Pajak Tangguhan, Pahami Definisi & Konsep Dasarnya dengan Mudah

Konsultan Pajak Batam–Kini sangat banyak orang yang memakai jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN, pelaporan pajak online dan juga layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya serta di daerah lain yang terkait pajak. Nah, isi artikel kali ini akan membahas tentang “Pajak Tangguhan, Pahami Definisi & Konsep Dasarnya dengan Mudah

Apa itu Pajak Tangguhan

Apakah Anda pernah mendengar istilah pajak tangguhan? jika belum, Anda menyimak artikel berikut ini yang akan memberikan Anda pemahaman dan juga konsep pajak tangguhan yang mudah untuk dimengerti.

Jika Dilihat dari aspek perpajakannya, pajak tangguhan adalah beban pajak atau deferred tax expense yang bisa memberikan pengaruh seperti menambah ataupun mengurangi beban pajak yang wajib dibayar di masa yang akan datang.

Sebenarnya jika dilihat secara definisi, pajak tangguhan pun bisa dilihat dari 2 sisi, yakni dari sudut pandang akuntansi sebagai akun aset, dan dari sisi liabilitas (utang yang wajib dilunasi atau pelayanan yang perlu dilakukan di masa mendatang pada pihak lain).

1. Definisi Berdasarkan Sudut Pandang Aset

Jika Dilihat dari sisi aset, pajak tangguhan adalah jumlah Pajak Penghasilan (PPh) yang bisa dipulihkan pada periode masa depan akibat akumulasi rugi pajak yang belum dikompensasi dan juga akumulasi kredit pajak yang belum dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam peraturan perpajakan.

2. Definisi Berdasarkan Sudut Pandang Liabilitas

Jika dilihat dari sisi liabilitas, Pajak tangguhan sebenarnya timbul lantaran perbedaan beban antara peraturan perpajakan (fiskal) dengan standar akuntansi keuangan (komersial). Perbedaan saat pengakuan ini mengakibatkan pendapatan ataupun beban yang diakui pada masing-masing periode berbeda, tetapi pada akhirnya, secara keseluruhan, jumlah total yang diakui antara peraturan secara fiskal dan juga komersial akan sama. Untuk Perbedaan ini biasa dikenal dengan istilah “temporary different”.

Konsep Dasar Pajak Tangguhan 

Untuk menghitung beban pajak ini di akhir tahun, biasanya menggunakan pendekatan komersial. Dalam hal ini ada empat kegiatan utama sesuai dengan PSAK yakni sebagai berikut:

1. Pengakuan

Pengakuan pajak tangguhan dalam akuntansi perpajakan ialah dengan pengakuan aktiva dalam kewajiban perpajakan yang ditunda pada financial reports (Laporan Keuangan).

2. Pengukuran

Pengukuran pajak tangguhan tidak dihitung dengan menggunakan tarif pajak yang berlaku saat ini, tetapi menggunakan tarif saat aset direalisasikan ataupun kewajiban dilunasi. Teknikalnya, pengakuan kewajiban dan juga aktiva pajak ini dilakukan terhadap kerugian fiskal yang masih dapat dikompensasikan. Kemudian, temporary difference antara laporan keuangan komersial dengan fiskal yang kena pajak akan dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku.

3. Penyajian

Untuk penyajian aset dan juga kewajiban pajak tangguhan harus dipisah dari aset dan kewajiban saat ini. Dan keduanya pun disajikan dalam unsur tidak lancar di dalam neraca. Hal Ini pun berlaku untuk beban ataupun penghasilan pajak ini.

4. Pengungkapan

Pengungkapan pajak tangguhan diatur di dalam PSAK No. 46 dimana di dalamnya dijelaskan tentang hal-hal yang berhubungan dengan pajak ini hingga diharuskannya untuk mengungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Perlu diingat, bila laba akuntansi lebih besar dari pada laba fiskal (pajak), maka akan muncul kewajiban pajak tangguhan. Kemudian, jika Saat laba fiskal lebih besar dari pada laba akuntansi, maka akan muncul aset pajak tangguhan. Perlu Anda ketahui bahwa pajak tangguhan ini tidak dapat dihindari.

Sekian penjelasan mengenai pajak tangguhan, semoga penjelasan di atas dapat bermanfaat untuk Anda.

