Mengenal Kapan Pengurangan Dan PTKP Dihitung

PT Jovindo Solusi Batam merupakan perusahaan yang sudah professional serta terpercaya di bidang perpajakan dan sudah memiliki sertifikat. Dengan itu kami siap membantu, ketika Anda memiliki banyak pemasalaha di bidang perpajakan. Pada artikel kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan menjelaskan tentang Mengenal Kapan Pengurangan Dan PTKP Dihitung. Berikut ini penjelasannya.

Contact center dari Ditjen Pajak (DJP) mengatakan sesuai sama ketentuan yang terbaru, yaitu PMK 168/2023, ada 2 macam dasar penghitungan ataupun pengenaan pada PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap. Ke 2 nya merupakan penghasilan bruto serta kena pajak.

Untuk bulanan penghitungannya menggunakan TER PP 58/2023 yang akan dikalikan sama penghasilan bruto. Sedangkan untuk masa pajak terakhir penghitungannya menggunakan PPh terutang dengan dasar pengenaan yang berupa penghasilan dari pajak.

Penghasilan kena pajak merupakan Ph (penghasilan) bruto yang dikurangi sama pengurangan = Ph neto. Lalu, Ph neto-nya dikurangi PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak).

Sesuai PMK 168/2023, penghasilan neto merupakan semua jumlah penghasilan bruto didalam 1 tahun pajak ataupun bagian tahun pajak yang dikurangi dengan pengurangan yang dibolehkan. Penghasilan dari kena pajak sebesar penghasilan neto yang dikurangi PTKP.

Pengurangan PTKP mendapatkan nilai penghasilan kena pajaknya dimasa pajak terakhir.

Berdasar pada PMK 168/2023, di masa pajak yang terakhir, PPh Pasal 21 terutang akan dihitung dari selisih antara PPh Pasal 21 yang terutang selama 1 tahun atau bagian tahun pajak serta PPh Pasal 21 yang sudah dipotong di masa pajak yang selain masa pajak terakhir (bulanan).

Saat penghitungan 1 tahun pajak di bulan desember, memiliki potensi lebih bayar ataupun kurang bayar. Kalua lebih bayar, sesuai sama ketentuannya, kelebihan dari PPh Pasal 21 yang dipotong wajib untuk dikembalikan.

Pengurangan yang diperbolehkan

Menurut Pasal 10 di ayat (1) PMK 168/2023, terdapat aspek pengurangan yang diperbolehkan untuk pegawai tetap, berikut ini:

  1. Biaya jabatan yang diatur didalam Pasal 21 pada ayat (3) UU PPh.
  2. Iuran yang terkait dengan program pensiun, berkaitan sama gaji, yang akan dibayar oleh pegawai melalui pemberi kerja:
  • Dana pensiun yang pendiriannya sudah disahkan Menteri atau sudah mendapat izin dari otoritas jasa keuangan:
  • Badan penyelenggara untuk jaminan sosial untuk ketenagakerjaan: dan
  • Badan penyelenggara untuk tunjangan hari tua yang pendiriannya sesuai sama ketentuan pada peraturan per UU.
  1. Zakat ataupun sumbangan keagamaan yang bersifat wajib untuk pemeluk agama yang diakui di Indonesia, dibayar dengan melalui pemberi kerja ke badan amil zakat, Lembaga amil zakat, serta Lembaga keagamaan yang dibentuk ataupun yang disahkan pemerintah.

Biaya jabatan

Sesuai sama ketentuan pada Pasal 10 di ayat (2) PMK 168/2023, besarnya biaya jabatan ditetapkan 5% dari pada penghasilan bruto dengan memiliki nilai yang paling banyak Rp500.000 sebulannya.

Jika pegawai tetap menerima sebuah penghasilan dari pemberi kerja yang bukan pemotong pajak, biaya jabatan serta iuran pensiun yang dibayar sendiri akan dikurangkan dari penghasilan bruto oleh pegawai tetap.

Pengurangan dilakukan didalam penghitungan PPh di Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh wajib pajak orang pribadi yang terkait.

Sesuai ketentuan pada Pasal 8 di ayat (2) PMK 168/2023, penghasilan bruto untuk pegawai tetap meliputi semua penghasilan baik yang bersifat teratur atau tidak teratur yang diterima dari pembawa kerja.

Mengenal Apakah Akan Terkena Denda, Kalau Punya NPWP Tapi Tidak Pernah Melaporkan SPT

PT Jovindo Solusi Batam merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perpajakan, sudah professional serta terpercaya dan ber sertifikat. Dengan itu kami siap membantu, ketika Anda mepunyai masalah pada bidang perpajakan. Pada artikel kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan menjelaskan tentang Mengenal Apakah Akan Terkena Denda, Kalau Punya NPWP Tapi Tidak Pernah Melaporkan SPT. Berikut ini penjelasannya.

Selama status NPWP atau Nomor Pokok Wajib Pajak masih aktif, wajib pajak (WP) memiliki kewajiban untuk melapor Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

Ditjen Pajak (DJP) menegaskan kalau kewajiban pelaporan SPT Tahunan tidak dilakukan pada saat status NPWP nya masih aktif, maka akan ada konsekuensi yaitu berupa denda ataupun sanksi administrasi yang akan diterima WP.

Ada salah satu netizen yang mengaku sudah mempunyai NPWP sejak tahun 2018. Namun, sampai 2023 lalu netizen tersebut tidak pernah melapor SPT Tahunannya.

Sesuai UU KUP, pelaporan SPT Tahunan PPh bagi WP orang pribadi harus dilaporkan paling lambat sekitar 3 bulan setelah selesainya tahun pajak. Maka, WP orang pribadi harus melapor SPT Tahunan PPh-nya untuk ditahun 2023 terakhir pada tanggal 31 Maret 2024.

UU sebenarnya sudah mengatur ancaman sanksi denda dan kurungan penjara untuk WP yang terlambat ataupun yang tidak melapor SPT Tahunan PPh-nya.

Bagi WP yang terlambat melapor SPT Tahunan akan dikenakan sanksi administrasi yang berupa denda serta berupa bunga. Menurut Pasal 7 ayat (1) UU KUP, nominal uang untuk sanksi denda terlambat melapor SPT Tahunan PPh untuk WP orang pribadi adalah sebesar Rp100.000.

Namun, harus dipahami terlebih dahulu bahwa kewajiban untuk membayar denda serta sanksi baru ada ketika kantor pajak menerbitkan sebuah Surat Tagihan Pajak (STP). Untuk dapat memastikan STP, WP dapat mengonfirmasinya di KPP terdekat.

Sanksi administratif yang berupa bunga akan ada kalau WP mempunyai kekurangan pada pembayaran pajak terutang. Didalam Pasal 9 pada ayat (2b) UU KUP.

Sanksi bunga dihitung saat berakhirnya batas waktu penyampaian pada SPT Tahunan sampai tanggal pembayarannya. Tarif bunga ubtuk per bulan yang ditetapkan oleh Menteri keuangan akan dihitung berdasarkan pada suku bunga acuan yang ditambah 5% serta dibagi 12 akan berlaku pada tanggal mulainya perhitungan sanksi.

UU KUP membagi menjadi 2 kategori untuk sanksi serta denda tidak melapor SPT, yakni seperti dikarenakan alpa dan juga dikarenakan sengaja.

Menurut pada Pasal 38 UU KUP, setiap orang yang karena kealpaannya tidak melaporkan SPT ataupun melaporkan SPT tetapi isinya tidak benar ataupun lengkap sehingga dapat menimbulkan sebuah kerugian pada pendapatan negara, maka akan dipidana. Pidana denda atas kealpaan paling sedikit 1 kali dari jumlah pajak terutang yang tidak dibayar ataupun yang masih kurang bayar, atau pidana yang kurungan paling singkat selama 3 bulan.

