melalui pos, jasa ekspedisi, atau faksimili wajib pajak. Bahkan KPP dapat menyampaika SP2DK  secara langsung, dengan mengunjungi wajib pajak terkait atau secara daring seperti video conference.

Hal yang Seharusnya dilakukan saat dikenakan SP2DK

Wajib Pajak dapat menanggapinya, mengakui atau menyanggah apa yang terdapat didalam SP2DK kepada KPP ataupun Account Representative (AR). Tetapi sebelum Wajib Pajak menanggapi, pastikan terlebih dahulu kesesuaian data dan keterangan yang akan diberikan pada SP2DK sesuai. Jika perlu informasi lebih lanjut, dapat menghubungi Account Representative yang tertera dalam SP2DK. Jika memang ada ketidaksesuaian data atau keterangan, wajib pajak diperbolehkan melakukan klarifikasi dengan menyertakan bukti yang nyata.

Cara menanggapi SP2DK sebagai berikut :

  • Wajib Pajak bisa menanggapi langsung dengan mendatangi KPP membawa serta dokumen yang memang diperlukan untuk tujuan klarifikasi. Tim pajak nantinya akan memasukkan tanggapan dalam berita acara pelaksanaan permintaan penjelasan yang selanjutnya akan ditandatangani.
  • Wajib Pajak bisa menanggapi secara tertulis dengan menyampaikan SPT perbaikan yang berdasarkan SP2DK ataupun pernyataan tertulis yang memuat pengakuan atau penyangkalan dari apa yang termuat dari SP2DK.
  • Wajib Pajak juga dapat memberikan tanggapan melalui video conference dan menandatangani dokumen yang diperlukan. Namun jika wajib pajak tidak dapat memenuhi undangan video conference, maka dari itu tim pajak akan menindaklanjuti data atau keterangan yang sudah ada kemudian membuat kesimpulan dan memberikan rekomendasi untuk menindaklanjuti.

 

Kategori, Tarif, Pelaporan PPh Pasal 4 Ayat (2)

Kategori, Tarif, Pelaporan PPh Pasal 4 Ayat (2)

Konsultan Pajak Batam (PT Jovindo Solusi Batam) merupakan perusahaan yang bertujuan untuk memberikan edukasi dan pelayanan khususnya dibidang perpajakan dan pembukuan (Tax and Accounting Service). Konsultan pajak batam sudah memiliki pengalaman, keahlian, serta pemahaman yang baik dibidang perpajakan dan pembukuan. Kami selalu siap membantu anda dalam hal yang berhubungan dengan perpajakan dan pembukuan.

Adapun jasa-jasa kami yaitu, Jasa Konsultan Pajak Batam ( jasa pengurusan pajak, jasa konsultasi pajak, jasa pelaporan pajak, jasa pengampunan pajak / jasa tax amnesty ), jasa pembukuan dan jasa lainnya sesuai kebutuhan anda.

Nah, Kali ini PT Jovindo Solusi Batam akan memberikan informasi terkait Penghasilan Bruto. Nah, Pada artikel kali kita ini akan memberikan  informasi mengenai ‘’ Kategori, Tarif, Pelaporan PPh Pasal 4 Ayat (2) ’’

 

Pengertian PPh Pasal 4 Ayat (2)

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 Ayat (2) merupakan pemotongan atas penghasilan yang dibayarkan berhubungan dengan jasa dan sumber tertentu. PPh Pasal 4 ayat (2) adalah pajak penghasilan atas jenis penghasilan tertentu bersifat final dan tidak dapat dikreditkan dengan PPh terutang. Oleh karena itu, PPh Pasal 4 ayat (2) ini dikenal juga sebagai PPh Final. Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan menjadi dasar ketentuan mengenai PPh Pasal 4 Ayat (2).

 

Kategori PPh Pasal 4 Ayat (2)

Berdasarkan mekanisme pengenaannya, PPh Pasal 4 Ayat (2) dibagi menjadi 2 kategori yaitu sebagai berikut :

  • PPh Pasal 4 ayat (2) dipotong pihak lain

Wajib Pajak akan menerima bukti pemotongan pajaknya dari pihak pemotong  apabila telah dipotong/dipungut pajak penghasilannya.

  • PPh Pasal 4 ayat (2) disetor sendiri

Wajib Pajak sendiri sebagai pihak pemotong/pemungut pajak dan menyetorkannya ke kas negara.