Apa Itu Dividen: Pengertian, dan Jenis-jenisnya

Konsultan Pajak Batam–Kini makin banyak saja orang yang memakai jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN, pelaporan pajak online dan juga untuk layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya serta untuk daerah lain yang terkait pajak. Nah,Kali ini akan berikan ulasan tentang “Apa Itu Dividen: Pengertian, dan Jenis-jenisnya

Dividen merupakan istilah yang sudah tidak asing lagi, terutama untuk mereka yang berinvestasi saham. Dividen itu salah satu hal yang paling dinanti-nanti oleh para investor di pasar modal. Lantas, apakah yang dimaksud dengan dividen?

Apa itu Dividen                                                   

Secara umum, dividen merupakan pembagian laba ataupun hasil yang dibayarkan kepada pemegang saham berdasarkan atas jumlah saham yang dimiliki. Biasanya, dividen yang dibagikan tersebut bisa dalam bentuk uang tunai ataupun saham.

Sementara itu, Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) dividen ialah bagian laba ataupun pendapatan perusahaan yang besarnya ditetapkan oleh direksi dan disahkan oleh rapat pemegang saham untuk dibagikan kepada para pemegang saham.

Singkatnya, dividen ialah hak ataupun jatah dari perusahaan yang mendapatkan keuntungan kepada pihak yang menjadi investor atau pemegang saham.

Biasanya, dividen itu dibagikan oleh perusahaan selama setahun sekali ataupun 2 kali. Tetapi, ada juga perusahaan yang tidak membagikan dividen karena dana yang berasal dari pendapatan perusahaan tersebut akan diinvestasikan untuk modal usaha.

Kondisi itu disebut dengan laba ditahan. Selain itu, perusahaan yang mencatatkan rugi pun biasanya tidak membagikan dividen.

Jenis-jenis dividen

Dilihat dari Gramedia blog, terdapat 5 jenis dividen yang perlu Anda ketahui. Berikut ini rinciannya:

1. Dividen tunai

Dividen tunai ialah dividen yang dibagikan oleh sebuah perusahaan kepada para pemegang sahamnya dalam bentuk uang tunai atau cash.

2. Dividen saham

Dividen saham ialah pembagian dividen yang dilakukan dalam bentuk saham dari sebuah perusahaan yang diberikan untuk para investornya. Sesuai dengan namanya, investor tidak mendapatkan uang tunai dari pembagian dividen tersebut. Melainkan akan mendapatkan peningkatan pada jumlah sahamnya.

3. Dividen properti

Dividen properti  ialah dividen yang didistribusikan menjadi dalam bentuk aset. Dividen ini merupakan jenis dividen yang cukup jarang dilakukan, lantaran proses pembagiannya yang relatif tidak mudah.

4. Dividen likuidasi

Dividen likuidasi ialah dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham yang berupa sebagian laba dan juga sebagian pengembalian modal.

Perusahaan yang akan memberikan dividen likuidasi tersebut umumnya adalah perusahaan yang memiliki rencana untuk menghentikan perusahaannya ataupun perusahaan tersebut sedang mengalami kebangkrutan.

5. Dividen janji hutang

Dividen janji hutang ialah dividen yang dibagikan dari perusahaan kepada pemegang saham yang berupa surat janji hutang. Untuk jenis dividen ini, perusahaan berjanji kepada para investornya bahwa akan membayarkan dividen tersebut pada waktu yang telah ditentukan.

Kepastian Hukum bagi Investor P2P Lending

Konsultan Pajak Batam-Saat ini banyak sekali masyarakat yang ingin menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN,  pelaporan pajak online, atau juga untuk layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya serta untuk di daerah lain yang terkait pajak. Nah, kali ini Konsultan Pajak Batam akan membahas tentang “Kepastian Hukum bagi Investor P2P Lending

Adakah dari kalian yang menjadi investor P2P Lending? Masih bingung dengan tata cara pelaporan penghasilan untuk investasi ini? tak perlu khawatir karna DJP mempersembahkan: Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 (PMK 69)! Peraturan Menteri Keuangan (PMK) ini menjadi salah satu aturan pelaksana Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2022 mengenai Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) sekaligus memberikan kepastian hukum untuk investor dan juga penyedia jasa layanan finansial teknologi termasuk P2P Lending.