Didalam Pasal 38 UU KUP, setiap orang yang sengaja tidak melaporkan SPT-nya ataupun melaporkan SPT tetapi isinya tidak benar ataupun tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan sebuah kerugian pada pendapatan negara, maka akan dipidana. Pidananya berupa pidana penjara yang paling singkat selama 6 bulan dan paling lamanya selama 6 tahun.

Apabila WP memiliki pajak terutang yang tidak dibayar ataupun masih kurang bayar, maka hukumannya akan di tambah denda, yang paling kecil 2 kali dari jumlah pajak terutang yang masih kurang bayar dan juga yang paling besar 4 kali dari jumlah pajak terutang yang masih kurang bayar.

kesalahan saat pengisian memiliki resiko SPT Tahunannya akan dianggap tidak dilaporkan. Makanya, untuk mengantisipasinya, pengisisan pada SPT Tahunan harus dilakukan dengan benar, lengkap, serta jelas sesuai dengan ketentuan pada Pasal 3 ayat (1) UU KUP.

Mengenal Apa Itu EFIN Pajak Dan Bagaimana Mendapatkannya

PT Jovindo Solusi Batam merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang perpajakan, telah professional dan terpercaya serta ber sertifikat. Dengan ini, kami siap dalam membantu ketika Anda mempunyai masalah pada bidang perpajakan. Pada artikel kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan menjelaskan tentang Mengenal Apa Itu EFIN Pajak Dan Bagaimana Mendapatkannya. Berikut ini penjelasannya.

Apa yang Dimaksud dengan Electronic Filing Identification Number (EFIN) Pajak?

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerbitkan EFIN untuk wajib pajak (WP). EFIN merupakan 10 digit nomor identitas.

Kode EFIN ini digunakan untuk identifikasi setiap WP agar bisa melakukan transaksi elektronik contohnya melakukan pelaporan SPT (Surat Pemberitahuan tahunan).

EFIN merupakan sebuah syarat yang wajib untuk melakukan e-Filing, baik itu di website DJP Online maupun ASP dengan fitur e-Filing pajak gratis.

Dengan ada EFIN WP bisa melaporkan SPT dengan cara online yang merupakan cara yang lebih aman dikarenakan sudah terenkripsi, sehingga kerahasiaan data pun sudah jelas terjamin.

EFIN dibagi 2 jenis Berdasarkan penggunanya, yakni EFIN pajak badan dan juga EFIN pajak pribadi.

Apa yang Dimaksud EFIN Pajak Badan dan Pribadi

EFIN pajak badan merupakan salah satu jenis EFIN yang dibuat untuk WP badan usaha ataupun perusahaan. EFIN pajak badan berbeda dari EFIN pajak pribadi. Kalau Anda adalah seorang pengusaha yang memiliki sebuah perusahaan, maka Anda juga membutuhkan EFIN pajak badan untuk perusahaan. Karena EFIN pajak pribadi hanya dibuat untuk WP pribadi maupun perseorangan.

Fungsi EFIN Pajak

Diberlakukannya EFIN memberikan sebuah dampak yang positif untuk sistem administrasi perpajakan Indonesia. Berikut ini beberapa manfaat diterbitkannya EFIN untuk WP:

  • Lebih hemat waktu serta penyimpanan data bukti lapor didalam basis data web dan juga dalam jangka panjang.
  • EFIN memiliki fungsi untuk autentikasi agar transaksi dari pajak online bisa dienkripsi sehingga menjamin kerahasiaan dari data perpajakan.
  • Setelah mempunyai e-FIN, WP bisa melakukan transaksi perpajakan secara online serta dapat melaporkan SPT tanpa harus datang kepada KPP.
  • Dapat menjamin kerahasiaan data yang ada didalam sistem pajak online.
  • Jika Anda ingin melaporkan pajak secara online maka datanya akan terekam di database pada sistem pajak. Kemudian pada laporan pajak di tahun selanjutnya, Anda tidak perlu mengulang mengisi data dari awal.

Cara Mendapatkan EFIN

Setelah Anda memahami apa itu EFIN, selanjutnya adalah cara mengajukan pembuatannya.

Karena dengan mempunyai e-FIN Anda dapatt kemudahan dalam melaporkan SPT pribadi secara online.

Apakah Bisa Membuat EFIN Online

Berdasarkan ketentuan yang ada di Pasal 2 dari peraturan DJP No. PER-04/PJ/2015 tentang Pengamanan Transaksi Elektronik Layanan Pajak Online, wajib pajak diharuskan untuk mengajukan permohonan pembuatan EFIN dengan menggunakan formulir yang formatnya telah diatur serta melengkapi lampiran yang telah dipersyaratkan lalu disampaikan langsung pada KPP terdekat untuk bisa mendapatkan e-FIN.

Baik untuk pembuatan e-FIN pajak pribadi atau badan, Anda tetap diharuskan untuk mengajukan permohonan aktivasi EFIN Anda dengan cara mendatangi KPP.

Proses pembuatan e-FIN untuk WP pribadi dan badan memiliki sedikit perbedaan yakni dari segi dokumen yang perlu disiapkan. berikut:

Cara Mendapatkan EFIN Pajak Pribadi

Untuk membuat e-FIN Anda harus datang secara langsung ke KPP dan juga tidak dapat diwakilkan, hal ini ada di peraturan DJP No. PER-32/PJ/2017.

  1. Download Formulir Aktivasi EFIN

Sebelum datang ke KPP Anda bisa download formulir permohonan aktivasi e-FIN lalu melengkapi datanya (tapi kosongkan untuk bagian kolom nomor e-FIN, bagian ini akan diisi petugas KPP).

  1. Mengajukan Formulir serta Dokumen yang diperlukan KPP 

Lalu datang ke tempat KPP dengan membawa berkas seperti berikut ini:

  • Formulir aktivasi e-FIN yang telah diisi
  • Alamat email yang masih aktif untuk mengirimkan verifikasi
  • Identitas diri asli dan juga fotokopi (KTP untuk WNI ataupun KITAS atau KITAP untuk WNA)
  • NPWP asli dan juga fotokopi

Jangan lupa menjaga kerahasiaan dari e-FIN Anda.

  1. Aktivasi EFIN Anda 

Setelah Anda mendapatkan e-FIN (berupa nomor 10 digit) dari petugas, Anda dapat melakukan aktivasi di website resmi DJP Online di tautan kirimkan link aktivasi. Lalu, Anda akan mendapatkan sebuah email konfirmasi yang didalamnya ada password sementara. Klik tautan di email lalu ganti sama password baru yang di inginkan. Harus diperhatikan kalau e-FIN harus langsung diaktivasi ataupun didaftarkan ke aplikasi pajak yang di gunakan, segera setelah Anda memilikinya. Bila sudah lebih 30 hari, namun Anda lupa untuk melakukan aktivasi, maka diharuskan untuk melakukan pembuatan e-FIN baru.

Cara Mendapatkan EFIN Pajak Badan

Waktu yang diperlukan utuk membuatnya tidak lama, dalam 1 hari kerja sudah bisa didapatkan. Berikut langkah yang diperlukan kalau Anda ingin membuat EFIN untuk WP badan:

  1. Lengkapi ter lebih dulu isi dari Formulir EFIN, namun pada bagian kolom e-FIN dikosongkan, karena dibagian itu petugas KPP yang akan mengisinya.
  2. Cetak serta bawa formulir EFIN tersebut, berikut dokumen pendukung pada KPP.

Kini permohonan e-FIN kepada KPP sudah tidak dapat diwakilkan orang lain. Setiap WP diharuskan datang sendiri kepada KPP untuk mendapatkan e-FIN.

