KURS PAJAK

KURS PAJAK

Kurs Pajak     

KMK Nomor 11/KM.10/KF.4/2025

Tanggal Berlaku: 19 Maret 2025 – 25 Maret 2025

No

Mata Uang

Nilai

Perubahan

1

Dolar Amerika Serikat (USD)

16.406,00

11,00

2

Dolar Australia (AUD)

10.337,62

19,11

3

Dolar Kanada (CAD)

11.385,01

-18,22

4

Kroner Denmark (DKK)

2.391,51

39,08

5

Dolar Hongkong (HKD)

2.111,27

1,98

6

Ringgit Malaysia (MYR)

3.703,47

10,63

7

Dolar Selandia Baru (NZD)

9.381,16

51,22

8

Kroner Norwegia (NOK)

1.536,24

44,54

9

Poundsterling Inggris (GBP)

21.222,54

174,68

10

Dolar Singapura (SGD)

12.303,73

35,19

11

Kroner Swedia (SEK)

1.622,31

27,64

12

Franc Swiss (CHF)

18.587,19

129,83

13

Yen Jepang (JPY)

11.088,75

73,96

14

Kyat Myanmar (MMK)

7,79

-0,01

15

Rupee India (INR)

188,16

-0,02

16

Dinar Kuwait (KWD)

53.198,79

73,25

17

Rupee Pakistan (PKR)

58,61

0,02

18

Peso Philipina (PHP)

286,18

1,10

19

Riyal Saudi Arabia (SAR)

4.374,06

3,23

20

Rupee Sri Lanka (LKR)

55,51

-0,01

21

Baht Thailand (THB)

485,70

0,81

22

Dolar Brunei Darussalam (BND)

12.298,71

39,17

23

Euro Euro (EUR)

17.840,32

291,97

24

Yuan Renminbi Tiongkok (CNY)

2.264,89

5,62

25

Won Korea (KRW)

11,28

-0,02

 

Note: untuk JPY adalah Nilai Rupiah per 100

 

 

 

NPPN: Solusi Mudah Hitung Pajak WP Orang Pribadi

NPPN: Solusi Mudah Hitung Pajak WP Orang Pribadi

NPPN: Solusi Mudah Hitung Pajak WP Orang Pribadi

PT Jovindo Solusi Batam akan membahas Norma Penghitungan Penghasilan Neto ( NPPN ): Cara Mudah Menghitung Pajak untuk Wajib Pajak Orang pribadi.

Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas memiliki kewajiban perpajakan, termasuk menghitung penghasilan neto sebagai dasar pengenaan PPh. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyediakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) sebagai alternatif bagi WP OP yang tidak dapat menyusun pembukuan lengkap.

Dalam rangka penyederhanaan perhitungan penghasilan neto, WP OP dapat memanfaatkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) yang didasarkan pada persentase peredaran bruto, tanpa memerlukan laporan keuangan yang mendetail. Namun demikian, pemberitahuan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) harus disampaikan sebelum penerapan metode ini.

 

Apa Itu NPPN?

 Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) merupakan metode penyederhanaan penghitungan penghasilan neto yang didasarkan pada persentase tertentu dari peredaran bruto, yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sesuai dengan jenis usaha atau pekerjaan bebas yang dijalankan.

Metode Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) sangat sesuai bagi WP OP yang tidak menyelenggarakan pembukuan lengkap, namun tetap berkeinginan untuk memenuhi kewajiban perpajakan secara efisien. Mengingat DJP telah mengelompokkan sektor usaha dengan norma penghitungan yang bervariasi, WP OP perlu mengidentifikasi kategori usaha mereka sebelum mengajukan pemberitahuan penggunaan NPPN.

 

Keuntungan Menggunakan NPPN

Mudah dalam Perhitungan Pajak

Melalui Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN), WP OP dapat menghitung penghasilan neto dengan mengalikan total peredaran bruto dengan tarif norma yang telah ditetapkan sesuai jenis usaha atau pekerjaan, tanpa perlu menyusun pembukuan yang rinci. Hal ini secara signifikan mengurangi beban administratif dan mempercepat proses pelaporan pajak.

Kepastian Hukum dalam Perpajakan

Pengajuan pemberitahuan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) memberikan kepastian hukum kepada WP OP dalam perhitungan pajak, sehingga meminimalkan potensi sengketa akibat metode perhitungan yang tidak sesuai ketentuan. Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan mengacu pada norma yang telah ditetapkan, yang meningkatkan transparansi dan kemudahan pemahaman.

Beban Administrasi Lebih Ringan.

 Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) menyediakan solusi praktis bagi WP OP yang mengalami kesulitan dalam menyusun pembukuan lengkap. Dengan NPPN, WP OP cukup melaporkan peredaran bruto dalam SPT Tahunan PPh, tanpa perlu menyusun laporan keuangan yang rumit. Hal ini sangat membantu pengusaha kecil dan pekerja mandiri yang tidak memiliki sistem akuntansi yang kompleks.

Menghindari Sanksi dan Koreksi Pajak.

Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) menyediakan solusi praktis bagi WP OP yang mengalami kesulitan dalam menyusun pembukuan lengkap. Dengan NPPN, WP OP cukup melaporkan peredaran bruto dalam SPT Tahunan PPh, tanpa perlu menyusun laporan keuangan yang rumit. Hal ini sangat membantu pengusaha kecil dan pekerja mandiri yang tidak memiliki sistem akuntansi yang kompleks.

 

 Risiko Jika Tidak Mengajukan Pemberitahuan NPPN

 Apabila WP OP tidak menyampaikan pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN), mereka dianggap wajib menyelenggarakan pembukuan. Konsekuensinya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat mengenakan pajak berdasarkan laba usaha riil, yang berpotensi menghasilkan jumlah pajak yang lebih besar dibandingkan perhitungan menggunakan NPPN.

Risiko lain yang mungkin terjadi:

  •  Perhitungan pajak yang didasarkan pada laba riil yang tercantum dalam pembukuan akan menghasilkan jumlah pajak yang lebih besar.
  • Risiko pemeriksaan pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) meningkat apabila ditemukan ketidaksesuaian dalam laporan keuangan.
  • Perbedaan perhitungan antara metode norma dan pembukuan dapat mengakibatkan potensi pengenaan denda dan sanksi.

 

Bagaimana Cara Mengajukan Pemberitahuan NPPN?

 Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang bermaksud menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) wajib menyampaikan pemberitahuan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) paling lambat tanggal 31 Maret atau dalam tiga bulan pertama tahun pajak berjalan.

Pemberitahuan bisa dilakukan dengan dua cara:

  • Online: Melalui sistem DJP Online di https://djponline.pajak.go.id.
  • Offline: Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan dengan mendatangi langsung Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar.

Pengajuan pemberitahuan tepat waktu memungkinkan WP OP untuk memanfaatkan kemudahan perhitungan pajak menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) tanpa risiko pengenaan sanksi atau koreksi dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

 

Awas! Tidak Lapor atau Manipulasi SPT, Berisiko Pidana Penjara.

