Batas Waktu Penyetoran Dan Pelaporan Pajak

Konsultan pajak batam-Ada banyak sekali masyarakat yang mau menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN, pelaporan pajak online ataupun layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya, dan di daerah lain yang terkait dengan pajak.Disini kami akan memberikan informasi tentang”Batas Waktu Penyetoran Dan Pelaporan Pajak”

Surat Pemberian Tahunan (SPT) adalah kewajiban yang wajib dilakukan oleh setiap wajib pajak, baik orang pribadi ataupun badan. Kewajiban untuk melapor SPT itu sudah menjadi kewajiban karena sudah diatur dalam undang-undang, sehingga jika anda tidak melakukannya ataupun telat maka anda akan diberikan sanksi administratif sesuai dengan jenis SPT. Jadi bagaimanakah peraturan yang terkait batas waktu pembayaran, penyetoran, dan juga pelaporan pajak?

  1. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi (OP)

a. Batas waktu penyampaian SPT ini paling lamanya adalah 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak

–  Tahun Pajak itu sendiri adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender. Kecuali pada wajib pajak yang menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

–  WP OP yang dikecualikan dalam menyampaikan SPT Tahunan itu adalah mereka yang dalam satu tahun Pajak itu mempunyai penghasilan neto yang tidak melebihi dari Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

b. Saat sebelum menyampaikan SPT PPh itu, WP OP wajib melunasi dulu kekurangan dari pembayaran pajak yang terutang tersebut berdasarkan atas SPT Tahunan PPh.

  1. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan

a. Batas waktu penyampaiannya itu paling lama adalah 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak.

–  Tahun Pajak itu sendiri merupakan jangka waktu 1 (satu) tahun kalender. Terkecuali wajib pajak yang menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

b. Sebelum menyampaikan SPT PPh itu, kekurangan dari pembayaran pajak yang terutang berdasarkan atas SPT Tahunan PPh harus dilunasi terlebih dahulu.3.

  1. SPT Masa

a. Batas waktu penyampaiannya paling lamanya adalah 20 hari setelah akhir Tahun Pajak.

b. Menteri Keuangan telah menentukan tanggal jatuh tempo dari pembayaran dan juga penyetoran pajak terutang untuk suatu saat ataupun Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling lamanya adalah 15 hari setelah saat terutangnya pajak atau sudah berakhirnya Masa Pajak.

c. Tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran pajak, dan juga pelaporan pajak untuk SPT Masa adalah sebagai berikut ini:

  1. Jika tanggal jatuh tempo pembayaran pajak tersebut adalah pada hari libur termasuk hari sabtu ataupun hari libur nasional, maka pembayarannya harus dilakukan pada hari kerja berikutnya.
  2. Jika tanggal batas akhir pelaporannya itu pada hari libur termasuk hari sabtu atau juga hari libur nasional, maka pelaporannya bisa dilakukan pada hari kerja berikutnya.
  3. Hari libur nasional yang merupakan hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan umum yang telah ditetapkan oleh Pemerintah atau cuti bersama nasional yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dan juga cuti bersama secara nasional yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.

 

Perbedaan Pajak PPh Final Dan Tidak Final

Konsultan pajak batam-Sangat banyak sekali masyarakat yang ingin menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN, pelaporan pajak online ataupun juga layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya, dan di daerah lain yang terkait dengan pajak.Dibawah ini akan ada penjelasan tentang”Perbedaan Pajak PPh Final dan Tidak Final”

Apakah perbedaan pajak final dan tidak final? Apa sajakah objek PPh final dan tidak final?Simak penjelasannya di bawah ini.

Berdasarkan atas sifat pemotongan atau pemungutannya, PPh itu dibedakan menjadi dua, yaitu PPh Final dan Tidak Final. Keduanya memiliki perbedaan yang sangat signifikan antara pajak final dan juga pajak tidak final ini, baik dilihat dari sisi objek pajak final maupun penggunaannya.

Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak yang dikenakan kepada wajib pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu Tahun Pajak.