Persyaratan EFIN Pajak Badan

  1. WP Badan B. WP Kantor Cabang
  • Fotokopi kartu NPWP ataupun Surat Keterangan Terdaftar WP Badan.
  • Fotokopi kartu NPWP ataupun Surat Keterangan Terdaftar pengurus yang terkait.
  • Fotokopi identitas diri pengurus (KTP untuk WNI ataupun KITAS atau KITAP untuk WNA).
  • Surat kuasa penunjukan pengurus yang mewakili dari WP badan.
  • Fotokopi kartu NPWP ataupun Surat Keterangan Terdaftar dari kantor cabang.
  • Fotokopi kartu NPWP ataupun Surat Keterangan Terdaftar dari pimpinan kantor cabang.
  • Fotokopi identitas dari pimpinan kantor cabang (KTP untuk WNI ataupun KITAS atau KITAP untuk WNA).
  • Surat pengangkatan dari pimpinan kantor cabang.
  • Surat kuasa atau penunjukan dari pimpinan kantor cabang sebagai pengurus yang mewakili badan.

7 Solusi Ketika Lupa EFIN Pajak

  1. Datang kepada KPP.
  2. Bertanya dengan melalui Chat Pajak. Dengan fitur Chat Pajak di website DJP yang ada di pojok bawah sebelah kanan.
  3. Bertanya dengan melalui akun Twitter @kring_pajak. Dengan jalur customer service DJP.
  4. Telp dengan Call Center Kring Pajak. Menghubungi Call Center Kring Pajak pada nomor 1500200.
  5. Cari lagi berkas perpajakan Anda, mungkin saja lembar e-FIN terselip.
  6. Melakukan pemeriksaan lagi inbox email Anda, lalu cari kata “e-FIN”.
  7. Cara terakhir datang secara langsung ke tempat KPP untuk minta agar EFIN nya dicetak ulang, dan jangan lupakan untuk bawa fotokopi dari KTP beserta NPWP asli.

Mengenal Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu

PT Jovindo Solusi Batam merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang perpajakan yang letaknya di Batam. Perusahaan ini telah terpercaya serta telah professional dan sudah memiliki sertifikat. Dengan ini, kami siap membantu saat Anda mempunyai masalah pada bidang perpajakan. Pada artikel kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan menjelaskan tentang Mengenal Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu. Berikut ini penjelasannya.

Didalam dunia perpajakan, terdapat sebuah istilah ‘Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu’ yang merupakan Wajib Pajak (WP) yang sudah memenuhi persyaratan untuk bisa diberi pengembalian pendahuluan atas kelebihan dari pembayaran pajak ataupun restitusi dipercepat atas Pajak Penghasilan (PPh) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Didalam proses pengembalian kelebihan pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan melakukan sebuah penelitian terlebih dahulu terkait tentang permohonan restitusi ataupun pengembalian kelebihan pajak yang diajukan WP dengan kriteria tertentu, setelahnya DJP akan menerbitkan sebuah Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) didalam jangka waktu paling lama 3 bulan yang berkaitan sama PPh dan juga jangka waktu 1 bulan yang berkaitan sama PPN sejak permohonan yang diajukan telah diterima secara lengkap oleh DJP.

Jangka waktu yang ditetapkan untuk restitusi lebih cepat bagi WP dengan kriteria tertentu dibanding sama jangka waktu pada umumnya yang mencapai 12 bulan, dikarenakan restitusi dipercepat hanya akan dilakukan dengan berdasar sama penelitian tanpa melalui tahap pemeriksaan terlebih dahulu. Perbedaan lainnya juga ada pada surat keputusan yang dikeluarkan DJP. Dalam rangka penerbitan surat Keputusan ini dipercepat, surat yang diterbitkan adalah SKPPKP, sedangkan untuk restitusi biasa, surat yang diterbitkan adalah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

Namun, DJP juga bisa melakukan pemeriksaan yang dilakukan pada WP dengan kriteria tertentu yang sudah menerima restitusi dari DJP sesuai sama kebijakan pada Pasal 17C ayat (4) UU KUP. Apabila didalam pemeriksaan tersebut menunjukkan bahwa hasil WP adalah kurang bayar, maka WP yang bersangkutan diwajibkan untuk bisa melunasi jumlah besaran pajak yang masih kurang dibayar dan juga disertai sama penambahan sanksi administrasi berupa kenaikan 100%.

Cakupan untuk WP dengan Kriteria Tertentu

  1. Merupakan WP orang pribadi yang tidak menjalankan usaha ataupun pekerjaan bebas dan menyampaikan sebuah Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh lebih bayar restitusi
  2. Merupakan WP orang pribadi yang ingin menjalankan sebuah usaha ataupun pekerjaan bebas dengan menyampaikan sebuah SPT PPh yang lebih bayar restitusinya sama jumlah yang lebih bayarnya paling banyak sekitar Rp 100.000.000
  3. Merupakan WP badan yang menyampaikan sebuah SPT PPh yang lebih bayar restitusinya sama jumlah yang lebih bayarnya paling banyak sekitar Rp 1.000.000.000
  4. Merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang ingin menyampaikan sebuah SPT Masa atas PPN yang lebih bayar restitusinya sama jumlah yang lebih bayarnya paling banyak sekitar Rp 1.000.000.000.

Syarat untuk menjadi WP dengan Kriteria Tertentu

  1. WP harus tepat waktu saat ingin menyampaikan sebuah SPT
  2. WP menyampaikan sebuah SPT dalam jangka waktu 3 tahun terakhir dan juga wajib disampaikan sampai akhir tahun sebelum tahun penetapan WP dengan kriteria tertentu dilakukan dengan tepat waktu
  3. WP menyampaikan sebuah SPT Masa pada Masa Pajak di bulan Januari – November didalam tahun pajak terakhir ini sebelum tahun penetapan WP dengan kriteria tertentu
  4. Apabila terdapat keterlambatan saat ingin penyampaikan sebuah SPT Masa, maka jangka waktu keterlambatan tersebut tidak boleh lebih dari 3 Masa Pajak untuk setiap jenis pajaknya dan tidak boleh berturut-turut, serta tidak boleh lewat dari batas jangka waktu untuk penyampaikan SPT Masa ke Masa Pajak selanjutnya.
  5. WP yang bersangkutan tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak di per tanggal 31 Desember di tahun terakhir, kecuali tunggakan untuk pajak yang sudah diperoleh izin untuk menunda ataupun untuk mengangsurkan pembayaran pajaknya
  6. Terkait sama laporan keuangan WP, harus diaudit akuntan publik ataupun lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat yang wajar dengan tanpa adanya pengecualian selama 3 tahun berturut-turut
  7. WP yang bersangkutan tidak pernah dipidana pada tindak pidana di bidang perpajakan denagn berdasar sama keputusan pengadilan dalam jangka waktu 5 tahun terakhir.

Proses Penetapan WP Kriteria Tertentu

WP yang ingin ditetapkan sebagai WP dengan kriteria tertentu, sebelumnya diharuskan untuk mengajukan permohonan ke KPP setempat paling lambat disetiap tanggal 10 Januari. Kemudian, dari permohonan tersebut DJP akan melakukan sebuah penelitian atas pemenuhan semua kriteria ataupun persyaratan dari WP dengan kriteria tertentu. Setelah itu, DJP akan menerbitkan sebuah surat keputusan atas penetapan WP dengan kriteria tertentu atau pemberitahuan yang berkaitan sama penolakan didalam jangka waktu paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima dengan secara lengkap.

WP kriteria tertentu berlaku semenjak ditetapkan oleh DJP hingga ada pencabutan penetapan dari DJP. Pencabutan tersebut akan dilakukan jika WP sudah tidak memenuhi kriteria yang sedang berlaku.