Awas! Tidak Lapor atau Manipulasi SPT, Berisiko Pidana Penjara.

Awas! Tidak Lapor atau Manipulasi SPT, Berisiko Pidana Penjara.

Jovindo Solusi Batam akan mengupas artikel Tidak Lapor & Manipulasi SPT, Bisa Kena Hukuman Penjara.

Batas akhir pelaporan SPT Tahunan pajak 2024 bagi wajib pajak orang pribadi adalah 31 Maret 2025, tersisa 7 hari lagi.

Apabila wajib pajak tidak melaksanakan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai dengan tenggat waktu yang telah ditetapkan, akan dikenakan sanksi administratif. Demikian pula, apabila SPT yang dilaporkan tidak akurat atau mengandung unsur manipulasi, wajib pajak dapat dikenakan sanksi, termasuk sanksi pidana.

Sanksi administratif berupa denda dan kenaikan jumlah pajak. Wajib pajak (WP) yang memberikan informasi tidak jujur dalam pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) juga dapat dikenakan sanksi pidana.

Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Ketentuan mengenai sanksi administratif diatur dalam Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Pasal 7 ayat 1 UU KUP mengatur sanksi administratif.

WP yang tidak lapor SPT dikenakan sanksi administrasi berupa:

  1. Denda SPT Masa PPN: Rp500.000.
  2. Denda SPT Masa lainnya: Rp100.000.
  3. Denda SPT PPh Wajib Pajak Badan: Rp1.000.000.
  4. Denda SPT PPh Orang Pribadi: Rp100.000.

Pasal 39 mengatur sanksi pidana bagi yang sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tidak benar/tidak lengkap, yang merugikan pendapatan negara.

“ Menurut data dari Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Kemenkeu, sanksi pidana atas pelanggaran tersebut meliputi pidana penjara dengan durasi 6 (enam) bulan hingga 6 (enam) tahun, dan denda sebesar 2 (dua) hingga 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.”

Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan untuk tahun pajak 2024 masih dapat dilakukan secara tatap muka di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat atau secara daring, dikarenakan implementasi sistem Coretax untuk publik baru akan dimulai pada tahun pajak 2025.

Berikut adalah prosedur pengisian dan pelaporan formulir SPT secara online:

  1. Wajib pajak mengakses DJP Online melalui www.pajak.go.id, baik di ponsel maupun laptop.
  2. Login: NIK/NPWP, password, kode keamanan.
  3. Setelah proses login berhasil, lanjutkan dengan memilih menu ‘Lapor’ dan layanan ‘e-Filing’ untuk memulai pembuatan SPT.
  4. Selanjutnya, pilih formulir SPT yang sesuai dengan penghasilan tahunan Anda, antara formulir 1770 atau 1770 S.
  5. Lengkapi formulir dengan informasi tahun pajak dan status Surat Pemberitahuan (SPT), kemudian klik ‘Langkah Selanjutnya’.
  6. Ikuti 18 langkah pengisian data, termasuk penghasilan final, harta, dan utang tahun pajak.
  7. Jika tidak ada utang pajak, status SPT akan muncul: nihil, kurang bayar, atau lebih bayar. Isi SPT sesuai status.
  8. Setelah selesai, klik ‘Setuju’. Kode verifikasi akan dikirim ke email/telepon terdaftar.
  9. Kirim SPT dengan memasukkan kode verifikasi.
  10. Email wajib pajak akan menerima tanda terima elektronik SPT Tahunan.
Cara Pengisian Surat Setoran Pajak (SSP) untuk Bayar Pajak

Cara Pengisian Surat Setoran Pajak (SSP) untuk Bayar Pajak

Cara Pengisian Surat Setoran Pajak (SSP) untuk Bayar Pajak

PT Jovindo Solusi Batam akan membahas ketentuan dan tata cara pengisian SSP untuk mempermudah pembayaran atau penyetoran kewajiban pajak Anda.

Pengisian Surat Setoran Pajak (SSP) yang benar sangat penting untuk kelancaran proses penyetoran dan pembayaran pajak Anda.

SSP untuk Setor dan Bayar Pajak

Surat Setoran Pajak (SSP) adalah formulir yang memuat informasi mengenai jumlah nominal pajak yang harus dibayar dan kode billing untuk melanjutkan proses pembayaran atau penyetoran pajak ke kas negara melalui bank persepsi.

Surat Setoran Pajak (SSP) juga dikenal sebagai bukti penyetoran pajak, yang merupakan bukti pembayaran sah. Pengisian SSP harus dilakukan dengan benar untuk menghindari kesalahan administrasi perpajakan.

Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan secara umum saat mengisi SSP:

  1. Dalam pengisian formulir SSP, Kode Akun Pajak (KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS) wajib merujuk pada Tabel Akun Pajak dan KJS yang telah ditetapkan oleh DJP.
  2. Meskipun WP dapat membuat formulir SSP secara mandiri, penting untuk memastikan bahwa bentuk dan isinya identik dengan formulir SSP standar yang dikeluarkan oleh DJP.
  3. Formulir SSPCP digunakan oleh WP yang menyetorkan penerimaan pajak impor atau kekurangan pembayaran pajak impor yang tidak ditagih dengan STP atau surat ketetapan pajak. Formulir ini mulai diberlakukan pada 1 Juli 2009.

Cara Mengisi SSP

Berikut adalah format atau tata cara pengisian formulir SSP pajak melalui e-Billing DJP:

  1. Kolom “Kotak Lembar” diisi dengan angka yang menunjukkan jumlah rangkap Surat Setoran Pajak (SSP) yang digunakan, misalnya 1, 2, dan seterusnya.
  2. Pada kolom “Untuk”, isikan tujuan penggunaan lembar SSP, seperti untuk arsip WP, KPPN, KPP, atau Kantor Penerima Pembayaran.
  3. Kolom “NPWP” diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) milik wajib pajak.
  4. Pada kolom “Nama WP”, isikan nama lengkap Wajib Pajak.
  5. Pada kolom “Alamat WP”, isikan alamat lengkap Wajib Pajak.

Catatan:

Jika Anda belum memiliki NPWP, maka:

  • Jika belum memiliki NPWP, kolom NPWP diisi dengan 00.000.000.0-XXX.000.
  • Isikan XXX dengan Nomor Kode KPP tempat transaksi atau objek pajak diadministrasikan.
  • Isikan nama dan alamat lengkap sesuai dengan data yang tertera pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas resmi lainnya.
  1. Pada kolom “NOP”, isikan Nomor Objek Pajak (NOP) sesuai dengan yang tertera di Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
  2. Pada kolom “Alamat Objek Pajak”, isikan alamat lengkap tempat Objek Pajak berada berdasarkan SPPT PBB.