 

Objek PPh Pasal 4 Ayat (2)

Objek PPh Pasal 4 ayat (2) dikenakan terhadap penghasilan atau pendapatan tertentu, berikut ini salah satunya :

  1. Bunga deposito atau obligasi

Berupa penghasilan dari bunga deposito dan jenis tabungan lainnya, bunga dari obligasi, surat utang negara, serta bunga dari tabungan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.

  1. Hadiah

Berupa penghasilan dari hadiah berupa lotre ataupun undian.

  1. Transaksi saham atau Surat Berharga

Penghasilan berasal dari transaksi saham dan sekuritas lain, transaksi derivatif perdagangan bursa, serta transaksi penjualan atas saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang didapatkan perusahaan modal ventura atau usaha.

  1. Pengalihan harta, sewa tanah atau bangunan

Berupa penghasilan dari transaksi atas pengalihan harta dalam bentuk tanah atau bangunan meliputi transaksi penjualan, tukar menukar, perjanjian pemindahan hak, penyerahan atau pelepasan hak, hibah, waris, dan lelang.

Objek PPh Pasal 4 Ayat (2) berupa persewaan atas tanah atau bangunan berupa tanah, rumah, gedung, toko, gudang, bangunan industri, dan kondominium.

Objek PPh Pasal 4 Ayat (2) untuk usaha Jasa Konstruksi, usaha real estate, dan penghasilan dari perencanaan atau pengawasan konstruksi.

  1. Penghasilan tertentu lainnya

Berupa penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak yang mempunyai peredaran bruto tertentu, yakni tidak melebihi 4,8 miliar dalam satu tahun pajak dan telah diatur dalam Peraturan Pemerintah tentunya.

 

Tarif PPh Pasal 4 Ayat (2)

Tarif untuk setiap objek pajak PPh Pasal 4 ayat (2) :

  • Bunga deposito/tabungan, diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI), serta Jasa Giro dikenakan tarif sebesar 20%. Ketentuan tarif diatur dalam PP Nomor 131 Tahun 2000 dan KMK Nomor 51/KMK.04/2001.
  • Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya (kecuali bunga dibawah Rp 240 ribu tidak dikenakan pajak) dikenakan tarif sebesar 10%. Ketentuan ini diatur dalam PP Nomor 15 Tahun 2009
  • Dividen yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak menginvestasikan dividennya di dalam negeri dalam jangka waktu tiga tahun sejak dividen diperoleh, dikenakan tarif sebesar 10%. Apabila diinvestasikan, maka tidak dikenakan pajak. Ketentuan ini telah diatur dalam Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2021 (UU HPP).
  • Persewaan atas tanah atau bangunan dikenakan tarif sebesar 10%. Ketentuan lebih lanjut diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh.
  • Bunga obligasi (surat utang negara) dan SUN lebih dari 12 bulan, dikenakan tarif sebesar 0% – 20%. Ketentuan telah diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh dan PP Nomor 16 Tahun 2009
  • Hadiah undian atau lotre, dikenakan Tarif sebesar 25%. Ketentuan lebih lanjut diatur dalam PP Nomor 132 Tahun 2000.
  • Transaksi penjualan saham pendiri, dikenakan tarif sebesar 0,5% dan transaksi saham bukan pendiri dikenakan tarif sebesar 0,1%.
  • Pengalihan hak atas tanah atau bangunan, termasuk usaha real estate, dikenakan tarif sebesar 5%. Sedangkan, pengalihan rumah sederhana dan rumah susun sederhana, dikenakan tarif sebesar 1%.
  • Transaksi penjualan saham atau pengalihan penyerahan modal pada perusahaan pasangannya yang diperoleh perusahaan modal ventura, dikenakan tarif sebesar 0,1%.
  • Transaksi derivatif berjangka panjang yang telah diperdagangkan di bursa, dikenakan tarif sebesar 2,5%. Ketentuan lebih lanjut diatur dalam PP Nomor 17 Tahun 2009
  • Tarif PPh Pasal 4 Ayat (2) atas Jasa konstruksi berdasarkan PP Nomor 9 Tahun 2022 adalah sebagai berikut :
  1. Pelaksana jasa konstruksi kecil memiliki sertifikasi dikenakan tarif sebesar 1,75%
  2. Pelaksana jasa konstruksi tanpa sertifikasi dikenakan tarif sebesar 4%
  3. Pelaksana konstruksi menengah dan besar dikenakan tarif sebesar 2,65%
  4. Penyedia jasa yang memiliki sertifikasi badan usaha dikenakan tarif sebesar 2,65%
  5. Penyedia jasa yang tidak tidak memiliki sertifikasi badan usaha dikenakan tarif sebesar 4%
  6. Perancang atau pengawas jasa konstruksi oleh penyedia jasa konstruksi yang memiliki sertifikasi usaha dikenakan tarif sebesar 3,5%
  7. Perancang atau pengawas jasa konstruksi oleh penyedia jasa konstruksi yang tidak memiliki sertifikasi usaha dikenakan tarif sebesar 6%