PT Jovindo Solusi Batam merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang perpajakan yang letaknya di Batam. Perusahaan ini telah terpercaya serta telah professional dan sudah memiliki sertifikat. Dengan ini, kami siap membantu saat Anda mempunyai masalah pada bidang perpajakan. Pada artikel kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan menjelaskan tentang Mengenal Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu. Berikut ini penjelasannya.

Didalam dunia perpajakan, terdapat sebuah istilah ‘Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu’ yang merupakan Wajib Pajak (WP) yang sudah memenuhi persyaratan untuk bisa diberi pengembalian pendahuluan atas kelebihan dari pembayaran pajak ataupun restitusi dipercepat atas Pajak Penghasilan (PPh) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Didalam proses pengembalian kelebihan pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan melakukan sebuah penelitian terlebih dahulu terkait tentang permohonan restitusi ataupun pengembalian kelebihan pajak yang diajukan WP dengan kriteria tertentu, setelahnya DJP akan menerbitkan sebuah Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) didalam jangka waktu paling lama 3 bulan yang berkaitan sama PPh dan juga jangka waktu 1 bulan yang berkaitan sama PPN sejak permohonan yang diajukan telah diterima secara lengkap oleh DJP.

Jangka waktu yang ditetapkan untuk restitusi lebih cepat bagi WP dengan kriteria tertentu dibanding sama jangka waktu pada umumnya yang mencapai 12 bulan, dikarenakan restitusi dipercepat hanya akan dilakukan dengan berdasar sama penelitian tanpa melalui tahap pemeriksaan terlebih dahulu. Perbedaan lainnya juga ada pada surat keputusan yang dikeluarkan DJP. Dalam rangka penerbitan surat Keputusan ini dipercepat, surat yang diterbitkan adalah SKPPKP, sedangkan untuk restitusi biasa, surat yang diterbitkan adalah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

Namun, DJP juga bisa melakukan pemeriksaan yang dilakukan pada WP dengan kriteria tertentu yang sudah menerima restitusi dari DJP sesuai sama kebijakan pada Pasal 17C ayat (4) UU KUP. Apabila didalam pemeriksaan tersebut menunjukkan bahwa hasil WP adalah kurang bayar, maka WP yang bersangkutan diwajibkan untuk bisa melunasi jumlah besaran pajak yang masih kurang dibayar dan juga disertai sama penambahan sanksi administrasi berupa kenaikan 100%.

Cakupan untuk WP dengan Kriteria Tertentu

  1. Merupakan WP orang pribadi yang tidak menjalankan usaha ataupun pekerjaan bebas dan menyampaikan sebuah Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh lebih bayar restitusi
  2. Merupakan WP orang pribadi yang ingin menjalankan sebuah usaha ataupun pekerjaan bebas dengan menyampaikan sebuah SPT PPh yang lebih bayar restitusinya sama jumlah yang lebih bayarnya paling banyak sekitar Rp 100.000.000
  3. Merupakan WP badan yang menyampaikan sebuah SPT PPh yang lebih bayar restitusinya sama jumlah yang lebih bayarnya paling banyak sekitar Rp 1.000.000.000
  4. Merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang ingin menyampaikan sebuah SPT Masa atas PPN yang lebih bayar restitusinya sama jumlah yang lebih bayarnya paling banyak sekitar Rp 1.000.000.000.

Syarat untuk menjadi WP dengan Kriteria Tertentu

  1. WP harus tepat waktu saat ingin menyampaikan sebuah SPT
  2. WP menyampaikan sebuah SPT dalam jangka waktu 3 tahun terakhir dan juga wajib disampaikan sampai akhir tahun sebelum tahun penetapan WP dengan kriteria tertentu dilakukan dengan tepat waktu
  3. WP menyampaikan sebuah SPT Masa pada Masa Pajak di bulan Januari – November didalam tahun pajak terakhir ini sebelum tahun penetapan WP dengan kriteria tertentu
  4. Apabila terdapat keterlambatan saat ingin penyampaikan sebuah SPT Masa, maka jangka waktu keterlambatan tersebut tidak boleh lebih dari 3 Masa Pajak untuk setiap jenis pajaknya dan tidak boleh berturut-turut, serta tidak boleh lewat dari batas jangka waktu untuk penyampaikan SPT Masa ke Masa Pajak selanjutnya.
  5. WP yang bersangkutan tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak di per tanggal 31 Desember di tahun terakhir, kecuali tunggakan untuk pajak yang sudah diperoleh izin untuk menunda ataupun untuk mengangsurkan pembayaran pajaknya
  6. Terkait sama laporan keuangan WP, harus diaudit akuntan publik ataupun lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat yang wajar dengan tanpa adanya pengecualian selama 3 tahun berturut-turut
  7. WP yang bersangkutan tidak pernah dipidana pada tindak pidana di bidang perpajakan denagn berdasar sama keputusan pengadilan dalam jangka waktu 5 tahun terakhir.

Proses Penetapan WP Kriteria Tertentu

WP yang ingin ditetapkan sebagai WP dengan kriteria tertentu, sebelumnya diharuskan untuk mengajukan permohonan ke KPP setempat paling lambat disetiap tanggal 10 Januari. Kemudian, dari permohonan tersebut DJP akan melakukan sebuah penelitian atas pemenuhan semua kriteria ataupun persyaratan dari WP dengan kriteria tertentu. Setelah itu, DJP akan menerbitkan sebuah surat keputusan atas penetapan WP dengan kriteria tertentu atau pemberitahuan yang berkaitan sama penolakan didalam jangka waktu paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima dengan secara lengkap.

WP kriteria tertentu berlaku semenjak ditetapkan oleh DJP hingga ada pencabutan penetapan dari DJP. Pencabutan tersebut akan dilakukan jika WP sudah tidak memenuhi kriteria yang sedang berlaku.

PT Jovindo Solusi Batam merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang perpajakan yang letaknya di Batam. Perusahaan ini telah terpercaya serta telah professional dan sudah memiliki sertifikat. Dengan ini, kami siap membantu saat Anda mempunyai masalah pada bidang perpajakan. Pada artikel kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan menjelaskan tentang Mengenal Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu. Berikut ini penjelasannya.

Didalam dunia perpajakan, terdapat sebuah istilah ‘Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu’ yang merupakan Wajib Pajak (WP) yang sudah memenuhi persyaratan untuk bisa diberi pengembalian pendahuluan atas kelebihan dari pembayaran pajak ataupun restitusi dipercepat atas Pajak Penghasilan (PPh) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Didalam proses pengembalian kelebihan pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan melakukan sebuah penelitian terlebih dahulu terkait tentang permohonan restitusi ataupun pengembalian kelebihan pajak yang diajukan WP dengan kriteria tertentu, setelahnya DJP akan menerbitkan sebuah Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) didalam jangka waktu paling lama 3 bulan yang berkaitan sama PPh dan juga jangka waktu 1 bulan yang berkaitan sama PPN sejak permohonan yang diajukan telah diterima secara lengkap oleh DJP.

Jangka waktu yang ditetapkan untuk restitusi lebih cepat bagi WP dengan kriteria tertentu dibanding sama jangka waktu pada umumnya yang mencapai 12 bulan, dikarenakan restitusi dipercepat hanya akan dilakukan dengan berdasar sama penelitian tanpa melalui tahap pemeriksaan terlebih dahulu. Perbedaan lainnya juga ada pada surat keputusan yang dikeluarkan DJP. Dalam rangka penerbitan surat Keputusan ini dipercepat, surat yang diterbitkan adalah SKPPKP, sedangkan untuk restitusi biasa, surat yang diterbitkan adalah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

Namun, DJP juga bisa melakukan pemeriksaan yang dilakukan pada WP dengan kriteria tertentu yang sudah menerima restitusi dari DJP sesuai sama kebijakan pada Pasal 17C ayat (4) UU KUP. Apabila didalam pemeriksaan tersebut menunjukkan bahwa hasil WP adalah kurang bayar, maka WP yang bersangkutan diwajibkan untuk bisa melunasi jumlah besaran pajak yang masih kurang dibayar dan juga disertai sama penambahan sanksi administrasi berupa kenaikan 100%.