Catatan:

Pengisian kolom Alamat Objek Pajak dilakukan khusus untuk transaksi yang terkait dengan tanah dan/atau bangunan, yaitu PBB sektor Pertambangan

  1. Isikan angka Kode Akun Pajak (KAP) pada kolom “Kode Akun Pajak.
  2. Pada kolom “Kode Jenis Setoran”, isikan angka Kode Jenis Setoran (KJS) untuk setiap jenis setoran pajak yang akan dibayar atau disetorkan.
  3. Pada kolom “Uraian Pembayaran”, isikan informasi tambahan mengenai pembayaran yang tidak dapat dimasukkan pada kolom yang sudah ada.
  4. Pada kolom “Masa Pajak”, beri tanda silang (X) pada kolom Masa Pajak yang sesuai dengan periode pajak yang dibayar atau disetor. Untuk pembayaran atau penyetoran lebih dari satu Masa Pajak, gunakan 1 (satu) SSP untuk setiap Masa Pajak.
  5. Pada kolom “Tahun Pajak”, isikan Tahun Pajak yang bersangkutan.
  6. Pada kolom “Nomor Pajak”, isikan nomor ketetapan yang tertera pada SKPKB, SKPKBT, atau STP, khusus untuk pembayaran atau penyetoran pajak yang kurang dibayar atau disetor berdasarkan surat ketetapan pajak, STP, atau putusan lainnya.
  7. Pada kolom “Jumlah Pembayaran”, isikan angka nominal jumlah pajak yang dibayar atau disetorkan, dalam rupiah tanpa desimal.

Pembayaran pajak yang menggunakan mata uang Dolar Amerika Serikat (USD) oleh Wajib Pajak (WP) yang diwajibkan membayar pajak dalam USD, harus diisi secara lengkap hingga sen.

  1. Pada kolom “Terbilang”, isikan jumlah nominal pajak yang dibayar atau disetorkan dengan huruf latin dan Bahasa Indonesia.
  2. Pada kolom “Diterima oleh Kantor Penerima Pembayaran”, isikan tanggal penerimaan pembayaran atau setoran, tanda tangan dan nama jelas petugas, serta cap/stempel Kantor Penerima Pembayaran.
  3. Pada kolom “Wajib Pajak/Penyetor”, isikan tempat dan tanggal pembayaran atau penyetoran, tanda tangan, NPWP, nama jelas Wajib Pajak/Penyetor, dan stempel usaha (jika ada).
  4. Pada kolom “Ruang Validasi Kantor Penerima Pembayaran”, isikan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) beserta Nomor Transaksi Bank (NTB), Nomor Transaksi Pos (NTP), atau Nomor Transaksi Lainnya (NTL) sesuai dengan jenis transaksi pembayaran.

Bentuk Lain Sejenis SSP untuk Bayar Pajak

Terdapat sarana administrasi lain yang fungsinya disamakan dengan SSP, antara lain:

  1. Bukti Penerimaan Negara (BPN)

Apabila pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan secara elektronik atau melalui Bank Persepsi, Wajib Pajak (WP) akan menerima Bukti Penerimaan Negara (BPN).

  1. Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP)

SSPCP dipergunakan untuk pembayaran dan penyetoran PPh Pasal 22 impor, PPN impor, PPnBM impor, serta PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri.

Jadi, SSPCP adalah SSP, yang di gunakan oleh importir, atau wajib bayar, dalam rangka impor.

  1. Bukti Pbk (Pemindahbukuan)

Bukti Pbk digunakan sebagai dasar untuk memindahkan pembayaran pajak melalui proses Pemindahbukuan.

  1. Formulir Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) digunakan untuk pembayaran Cukai Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri.

SSPCP digunakan oleh pengusaha untuk membayar cukai barang kena cukai dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri.

  1.  Bukti penerimaan pajak lainnya yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) membuat kelima sarana administrasi tersebut sah. Akan tetapi, khusus untuk Pemindahbukuan dan Bukti Pbk, pengesahan memerlukan tanda tangan dari pejabat berwenang yang menerbitkan Bukti Pbk.

Ketentuan Mata Uang untuk Setor Pajak

 Pembayaran dan penyetoran pajak, secara umum, di lakukan dalam mata uang Rupiah. Tetapi, ada pengecualian, bagi Wajib Pajak, dengan kriteria:

  1. Telah mendapatkan izin, menyelenggarakan pembukuan, dalam Bahasa Inggris, dan mata uang dolar Amerika Serikat (USD), yang melakukan pembayaran PPh Pasal 25, PPh Pasal 29, dan PPh Final, yang di bayar sendiri oleh WP, serta Surat Ketetapan Pajak, dan Surat Tagihan Pajak, yang di terbitkan dalam mata uang USD, dengan mata uang dolar AS.
  2. Meskipun telah menyampaikan pemberitahuan tertulis untuk menyelenggarakan pembukuan dalam Bahasa Inggris dan Dolar Amerika Serikat (USD) sesuai peraturan perpajakan, Wajib Pajak tetap memiliki opsi untuk membayar PPh Pasal 25, PPh Pasal 29, dan PPh Final yang dibayar sendiri dalam Rupiah.
Rumus dan Cara Menghitung PPh Badan Terutang

Rumus dan Cara Menghitung PPh Badan Terutang

Rumus dan Cara Menghitung PPh Badan Terutang

Jovindo Solusi Batam akan memberikan informasi mengenai Rumus dan Cara Menghitung PPh Badan Terutang.

Terdapat perbedaan dalam rumus dan cara menghitung PPh Badan terutang dibandingkan dengan PPh orang pribadi. Perhitungan PPh Badan terutang didasarkan pada Penghasilan Kena Pajak (PKP).

Rumus Menghitung PPh Wajib Pajak Badan Berdasarkan Omzet

Selain itu, perlu juga dipahami mengenai peredaran bruto dan perannya dalam penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Badan. Peredaran bruto adalah total penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak, baik orang pribadi maupun badan. Berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku, penghitungan pajak berdasarkan peredaran bruto adalah sebagai berikut:

Wajib Pajak Badan yang memiliki omzet di bawah Rp4,8 miliar.

Wajib Pajak Badan dengan peredaran bruto kurang dari Rp4,8 miliar per tahun dapat menggunakan fasilitas PPh Final berdasarkan PP 23/2018 yang diperbarui dengan PP Nomor 55 Tahun 2022, dalam jangka waktu yang dibatasi.

Wajib Pajak Badan yang memiliki omzet dari Rp4,8 miliar sampai Rp50 miliar.

Wajib Pajak Badan dapat memperoleh fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). Fasilitas ini diatur dalam Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).Kebijakan ini didasarkan pada prinsip keadilan dan peningkatan daya saing pada wajib pajak badan agar dapat semakin mudah berkembang.

Wajib Pajak Badan yang memiliki omzet di atas Rp50 miliar.

Pajak Penghasilan (PPh) Badan terutang bagi Wajib Pajak Badan dengan peredaran bruto lebih dari Rp50 miliar dihitung berdasarkan ketentuan umum, yaitu tarif PPh Badan dikalikan Penghasilan Kena Pajak (PKP).

Lalu, bagaimana cara menentukan penghasilan bruto?                       