 

Penyetoran dan Pelaporan pada PPh Pasal 4 Ayat (2)

  • Penghasilan yang memiliki peredaran bruto (omzet) tertentu yang diterima oleh Wajib Pajak disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. Sementara untuk pelaporannya, jika sudah validasi NTPN maka Wajib Pajak tidak perlu melapor lagi.
  • Disetorkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan dilaporkan paling lambat tanggal 20 setelah berakhirnya masa pajak untuk Bunga, deposito, tabungan, dan diskonto SBI.
  • Penyetoran transaksi penjualan saham paling lama tanggal 20 bulan berikutnya setelah terjadinya penjualan saham. Sedangkan pelaporan paling lambat tanggal 25 setelah bulan terjadinya penjualan saham.
  • Hadiah undian disetorkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah terutangnya pajak dan dilaporkan paling lambat 20 hari setelah berakhirnya masa pajak.
  • Persewaan tanah atau bangunan disetorkan paling lambat tanggal 10 (untuk pemotong pajak) sedangkan tanggal 15 (untuk Wajib Pajak pengusaha sewa) bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak, serta pelaporan paling lambat 20 hari setelah berakhirnya masa pajak.
  • Jasa konstruksi disetorkan paling lambat tanggal 10 (untuk pemotong pajak) sedangkan tanggal 15 (untuk Wajib Pajak jasa konstruksi) bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. Pelaporannya paling lambat tanggal 20 setelah berakhirnya masa pajak.

 

Perbedaan Koreksi Fiskal Positif dan Negatif

Perbedaan Koreksi Fiskal Positif dan Negatif

Konsultan Pajak Batam (PT Jovindo Solusi Batam) merupakan perusahaan yang bertujuan untuk memberikan edukasi dan pelayanan khususnya dibidang perpajakan dan pembukuan (Tax and Accounting Service). Konsultan pajak batam sudah memiliki pengalaman, keahlian, serta pemahaman yang baik dibidang perpajakan dan pembukuan. Kami selalu siap membantu anda dalam hal yang berhubungan dengan perpajakan dan pembukuan.

Adapun jasa-jasa kami yaitu, Jasa Konsultan Pajak Batam ( jasa pengurusan pajak, jasa konsultasi pajak, jasa pelaporan pajak, jasa pengampunan pajak / jasa tax amnesty ), jasa pembukuan dan jasa lainnya sesuai kebutuhan anda.

Nah, Kali ini PT Jovindo Solusi Batam akan memberikan informasi terkait Koreksi Fiskal. Nah, Pada artikel kali kita ini akan memberikan  informasi mengenai ‘’ Perbedaan Koreksi Fiskal Positif dan Negatif ’’

 

Masalah disebabkan oleh adanya perbedaan dalam pelaporan keuangan dari sisi standar akuntansi yang berlaku dan sisi perpajakan Indonesia.

Dalam perpajakan, jenis pajak yang dikenakan kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah sebagai berikut:

  1. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, 22, 23, 4 ayat 2 (Final), dan Pasal 26.
  2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan apabila terjadi pertukaran barang atau jasa antara penjual dan pembeli.
  3. Pajak Penghasilan atas Barang Mewah (PPnBM). Pajak yang dikenakan apabila melakukan pembelian atau impor barang yang menurut peraturan perpajakan termasuk barang mewah.

Koreksi fiskal Positif Negatif

Fungsi akuntansi perpajakan yaitu mengoreksi laba dari laporan komersial menjadi laba fiskal. Perbedaan perhitungan atas pendapatan dan biaya bisa direkonsiliasi, dimana hal ini yang dinamakan rekonsiliasi atau koreksi fiskal.