Cakupan untuk WP dengan Kriteria Tertentu

  1. Merupakan WP orang pribadi yang tidak menjalankan usaha ataupun pekerjaan bebas dan menyampaikan sebuah Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh lebih bayar restitusi
  2. Merupakan WP orang pribadi yang ingin menjalankan sebuah usaha ataupun pekerjaan bebas dengan menyampaikan sebuah SPT PPh yang lebih bayar restitusinya sama jumlah yang lebih bayarnya paling banyak sekitar Rp 100.000.000
  3. Merupakan WP badan yang menyampaikan sebuah SPT PPh yang lebih bayar restitusinya sama jumlah yang lebih bayarnya paling banyak sekitar Rp 1.000.000.000
  4. Merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang ingin menyampaikan sebuah SPT Masa atas PPN yang lebih bayar restitusinya sama jumlah yang lebih bayarnya paling banyak sekitar Rp 1.000.000.000.

Syarat untuk menjadi WP dengan Kriteria Tertentu

  1. WP harus tepat waktu saat ingin menyampaikan sebuah SPT
  2. WP menyampaikan sebuah SPT dalam jangka waktu 3 tahun terakhir dan juga wajib disampaikan sampai akhir tahun sebelum tahun penetapan WP dengan kriteria tertentu dilakukan dengan tepat waktu
  3. WP menyampaikan sebuah SPT Masa pada Masa Pajak di bulan Januari – November didalam tahun pajak terakhir ini sebelum tahun penetapan WP dengan kriteria tertentu
  4. Apabila terdapat keterlambatan saat ingin penyampaikan sebuah SPT Masa, maka jangka waktu keterlambatan tersebut tidak boleh lebih dari 3 Masa Pajak untuk setiap jenis pajaknya dan tidak boleh berturut-turut, serta tidak boleh lewat dari batas jangka waktu untuk penyampaikan SPT Masa ke Masa Pajak selanjutnya.
  5. WP yang bersangkutan tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak di per tanggal 31 Desember di tahun terakhir, kecuali tunggakan untuk pajak yang sudah diperoleh izin untuk menunda ataupun untuk mengangsurkan pembayaran pajaknya
  6. Terkait sama laporan keuangan WP, harus diaudit akuntan publik ataupun lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat yang wajar dengan tanpa adanya pengecualian selama 3 tahun berturut-turut
  7. WP yang bersangkutan tidak pernah dipidana pada tindak pidana di bidang perpajakan denagn berdasar sama keputusan pengadilan dalam jangka waktu 5 tahun terakhir.

Proses Penetapan WP Kriteria Tertentu

WP yang ingin ditetapkan sebagai WP dengan kriteria tertentu, sebelumnya diharuskan untuk mengajukan permohonan ke KPP setempat paling lambat disetiap tanggal 10 Januari. Kemudian, dari permohonan tersebut DJP akan melakukan sebuah penelitian atas pemenuhan semua kriteria ataupun persyaratan dari WP dengan kriteria tertentu. Setelah itu, DJP akan menerbitkan sebuah surat keputusan atas penetapan WP dengan kriteria tertentu atau pemberitahuan yang berkaitan sama penolakan didalam jangka waktu paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima dengan secara lengkap.

WP kriteria tertentu berlaku semenjak ditetapkan oleh DJP hingga ada pencabutan penetapan dari DJP. Pencabutan tersebut akan dilakukan jika WP sudah tidak memenuhi kriteria yang sedang berlaku.

Mengenal Apa Itu Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PT Jovindo Solusi Batam adalah perusahaan yang bergerak di bidang perpajakan yang ada di Batam. Perusahaan ini juga sudah terpercaya serta professional dan sudah memiliki sertifikat. Dengan ini, kami siap membantu saat Anda mempunyai masalah dibidang perpajakan. Pada artikel kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan menjelaskan tentang Mengenal Apa Itu Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Berikut ini penjelasannya.

PPN sebuah pajak yang dikenai atas:

  1. Penyerahan berupa Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan pengusaha;
  2. Impor BKP;
  3. Penyerahan berupa Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan pengusaha;
  4. Pemanfaatan pada BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dalam Daerah Pabean;
  5. Pemanfaatan pada JKP dari luar Daerah Pabean dalam Daerah Pabean;
  6. Melakukan ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP);
  7. Melakukan ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP; dan
  8. Melakukan ekspor JKP oleh PKP

PPN diatur didalam UU No 8 Tahun 1983 berisi tentang PPN atas barang dan jasa serta Pajak Penjualan dan Barang Mewah (PPnBM) semenjak 1 April tahun 1985. PPN menjadi salah satu cara pemugutan pajak pada konsumsi masyarakat.

PPN yang berlaku berdasar pada UU No 42 Tahun 2009 merupakan perubahan pada UU No. 12 Tahun 2000. Berdasar pada pengertiannya, dapat disimpulkan kalau PPN diberlakukan pada factor produksi sebuah perusahaan yang memproduksi, menyalurkan serta memperdagangkan barang ataupun jasa. Semua biaya yang berkaitan sama hal itu merupakan dasar dari pengenaan PPN.

Subyek & Objek PPN

Subyek pada PPN merupakan mereka yang menjadi penanggung jawab pada hutang pajak yang bertanggung jawab untuk penyetorkan pajak kepada kas Negara. Menurut UU No. 18 Tahun 2000, pengusaha menurut UU yang harus dikukuhkan untuk menjadi PKP pengusaha ataupun Wajib Pajak (WP) yang otomatis adalah:

  • Pabrikan ataupun produsen termasuk dalam pengusaha real estate, industrial estate, developer ataupun pengusaha yang menghasilkan BKP.
  • Pengusaha yang mengimpor BKP.
  • Pengusaha yang memiliki hubungan istimewa sama pabrikan ataupun importer.
  • Agen utama serta penyaluran utama dari pabrikan ataupun importer.
  • Pemegang hak patent dan juga merk dagang dari BKP.
  • Pemborong atau kontraktor ataupun subkontraktor bangunan serta harta tetap lainnya
  • Pengusaha yang tidak termasuk dalam pengenaan pajak akan tetapi tetap menyatakan untuk dikukuhkan menjadi PKP seperti: a) Eksportir; b) Pedagang yang menjual BKP.

Berikut beberapa barang yang tidak dikenai PPN adalah:

  1. Barang dari hasil pertambangan ataupun hasil pengeboran yang diambil secara langsung dari sumbernya;
  2. Barang untuk kebutuhan pokok yang dibutuhkan rakyat;
  3. Makanan serta minuman yang diberi pada hotel, warung, restoran, rumah makan, dan lainnya, meliputi pada makanan dan juga minuman yang baik untuk dikonsumsi di tempat ataupun tidak di tempat, termasuk juga dalam makanan dan juga minuman yang diserahkan dari usaha jasa boga ataupun katering; dan
  4. Uang, emas batangan, serta surat berharga.

