Benarkah Bukti Setor Zakat Bisa Menjadi Pengurang Pajak?

Konsultan Pajak Batam–Saat ini banyak orang ingin memakai jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN, pelaporan pajak online atau layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya, serta di daerah yang terkait pajak. Nah, Kali ini akan berikan informasi tentang “Benarkah Bukti Setor Zakat Bisa Menjadi Pengurang Pajak?

Zakat adalah kewajiban bagi umat Islam jika mempunyai harta di atas batas nisab. Selain mempunyai manfaat sebagai bekal di akhirat, zakat pun bisa bermanfaat untuk mengurangi pembayaran pajak.

Banyak dari masyarakat yang belum paham tentang manfaat zakat untuk mengurangi pajak. Padahal hal tersebut telah tercantum di dalam UU nomor 23 tahun 2011 mengenai Pengelolaan Zakat.

Zakat menurut UU 23 tahun 2019 ataupun UU Pajak disebutkan bahwa zakat dapat mengurangi pendapatan kena pajak (PKP).
Menurut aturannya, zakat itu sendiri bukan termasuk objek pajak. Jadi membayar zakat dapat mengurangi Pendapatan Kena Pajak (PKP).

Untuk caranya sendiri, wajib pajak yang ingin membayar zakat harus membayar di lembaga amil zakat yang disahkan oleh pemerintah contohnya seperti Baznas. Kemudian pembayar zakat akan mendapatkan bukti bayar zakat.

Nah bukti setor zakat tersebut yang dapat mengurangi Pendapatan Kena Pajak. Maka semakin besar zakat tersebut maka semakin besar juga mengurangi Pendapatan Kena Pajak.

Bukti Setor Zakat

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sudah memberikan fasilitas untuk para orang yang berzakat baik itu secara perorangan ataupun badan yang sudah membayarkan zakat ataupun sumbangan keagamaan yang lainnya untuk mendapatkan bukti setor zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak. BAZNAS dan Direktorat Jenderal Pajak akan bekerjasama menyosialisasikan kabar tersebut kepada masyarakat.

Ketua BAZNAS pun memastikan bahwa bukti setor zakat dari BAZNAS maupun dari Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang telah disahkan pemerintah bisa menjadi pengurang penghasilan kena pajak.

BAZNAS juga memberikan jaminan bahwa mereka akan mengatur dan juga memperkuat kerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak karena hal ini merupakan suatu kewajiban agama dan negara.

Dengan demikian, untuk wajib pajak yang sudah menuntaskan zakat ataupun sumbangan keagamaan yang lainnya lewat BAZNAS, Anda bisa mendapatkan bukti setor zakat yang akan digunakan sebagai pengurang pajak dengan menghubungi layanan resmi Whatsapp (087877373555) atau email: layananmuzaki@baznas.go.id

Bagaimana Perlakuan PPN Terhadap Jasa Keagamaan?

Konsultan Pajak Batam–Banyak orang mau memakai jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN,  pelaporan pajak online atau juga layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya serta daerah yang terkait pajak. Nah, Kali ini Konsultan Pajak Batam akan berikan ulasan tentang “Bagaimana Perlakuan PPN Terhadap Jasa Keagamaan?

Apakah Jasa Keagamaan Kena PPN?

Bicara tentang jasa kena pajak, regulasi terbaru yang mengatur mengenai jasa yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71 Tahun 2022 mengenai PPN atas Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) Tertentu.

Beleid tersebut mengatur mengenai besar tarif  Pajak Pertambahan Nilai atas jasa tertentu dan juga penegasan jasa keagamaan yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Direktur Penyuluh, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor memberi penjelasan tentang penerbitan PMK tersebut, “Untuk meluruskan, dalam UU PPN jasa ibadah keagamaan adalah jasa yang tidak dikenakan PPN, sehingga umroh maupun ibadah lainnya tetap tidak dikenakan PPN. Namun pada praktiknya, penyelenggara jasa perjalanan ibadah keagamaan juga memberikan jasa layanan wisata (tur) ke berbagai negara, sehingga atas jasa perjalanan ke tempat lain dalam perjalanan ibadah tersebut dikenai PPN.”

a. Jenis Jasa Keagamaan Tidak Kena PPN

Berikut ini jasa perjalanan ibadah keagamaan sebagaimana yang telah diatur dalam PMK No. 71 Tahun 2022 yang tidak kena Pajak Pertambahan Nilai atau bukan merupakan Jasa Kena Pajak:

1. Jasa Keagamaan

Jasa keagamaan yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau jasa keagamaan yang bukan merupakan jasa kena pajak (Non-JKP) adalah sebagai berikut:

  1. Jasa pelayanan rumah ibadah
  2. Pemberian kotbah
  3. Penyelenggaraan kegiatan keagamaan
  4. Jasa lainnya dalam bidang keagamaan

2. Jasa Perjalanan Ibadah Umroh dan lainnya

Jasa perjalanan ibadah umroh dan lainnya merupakan jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau karena jasa perjalanan umroh dan ibadah lainnya ini bukan merupakan jasa kena pajak.

b. Jasa Perjalanan Ibadah Keagamaan yang Dikenakan PPN

Seperti yang sudah diketahui bahwa jasa perjalanan haji, umroh dan ibadah lainnya tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, namun jenis jasa perjalanan keagamaan sebagaimana yang diatur dalam PMK 71/2022 berikut ini dikenakan pajak pertambahan nilai, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. PPN Jasa Perjalanan 1,1 persen

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Jasa perjalanan ke tempat lain dalam perjalanan ibadah keagamaan sebesar 1,1 persen dari harga jual paket penyelenggaraan perjalanan bila tagihan dirinci antara perjalanan ibadah keagamaan dengan perjalanan ke tempat lain

2. Tarif PPN Jasa Perjalanan 0,55 persen

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jasa perjalanan ke tempat lain dalam perjalanan ibadah keagamaan sebesar 0,55 persen dari keseluruhan tagihan bila tidak dirinci.

Dengan begitu, ketentuan taif PPN berdasarkan atas PMK 71/2022 tersebut bukanlah jasa keagamaan untuk ibadah keagamaannya, tetapijasa perjalanan ke tempat lain dalam hal tersebut perjalanan wisata di sela-sela perjalanan pada saat ibadah keagamaan.

Apa sajakah Kewajiban Pemotong/Pemungut PPN?

Bicara tentang pajak pertambahan nilai (PPN), sebagai penyedia jasa perjalanan ke tempat lain dari perjalanan keagamaan maka wajib untuk memungut/memotong Pajak Pertambahan Nilai dari penjualan tiket perjalanan tersebut.

Selanjutnya Pengusaha Kena Pajak (PKP) pemungut Pajak Pertambahan Nilai jasa perjalanan tersebut harus menyetorkan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai tersebut ke kas negara.

Lalu, Bagaimana cara bayar atau setor PPN Terutang?

Dalam proses pembayaran pajak,Anda harus membuat Kode Billing terlebih dahulu.

Selanjutnya , baru Anda bisa membayarkan PPN Terutang tersebut sesuai jumlah yang tertera dalam Surat Setoran Pajak (SSP) yang sebelumnya dibuat pada saat pembuatan Kode Billing tersebut.

Sejumlah PPN Terutang itu bisa dibayarkan lewat bank persepsi ataupun saat ini sudah bisa dilakukan pembayaran lewat virtual account bank dan juga dompet digital (e-Wallet).

 

Apa Itu Advance Ruling dan Bagaimana Manfaatnya Bagi Wajib Pajak?

Konsultan Pajak Batam–Banyak orang ingin memakai jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN,  pelaporan pajak online atau layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya serta daerah yang terkait dengan pajak. Nah,Kali ini Konsultan Pajak Batam akan berikan penjelasan tentang “Apa Itu Advance Ruling dan Bagaimana Manfaatnya Bagi Wajib Pajak?

Sengketa pajak adalah suatu hal yang sulit udihindari dalam sistem pajak suatu negara. Pada umumnya, sengketa pajak ini terjadi akibat adanya perbedaan penghitungan pajak ataupun perbedaan interpretasi aturan antara wajib pajak dan otoritas pajak.

Dalam beberapa kasus yang terjadi, sengketa pajak yang serius bisa saja menghambat sistem pengumpulan pajak. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa dibutuhkannya suatu mekanisme pencegahan dan juga penyelesaian untuk sengketa pajak yang berfungsi secara efektif dan efisien.

Nah, salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah sengketa pajak ini yaitu dengan menerapkan sistem yang bisa menginformasikan dan juga membantu wajib pajak dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya. Contoh, dengan menerapkan advance ruling.

Definisi

Merujuk pada OCED Glossary of Tax Terms, advance ruling merupakan pernyataan tertulis yang berisi interpretasi dan juga aplikasi dari suatu peraturan perpajakan terkait dengan keadaan tertentu yang diterbitkan oleh otoritas pajak untuk wajib pajak.