Koreksi fiskal sendiri merupakan kegiatan pencatatan, pembetulan dan penyesuaian yang dilakukan oleh Wajib Pajak (WP). Koreksi fiskal muncul karena adanya perbedaan dalam penempatan atau pengakuan penghasilan dan biaya dalam laporan keuangan akuntansi komersial dengan akuntansi pajak. Mengenai koreksi fiskal sendiri diatur dalam Peraturan Perpajakan UU no. 36 tentang PPh Koreksi fiskal.

Koreksi fiskal terbagi menjadi dua, yaitu :

  1. koreksi positif
  2. koreksi negatif.

Perbedaan Koreksi Fiskal Positif Negatif

  1. Koreksi Fiskal Positif

Koreksi yang terjadi karena adanya biaya yang tidak diperbolehkan oleh pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU PPh.

Jenis Koreksi Fiskal Positif antara lain:

  • Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan demi kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
  • Dana Cadangan.
  • Penggantian atau imbalan berhubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan.
  • Jumlah lebih yang di bayarkan kepada pihak yang memiliki hubungan istimewa berhubungan dengan pekerjaan.
  • Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan.
  • Pajak penghasilan.
  • Gaji yang dibayarkan kepada pemilik.
  • Sanksi administrasi.
  • Selisih penyusutan/amortisasi komersial diatas penyusutan/amortisasi fiskal.
  • Biaya mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenakan PPh Final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.
  • Penyesuaian fiskal positif lainnya.

Tujuan koreksi positif yaitu menambah laba komersial atau laba Penghasilan Kena Pajak (PhKP). Koreksi positif dapat menambahkan pendapatan dan mengurangi atau mengeluarkan biaya yang kiranya harus diakui secara fiskal.

  1. Koreksi Fiskal Negatif

Koreksi fiskal negatif menyebabkan laba kena pajak berkurang atau pengurangan PPh terutang. Ini disebabkan karena pendapatan lebih tinggi daripada pendapatan fiskal dan biaya komersial yang lebih kecil daripada biaya-biaya fiskal.

Adanya koreksi negatif disebabkan oleh hal-hal berikut ini :

  1. Penghasilan dikenakan PPh Final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak tetapi termasuk dalam peredaran usaha.
  2. Selisih penyusutan/amortisasi komersial di bawah dari penyusutan/amortisasi fiskal.
  3. Penyesuaian fiskal negatif lainnya

Jenis Koreksi Fiskal Negatif yaitu :

  • Penghasilan yang dikenakan PPh Final :
  • Penghasilan bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
  • Penghasilan dari hadiah/undian.
  • Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas, transaksi derivatif yang diperdagangkan bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya diterima oleh perusahaan modal ventura.
  • Penghasilan transaksi pengalihan harta berupa tanah atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah atau bangunan.
  • Penghasilan dari WP Tertentu yang masuk kriteria PP Nomor 46 Tahun 2013 (mulai 1 Juli 2018 telah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018).
  • Penghasilan yang bukan termasuk objek pajak antara lain : 
  • Bantuan/sumbangan, termasuk zakat yang diterima badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk/disahkan oleh pemerintah dan diterima oleh penerima zakat.
  • Harta hibah diterima oleh keluarga kandung yang satu garis keturunan, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, ketentuannya diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan selama tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
  • Harta setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.
  • Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan/jasa yang diterima dari WP atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit).
  • Pembayaran perusahaan asuransi kepada orang pribadi berhubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
  • Iuran yang diterima/diperoleh dana pensiun yang pendiriannya disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
  • Penghasilan modal yang diinvestasikan oleh dana pensiun yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
  • Bagian laba yang diterima/diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
  • Sisa lebih yang diterima suatu badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan atau bidang penelitian dan pengembangan, ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan atau penelitian dan pengembangan, jangka waktu paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebihnya.
  • Bantuan/santunan dibayar oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak.
  • Simpanan yang jumlahnya kurang dari jumlah berdasarkan metode penghitungan yang berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
  • Penyusutan besarnya melebihi jumlah penyusutan berdasarkan metode penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh.
  • Penghasilan diterima/diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia.
  • Dividen atau bagian laba yang diterima/diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara (BUMD), dari penyertaan modal badan usaha di Indonesia. Syarat dan kondisi penerimaan Deviden :
  • Dividen dari cadangan laba yang ditahan.
  • Perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.