Sedangkan untuk Jasa yang tidak dikenai PPN adalah:

  • Jasa yang memberi pelayanan kesehatan medis;
  • Jasa yang memberi pelayanan sosial;
  • Jasa yang memberi pelayanan untuk pengiriman surat dengan perangko;
  • Jasa yang memberi pelayanan dalam keuangan;
  • Jasa yang memberi pelayanan dalam asuransi;
  • Jasa yang memberi pelayanan dalam keagamaan;
  • Jasa yang memberi pelayanan dalam pendidikan;
  • Jasa yang memberi pelayanan dalam kesenian dan hiburan;
  • jasa yang memberi pelayanan dalam penyiaran yang tidak bersifat iklan;
  • Jasa angkutan umum pada darat serta air dan jasa angkutan udara didalam negeri serta jasa angkutan udara untuk luar negeri;
  • Jasa yang memberi pelayanan dalam tenaga kerja;
  • Jasa yang memberi pelayanan dalam perhotelan;
  • Jasa yang disediakan pemerintah untuk dapat menjalankan pemerintahan secara umum;
  • Jasa yang memberi tempat untuk penyediaan parkir;
  • Jasa berupa telepon umum dengan menggunakan sebuah uang logam;
  • Jasa yang memberi pelayanan dalam pengiriman uang dengan menggunakan wesel pos; dan
  • Jasa boga ataupun katering.

Mekanisme Pemungutan PPN

Menurut Direktorat Jendral Pajak (DJP) RI, secara umum, mekanisme pemungutan PPN adalah:

  1. PKP yang melakukan penyerahan pada BKP ataupun JKP wajib untuk memungut PPN dari pembeli, penerima BKP ataupun JKP yang bersangkutan dengan sebesar 10% dari harga jual ataupun penggantian, dan membuat sebuah Faktur Pajak sebagai bukti pemungutan.
  2. Apabila pembeli BKP atau JKP memiliki status Pemungut PPN (BUMN, kontraktor serta pemegang izin kontrak kerja sama, bendaharawan pemerintah, dan juga Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara), PPN yang terutang pada transaksi penyerahan BKP atau JKP tidak dipungut PKP Penjual, melainkan untuk disetor langsung kedalam kas negara oleh Pemungut PPN. Dengan itu, Pemungut PPN hanya akan membayar ke PKP penjual sebesar harga jualnya, sedangkan untuk PPN sebesar 10% disetor secra langsung kedalam kas negara.
  3. PPN yang tercantum didalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Keluaran bagi PKP Penjual BKP atau JKP, yang bersifat sebagai pajak yang harus dibayar atau hutang pajak.
  4. Pada waktu PKP di atas melakukan pembelian atau perolehan BKP atau JKP yang dikenakan pada PPN, PPN tersebut merupakan sebuah Pajak Masukan, yang bersifat sebagai pajak yang dibayar di muka, sepanjang BKP atau JKP yang dibeli tersebut berhubungan secara langsung dengan kegiatan usaha.
  5. Untuk setiap masa pajak atau setiap bulan, apabila jumlah dari Pajak Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetorkan kepada Kas Negara paling lama di akhir bulan selanjutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan juga sebelum Surat Pemberitahuan Masa (SPT) PPN disampaikan. Dan sebaliknya, kalau jumlah dari Pajak Masukan lebih besar dari pada Pajak yang Keluar, maka selisihnya bisa di kompensasi ke masa pajak yang selanjutnya. Restitusi hanya bisa diajukan pada akhir tahun buku.
  6. PKP yang di atas wajib untuk disampaikan kalau SPT Masa PPN disetiap bulan ke Kantor Pelayanan Pajak yang terkait paling lama hingga akhir bulan selanjutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

Mengenal Apa Itu Koreksi Fiskal Positif dan Negatif Serta Perbedaannya

PT Jovindo Solusi Batam adalah perusahaan bergerak pada bidang perpajakan dan sudah bersertifikat, yang ada di Batam. Perusahaan ini pula telah terpercaya dan juga professional. Dengan ini, kami siap membantu Anda saat memiliki masalah dibidang perpajakan. Pada artikel kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan menjelaskan tentang Mengenal Apa Itu Koreksi Fiskal Positif dan Negatif Serta Perbedaannya. Berikut ini penjelasannya.

Pengertian Koreksi Fiskal

Menurut para ahli:

  • Setiawan dan Musri (2006)

Koreksi fiskal sebagai penyesuaian ketentuan menurut dari pembukuan secara komersial yang harus disesuaikan menurut dari perpajakan.

  • Pohan (2014)

Koreksi fiskal merupakan teknik pencocokan yang dilakukan untuk meniadakan perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan peraturan perUU perpajakan, sehingga memunculkan penyesuaian baik positif maupun negatif.

  • Menurut Suandy (2016)

Koreksi fiskal dilaksanakan karena ada perbedaan perlakukan pada pendapatan atau biaya yang berbeda antara akuntansi dengan peraturan perpajakan.

Perbedaan antara perhitungan pada pendapatan serta biaya dapat direkonsiliasi, dinamakan sebagai rekonsiliasi ataupun koreksi fiskal. Koreksi fiskal adalah kegiatan dalam pembetulan, pencatatan, dan penyesuaian yang harus dilakukan wajib pajak (WP).

Koreksi fiskal biasa muncul karena adanya perbedaan dalam penempatan serta pengakuan penghasilan atau biaya di laporan keuangan akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.

Umumnya, dilakukan kalau draft laporan tidak sesuai sama format yang menjadi standar pajak. Koreksi fiskal telah tercantum di peraturan perpajakan UU No. 36 tentang PPh Koreksi Fiskal.

Penyebab Terjadinya Koreksi Fiskal

  1. Perbedaan Waktu

Hal ini terjadi saat perbedaan waktu masuk penghasilan yang dicatat pada cash basis untuk periode lama.

Contohnya seperti lebih dari 1 tahun. Penyebabnya pun bervariasi, bisa terjadi karena lambatnya penagihan piutang ataupun terjadinya penyusutan pada laba.

  1. Beda Tetap

Beda tetap yang dimaksud adalah dengan ditemukannya transaksi perusahaan yang sebenarnya tidak menjadi sebuah standar WP.

Contohnya seperti sumbangan dan lainnya. Apabila hal ini dipaksa untuk masuk ke draft, maka akan terjadi perbedaan di pajak, sehingga koreksi pun harus dilakukan.

Namun, ada transaksi beda tetapi masih harus dibayar pajaknya. Seperti dari penghasilan berupa perpindahan harta, sewa tanah, bunga deposito, dan lainnya.

Jenis Koreksi Fiskal

Terdapat 2 jenis koreksi fiskal yaitu:

  1. Koreksi fidkal positif merupakan sebuah perbaikan yang dilakukan pada catatan penghasilan serta pada biaya yang memiliki sebuah efek untuk menaikkan biaya WP.
  2. Koreksi fiskal negatif merupakan sebuah perbaikan yang dilakukan serta hasilnya untuk mengurangi beberapa biaya pajak, sehingga beban dari pajak menjadi ringan.

Tujuan Koreksi Fiskal

Tujuannya untuk melakukan penyesuaian antara penghasilan dengan wajib pajak. Sehingga, tidak terjadi kesalahan penghitungan.

Tujuan lainnya untuk memenuhi sebuah draf laporan sesuai dengan regulasi yang dikeluarkan Dirjen Pajak.

Perbedaan antara Koreksi Fiskal Negatif dan Positif

Koreksi fiskal positif biasa terjadi karena biaya yang tidak diperkenankan pajak sesuai dengan yang diatur Pasal 9 UU PPh. Sedangkan, koreksi fiskal negatif akan menyebabkan laba kena pajak berkurang ataupun pengurangan pada PPh terutang. Karena, biaya komersial yang lebih kecil dibandingkan biaya fiskal dan juga pendapatan lebih tinggi daripada pendapatan fiskal.

Penyebab Adanya Koreksi Fiskal Negatif

Penyebabnya karena penghasilan yang dikenakan ke PPh Final dan juga penghasilan yang tidak termasuk objek pajak, namun termasuk ke peredaran usaha. Selanjutnya, selisih penyusutan atau amortisasi komersial di bawah penyusutan ataupun amortisasi fiskal. Dengan itu, penyesuaian fiskal negatif yang lain yang tidak berasal dari yang disebutkan di atas.