Pajak Final adalah pajak yang dikenakan dengan tarif dan juga dasar pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama tahun berjalan.

Pajak penghasilan final yang akan dipotong oleh pihak lain maupun yang disetor sendiri bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh terutang, tetapi itu merupakan pelunasan dari PPh terutang atas penghasilan tersebut, sehingga Wajib Pajak tersebut dianggap sudah melakukan pelunasan terhadap kewajiban pajaknya.

Secara sederhananya, perbedaan dari PPh Final dan Tidak Final adalah PPh Final itu berarti pajak yang sudah selesai atau yang dikenakan langsung saat wajib pajak menerima penghasilan.

Sedangkan PPh Tidak Final itu adalah pajak yang belum selesai atau merupakan pajak yang diperhitungkan kembali dengan penghasilan lainnya untuk dapat dikenakan tarif umum dalam pelaporan SPT Tahunan.

Perbedaan dari PPh Final dan Tidak Final dapat dilihat misalnya terkait pengenaan pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

Berikut ini adalah rincian perbedaan pajak final dan tidak final:

  1. Pada pajak penghasilan final, penghasilannya tidak digabungkan dengan penghasilan lainnya yang akan dikenai tarif umum dalam SPT Tahunan PPh Badan. Sedangkan, pada PPh Tidak Finalpenghasilannya digabungkan dengan penghasilan lainnya yang akan dikenai tarif umum.
  2. Pada pajak penghasilan final, biaya sehubungan untuk menghasilkan, menagih, dan juga memelihara penghasilan yang dikenai PPh itu tidak bisa dikurangi. Sedangkan, pada PPh Tidak Finalbiaya tersebut bisa dikurangkan.
  3. Pada pajak penghasilan final, bukti potong PPh tersebut tidak bisa diperhitungkan sebagai kredit pajak bagi pihak yang dipotong atau dipungut. Sedangkan, pada PPh Tidak Final itubukti potongnya bisa diperhitungkan sebagai kredit pajak bagi pihak yang dipotong atau dipungut.
  4. Tarif PPh finalitu diatur dengan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) atau juga Keputusan Menteri Keuangan (KMK), sedangkan tarif pajak PPh tidak final itu menggunakan tarif umum Pasal 17 UU PPh.

Demikian penjelasan singkat tentang PPh final dan, juga perbedaan pajak pph final dan tidak final.

Subjek Pajak Dalam Negeri Menurut PPh

Konsultan pajak batam-Banyak sekali masyarakat yang ingin menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN, pelaporan pajak online maupun juga layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya, dan di daerah lain yang terkait dengan pajak.Dibawah ini akan ada penjelasan tentang”Subjek Pajak Dalam Negeri Menurut PPh”

PPh itu dikenakan terhadap seseorang! Karena itu, sangat penting untuk penentuan subjek pajak. Apakah seseorang tersebut subjek pajak dalam negeri atau subjek pajak luar negeri?

Subjek pajak ini diatur didalam Pasal 2 Undang-Undang PPh. Khusus untuk subjek pajak dalam negeri, diatur didalam Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang PPh. Berikut ini adalah aturannya:

Subjek pajak dalam negeri itu adalah :
a. orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia, termasuk dalam pengertian orang pribadi yang berada di Indonesia selama lebih dari 183 hari yaitu dalam jangka waktu 12 bulan, atau mereka yang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;

  1. badan yang didirikan ataupun bertempat kedudukannya di Indonesia,tetapi kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
  2. pembentukannya itu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ataupun
    Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
  4. penerimaannya dimasukkan didalam anggaran Pemerintah Pusat ataupun Pemerintah daerah; dan
  5. pembukuannya akan diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
  6. warisan yang belum terbagi tersebut sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

Jadi, subjek pajak dalam negeri itu terbagi menjadi 3, yaitu sebagai berikut:

  1. orang pribadi,
  2. badan, dan

SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI ORANG PRIBADI

Undang-undang PPh itu menganut residence prinsiple atau asas tempat tinggal atau asas domisili. Penentuan orang pribadi sebagai subjek pajak itu berdasarkan “diam”nya seseorang di Indonesia. Undang-undang PPh menentukan bahwa:

  • orang pribadi yang berada di Indonesia selama lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; atau
  • orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

seseorang yang datang ke Indonesia dan mereka yang berniat tinggal di Indonesia selama lebih dari 183 hari maka sejak hari pertama itu sudah ditetapkan menjadi subjek pajak dalam negeri. Niat dalam hal ini dapat dibuktikan melalui adanya kontrak kerja yang mengharuskan seseorang tersebut berada di Indonesia.

warga negara Indonesia yang bekerja di Luar Negeri dan sudah tinggal di Luar Negeri selama lebih dari 183 hari, maka mereka bukan lagi subjek pajak dalam negeri melainkan sudah berubah menjadi subjek pajak luar negeri.

SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI BADAN

Undang-undang PPh menyebutkan “badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia”.Jadi semua bentuk badan yang didirikan dengan berdasarkan undang-undang Indonesia merupakan subjek pajak dalam negeri badan.

Instansi yang berwenang untuk menetapkan badan hukum di Indonesia adalah Kementerian Hukum dan HAM. Artinya, bahwa semua badan hukum yang sudah terdaftar di Kementerian Hukum dan juga Ham itu merupakan subjek pajak dalam negeri badan. Tak peduli siapapun pemilik badan hukum tersebut.

Pengecualian badan sebagai subjek pajak itu hanya berlaku untuk lembaga pemerintah saja. Undang-undang PPh sudah memberikan batasan bagi lembaga pemerintah, yaitu sebagai berikut:

  1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
  3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
  4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI BERUPA WARISAN YANG BELUM TERBAGI

Harta dan juga subjek pajak orang pribadi tidak dapat terpisahkan. Perpajakan memandang bahwa perlu ada kejelasan subjek pajak yaitu bagi warisan yang “menghasilkan”.Berikut ini adalah contoh warisan yang menghasilkan :

  • saham yang menghasilkan dividen,
  • deposito yang menghasilkan bunga,
  • pabrik yang masih tetap beroperasi walau pemiliknya sudah meninggal dan juga belum ada pembagian waris.

Agar anda tidak kehilangan pajak penghasilan atas penghasilan dari warisan, maka Undang-undang PPh menetapkan bahwa warisan itu sebagai subjek pajak.

Sebagai ahli waris, istri bisa menyampaikan SPT Tahunan tersebut atas penghasilan warisan peninggalan suaminya yang belum sempat dibagikan. Jika tidak ada istri, bisa juga digantikan  oleh anaknya sebagai ahli waris. Para ahli waris tersebut bisa mewakili almarhum (almarhumah) untuk mengurus kewajiban perpajakannya.

KENAPA PENTING PENENTUAN SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI ATAU LUAR NEGERI?

Status subjek pajak luar negeri atau juga dalam negeri sangat  penting bagi pajak penghasilan. Hal ini terkait dengan kewajiban perpajakan yang wajib dilaporkan di SPT Tahunan.

Subjek pajak luar negeri itu wajib melaporkan semua penghasilannya, baik itu  penghasilan yang didapatkan dari usaha di Dalam Negeri maupun juga penghasilan yang didapatkan dari usaha di Luar Negeri. Baik itu berupa active income berupa laba usaha, dan maupun passive income seperti penghasilan sewa.

Cara Ajukan SKD Bagi Subjek Pajak Dalam Negeri Lewat DJP Online

Konsultan pajak batam-Banyak masyarakat yang ingin menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN, pelaporan pajak online dan juga layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya, ataupun di daerah lain yang terkait pajak.Berikut ini adalah informasi tentang”Cara Ajukan SKD Bagi Subjek Pajak Dalam Negeri Lewat DJP Online”

UNTUK bisa memperoleh manfaat dari persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) atau tax treaty, wajib pajak harus memiliki Surat Keterangan Domisili (SKD) terlebih dahulu atau yang dikenal juga sebagai Certificate of Domicile (CoD).