Untuk lebih lengkapnya, advance ruling ialah suatu prosedur yang diberlakukan pada banyak negara yakni berupa konfirmasi tertulis dari otoritas pajak yang bisa diperoleh wajib pajak sebelum melakukan transaksi-transaksi khusus. Konfirmasi tertulis tersebut memuat tentang konsekuensi pajak yang akan timbul pada pelaksanaan transaksi tersebut.

Pada implementasinya, otoritas pajak memberikan fasilitas yakni berupa konsultasi kepada wajib pajak mengenai aspek perpajakan yang timbul atas transaksi yang akan dilakukan oleh wajib pajak. Artinya, advance ruling ini digunakan untuk memberikan early certainty kepada Wajib Pajak (WP).

Advance ruling pun bisa membantu otoritas pajak untuk mempersiapkan penyelesaian jawaban dari isu-isu perpajakan yang kemungkinan bisa timbul pada proses pemeriksaan dan juga bisa memberikan respons secara positif untuk menyesuaikan peraturan apabila ada identifikasi anomali ataupun penyimpangan.

Penyebutan untuk istilah “advance ruling” bisa berbeda di setiap negara. Ada pula yang menyebutnya sebagai private ruling maupun letter ruling.

Tetapi, hal tersebut tidak menjadi masalah jika masih memiliki pengertian pemberian interpretasi resmi oleh otoritas pajak terkait dengan konsekuensi pajak yang akan dihadapi oleh wajib pajak terhadap transaksi yang akan dilakukannya.

Main Aset Kripto? Begini Ketentuan Pajaknya!

Konsultan Pajak Batam-Saat ini sangat banyak masyarakat yang mau menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN, pelaporan pajak online, untuk layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan di Surabaya, dan di daerah lain yang terkait dengan pajak. Nah, kali ini Konsultan Pajak Batam akan memberikan uraian tentang “Main Aset Kripto? Begini Ketentuan Pajaknya!

Anda adalah seorang investor ataupun trader aset kripto? Selama ini bertanya-tanya seperti apa perlakuan pajak atas aset kripto? Mau patuh pajak, namun bingung dengan kepastian hukumnya?

Pertanyaan-pertanyaan di atas sering kali menggelayuti benak para pemain aset kripto yang ada di Indonesia. Padahal, perkembangan dunia aset kripto di tanah air dalam beberapa tahun terakhir ini luar biasa pesat. Untuk  gambarannya, pada tahun 2020, nilai transaksi dari aset digital berbasis teknologi blockchain ini hanya sebesar Rp69,9 triliun. Pada tahun 2021, nilainya melonjak tinggi  menjadi sebesar Rp859,4 triliun. Selanjutnya, selama Januari sampai Maret 2022 saja, nilai transaksinya sudah mencapai Rp130,2 triliun, dengan 11,2 juta investor (Kemendag, 2022).

Tetapi, saat ini segala kerisauan di atas tampaknya telah terjawab. Ya, baru-baru ini pemerintah telah menerbitkan peraturan yang mengatur tentang perlakuan pajak atas aset kripto. Peraturan yang dimaksud tersebut adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2022 mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto (PMK-68/PMK.03/2022). Beleid ini diharapkan bisa memberikan keadilan, kepastian hukum, dan juga kesederhanaan bagi para pemain aset kripto terkait dengan kewajiban perpajakannya.

Objek PPN dan PPh

Perlu untuk dipahami, bahwa pengaturan mengenai pajak atas aset kripto ini bukan merupakan jenis pajak baru. Melainkan pengenaan pajaknya tetap saja berdasarkan atas jenis pajak yang sudah ada selama ini, contohnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan juga Pajak Penghasilan (PPh). Yang diatur di sini adalah mekanisme pemungutan pajaknya saja. Jadi, tujuannya adalah untuk memberikan kepastian hukum dan juga kesederhanaan tadi.

Berdasarkan Pasal 1 angka 14 PMK-68/PMK.03/2022, aset kripto merupakan komoditi tidak berwujud yang bentuk-nya berupa aset digital, dengan menggunakan kriptografi, jaringan peer-to-peer, dan juga buku besar yang terdistribusi, guna mengatur penciptaan unit baru, memverifikasi transaksi, dan untuk mengamankan transaksi tanpa adanya campur tangan pihak lain. Berdasarkan atas definisi tersebut, aset kripto ini memenuhi kriteria sebagai objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yakni berupa Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud sebagaimana yang telah diatur pada Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 mengenai Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 mengenai Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU PPN beserta dengan perubahannya).