Jenis Koreksi Fiskal Negatif

Contoh koreksi ini adalah dengan terjadinya selisih penyusutan yang disebut amortisasi komersial. Namun, syarat penyusutan harus di bawah nominal amortisasi fiskal. Untuk penghitungannya menggunakan sistem saldo baik tegak lurus maupun naik turun.

Hal ini berlaku untuk penyusutan dari aset perusahaan. Namun, diantara aset bangunan dan aset non bangunan harus dipisahkan. Hal in perlu dilakukan untuk menyesuaikan draft pajak.

Berikut jenis koreksi fiskal negatif, diantaranya:

  1. Penghasilan dikenakan PPh final
  • Penghasilan dari hadiah ataupun undian
  • Penghasilan dari bunga deposito, surat utang pada negara, tabungan yang lain bunga obligasi, serta bunga simpanan yang dibayarkan koperasi pada anggota koperasi orang pribadi
  • Penghasilan dari WP yang sesuai sama PP Nomor 46 Tahun 2013 yang diganti PP Nomor 23 Tahun 2018
  • Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan juga bangunan, usaha jasa konstruksi, persewaan tanah atau bangunan, dan usaha real estate
  • Penghasilan dari transaksi derivative yang diperdagangkan di bursa, transaksi saham serta sekuritas, transaksi penjualan saham ataupun pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
  1. Penghasilan bukan objek pajak
  • Berupa warisan
  • Berupa bantuan ataupun sumbangan, termasuk juga zakat
  • Berupa harta hibahan yang diterima keluarga kandung dengan satu garis keturunan, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, koperasi, atau orang pribadi yang memiliki UMKM
  • Berupa harta setoran tunai yang diterima badan pengganti saham ataupun pengganti penyertaan modal
  • Berupa pengantian ataupun imbalan
  • Berupa pembayaran dari perusahaan asuransi
  • Berupa iuran yang diterima dari dana pensiun
  • Berupa penghasilan dari modal
  • Berupa bagian laba yang diterima dari perseroan komanditer.

Jenis Koreksi Fiskal Positif

Contoh fiskal ini adalah pembagian laba ataupun penghasilan. Setiap penghasilan pasti dikenakan WP.

Berikut ini beberapa contoh fiskal positif yaitu: sanksi administrasi berupa denda; harta hibahan, bantuan, dan sumbangan; asuransi beasiswa; premi asuransi kesehatan dwiguna; biaya untuk kepentingan pribadi wajib pajak; imbalan pekerjaan yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan; dana cadangan; pajak penghasilan; gaji yang dibayarkan pada pemilik; selisih penyusutan atau amortisasi komersial di atas penyusutan atau amortisasi fiskal; biaya untuk menagih, mendapatkan, dan memelihara penghasilan yang dikenakan PPh Final dan juga penghasilan yang tidak termasuk objek pajak; dan lainnya.

Tujuannya untuk menambah laba komersial ataupun laba Penghasilan Kena Pajak (PhKP). Dengan ini, koreksi Fiskal positif akan bisa menambahkan pendapatan serta dapat juga mengurangi maupun mengeluarkan biaya yang bisa saja diakui secara fiskal.

Mengenal Apa Itu Jurnal Penutup

PT Jovindo Solusi Batam adalah perusahaan bergerak dibidang perpajakan yang sudah memiliki sertifikat, yang ada di Batam. Perusahaan ini pula sudah terpercaya dan juga professional. Dengan ini, kami siap membantu Anda jika mempunyai masalah dibidang perpajakan. Pada artikel kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan menjelaskan tentang Mengenal Apa Itu Jurnal Penutup. Berikut ini penjelasannya.

Pengertian Jurnal Penutup

Jurnal penutup (Closing entries) merupakan jenis jurnal yang digunakan untuk menutup akun didalam akuntansi. Menutup akun yang dimaksud adalah dengan cara menyesuaikan saldo di akun sampai jumlahnya nol.

Jurnal ini juga merupakan laporan keuangan yang disusun di akhir periode pembukuannya. Akun yang ditutup berupa akun nominal serta pembantu modal seperti akun pribadi serta akun kliring.

Pendapatan serta beban merupakan sebuah akun nominal yang perlu di-nol-kan di jurnal penutup. Sedangkan yang termasuk dalam akun pembantu modal yakni seperti prive serta ikhtisar laba atau rugi (ILR).

Jurnal penutup disusun sesuai dengan bentuk perusahaan. Penyusunan jurnal ini fleksibel agar pihak yang berkepentingan mudah dalam mempelajari dan juga menyusunnya.

Secara umum, jurnal ini bertujuan untuk menutup semua akun pada nominal akhir sementara agar saldonya menjadi nol. Tujuannya agar saldo di akun modal menunjukkan kondisi yang sebenarnya di  akhir periode.

Penutupan akun ini berdasar pada nominal akhir yang akan membuat saldo modal pada perusahaan berjumlah sama dengan neraca di akhir periode. Saldo modal tersebut juga menjadi salah satu patokan saat membuka pembukuan di periode berikutnya.

Tujuan Jurnal Penutup

Berikut ini tujuan dan fungsinya:

  1. Memisahkan Akun Pendapatan dan Beban
    Jurnal ini disusun untuk memisahkan akun pendapatan serta beban supaya tidak bercampur pada pembukuan di periode berikutnya. Setelah 2 akun dipisahkan, perusahaan bisa mulai menyusun pembukuan untuk periode yang berikutnya.
  2. Memudahkan Proses Auditing
    Penyusunan jurnal ini memudahkan proses auditing. Jurnal ini memisahkan setiap transaksi pada setiap periode. Dengan begitu, auditor perusahaan bisa lebih mudah dalam mengaudit transaksi di beberapa periode transaksi secara bersamaan.
  3. Menyajikan Laporan Keuangan Secara Riil

Tujuan terakhir adalah untuk membantu dalam menyajikan sebuah laporan keuangan dari perusahaan secara riil setelah periode akhir pembukuan. Di akhir periode tersebut, laporan keuangan hanya akan memuat aset, liabilitas, dan juga ekuitas perusahaan.

Contoh Jurnal Penutup

  1. Jurnal Penutup Akun Pendapatan
    Jumlah dari ringkasan pendapatan sebuah perusahaan kecuali biaya dividen tercantum di saldo akun. Ringkasan di saldo ini hanya dicatat di jurnal penutup sehingga akun pendapatan terakhir ini berisi nol.
    Cara menutup akun pendapatan dalam jurnal penutup adalah dengan memindahkan seluruh akun pendapatan ke akun ikhtisar laba rugi agar hasilnya nol.

Berikut contohnya:

Tanggal Nama Akun Debit Kredit
31 Des Pendapatan jasa Servis Rp600.000  
  Ikhtisar laba rugi   Rp600.000

 

  1. Jurnal Penutup Akun Beban
    Didalam operasionalnya, perusahaan mengeluarkan biaya atau beban. Akun beban usaha mencatat pengeluaran yang terkait sama operasional perusahaan yakni seperti gaji karyawan, listrik, biaya sewa, dan lainnya.

Pada jurnal penutup akun beban dipasangkan dengan ikhtisar laba/rugi. Cara menutup akun beban adalah dengan memindahkan akun beban (kredit) ke ikhtisar laba/rugi (debit).