Apa itu P2P Lending?

Pernah berhutang atau diutangin? Nah, P2P Lending (Peer-to-Peer Lending) ini memiliki konsep yang sama. Pihak yang memberikan pinjaman tersebut dinamakan lender dan kemudian pihak yang meminjam disebut borrower. Nantinya Lender  itu mendapatkan keuntungan yakni berupa bunga pinjaman atau bagi hasil dari borrower.

P2P Lending ini identik dengan Peer-to-Peer Marketplace (P2P Marketplace) yang menjadi wadah untuk mempertemukan antara lender dan borrower. Serupa dengan pasar, transaksi dilakukan di sini tetapi bukan jual beli barang melainkan pinjam meminjam.

Pelaporan SPT Tahunan Investor P2P Lending

Penghasilan bunga sudah diatur dalam peraturan perpajakan, pajaknya masuk ke dalam ranah Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23). Pajak itu dipotong oleh pihak pemberi penghasilan atau dalam hal ini disebut dengan lender. Tetapi, tidak semua lender adalah pemotong PPh Pasal 23. Di sisi lain, P2P Marketplace itu hanya menjadi perantara antara lender dan borrower yang tidak ditunjuk sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 sebelum adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 69.

Lantas, bagaimanakah perlakuan perpajakan investasi ini dan juga pelaporannya dalam SPT Tahunan lender?

Hadirnya PMK 69

Pada tanggal 30 Maret 2022, sudah hadir PMK 69 yang menyebutkan P2P Lending untuk pertama kalinya pada Pasal 1 angka 12 yang menyebutnya dengan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Definisi P2P Lending pada PMK ini ialah sebagai penyelenggaraan layanan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam secara langsung lewat sistem elektronik dengan jaringan internet, termasuk juga yang menerapkan prinsip syariah.

Untuk konsep penghasilan dijelaskan dalam Pasal 2, yakni pemberi pinjaman menerima ataupun memperoleh penghasilan dalam bentuk bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman lewat Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam. Penghasilan itu adalah bunga dengan nama dan juga dalam bentuk apapun itu atau imbal hasil berdasarkan atas prinsip syariah.

Dalam Pasal 3 ayat (4) menyebutkan bahwa Penyelenggara Layanan Pinjaman ditunjuk untuk melakukan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2). Pajak penghasilan (PPh) yang dimaksud itu adalah PPh Pasal 23 dengan tarif 15 persen untuk penerima penghasilan WP dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) atau PPh Pasal 26 dengan tarif 20 persen atau sesuai dengan ketentuan dalam persetujuan penghindaran pajak berganda bagi wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT).

Pasal-pasal yang disebutkan di atas menjadi kejelasan hukum perpajakan untuk investasi P2P Lending. P2P Marketplace ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23, jadi disini sudah jelas mengenai mekanisme pelaporan SPT Tahunan lender pada tahun pajak 2022.

Jangan Lupa Lapor SPT Tahun Depan!

Penghasilan bunga P2P Lending adalah penghasilan yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan pemberi pinjaman, keterangan tersebut merupakan bunyi Pasal 3 PMK 69. Dalam Pasal 4 disebutkan Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam wajib membuat Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan dan kemudian memberikan Bukti Pemotongan tersebut kepada pemberi pinjaman.

Jadi artinya pada pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan untuk Tahun Pajak 2022, penghasilan P2P Lending tersebut dimasukkan lender pada bagian pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 sesuai dengan data bukti potong dari P2P Marketplace.

Untuk Anda yang masih bingung tentang pelaporan pajak P2P Lending, jawabannya tercantum pada PMK 69. Jangan ragu lagi untuk berinvestasi. Selain untuk membantu borrower, adanya potongan PPh Pasal 23 tersebut menandakan bahwa uang investasi kita ikut berkontribusi dalam membangun Indonesia!

 

 

Berapa Lama Pemeriksaan Pajak Dilakukan? Begini Ketentuannya

Konsultan Pajak Batam–Kini makin banyak saja orang yang ingin memakai jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN, pelaporan pajak online dan untuk layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya serta untuk daerah lain yang terkait pajak. Nah,Kali ini kami akan berikan Anda informasi tentang “Berapa Lama Pemeriksaan Pajak Dilakukan? Begini Ketentuannya

Ketentuan tentang jangka waktu pemeriksaan pajak diatur pada Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.03/2013 mengenai Tata Cara Pemeriksaan yang sudah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 184/PMK.03/2015 (PMK 184/2015).  Peraturan Menteri Keuangan 184/2015 tersebut kemudian diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 18/PMK/03/2021 (PMK 18/2021) yang merupakan aturan pelaksana UU Cipta Kerja.