Berikutnya, pada pasal 5 PMK-68/PMK.03/2022 mengatur bahwa atas penyerahan aset kripto dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan besaran tertentu, yaitu sebesar 1 persen (bila transaksi tersebut dilakukan lewat exchanger yang terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Kementerian Perdagangan), atau sebesar  2 persen (bila transaksi tersebut dilakukan lewat exchanger yang tidak terdaftar di Bappebti) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagaimana yang telah diatur dalam UU PPN beserta dengan perubahannya. Jadi dengan kata lain, untuk sekarang ini, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan aset kripto yakni sebesar 0,11 persen atau sebesar 0,22 persen dari nilai transaksi aset kripto, tergantung pada transaksi yang dilakukan, apakah lewat exchanger yang terdaftar di Bappebti atau tidak.

Ada pula penghasilan dari perdagangan aset kripto tersebut yakni objek Pajak Penghasilan (PPh). Karena, di sana ada tambahan kemampuan ekonomis yang memenuhi definisi penghasilan sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 mengenai Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 mengenai Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU PPh beserta dengan perubahannya).

Kemudian, pada pasal 21 PMK-68/PMK.03/2022 mengatur bahwa penjual aset kripto dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 22 Final atas penghasilan dari perdagangan aset kripto yang dilakukan tersebut, baik itu jual beli dengan mata uang fiat, swap, ataupun tukar-menukar dengan barang lain atau jasa. Untuk besarannya, yaitu sebesar 0,1 persen (bila transaksi tersebut dilakukan lewat exchanger yang terdaftar di Bappebti) atau sebesar 0,2 persen (jika transaksi tersebut dilakukan lewat exchanger yang tidak terdaftar di Bappebti) dari nilai transaksi aset kripto.

Pajak Pertamabhan Nilai dan Pajak Penghasilan Pasal 22 Final di atas harus dipungut oleh exchanger yang menjadi fasilitator dalam transaksi perdagangan aset kripto tersebut. Atas pemungutan ini, exchanger harus menerbitkan bukti pemotongan atau pemungutan unifikasi kepada para pihak yang bertransaksi, dalam hal tersebut pembeli dan juga penjual aset kripto.

Kemudian, exchanger wajib untuk menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Pasal 22 Final tersebut ke kas negara paling lambat-nya pada tanggal 15 bulan berikutnya. Selanjutnya, exchanger wajib untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN 1107 Put (Modifikasi) dan juga SPT Masa PPh Unifikasi paling lambat-nya 20 hari setelah masa pajak berakhir (pada tanggal 20 bulan berikutnya).

Seperti yang sudah diuraikan di atas, transaksi perdagangan aset kripto ini mencakup jual beli aset kripto dengan mata uang fiat, swap (tukar-menukar) antar-aset kripto, dan juga tukar-menukar aset kripto dengan barang lain atau jasa. Dengan begitu, Pajak Pertambahan Nilai itu dikenakan kepada pihak yang menerima (pembeli) aset kripto. Kemudian, untuk Pajak Penghasilan Pasal 22 Final dikenakan kepada pihak yang melepas (penjual) aset kripto.

 

Pajak Karbon untuk Media Sosial

Konsultan Pajak Batam-Saat ini semakin banyak saja masyarakat yang mau menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN mereka, pelaporan pajak online, juga untuk layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya, serta untuk di daerah lain yang terkait dengan perpajakan. Nah, kali ini konsultan pajak batam akan memberikan penjelasan mengenai “Pajak Karbon untuk Media Sosial

Polusi Sosial

Polusi sosial yang secara psikologis menyerang ataupun memberikan dampak untuk seorang individu ternyata bukanlah satu-satunya dampak akibat dari ketidakbijakan pengguna media social tersebut. Namun, ternyata penggunaan media sosial pun memberikan dampak untuk lingkungan lewat emisi karbon.

Sebuah situs perbandingan berasal dari Australia, menemukan jejak karbon dan jumlah emisi karbon (CO2) dari aktivitas ataupun kegiatan perusahaan penyedia aplikasi media sosial.