Ketentuan terkait peredaran bruto terdapat dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ/2015.

Peredaran bruto dihitung dari penghasilan yang diterima atau diperoleh setelah dikurangi retur, potongan penjualan, atau potongan tunai yang berasal dari seluruh usaha, baik di Indonesia maupun di luar negeri, yaitu:

  1. Dari kegiatan utama
  2. Dari luar kegiatan usaha

Cara Menghitung PPh Badan Terutang

 Memahami cara menghitung pajak terutang sesuai rumus PPh terutang memungkinkan Wajib Pajak Badan untuk mengetahui dan memenuhi kewajiban pembayaran PPh Badan terutang dengan benar. Berikut adalah cara menghitung PPh terutang dan contoh perhitungan PPh Badan terutang untuk WP Badan AA yang berdomisili di dalam negeri dengan peredaran bruto hingga Rp50 miliar. AA berhak atas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif pajak badan sesuai Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh, yang berlaku untuk perusahaan dengan peredaran bruto hingga Rp4,8 miliar.

A. Cara menghitung PPh terutang bagi perusahaan dengan peredaran bruto kurang dari Rp4,8 miliar.

Rumus PPh Badan terutang bagi Wajib Pajak Badan AAA adalah:

(50% x tarif PPh Badan x Penghasilan Kena Pajak).

Sebagai contoh, PT AAA pada tahun 2023 memiliki omzet Rp4,5 miliar dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp900 juta. Maka, perhitungan PPh Badan terutang PT AAA adalah:

= (50% x 20% x Rp900 juta)
= Rp90 juta

 B. Cara menghitung PPh Badan terutang bagi perusahaan dengan peredaran bruto antara Rp4,8 miliar dan Rp50 miliar.

Wajib Pajak Badan dengan omzet antara Rp4,8 miliar sampai Rp50 miliar dapat menggunakan rumus PPh Badan terutang sebagai berikut: [(50% x tarif PPh Badan) x PKP yang mendapat diskon tarif] + [tarif PPh Badan x PKP tanpa diskon tarif]. Contoh perhitungan PPh Badan terutang untuk PT BBB di tahun 2023 dengan omzet Rp25 miliar adalah (dengan asumsi ada bagian PKP yang mendapat dan tidak mendapat diskon tarif):

= (Rp4.800.000.000 / Rp25.000.000.000) x Rp2.000.000.000.
= 384 juta

Oleh karena itu, untuk menghitung jumlah PPh terutang dari bagian Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang tidak mendapatkan fasilitas pengurangan tarif, perhitungannya adalah:

= Rp2 miliar – Rp384 juta
= Rp1,616 miliar

Jadi, jumlah PPh terutang PT BBB adalah:

= (50% x 20%) x Rp384 juta = 38,4 juta
= 20% x Rp1,616 miliar = 323,2 juta
Jumlah PPh Terutang adalah:
= Rp38,4 juta + 323,2 juta
= 361,6 juta

 C. Cara menghitung PPh Badan terutang bagi perusahaan dengan peredaran bruto lebih dari Rp50 miliar.

Jika omzet perusahaan melebihi Rp50 miliar, bagaimana cara menghitung PPh Badan terutang?

Perusahaan dengan omzet di atas Rp50 miliar dikenakan tarif PPh Badan umum tanpa diskon tarif. Tarif PPh Badan yang berlaku adalah 22%. Contoh perhitungan PPh Badan terutang PT CCC di tahun 2025 dengan omzet Rp70 miliar (dengan asumsi PKP Rp10 miliar) adalah:

= 20% x Rp70 miliar
= Rp14 miliar

 D. Cara menghitung PPh Badan terutang untuk perusahaan berbentuk Perseroan Terbuka (Tbk).

Perseroan Terbuka sebagai Wajib Pajak Badan dapat memperoleh penurunan tarif PPh sebesar 5% dari tarif PPh Badan umum, sesuai ketentuan UU HPP. Untuk memperoleh fasilitas ini, Perseroan Terbuka harus memenuhi syarat-syarat berikut:

  • 40% dari total saham yang disetor diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.
  • Saham dimiliki oleh paling sedikit 300 pihak publik, termasuk badan hukum dan individu.
  • Kepemilikan saham oleh setiap pihak publik tidak melebihi 5% dari total saham yang disetor penuh, dan persyaratan ini harus terpenuhi selama 183 hari kalender dalam satu tahun pajak.

 

7 Cara Efektif Mengelola Modal Usaha untuk Pemula

7 Cara Efektif Mengelola Modal Usaha untuk Pemula

7 Cara Efektif Mengelola Modal Usaha untuk Pemula

PT Jovindo Solusi Batam akan membahas tentang 7 Cara Efektif Mengelola Modal Usaha untuk Pemula.

Modal usaha, merupakan komponen yang sangat penting, yang perlu di perhatikan, untuk menjaga keuangan usaha tetap stabil, bahkan mengalami peningkatan secara terus menerus.

Sayangnya, banyak pengusaha yang akhirnya gulung tikar, hanya karena tidak mengetahui, bagaimana pengelolaan modal usaha yang tepat.

Tidak ada metode pengelolaan modal usaha yang baku, karena setiap bisnis memiliki karakteristik dan kebutuhan yang berbeda dalam alokasi modal.

Namun, ada beberapa tips yang bisa Anda terapkan.

Cara Mengelola Modal Usaha Yang Efektif Bagi Pemula

Ini adalah beberapa tips atau cara mengelola modal usaha yang bisa Anda sesuaikan dengan alokasinya untuk menjaga kelancaran bisnis Anda.

Membuat Rekening Terpisah Untuk Usaha Anda

 Walaupun usaha Anda masih berskala kecil, memisahkan keuangan usaha dan pribadi adalah langkah yang bijak. Hal ini akan memudahkan pencatatan pengeluaran dan pemasukan usaha secara rinci dan akurat, serta meningkatkan efektivitas pengelolaan arus kas.

Sebaiknya buat rekening khusus untuk menampung kas usaha Anda, agar saat terjadi masalah keuangan, dana pribadi tidak tercampur dengan modal usaha.

Membuat Akun atau Pos Khusus Pengeluaran

Setelah memiliki rekening khusus, langkah selanjutnya adalah membuat akun pengeluaran terpisah. Tentukan persentase modal yang akan dialokasikan untuk pengeluaran bisnis.

Selain itu, tetapkan target persentase laba atau keuntungan yang ingin Anda capai. Untuk mengantisipasi situasi darurat, sisihkan juga dana cadangan.

Membuat Catatan Pembukuan

 Pencatatan pembukuan keuangan sangat penting untuk pengelolaan modal usaha yang efektif. Setiap transaksi harus dicatat berdasarkan bukti yang valid.

Pencatatan pengeluaran tanpa bukti dapat menimbulkan masalah di kemudian hari. Catatlah semua jenis pengeluaran secara terstruktur, mulai dari yang terkecil hingga terbesar.