Dalam bidang perpajakan, SKD tersebut berfungsi sebagai tanda pengenal penduduk yang akan menunjukkan di negara manakah wajib pajak terdaftar sebagai residen. Kurang lebih fungsi dari SKD ini mirip dengan paspor warga negara. Namun, tujuan penggunaan SKD sangat berbeda dengan paspor.

Nah, kami disini akan mengulas mengenai cara mengajukan SKD subjek pajak dalam negeri secara online (e-SKD). Ketentuan mengenai cara pengajuan SKD ini diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-28/PJ/2018.

SKD ini bagi Subjek Pajak Dalam Negeri Indonesia (SPDN) merupakan surat keterangan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang di lingkungan Ditjen Pajak bagi wajib pajak dalam negeri yang dimana isinya menerangkan bahwa wajib pajak yang dimaksud adalah subjek pajak dalam negeri Indonesia yang sebagaimana dimaksud dalam UU Pajak Penghasilan.

Pada saat mengajukan SKD SPDN tersebut, permohonan oleh wajib pajak bisa dilakukan untuk memperoleh manfaat dari P3B saat tahun pajak tahun berjalan (tahun diajukan permohonan) atau untuk tahun pajak sebelumnya.

Selanjutnya, terdapat 4 syarat yang harus dipenuhi oleh wajib pajak.yaitu yang pertama, berstatus SPDN sesuai dengan UU PPh. Kedua, memiliki NPWP. Ketiga, sudah menyampaikan SPT Tahunan yang merupakan kewajiban. keempat, sudah memenuhi syarat administratif SKD.

Setelah itu, wajib pajak bisa mengajukan permohonan SKD SPDN dengan secara daring. Untuk mengajukan permohonan SKD SPDN tersebut, silakan anda akses laman DJP Online. Kemudian anda harus Log in dengan mengisi NPWP, password, dan juga kode keamanan.

Setelah anda log in, anda pilih menu Layanan dan pilih KSWP. Sesudah itu, Anda perlu memastikan kembali bahwa identitas yang tampil sudah sesuai dengan diri anda. Kemudian masih dalam tampilan yang sama, pada bagian untuk Keperluan, pilih SKD SPDN.

Dibagian Periode Masa Berlaku ini, isilah dengan angka 1 s.d. 12 periode tahun berjalan.Kemudian, klik Cek Data. Sesudah itu, akan muncul tampilan yang akan anda isi dengan kode keamanan yang tertera dan selanjutnya klik Submit.

Kemudian akan muncul tab isian data SKD SPDN, yang perlu anda isi juga. Pada pertanyaan Negara Mitra P3B, isilah dengan nama negara lain yang terkait dengan kepentingan perpajakan Anda.Kemudian, isilah Nama Lawan Transaksi, TIN Lawan Transaksi dan juga Deskripsi Transaksi.

Selanjutnya yaitu pada menu Konfirmasi Kebenaran Data, berikan tanda centang pada persetujuan. Kemudian isi kode keamanan yang tertera, dan klik Submit. Setelah itu, SKD SPDN tersebut akan terdownload otomatis ke dalam perangkat anda. Selesai. Semoga bermanfaat.

Perubahan Tarif Pajak Progesif PPH 21 Orang Pribadi,Berlaku Tahun 2022

Konsultan pajak batam-Banyak masyarakat yang ingin menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN, pelaporan pajak online ataupun layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya, dan juga di daerah-daerah yang terkait pajak.Kami akan memberi informasi tentang”Perubahan Tarif Pajak Progesif PPH 21 Orang Pribadi,Berlaku Tahun 2022”

Pemerintah sudah melakukan perubahan ketentuan perpajakan melalui Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Pajak (RUU HPP) yang sudah disetujui pada Sidang Paripurna DPR pada tanggal 7 Oktober 2021. Banyak sekali perubahan ketentuan pajak , salah satunya adalah tarif pajak orang pribadi yang baru. Tarif pajak orang pribadi yang baru itu  memperbaharui ketentuan yang sebelumnya sudah diatur pada pasal 17 UU PPh (Undang-Undang Pajak Penghasilan). Perubahan ini sangat berdampak pada perubahan perhitungan PPh 21 Karyawan perusahaan.