Berdasarkan Pasal 15 PMK 184/2015, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam jangka waktu pengujian dan juga  jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan pelaporan.

a. Jangka Waktu Pengujian

Jika pemeriksaan tersebut dilakukan dengan jenis pemeriksaan lapangan, maka jangka waktu pengujian dilakukan paling lama enam bulan. Jangka waktu tersebut dihitung sejak surat pemberitahuan pemeriksaan lapangan disampaikan kepada wajib pajak, sampai dengan tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) disampaikan kepada wajib pajak.

Tetapi, jika pemeriksaan tersebut dilakukan dengan jenis pemeriksaan kantor, maka jangka waktu pengujian dilakukan paling lama empat bulan. Jangka waktu tersebut dihitung sejak tanggal wajib pajak dating untuk memenuhi surat panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) disampaikan kepada wajib pajak,

Berdasarkan Pasal 16 dan 17 ayat (1) PMK 18/2015 jo PMK 18/2021, untuk jangka waktu pengujian pemeriksaan lapangan dan kantor tersebut bisa diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua bulan. Perpanjangan waktu tersebut bisa dilakukan jika terjadi hal-hal seperti berikut:

  1. Pemeriksaan kantor diperluas ke masa pajak, bagian tahun pajak, ataupun tahun pajak yang lainnya
  2. Terdapat konfirmasi ataupun permintaan data dan/atau keterangan kepada pihak ketiga
  3. Ruang lingkup pemeriksaan kantor meliputi seluruh jenis pajak
  4. Berdasarkan atas pertimbangan kepala unit pelaksana pemeriksaan.

Jika pemeriksaan lapangan dilakukan sehubungan dengan wajib pajak kontraktor kontrak kerja sama minyak dan gas bumi, maka wajib pajak dalam 1 grup ataupun wajib pajak yang terindikasi melakukan transaksi transfer pricing dan juga transaksi khusus lainnya yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan, maka jangka waktu pengujian bisa diperpanjang paling lama enam bulan dan bisa dilakukan paling banyak 3x sesuai dengan kebutuhan waktu untuk melakukan pengujian.

Untuk hal dilakukannya perpanjangan jangka waktu pengujian pemeriksaan lapangan ataupun pemeriksaan kantor, kepala unit pelaksana pemeriksaan perlu menyampaikan pemberitahuan perpanjangan jangka waktu pengujian secara tertulis kepada wajib pajak (WP).

Selanjutnya, jika pemeriksaan atas keterangan lain yakni berupa data konkret dilakukan dengan pemeriksaan kantor sesuai dengan Pasal 5 ayat (3) huruf a PMK 18/2015 jo PMk 18/2021, maka jangka waktu pengujian dilakukan paling lama satu bulan. Jangka waktu tersebut dihitung sejak tanggal wajib pajak datang untuk memenuhi surat panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) disampaikan kepada wajib pajak (WP). Untuk jangka waktu pemeriksaan ini tidak bisa diperpanjang.

b. Jangka Waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan Pelaporan

Kemudian, berdasarkan dengan Pasal 15 ayat (5) PMK 18/2015 jo PMK 18/2021, jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan pelaporan, baik itu pemeriksaan lapangan ataupun kantor, dilakukan paling lama dua bulan. Jangka waktu tersebut dihitung sejak tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) disampaikan kepada wajib pajak sampai dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan (LHP).

Selanjutnya, jika pemeriksaan atas keterangan lain yakni berupa data konkret dilakukan dengan pemeriksaan kantor, maka jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan pelaporan dilakukan paling lama sepuluh hari kerja. Jangka waktu tersebut dihitung sejak tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) disampaikan kepada wajib pajak sampai dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan (LHP).

Sesuai Pasal 19 PMK 18/2015 jo PMK 18/2021, jika jangka waktu perpanjangan pengujian pemeriksaan lapangan ataupun perpanjangan jangka waktu pemeriksaan kantor sudah berakhir, maka Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) harus disampaikan kepada wajib pajak.