Hasilnya yakni, media sosial TikTok menempati urutan pertama sebagai penyumbang polusi karbon terbesar yakni di angka 2,63 (gCO2Eq). Kemudian diikuti dengan perusahaan pengembang Reddit di urutan ke 2 dan selanjutnya perusahaan pengembang Pinterest di urutan ke 3. Untuk penggunaan 10 besar aplikasi penyumbang jejak karbon terbanyak tersebut selama 5 menit bisa menghasilkan 20 kg CO2 selama satu tahun atau itu setara dengan mengemudi sepanjang 84,5 km.

Pajak Karbon

Dikutip dari UU Nomor 7 Tahun 2021 mengenai Harmonisasi Peraturan Perpajakan, “Pajak karbon dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif untuk lingkungan hidup” Pasal 13 ayat (1). Ada pula subjek pajak karbon yang tertuang dalam Pasal 13 ayat (5) yaitu orang pribadi ataupun badan yang membeli barang yang mengandung karbon atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dan juga saat terutangnya pajak karbon ditentukan pada saat pembelian, pada akhir periode tahun dari aktivitas dan saat lain yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Tujuan dari adanya pajak karbon ini pun tertuang dalam pasal yang sama dalam Undang-Undang ini pada ayat (12) yakni “Penerimaan pajak karbon bisa dialokasikan untuk pengendalian perubahan iklim”.

Emisi karbon tersebut menjadi dampak negatif yang sangat menghambat transisi menuju dekarbonisasi untuk menciptakan lingkungan hijau dan juga aktivitas ramah lingkungan. Pajak karbon ini menjadi solusi dalam membatasi jumlah dan juga sebagai alat barter untuk bisa memperbaiki dampak negatif yang masih tersisa. Lewat peraturan ini, Indonesia masuk dalam salah satu negara yang menerapkan pajak karbon yang bertujuan untuk kebaikan lingkungan hidup masyarakatnya dengan mengedepankan aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon.

Pada awal April, Kementerian Keuangan menunda penerapan Pajak Karbon dari tanggal 1 April 2022 menjadi 1 Juli 2022. Ada pula alasan mengapa dilakukan penundaan ini, alasan tersebut yakni untuk mematangkan regulasi dalam aturan teknis dan juga menunggu kesiapan sektor ketenagalistrikan sebagai sektor pertama yang akan dikenai pajak karbon. Aturan teknis yang disiapkan tersebut meliputi tarif, dasar pengenaan, cara penghitungan dan juga penyetoran, pelaporan, serta peta jejak karbon.

Emisi Karbon Media Sosial

Melihat dari tujuan adanya pajak karbon ini dengan sebab dibentuknya aturan tersebut, emisi karbon yang asalnyal dari aktivitas media sosial perlu menjadi pertimbangan ataupun masukan dibentuknya aturan teknis khusus atau tersendiri. Jumlah pengguna media sosial di Indonesia yang begitu banyak dan waktu akses yang cukup lama per harinya menjadi alasan di terapkannya pajak karbon ini.

Bukan semata hanya untuk membatasi ataupun bahkan menghalangi pengguna untuk mencari nafkah atau berkreasi. Tetapi, tujuan Utamanya yakni untuk menekan penyedia layanan untuk beralih menuju metode yang lebih ramah lingkungan. Di zaman sekarang yang serba canggih ini, sangat dibutuhkan penerapan pajak untuk pengendalian terjadinya kerusakan semakin fokus untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakatagar agar semakin baik lagi tanpa adanya polusi.

Mulai 1 Mei 2022, Pinjol dan E-Wallet Dikenakan Pajak

Konsultan Pajak Batam-Saat ini sangat banyak masyarakat yang mau menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN mereka, pelaporan pajak online, untuk layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya, dan juga untuk di daerah lainnya yang sehubungan dengan perpajakan. Nah, artikel kali ini akan memberikan anda informasi tentang “Mulai 1 Mei 2022, Pinjol dan E-Wallet Dikenakan Pajak

Mulai 1 Mei 2022 Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengenakan pajak pada jasa pinjaman online (pinjol) dan juga dompet digital (e-wallet).

Menteri keuangan (Menkeu)  menetapkan ketentuan PPh dan juga PPN atas penyelenggaraan inovasi digital dalam bidang jasa keuangan alias financial technology (fintech).

Peraturan ini tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 mengenai PPh dan PPN Atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

Beleid tersebut ditetapkan oleh Sri Mulyani pada tanggal 30 Maret 2022 dan juga diundangkan pada hari yang sama.

Pengenaan Pajak Pinjol dan E-wallet

Pinjol dan juga e-wallet termasuk ke dalam layanan fintech yang akan terdampak PPN 11%.