Fokus Pada Satu Bisnis Agar Bisa Maksimal

Langkah berikutnya dalam pengelolaan modal usaha adalah memfokuskan diri pada bidang usaha yang sedang dijalankan. Hindari perluasan usaha yang terburu-buru sebelum target bisnis utama tercapai, karena hal ini dapat mengganggu stabilitas keuangan usaha. Selain itu, fokus yang terbagi dapat menghambat kinerja maksimal bisnis yang sedang berjalan.

Kurangi Berutang

 Salah satu faktor yang menyebabkan bisnis tidak bertahan lama adalah beban utang yang berlebihan. Bagi Anda yang baru memulai bisnis, sebaiknya hindari meminjam uang kecuali benar-benar mendesak.

Contohnya, alokasi dana untuk pembelian mobil pengiriman khusus, padahal alternatif pengiriman melalui pos atau jasa Gojek dan Grab Bike masih memadai.

Hindari menumpuk utang jika penghasilan tidak mencukupi. Sebaiknya kembangkan usaha dengan modal yang ada terlebih dahulu, dan pertimbangkan pinjaman dari pihak tepercaya hanya jika usaha sudah cukup stabil.

Sebelum mengambil pinjaman, teliti perjanjian yang ditawarkan oleh pemberi pinjaman. Hindari penipuan dengan memastikan semua detail perjanjian dipahami dengan baik.

Melakukan Konsultasi

Salah satu strategi untuk mencapai umur bisnis yang panjang adalah dengan memperhatikan saran dan masukan dari keluarga, teman, serta rekan bisnis.

Konsultasikan bisnis Anda dengan orang-orang yang Anda yakini mampu memberikan saran pengembangan yang bermanfaat.

Sebaiknya konsultasikan laporan keuangan usaha Anda dengan kenalan yang lebih berpengalaman, terutama konsultan keuangan.

Apabila biaya konsultasi dirasa memberatkan, alternatifnya adalah bertanya kepada keluarga atau teman yang telah berpengalaman dalam membuka usaha sendiri.

Memonitor Arus Keuangan

Arus keuangan yang lancar, khususnya penghasilan, menjamin terpenuhinya kewajiban perusahaan. Jika terjadi ketidaklancaran, berarti ada kesalahan dalam pengelolaan modal usaha. Berbeda dengan pengusaha besar yang membuat anggaran tahunan, pebisnis pemula, terutama UKM, sebaiknya membuat anggaran lebih sering, seperti bulanan, triwulanan, atau semesteran. Dengan demikian, kondisi keuangan bisnis dapat dipantau secara berkala. Selain itu, pemantauan arus keuangan juga dapat dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak akuntansi.

Kesalahan Sederhana dalam Mengelola Modal Usaha

 Setelah memahami cara mengelola modal usaha, penting juga untuk mengetahui kesalahan-kesalahan umum yang sering terjadi dalam menjalankan perusahaan:

Mempekerjakan Terlalu Banyak

Peningkatan beban kerja seringkali memicu keinginan untuk menambah karyawan. Namun, sebelum merekrut, pertimbangkan kebutuhan dan faktor keuangan yang mungkin terlewat. Penambahan karyawan sebaiknya hanya dilakukan ketika tim yang ada telah mencapai efisiensi kerja 100%.

Tidak Mengembangkan Potensi Karyawan

Jika Anda memiliki karyawan yang telah sesuai dengan budaya kerja perusahaan, prioritaskan pengembangan mereka. Dengan memberikan akses pelatihan yang tepat, Anda akan lebih mudah beradaptasi dengan dinamika bisnis.

Menggunakan Uang Perusahaan untuk Keperluan Pribadi

Ingatlah bahwa kesuksesan bisnis memerlukan komitmen penuh dari pemiliknya. Keuntungan bisnis akan lebih optimal jika digunakan untuk pengembangan atau minimal menjaga stabilitas usaha.

Tidak Memiliki Kas yang Cukup

 Seringkali, pengeluaran operasional yang tidak terduga muncul di luar perencanaan awal. Di sisi lain, pendapatan usaha mungkin lebih rendah dari perkiraan atau bahkan mengalami hambatan.

Tidak Melakukan Pembukuan Secara Detail

Pencatatan pengeluaran dan pemasukan usaha secara detail dalam pembukuan sangat penting, karena menjadi dasar terbaik dalam pengambilan keputusan keuangan perusahaan.

 

Laporan Arus Kas: Manfaatnya buat Investor dan Kreditor

Laporan Arus Kas: Manfaatnya buat Investor dan Kreditor

Laporan Arus Kas: Manfaatnya buat Investor dan Kreditor

Jovindo Solusi Batam akan memberikan informasi mengenai Laporan Arus Kas: Manfaatnya buat Investor dan Kreditor.

Statement of cash flow, atau laporan arus kas, merupakan salah satu komponen laporan keuangan yang memberikan informasi tentang aliran kas masuk dan aliran kas keluar dalam suatu periode waktu tertentu.

Laporan arus kas adalah salah satu laporan wajib yang harus dibuat oleh pengusaha, entitas, organisasi, atau perusahaan.

Untuk menyusun laporan arus kas, Anda memerlukan dua data penting: catatan penerimaan kas dan catatan pengeluaran kas. Catatan penerimaan kas mencakup pendapatan tunai dan investasi tunai.

Sementara itu, catatan transaksi pengeluaran kas mencakup pengeluaran untuk beban-beban yang dibayar, serta pengeluaran investasi untuk ekspansi bisnis.

Selain memenuhi kewajiban, penyusunan laporan arus kas memberikan berbagai manfaat yang dapat Anda peroleh.

Salah satu manfaatnya adalah, dapat melihat posisi keuangan dengan cepat dan mudah. Apabila arus kas bersih menunjukan angka positif, maka artinya perusahaan mendapatkan keuntungan atau laba, dan sebaliknya, apabila menunjukan angka negatif, artinya perusahaan mengalami defisit.

Laporan arus kas, selain itu, juga bisa menjadi informasi penting, dan dokumen pendukung, bagi anda, yang ingin mendapatkan modal tambahan dari investor atau kreditor, untuk menilai sebuah perusahaan.

 

Berikut adalah beberapa manfaat laporan arus kas (cash flow) bagi Anda yang ingin mengajukan pinjaman modal atau mendapatkan investasi bisnis.

 

 

Sebagai Proyeksi Perusahaan di Masa Depan

 

Salah satu dari tujuan laporan keuangan, adalah memberikan informasi, yang dapat di gunakan untuk memprediksi kondisi keuangan di masa depan.

Laporan arus kas memungkinkan investor dan kreditur untuk melihat korelasi antara berbagai kegiatan perusahaan. Misalnya, mereka dapat membandingkan pendapatan periode berjalan dengan arus kas bersih dari kegiatan operasional. Selain itu, mereka juga dapat menganalisis dampak aktivitas operasi terhadap perubahan kas. Hal ini memudahkan mereka dalam menilai kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kas di masa depan. Selanjutnya, mereka juga dapat memproyeksikan aliran kas untuk periode mendatang.