Berikut contohnya:

Tanggal Nama Akun Debit Kredit
31 Des Ikhtisar laba rugi Rp7.500.000  
  Beban gaji   Rp1.000.000
  Beban sewa   RP2.400.000
  Beban penyusutan mesin   Rp3.600.000
  Beban perlengkapan   Rp500.000

 

  1. Jurnal Penutup Akun Ikhtisar Laba/Rugi

Ada 2 cara membuat jurnal penutup akun ikhtisar laba atau rugi yang sesuai sama kondisi Perusahaan:

  1. Jika perusahaan memperoleh sebuah laba, maka ikhtisar laba atau rugi ditaruh pada debit dan modalnya di kredit

Berikut contohnya:

Tanggal Nama Akun Debit Kredit
31 Des Ikhtisar laba rugi Rp15.000.000  
  Modal   Rp15.000.000

 

  1. Jika perusahaan rugi, maka ikhtisar laba atau rugi ditaruh pada kredit dan modalnya didebit

Berikut contohnya:

Tanggal Nama Akun Debit Kredit
31 Des Modal Rp15.000.000  
  Ikhtisar laba rugi   Rp15.000.000

 

  1. Jurnal Penutup Akun Prive (Saldo Debit)
    Akun prive merupakan akun pribadi pemilik perusahaan yang tidak terjadi di semua bisnis atau perusahaan. Meskipun jumlahnya minimal, akun prive tetap ini harus dicantumkan di jurnal penutup.

Berikut contohnya:

Tanggal Nama Akun Debit Kredit
31 Des Modal Rp5.000.000  
  Prive   Rp5.000.000

Mengenal Hak Serta Kewajiban Dari Pihak Yang Dipotong PPh Pasal 21

PT Jovindo Solusi Batam adalah perusahaan ini letaknya di Batam yang professional dan terpercaya. Perusahaan ini juga telah memiliki sertifikat. Maka dari itu, jika Anda memiliki permasalahan di bidang perpajakan, kami akan siap membantu Anda. Pada artikel kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas terkait tentang Mengenal Hak Serta Kewajiban Dari Pihak Yang Dipotong PPh Pasal 21. Simak Berikut ini penjelasannya.

PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

Berikut hak dan kewajiban bagi pihak yang potong, seperti berikut:

  1. Jumlah dari PPh Pasal 21 yang dipotong adalah kredit pajak bagi penerima penghasilan untuk tahun pajak yang dilakukannya pemotongan, kecuali pada PPh Pasal 21 yang memiliki sifat final.
  2. Atas penghasilan yang dipotong Oleh pemotong pajak, pihak yang dipotong berhak mendapat bukti potong PPh Pasal 21 dan Pasal 26, termasuk dalam hal pemotongan yang dikenakan tarif sebesar 0%.
  3. Dalam hal pada masa pajak terakhir, atas penghitungan pajak setahun ternyata terdapat kelebihan pemotongan PPh Pasal21 pada masa sebelumnya, berhak menerima pengembalian kelebihan pemotongan pajak dari pemotong pajak, paling lambat akhir bulan selanjutnya setelah masa pajak terakhir, kecuali atas PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah.
  4. Wajib melaporkan seluruh penghasilan yang telah diterima, baik yang sudah dipotong ataupun yang tidak dipotong PPh, yang memiliki sifat final atau tidak final, dan yang bukan merupakan objek pajak penghasilan, dalam SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi.

Mengenal Apakah WNA Perlu Mempunyai NPWP

PT Jovindo Solusi Batam adalah perusahaan yang terletak di Batam yang professional dan juga telah terpercaya pada bidang perpajakan. Perusahaan ini telah mempunyai sertifikat. Maka dari itu, jika Anda memiliki sebuah permasalahan pada bidang perpajakan, kami akan siap membantu. Pada artikel kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas terkait tentang Mengenal Apakah WNA Perlu Mempunyai NPWP. Simak Berikut ini penjelasannya.

Apakah WNA Yang Bekerja Sebagai karyawan di Indonesia Perlu mempunyai NPWP?

Warga Negara Asing (WNA) yang bekerja sebagai karyawan di Indonesia dan telah memenuhi persyaratan menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN), maka penghasilannya akan dikenakan pada PPh Pasal 21 seperti karyawan yang pada umumnya. Makanya, WNA perlu untuk mempunyai NPWP.

Adapun WNA dapat dikatakan sebagai SPDN kalau sudah tinggal di Indonesia lebih dari 12 bulan, sudah di Indonesia selama Tahun Pajak, dan juga memiliki minat untuk tinggal lama di Indonesia. Ketentuan ini diatur di Peraturan Direktur Jenderal Pajak pada Nomor PER-43/PJ/2011.

Apakah WNA Menjalankan Usaha ataupun Melakukan Kegiatan Melalui BUT di Indonesia Perlu mempunyai NPWP?

Menteri Keuangan mewajibkan untuk WNA, untuk mempunyai NPWP. Ketentuan ini berlaku untuk semua orang pribadi asing dan juga badan asing yang menjalankan usahanya ataupun melakukan kegiatan dengan melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

Ketentuan ini berada di Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) pada Nomor 35/PMK.03/2019 berisi tentang Penetapan Bentuk Usaha Tetap yang ditetapkan semenjak 1 April 2019.

Merujuk pada Pasal 2 ayat (3) berisi tentang pendaftaran diri untuk memmemiliki NPWP dilakukan paling lama selama 1 bulan setelah menjalankan usaha ataupun melakukan kegiatan dengan melalui BUT di Indonesia.

Jika orang pribadi asing ataupun badan asing yang menjalankan usaha maupun melakukan kegiatan dengan melalui BUT tidak menjalankan kewajibannya, maka DJP akan menerbitkan NPWP dengan secara jabatan.

Mengenal Perbedaan Antara Pemotongan dan Pemungutan Pajak

PT Jovindo Solusi Batam adalah perusahaan yang berada di Batam yang sudah professional dan juga terpercaya pada bidang perpajakan. Perusahaan ini sudah memiliki sertifikat. Maka dari itu, jika Anda memiliki permasalahan pada bidang perpajakan, kami siap membantu Anda. Pada artikel kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas terkait tentang Mengenal Perbedaan Antara Pemotongan dan Pemungutan Pajak. Simak Berikut ini penjelasannya.

Secara umum, istilah dari pemotongan digunakan oleh Pajak Penghasilan (PPh), sementara terminologi pemungutan berlaku pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan juga pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Apa itu pemotongan pajak?

Pemotongan pajak bisa diartikan sebagai kegiatan memotong pada sejumlah pajak yang terutang dari keseluruhan pembayaran yang telah dilakukan. Berdasarkan pada ketentuan per UU perpajakan di Indonesia, istilah dari pemotongan ini digunakan untuk pengenaan pada PPh Pasal 21, Pasal 23, dan juga Pasal 26.

Apa itu pemungutan pajak?

Pemungutan pajak merupakan sebuah kegiatan memungut pada sejumlah pajak yang masih terutang pada suatu transaksi. Pemungutan pajak ini akan menambah pada besarnya jumlah pembayaran atas perolehan pada barang. Istilah dari pemungutan pajak ini digunakan untuk pengenaan pada PPh Pasal 22, PPN, dan juga PPnBM.

Apa persamaan antara pemotongan dan pemungutan pajak?

Persamaan dari istilah pemotongan ataupun pemungutan pajak adalah sebuah kegiatannya sama-sama dilakukan pihak ketiga dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pihak ketiga ini memiliki tugas untuk menghimpun dan juga menyetorkan pajak kedalam kas negara. Bila pemotongan pajak ini dilakukan oleh pemberi kerja, maka pemungutan pajak ini akan dilakukan pengusaha kena pajak (PKP) ataupun pemungut yang memang ditunjuk atas penyerahan barang dan juga jasa kena pajak, seperti pada bendaharawan pemerintah. Adapun PKP yang ditunjuk untuk memungut adalah seorang pengusaha yang memiliki peredaran bruto ataupun omzet yang lebih dari Rp 4,8 miliar didalam 1 tahun dan sudah resmi dikukuhkan sebagai seorang PKP oleh DJP.

Dalam Pasal 20 ayat (1) UU PPh juga menyebutkan kedua istilah tersebut.