Nantinya fintech yang akan dikenai PPN 11% tersebut adalah jasa ataupun biaya administrasi, jadi bukan dikenakan kepada investor, konsumen, maupun si penabung.

Kosubdit Peraturan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan, Jasa, dan juga PTLL Direktorat jendral Pajak (DJP) Kemenkeu Bonarsius Sipayung memberikan penjelasan atas mekanisme PPN 11% pada pengenaan fintech tersebut.

“Misalnya bapak dan ibu melakukan top up. Nah dalam layanan top up kan ada biaya misalnya Rp 1.500, jadi yang akan dikenakan PPN 11% tersebut adalah dari transaksi dari Rp 1.500 itu. Bukan dari nilai yang di top up,” tuturnya dalam Konferensi Pers virtual, Rabu (6/4/2022)

Jasa ataupun biaya administrasi pihak yang melakukan transaksi di pasar fintechlah yang akan dikenai PPN 11% bukan uang yang ditabung oleh si konsumen ataupun penabung.

Pada poin pertimbangan aturan ini, Sri Mulyani telah mengatur pengenaan pajak untuk layanan pinjam meminjam (fintech peer-to-peer lending atau P2P lending) dan juga sejumlah jenis fintech yang lainnya, seperti di bawah ini:

1. Jasa pembayaran (payment)

  1. Penghimpunan modal (crowdfunding)
  2. Pengelolaan investasi
  3. Penyediaan asuransi online
  4. Layanan pendukung keuangan digital.

Untuk uang elektronik yang berada di dalam suatu media dikategorikan sebagai non barang kena pajak (BKP).

Jasa meminjamkan ataupun menempatkan dana oleh kreditur melalui P2P dan juga jasa asuransi lewat platform dikategorikan sebagai jasa kena pajak (JKP) yang bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Sedangkan untuk jasa penyedia P2P dan juga sistem ataupun sarana pembayaran merupakan jasa kena pajak (JKP).

Perdirjen Baru, Begini Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak Pengganti

Konsultan Pajak Batam-Saat ini semakin banyak masyarakat yang mau menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN mereka,  pelaporan pajak online, layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan di Surabaya, maupun di daerah lainnya yang terkait dengan perpajakan. Nah, mari simak ulasan di bawah ini yang akan membahas tentang “Perdirjen Baru, Begini Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak Pengganti

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerbitkan Peraturan Dirjen (Perdirjen) PER-03/PJ/2022. Beleid tersebut bertujuan untuk mempermudah Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam membuat dan juga mengadministrasikan faktur pajak.

Perdirjen tersebut pun mengatur mengenai tata cara pembuatan faktur pajak pengganti.

Disebutkan di dalam Pasal 22, Pengusaha Kena Pajak (PKP) bisa melakukan pembetulan ataupun penggantian faktur pajak sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) yang salah dalam pengisian ataupun penulisan sehingga tidak memuat keterangan yang benar, lengkap, dan juga jelas; dengan cara membuat faktur pajak pengganti.

Selanjutnya tata cara lengkapnya diperinci dalam Lampiran huruf J dari Perdirjen ini.

Atas permintaan Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pembeli barang kena pajak (BKP) dan/atau penerima jasa kena pajak (JKP) ataupun atas kemauan sendiri, Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang membuat faktur pajak membetulkan faktur pajak yang salah dalam pengisian ataupun penulisannya dengan cara membuat faktur pajak pengganti dengan menggunakan e-faktur.

Untuk pembuatan faktur pajak pengganti ini bisa dilakukan sepanjang terhadap SPT Masa PPN masa pajak dilaporkannya faktur pajak yang diganti tersebut masih bisa disampaikan ataupun dilakukan pembetulan.

Perlu untuk diperhatikan, bahwa faktur pajak pengganti itu tetap menggunakan NSFP yang sama dengan NFSP faktur pajak yang diganti. Untuk tanggal faktur pajak pengganti diisi dengan tanggal pada saat faktur pajak pengganti tersebut dibuat.

Dalam hal Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyerahkan BKP dan/atau JKP sudah melaporkan faktur pajak yang diganti dalam SPT Masa PPN sebagai faktur pajak keluaran, maka Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang dimaksud harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang bersangkutan.

Lalu, dalam hal Pengusaha Kena Pajak (PKP) pembeli BKP dan/atau penerima JKP sudah melaporkan faktur pajak yang diganti dalam SPT Masa PPN sebagai faktur pajak masukan, maka Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang dimaksud harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang bersangkutan.