 

Sebagai Pembeda Laba dan Kas Bersih

 

Laba Rugi

Laporan laba rugi adalah laporan lain yang wajib di buat, selain laporan arus kas. Pada laporan laba rugi, investor atau kreditor, dapat mengetahui laba atau keuntungan, yang di peroleh perusahaan. Melalui keuntungan tersebut, para investor dapat menilai keberhasilan suatu investasi perusahaan. Akan tetapi, ada juga pendapat yang tidak setuju atas hal tersebut. Seperti, sanggahan yang di tuturkan oleh William Sharpe, seorang ahli ekonomi, dan peraih Nobel dalam Ekonomi, yang di kenal dengan teori Capital Asset Pricing Model (CAPM). Dalam beberapa tulisan dan teorinya, ia mengemukakan, bahwa data historis, dan angka akuntansi yang berbasis aktual, walaupun bermanfaat untuk analisis, sering kali tidaklah cukup, untuk membuat proyeksi yang akurat, dalam kepentingan investasi, karena ketidakpastian dalam pasar.

 

Kas Bersih

 

Arus kas bersih dari aktivitas operasi dianggap lebih dapat diandalkan dibandingkan laba bersih. Dengan membandingkan perbedaan keduanya, kreditur atau investor dapat memahami penyebab perbedaan tersebut. Hal ini memungkinkan mereka untuk mengambil keputusan yang lebih informatif dan tidak hanya bergantung pada satu jenis informasi.

Sebagai Bukti Kemampuan Entitas Membayar Utang

Melalui laporan arus kas, pihak-pihak yang berkepentingan, seperti kreditor, investor, dan lainnya, dapat langsung menilai kapabilitas dan kesehatan perusahaan tersebut. Pihak pemangku kepentingan, juga bisa mengetahui kemampuan perusahaan, untuk membayar dividen, utang, dan kewajiban-kewajiban lainnya. Seperti yang di ketahui, kas adalah salah satu aset perusahaan yang penting, dan harus ada. Jika perusahaan tidak memiliki kas, maka dapat di pastikan operasional perusahaan akan terganggu. Contohnya, karena tidak memiliki kas yang cukup, perusahaan tidak akan bisa membeli barang atau bahan, tidak bisa membayar pengeluaran-pengeluaran yang terjadi, selain itu, kewajiban yang seharusnya di lunasi, juga menjadi bermasalah. Oleh karena itu, hal tersebut, tidak dapat di biarkan begitu saja, karena dapat berpengaruh untuk pihak internal, maupun eksternal.

 

 

 

Melihat Investasi & Pembiayaan yang Dilakukan

 

  • Laporan arus kas mencakup tiga aliran kas utama, yaitu
  • aktivitas operasi.
  • aktivitas investasi.
  • aktivitas pendanaan.

Dengan melihat laporan arus kas pada aktivitas investasi dan pendanaan, kreditor dan investor, dapat melihat dan mengerti kegiatan investasi dan pendanaan, apa saja yang di lakukan oleh perusahaan. Pembelian dan penjualan aktiva dari aktivitas investasi menjadi cara untuk menganalisisnya. Sementara dari aktivitas pendanaan, mereka dapat melihat informasi tentang prive, investasi dari pemilik, serta kegiatan peminjaman dan pelunasan kewajiban, yang terjadi pada suatu periode.

 

Pentingnya Pencatatan Keuangan Agar Usaha Berkembang

Pentingnya Pencatatan Keuangan Agar Usaha Berkembang

Pentingnya Pencatatan Keuangan Agar Usaha Berkembang

Untuk membantu para pelaku usaha, terutama yang bergerak di small business, kali ini PT Jovindo Solusi Batam akan mencoba menggali lebih dalam lagi mengenai pentingnya melakukan pencatatan keuangan dalam suatu perusahaan.

Pembukuan merupakan proses pengorganisasian dan penyimpanan dokumen keuangan, termasuk laporan keuangan.

Pembukuan tidak hanya penting bagi perusahaan besar, tetapi juga wajib diterapkan pada usaha kecil dan menengah (UKM) yang ingin berkembang.

Pengembangan bisnis dapat dilakukan melalui berbagai cara, meliputi peningkatan kualitas produk, pelaksanaan promosi, dan peningkatan kuantitas produksi.

Meskipun aktivitas penjualan yang tinggi penting, pencatatan keuangan jangan sampai terlewatkan karena memiliki peran besar dalam perkembangan bisnis.

Untuk membangun bisnis yang kuat dan besar, diperlukan banyak hal penting, salah satunya adalah sistem pencatatan keuangan yang tepat untuk mencatat setiap transaksi.

Penyusunan catatan keuangan yang sistematis memungkinkan pelaku bisnis untuk memantau dan menganalisis perputaran modal, serta mengambil tindakan saat terjadi penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan.

Manfaat Pencatatan Finansial bagi Usaha Anda

Mengetahui Kondisi Finansial                                             

Para pelaku usaha tentu menginginkan peningkatan pemasukan yang terus menerus.

 

Akan tetapi, hal tersebut tidak akan tercapai tanpa penerapan sistem pencatatan keuangan yang baik.

 

Pencatatan keuangan memiliki peran yang sangat penting dalam mengetahui kondisi finansial suatu perusahaan.

 

Pencatatan keuangan juga memberikan informasi yang rinci mengenai keuntungan yang di dapatkan. Apabila terjadi kondisi yang sebaliknya, Anda dapat mengidentifikasi biaya-biaya yang tidak di perlukan, dan memangkas biaya tersebut, sehingga dapat menghemat pengeluaran.

 

Mengetahui Efisiensi Penggunaan Uang

Dengan melakukan pencatatan keuangan, Anda dapat mencatat anggaran yang diperlukan, yang mana hal ini akan meningkatkan efisiensi penggunaan modal.

Membantu Mengambil Keputusan

Dengan memahami kondisi finansial perusahaan, para pelaku usaha akan lebih mudah dalam menentukan keputusan bisnis di masa depan.

Sebagai contoh, apabila hasil penjualan produk tidak sesuai dengan target, padahal umpan balik dari para pelanggan selalu positif, maka dari sinilah, para pelaku usaha dapat memutuskan untuk lebih fokus pada pemasaran, untuk mempromosikan usaha.

Selain dari itu, pencatatan keuangan juga membantu dalam meninjau, apakah bisnis perlu untuk menambah karyawan, melakukan investasi pada alat produksi, atau kebijakan yang lainnya.

Mempermudah Proses Pelaporan Pajak

Sebagai pelaku bisnis yang baik, Anda wajib melaporkan pajak usaha secara berkala. Pencatatan keuangan membantu menghitung pajak yang harus dibayarkan.

Pencatatan keuangan harus mengikuti kaidah dan perhitungan yang benar, yang memerlukan pengetahuan dan keahlian di bidang keuangan. Hindari pembukuan manual karena risiko kesalahan manusia (human error) lebih tinggi.