Harus dipahami juga bila pemeriksaan tersebut dilakukan karena wajib pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, maka jangka waktu sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17 PMK 18/2015 wajib memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang telah diatur pada Pasal 17B Undang-Undang KUP.

 

Kewajiban Perusahaan Asuransi Sebagai Pemungut PPN, Apa Saja?

Konsultan Pajak Batam-kini banyak sekali masyarakat yang ingin menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN,  pelaporan pajak online, atau layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan di Surabaya serta di daerah lainnya yang terkait dengan pajak. Nah, kali ini Konsultan Pajak Batam akan berikan penjelasan mengenai “Kewajiban Perusahaan Asuransi Sebagai Pemungut PPN, Apa Saja?

Ketentuan mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa asuransi saat ini diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 67/PMK.03/2022 mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Penyerahan Jasa Agen Asuransi, Jasa Pialang Asuransi, dan Jasa Pialang Reasuransi.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 67/2022 diatur penyerahan jasa agen asuransi yang dilakukan oleh agen asuransi kepada perusahaan asuransi merupakan penyerahan jasa yang terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tersebut dipungut oleh agen asuransi yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN.

Berikutnya, perusahaan asuransi tersebut wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada saat pembayaran komisi atau imbalan kepada agen asuransi. Besarnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut adalah sebesar 10 persen dari tarif PPN dikalikan dengan komisi atau imbalan yang dibayarkan kepada agen asuransi. Dengan kata lain, tarif efektifnya adalah sebesar 1,1 persen dikali jumlah komisi atau imbalan yang dibayarkan.

Ada pula besaran komisi atau imbalan yang dibayarkan kepada agen asuransi mengacu pada bukti pembayaran komisi yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi tersebut. Bukti pembayaran komisi yang dimaksud tersebut merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak, yang harus dibuat oleh perusahaan asuransi paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah diterimanya pembayaran komisi atau imbalan tersebut.

Setelah melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kemudian perusahaan asuransi menyetorkannya setiap masa pajak menggunakan SSP ataupun menggunakan sarana yang lainnya. Tetapi, berbeda dengan penyetoran atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut oleh pemungut PPN pada umumnya, khusus untuk penyetoran atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut atas jasa agen asuransi ini dilakukan atas nama perusahaan asuransi selaku pemungut PPN tersebut, yang mewakili seluruh agen asuransi yang dipungut PPN-nya.

Terakhir, perusahaan asuransi tersebut wajib untuk melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa agen asuransi yang sudah dipungut dan juga disetor dalam SPT Masa PPN Pemungut (SPT 1107 PUT), paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak dilakukannya pemungutan.

 

Apa Saja Jenis Jasa Perhotelan yang Tidak Dikenakan PPN?

Konsultan Pajak Batam-Saat ini sangat banyak masyarakat yang mau menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN,  pelaporan pajak online, atau juga layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya, dan di daerah lain yang terkait dengan pajak. Nah, kali ini akan berikan informasi mengenai “Apa Saja Jenis Jasa Perhotelan yang Tidak Dikenakan PPN?

Secara umum, jasa perhotelan adalah jenis jasa tertentu yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ketentuan itu diatur pada Pasal 4A ayat (3) huruf l Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) s.t.d.t.d Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 mengenai Harmonisasi Peraturan Perpajakan ( UU PPN s.t.d.t.d UU HPP).

Terdapat jasa tertentu dalam kelompok jasa perhotelan yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) meliputi:

  1. Jasa penyewaan kamar, termasuk tambahannya di hotel, hostel, motel, losmen, rumah penginapan, dan juga fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap; dan
  2. Jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara ataupun pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan juga hostel.

Selanjutnya, yang dimaksud dengan fasilitas tambahannya yaitu fasilitas penunjang yang terkait secara langsung dengan jasa penyewaan kamar tersebut. Antara lain sebagai berikut:

  1. Pelayanan kamar (room service),
  2. Pendingin udara (air conditioning),
  3. Binatu (laundry and dry cleaning) ,
  4. Kasur tambahan (extra bed),
  5. Furnitur dan perlengkapan tetap (fixture),
  6. Telepon, brankas (safety box),
  7. Internet,
  8. Televisi satelit/kabel, dan
  9. Minibar.