Yang terakhir, pelaporan faktur pajak pengganti dalam SPT Masa PPN wajib mencantumkan kode dan juga NFSP faktur pajak yang diganti di kolom yang sudah ditentukan dalam formulir SPT Masa PPN.

Pengusaha Kena Pajak (PKP) pun harus ingat, bahwa e-faktur itu termasuk untuk faktur pajak pengganti wajib diunggah (di-upload) ke DJP dengan menggunakan aplikasi e-faktur dan juga memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan e-faktur.

 

Batas Waktu SPT PPh Badan Tetap 30 April, Simak Lagi Denda Telat Lapor

Konsultan Pajak Batam-Saat ini banyak masyarakat yang mau menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN mereka,  pelaporan pajak online dan juga untuk  layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya, serta di daerah lain yang terkait pajak. Nah, kali ini kami akan memberikan informasi mengenai “Batas Waktu SPT PPh Badan Tetap 30 April, Simak Lagi Denda Telat Lapor

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan bahwa batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2021 bagi wajib pajak badan tetap jatuh pada 30 April 2022, walaupun bersamaan dengan periode libur Lebaran dan juga cuti bersama.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa pemerintah sudah menetapkan cuti bersama Idulfitri pada 29 April 2022 dan 4 hingga 6 Mei 2022, sedangkan 2 hingga 3 Mei 2022 merupakan libur nasional Lebaran.

Oleh karena itu, wajib pajak badan perlu untuk mengingat lagi bahwa ada denda administrasi yang mengancam jika terlambat melaporkan SPT Tahunannya. Ada pula sebagaimana ketentuan yang telah berlaku, untuk wajib pajak badan yang telat lapor SPT Tahunan akan dikenai denda administrasi sebesar Rp1 juta.

Dengan demikian, sanksi administrasi berupa denda tersebut tidak akan dikenakan untuk sejumlah kondisi dari wajib pajak (WP). Setidaknya terdapat delapan wajib pajak (WP) yang akan bebas dari pengenaan denda apabila terlambat melaporkan SPT. Berikut ini adalah perinciannya:

  1. WP orang pribadi yang sudah meninggal dunia;
  2. WP orang pribadi yang sudah tidak melakukan ke giatan usaha ataupun pekerjaan bebas;
  3. WP orang pribadi yang statusnya sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di indonesia;
  4. Bentuk usaha tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di indonesia;
  5. Wajib pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi namun belum dibubarkan sesuai ketentuan yang berlaku;
  6. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
  7. Wajib pajak (WP) yang terkena bencana, yang ketentuannya telah diatur dengan peraturan menteri keuangan; atau
  8. Wajib pajak lain yang diatur dengan ataupun berdasarkan atas peraturan menteri keuangan.

Untuk informasi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melaporkan sebanyak 11,46 juta SPT Tahunan 2021 sudah disampaikan oleh wajib pajak (WP) sampai dengan tanggal  31 Maret 2022 pukul 00.01 WIB.

Neilmaldrin menyampaikan bahwa dari jumlah tersebut sebanyak 11,16 juta SPT Tahunan berasal dari orang pribadi dan sisanya sekitar 300.000 SPT Tahunan berasal dari wajib pajak badan.

Dari total realisasi penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Tahun 2021 itu, sebanyak 96 persen disampaikan lewat daring, yakni e-SPTe-form, dan juga e-filing. Sisanya, sekitar 4 persen dilaporkan secara langsung oleh wajib pajak (WP) ke kantor pelayanan pajak (KPP).

 

Tax Planning PPN: Mekanisme Pengkreditan PPN

Konsultan Pajak Batam-Ada banyak sekali masyarakat yang ingin menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN mereka,  pelaporan pajak online, untuk layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya, dan juga untuk di daerah lainnya yang terkait dengan pajak. Nah, ayo simak ulasan dibawah ini yang akan memberikan informasi tentang Tax Planning PPN: Mekanisme Pengkreditan PPN”

Apa yang Dimaksud Dengan Tax Planning PPN?

Untuk seseorang yang bekerja dalam bidang perpajakan, pasti sudah mengenal istilah tax planning atau perencanaan pajak. Tax planning ini adalah hal utama yang harus dilakukan dalam manajemen pajak. Terdapat beberapa jenis perencanaan pajak yang wajib dilakukan oleh seorang profesional dalam bidang perpajakan, salah satunya adalah tax planning PPN.