Jenis-Jenis Pencatatan Keuangan yang Perlu Dilakukan

Pencatatan keuangan memiliki beberapa bagian penting, seperti:

 

  • Catatan Pengeluaran

Pengeluaran ini meliputi pembelian bahan baku, biaya operasional, dan gaji karyawan.

Secara umum, biaya pengeluaran terbagi menjadi dua jenis, yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung.

Biaya langsung adalah biaya yang terkait langsung dengan produksi, seperti pembelian bahan baku, dan biasanya terjadi pada hari yang sama.

Sementara itu, biaya tidak langsung biasanya dianggarkan untuk berbagai biaya operasional bulanan, seperti telepon, listrik, gaji pegawai, internet, dan PDAM.

  • Catatan Pemasukan

Selain pencatatan pengeluaran, pencatatan pemasukan juga sangat penting bagi setiap perusahaan. Pencatatan pemasukan berfungsi untuk mencatat seluruh pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk atau jasa.

 

Tentu saja, pencatatan ini harus dilakukan dengan benar dan akurat. Untuk menghindari kesalahan pencatatan, simpanlah bukti transaksi seperti faktur, bon, dan kuitansi. Pencatatan keuangan, baik pengeluaran maupun pemasukan, sangat penting untuk dilakukan.

 

 

Prive dalam Akuntansi: Pengertian, Contoh, dan Pengelolaannya

Prive dalam Akuntansi: Pengertian, Contoh, dan Pengelolaannya

Prive dalam Akuntansi: Pengertian, Contoh, dan Pengelolaannya

Jovindo Solusi Batam akan mengupas artikel “Prive dalam Akuntansi: Pengertian, Contoh, dan Pengelolaannya”.

Prive adalah istilah dalam akuntansi dan keuangan yang berkaitan dengan penarikan modal atau aset perusahaan oleh pemilik untuk keperluan pribadi.

Apa Itu Prive?

Prive dalam akuntansi adalah konsep penarikan sebagian modal atau aset perusahaan oleh pemilik untuk keperluan pribadi.

Prive juga dikenal dengan istilah withdrawals, dan umumnya terjadi pada bisnis skala kecil. Pada perusahaan besar, penarikan serupa dicatat sebagai distribusi laba.

Setelah mendapat persetujuan, perusahaan mencatat penarikan modal pemilik dengan mendebit akun penarikan pemilik (prive) dan mengkredit akun kas.

Prive merupakan akun ekuitas sementara yang akan ditutup ke akun modal pemilik pada akhir tahun buku.

Pengaruh Prive dalam Pencatatan Akuntansi

Singkatnya, prive mengurangi ekuitas akhir tahun karena dicatat sebagai saldo debit.

Oleh karena itu, prive berpengaruh pada pencatatan akuntansi perusahaan karena mengurangi saldo ekuitas.

Prive adalah hak pemilik atau investor, sehingga penarikan sewaktu-waktu diperbolehkan. Namun, penarikan sebaiknya dilakukan dengan bijak. Penarikan berlebihan tanpa mempertimbangkan kondisi keuangan perusahaan dapat mengganggu operasional, bahkan menyebabkan kebangkrutan.

Karakteristik-Karakteristik Prive

Prive memiliki karakteristik sebagai berikut:

Bukan Akun Pengeluaran Bisnis

Meskipun prive dicatat sebagai debit, prive bukan pengeluaran bisnis. Prive mengurangi ekuitas pemilik untuk keperluan pribadi, dan tidak dicatat dalam laporan laba rugi.

Tidak Termasuk Akun Permanen atau Berkelanjutan

Bukan Akun Permanen. Prive adalah akun sementara. Pada akhir periode akuntansi, saldo prive ditutup ke akun modal pemilik.

Sebagai Tempat untuk Melacak Modal

Akun prive berfungsi sebagai alat untuk melacak penarikan modal oleh pemilik untuk keperluan pribadi. Dengan demikian, perusahaan dapat memantau total modal yang telah ditarik dan mengawasi seluruh transaksi penarikan modal.” (Kalimat lebih ringkas, langsung ke poin utama, dan menggunakan bahasa yang lebih formal).

Dengan pencatatan prive yang tepat, saldo modal tetap terjaga, arus kas berjalan optimal, dan risiko kesalahan pencatatan transaksi dapat diminimalkan.

Contoh Ilustrasi Kasus Prive

Untuk memahami karakteristik prive dalam akuntansi keuangan, perhatikan ilustrasi berikut: Rudi, seorang investor, memiliki 50% saham di sebuah perusahaan. Ia membutuhkan Rp 75.000.000 untuk membeli rumah dan menarik dana tersebut dari perusahaan. Perusahaan mencatat penarikan ini dengan mendebit akun prive Rudi dan mengkredit akun kas sebesar Rp 75.000.000. Jurnalnya adalah: [D] Prive Rp 75.000.000 [K] Kas Rp 75.000.000. Pada akhir tahun, modal Rudi akan berkurang Rp 75.000.000. Pengurangan ini hanya memengaruhi modal pemilik, tidak mengganggu operasional perusahaan.

Contoh Cara Menghitung Prive

Kamu bisa menghitung prive dengan rumus sederhana berikut ini:

Prive bisa dihitung dengan rumus:

Prive= Modal Akhir-( Modal Awal +Laba). Contoh: PT Jurnal Sejahtera memiliki modal awal Rp 250.000.000 dan dan laba bersih Rp 80.000.000. Investor menarik dana sehingga modal akhir menjadi Rp 255.000.000. Perhitungannya : Prive Rp 255.000.000- (Rp 250.000.000+ Rp 80.000.000)=Rp -75.000.000 Hasil negatif menunjukkan penarikan dana pribadi sebesar Rp 75.000.000.

Akuntansi terkait Prive

Dalam akuntansi, prive merupakan akun kontra ekuitas yang mengurangi ekuitas di neraca. Pendebitan akun prive dan pengkreditan akun kas mencerminkan pengurangan modal pemilik.

Apakah Prive Dikenakan Pajak?

Berdasarkan UU PPh Pasal 4 ayat 3 i, prive bukan objek pajak PPh. Namun, penarikan modal tetap dilaporkan dalam SPT Tahunan 1770 sebagai penghasilan bukan objek pajak.

Cara Mengelola Prive dengan Baik

Untuk menjaga stabilitas keuangan, berikut tips mengelola prive: 1. Batasi penarikan modal, misalnya maksimal 50% dari modal awal. 2. Siapkan dana cadangan dari laba. 3. Batasi prive agar tidak melebihi laba. 4. Lakukan evaluasi dan pemantauan rutin. 5. Pahami prioritas keuangan pribadi dan perusahaan, serta komunikasikan dengan investor.

Konsekuensi atas Kelalaian Pemotong atau Pemungut PPh 21

Konsekuensi atas Kelalaian Pemotong atau Pemungut PPh 21

Konsekuensi atas Kelalaian Pemotong atau Pemungut PPh 21

Jovindo Solusi Batam Akan mengupas artikel tentang Konsekuensi atas kelalaian Pemotong atau Pemungut PPh 21.