Sedangkan, fasilitas untuk tamu yang menginap ialah fasilitas yang mempunyai hubungan secara langsung dengan kegiatan jasa penyewaan kamar dan juga hanya diperuntukkan untuk tamu yang menginap. Misalnya, fasilitas olahraga dan hiburan, teleks, fotokopi, faksimile, dan juga transportasi hotel.

Tetapi, tidak semua kegiatan penyerahan jasa yang dilakukan oleh pengusaha perhotelan tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Berdasarkan Pasal 6 ayat 6) PMK 70/2020, ada tiga jenis jasa yang disediakan oleh pihak hotel yang ditetapkan sebagai objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Ketiga jenis jasa yang dimaksud tersebut yakni sebagai berikut:

  1. Jasa penyewaan ruangan untuk selain kegiatan acara ataupun pertemuan di hotel, hostel dan lain sejenisnya,
  2. Jasa penyewaan unit dan/atau ruangan, termasuk tambahannya dan fasilitas penunjang terkait lainnya, di apartemen, kondominium, dan lain sejenisnya; dan
  3. Jasa biro perjalanan ataupun perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh pengelola jasa perhotelan.

Demikian informasi yang bisa disampaikan. Semoga informasi diatas bisa bermanfaat untuk Anda.

Aset Kripto Mulai Dikenai PPN Bulan Ini, Begini Cara Penghitungannya

Konsultan Pajak Batam-Saat ini semakin banyak masyarakat yang mau menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN,  pelaporan pajak online, atau layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya, dan juga di daerah yang terkait dengan pajak. Nah, kali ini Konsultan Pajak Batam akan berikan ulasan mengenai “Aset Kripto Mulai Dikenai PPN Bulan Ini, Begini Cara Penghitungannya

Untuk transaksi aset kripto telah resmi dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) dan juga pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 bersifat final mulai bulan ini.

Sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 68/2022, ketentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas aset kripto baru berlaku pada 1 Mei 2022. Dengan begitu, terdapat Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan tarif sebesar 0,11 persen bila transaksi dilakukan pada bulan ini.

Bunyi Pasal 5 ayat (2) huruf a PMK 68/2022, “Besaran tertentu … ditetapkan 1 persen dari tarif PPN dikali dengan nilai transaksi aset kripto dalam hal penyelenggara perdagangan lewat sistem elektronik merupakan pedagang fisik aset kripto.”

Jika transaksi dilakukan lewat bursa atau exchanger aset kripto yang tak terdaftar di bursa efek, maka tarif PPN yang akan dikenakan atas penyerahan kripto tersebut naik 2 kali lipat menjadi 0,22 persen.

Tidak Hanya terkait dengan tarif PPN atas penyerahan BKP tak berwujud berupa aset kripto, exchanger pun mengenakan PPN atas jasa kena pajak (JKP) yaitu berupa sarana elektronik yang digunakan sebagai transaksi aset kripto.

Sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 68/2022, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan dikenakan atas JKP jasa penyediaan sarana elektronik yaitu sesuai dengan tarif umum, yakni sebesar 11 persen dan juga dikenakan atas komisi atau imbalan yang diterima oleh exchanger.

Sedangkan untuk tarif PPh Pasal 22 bersifat final yang terutang atas kripto yaitu sebesar 0,1 persen. Tarif tersebut dikenakan ketika ada penghasilan baik itu berupa pembayaran dalam bentuk mata uang fiat ataupun penghasilan dari aktivitas tukar menukar aset kripto.

Jika exchanger yang digunakan oleh pedagang aset kripto adalah exchanger yang tak terdaftar di Bappebti maka untuk tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 final atas penghasilan dari transaksi aset kripto tersebut naik 2 kali lipat menjadi 0,2 persen.

Berdasarkan atas PMK 68/2022, untuk PPN final sebesar 0,11 persen dan juga PPh Pasal 22 final sebesar 0,2 persen yang terutang atas aktivitas perdagangan aset kripto wajib dipungut, disetor, dan juga dilaporkan oleh exchanger kepada Direktorat jenderal Pajak (DJP).

Sekian informasi dari Konsultan Pajak Batam, semoga ulasan di atas dapat bermanfaat untuk anda.