Tax Planning PPN adalah pengaturan objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) berdasarkan atas UU PPN No.42 Tahun 2009 yang harus diperhatikan untuk mencegah pembayaran PPN yang lebih besar.

Untuk bisa mencegah nominal pembayaran yang lebih besar ataupun lebih bayar maka ada beberapa upaya yang harus dilakukan, salah satunya adalah menerapkan mekanisme pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tepat.

Menerapkan Mekanisme Pengkreditan PPN yang Tepat

Pada dasarnya mekanisme pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) itu mempunyai konsep yang sederhana, yakni sebagai berikut:

  • Bila pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang harus dibayar.
  • Bila pajak keluaran lebih kecil dari pajak masukan, maka selisihnya merupakan kelebihan bayar PPN yang dapat dikompensasi dengan masa pajak berikutnya atau dikenakan restitusi.

Pasal 9 UU Nomor 42 tahun 2009 mengatur lebih jauh tentang mekanisme pengkreditan pajak masukan. Dalam pasal tersebut mengatur dimana pajak masukan dikreditkan dengan pajak keluaran untuk masa pajak yang sama.

Selain dengan menerapkan mekanisme pengkreditan pajak yang tepat, penting juga untuk menyetorkan SPT Masa PPN dalam jangka waktu yang sudah ditetapkan, paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.

Perlu untuk diperhatikan juga, bahwa pajak masukan yang bisa dikreditkan harus memenuhi persyaratan formal ataupun material. Tidak semua pajak masukan bisa untuk dikreditkan, misalnya dalam faktur pajak tidak lengkap.

Untuk Persyaratan pengkreditan PM ini diatur di dalam Pasal 9 dan juga pada Pasal 16B UU PPN.

 

Tenggat Lapor SPT Tahunan Bisa Diperpanjang, Sampaikan Pemberitahuan

Konsultan Pajak Batam-Banyak sekali masyarakat yang mau menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN mereka,  pelaporan pajak online dan juga untuk layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan di Surabaya, maupun di daerah lainnya yang terkait dengan pajak. Nah, mari simak ulasan dibawah ini yang akam membahas mengenai? Tenggat Lapor SPT Tahunan Bisa Diperpanjang, Sampaikan Pemberitahuan”

Wajib pajak badan bisa memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan paling lamanya 2 bulan.

Sesuai dengan PMK 243/2014 s.t.d.t.d PMK 18/2021, untuk memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan, maka wajib pajak perlu untuk menyampaikan pemberitahuan. Adapun sesuai dengan ketentuan yang ada , untuk SPT Tahunan pajak penghasilan (PPh) badan itu paling lama dilaporkan setelah 4 bulan setelah akhir tahun pajak.

Sesuai dengan Pasal 13 ayat (2) PMK 243/2014 s.t.d.t.d PMK 18/2021, untuk pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan tersebut disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hardcopy) ataupun dalam bentuk dokumen elektronik.

Berikut ini ulasan tentang lampiran pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan dan tanda tangan pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan.

Lampiran Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Pemberitahuan perpanjangan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan disampaikan ke kantor pelayanan pajak (KPP) sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir. Pemberitahuan itu, berdasarkan atas ketentuan Pasal 14 PMK 243/2014 s.t.d.t.d PMK 18/2021, yang disampaikan dengan sejumlah lampiran.

Adapun lampiran yang harus disampaikan adalah sebagai berikut ini:

  1. Penghitungan sementara pajak yang terutang dalam 1 tahun pajak yang batas waktu penyampaiannya diperpanjang.
  2. Laporan keuangan sementara.
  3. Surat setoran pajak ataupun sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan surat setoran pajak untuk bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang, dalam hal terdapat kekurangan pembayaran pajak.

Tanda Tangan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Sesuai dengan ketentuan PMK 243/2014 s.t.d.t.d PMK 18/2021, pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan itu wajib ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasa wajib pajak (WP). Bila ditandatangani kuasa wajib pajak, maka pemberitahuan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.

Berdasarkan atas pada Pasal 15 ayat (1), pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan ini disampaikan secara langsung, lewat pos dengan bukti pengiriman surat, ataupun bisa dengan cara yang lainnya.

Adapun cara lain yang dimaksud adalah sebagai berikut:

  1. Dilakukan melalui perusahaan jasa ekspedisi ataupun jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
  2. Dilakukan melalui saluran tertentu yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sesuai dengan perkembangan teknologi informasi.