Wajib pajak yang berwenang memotong dan menyetorkan pajak penghasilan wajib mematuhi kewajiban yang diatur ketat dalam proses pembayaran dan pelaporan.

Secara umum, kewajiban pemotong atau pemungut pajak penghasilan tercantum dalam UU KUP. Terdapat tiga kewajiban utama, yaitu:

1. menghitung pajak yang dipotong atau dipungut.

2. memotong atau memungut pajak dan menyetorkannya ke kas negara (UU KUP Pasal 10).

3. mengisi serta menyampaikan SPT Masa ke DJP melalui kanal yang disediakan.

Namun, pajak Penghasilan Pasal 21 memiliki regulasi khusus karena objek pajaknya menyangkut kepentingan orang banyak. Besaran setiap pajak penghasilan berbeda-beda, tergantung pada objeknya.

Kewajiban Khusus Pemotong PPh Pasal 21

Selain kewajiban umum, pemotong pajak penghasilan, khususnya PPh Pasal 21, memiliki kewajiban khusus yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 31/PJ/2012.

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 31/PJ/2012, berikut adalah kewajiban pemotong PPh Pasal 21:

  1. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada pegawai tetap atau penerima pensiun berkala, paling lambat satu bulan setelah akhir tahun kalender.
  2. Jika pegawai tetap berhenti bekerja sebelum Desember, bukti pemotongan PPh Pasal 21 harus diberikan paling lambat satu bulan setelah tanggal berhenti kerja.
  3. Wajib pajak yang memotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 berkewajiban memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 bagi penerima penghasilan selain pegawai tetap dan penerima pensiun berkala, dan memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 26 setiap kali melakukan pemotongan PPh Pasal 26.
  4. Jika dalam satu bulan kalender terdapat lebih dari satu kali pembayaran penghasilan kepada satu penerima, bukti pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dapat dibuat sekali untuk periode tersebut.
  5. Pemberi kerja atau pemotong PPh Pasal 21 memiliki kewajiban spesifik dalam menyampaikan bukti pemotongan kepada karyawan. Oleh karena itu, aturan ini bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan oleh pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21.
  6. Pelanggaran terhadap kewajiban pemotong PPh Pasal 21 dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau pidana.

Sanksi Administratif

Sanksi administratif atas pelanggaran kewajiban perpajakan diatur dalam beberapa pasal Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Pelanggaran terkait penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) diatur dalam Pasal 3 Ayat 3 dan Pasal 7 Ayat 1. Sementara itu, pelanggaran terkait penyetoran pajak yang dipotong atau dipungut diatur dalam Pasal 9 Ayat 1 dan Ayat 2a, serta Pasal 13 Ayat 1, 2, dan 3 UU KUP.

Pasal 3 Ayat 3 UU KUP

Pasal 3 Ayat 3 UU KUP mengatur batas waktu penyampaian SPT Masa oleh pemotong atau pemungut pajak penghasilan. Batas waktu penyampaian SPT Masa adalah tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Dengan demikian, SPT Masa PPh Pasal 21 harus dilaporkan sebelum tanggal 20 setiap bulannya.

 

Pasal 7 Ayat 1 UU KUP

 

Pasal 7 Ayat 1 UU KUP mengatur sanksi bagi pemotong atau pemungut pajak yang terlambat menyampaikan SPT Masa. Sanksi berupa denda sebesar Rp100.000. Sanksi ini bertujuan mendorong kepatuhan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21.

 

Pasal 9 Ayat 1 dan 2a UU KUP

 

Pasal 9 Ayat 1 dan 2a UU KUP mengatur sanksi keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak. Keterlambatan akan dikenai denda bunga sebesar 2% per bulan dari tanggal jatuh tempo. Denda ini berlaku sama, baik keterlambatan satu hari maupun lebih. Jika pembayaran masih tertunda di bulan berikutnya, denda bunga 2% akan kembali dikenakan.

 

Pasal 13 Ayat 1 UU KUP

 

Pasal 13 Ayat 1 UU KUP mengatur penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) oleh Direktur Jenderal Pajak jika pajak terutang tidak dibayar dalam jangka waktu lima tahun. SKPKB diterbitkan berdasarkan: (1) hasil pemeriksaan yang menunjukkan pajak terutang kurang dibayar, (2) SPT tidak disampaikan setelah teguran tertulis, (3) hasil pemeriksaan PPN dan PPnBM menunjukkan kesalahan kompensasi atau penerapan tarif 0%, atau (4) kewajiban Pasal 28 atau 29 tidak dipenuhi sehingga pajak terutang tidak dapat dihitung.

Pasal 13 Ayat 2 UU KUP

Pasal 13 Ayat 2 UU KUP menetapkan bahwa kekurangan pajak dalam SKPKB dikenakan bunga 2% per bulan, maksimal 24 bulan. Perhitungan dimulai sejak pajak terutang hingga SKPKB diterbitkan.

 

Pasal 13 Ayat 3 UU KUP

 

Sanksi administratif dapat dikenakan tambahan jika pemotong atau pemungut pajak melakukan kurang bayar atau kurang setor. Sanksi administrasinya adalah sebesar 100% dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, dipungut, disetor. Dalam kasus lain, sanksi juga berlaku jika pajak telah dipotong, namun tidak disetorkan sesuai dengan jumlah yang seharusnya.

Sanksi Pidana

Pasal 13 Ayat 3 UU KUP mengatur penambahan sanksi administratif berupa denda sebesar 100% dari jumlah pajak yang kurang dibayar atau disetor oleh pemotong atau pemungut pajak. Sanksi ini juga berlaku jika pajak telah dipotong, tetapi tidak disetorkan sesuai jumlah yang seharusnya.

 

Sanksi pidana diatur dalam Pasal 39 Ayat 1 UU KUP, meliputi:

(1) Kelalaian memberikan bukti potong/pungut.

(2) Tidak mendaftar NPWP/PKP.

(3) Penyalahgunaan NPWP/PKP.

(4) Tidak menyampaikan SPT.

(5) SPT tidak benar/lengkap.

(6) Menolak pemeriksaan pasal 29.

(7) Pembukuan/dokumen palsu.

(8) Tidak menyelenggarakan pembukuan/pencatatan.

(9) Tidak menyimpan dokumen(Pasal 28 Ayat 11).

(10) Tidak menyetor pajak terpotong/pungut sehingga merugikan negara.         Pelanggaran poin 10 diancam pidana kurungan 6 bulan-6 tahun dan denda 2-4 kali jumlah pajak terutang.

Kelalaian dalam pelaporan dan penyetoran PPh Pasal 21 dapat dikenakan sanksi administratif dan pidana. Oleh karena itu, perusahaan sebagai pemotong atau pemungut pajak wajib mematuhi batas waktu pelaporan dan penyetoran. Selain itu, pengarsipan data yang lengkap sangat penting untuk mendukung kepatuhan perpajakan.