Berikut ini adalah perubahan tarif pajak orang pribadi berdasarakan UU HPP yang memperbaharui Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.

UU PPh UU HPP
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif
0 sampai dengan Rp.50.000.000,- 5% 0 sampai dengan Rp.60.000.000,- 5%
Di atas Rp.50.000.000,- sampai dengan Rp.250.000.000,- 15% Di atas Rp.60.000.000,- sampai dengan Rp.250.000.000,- 15%
Di atas Rp.250.000.000,- sampai dengan Rp.500.000.000,- 25% Di atas Rp.250.000.000,- sampai dengan Rp.500.000.000,- 25%
Di atas Rp.500.000.000,- 30% Di atas Rp.500.000.000,- sampai dengan Rp.5.000.0000.000,- 30%

 

Diatas Rp.5.000.000.000,- 35%

 

Pada Tabel diatas bisa kita lihat bahwa terdapat perubahan ketentuan. Pertama, tariff PPh 21 UU HPP terdapat 5 lapisan yang mana sebelumnya pada UU PPh hanya terdapat 4 lapisan saja. Pemerintah menambahkan lapisan ke-5 dengan tarif 35% dengan Penghasilan Kena Pajak dalam setahunnya diatas 5 Milyar Rupiah. Kedua, pada lapisan pertama tadi pemerintah memperbesar Penghasilan Kena Pajak dalam setahunnya dari 0 sampai dengan Rp.50 Juta Rupiah menjadi dari 0 sampai dengan Rp.60 Juta Rupiah.

Akibat dari perubahan kedua ini, apabila sebelum UU HPP seorang karyawan dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp.60 Jt setahun akan dikenakan 2 lapis tarif pajak yakni 5% dan 15%. Maka setelah UU HPP ini seorang karyawan dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp.60 Juta setahunnya maka hanya akan dikenakan 1 lapis Tarif pajak saja yakni 5%. Sehingga pajak yang harus dibayarkan akan menjadi lebih rendah.

Berikut ini adalah contoh perhitungan karyawan PPh 21 Karyawan berdasarkan atas Pasal 17 ayat (1) Huruf a UU PPh dan UU Nomor 7 Tahun 2021 yaitu tentang Harmonisasi Peraturan Pajak

Pak Arsan adalah seorang karyawan di PT.XYZ ia menerima gaji dan tunjangan sebesar Rp.11.000.000,- setiap bulannya  dari perusahaan dengan statusnya yang belum menikah dan tanpa tanggungan. Serta memiliki NPWP.

Perhitungan PPh 21 berdasarkan UU PPh :

Penghasilan Bruto Setahun Rp.11.000.000 x 12 Bulan Rp.132.000.000,-
Dikurangi :

Biaya Jabatan

 

Rp.132.000.000 x 5%

 

(Rp.6.000.000,-)

Note : Biaya jabatan dalam setahun maks. 6jt

Penghasilan Neto Setahun Rp.126.000.000,-
Penghasilan Tidak Kena Pajak (TK/0) (Rp.54.000.000,-)
Penghasilan Kena Pajak Rp.72.000.000,-
PPh 21 :

Tarif Lapis Pertama

Tarif Lapis Kedua

 

5% x Rp.50.000.000,-

15% x Rp.22.000.000,-

 

Rp. 2.500.000,-

Rp. 3.300.000,-

PPh 21 terutang Setahun Rp.2.500.000 + Rp.3.300.000 Rp. 5.800.000,-
PPh 21 dipotong sebulan Rp.5.800.000 / 12 Rp. 483.333,-

 

Perhitungan PPh 21 UU HPP :

Penghasilan Bruto Setahun Rp.11.000.000 x 12 Bulan Rp.132.000.000,-
Dikurangi :

Biaya Jabatan

 

Rp.132.000.000 x 5%

 

(Rp.6.000.000,-)

Note : Biaya jabatan dalam setahun maks. 6jt

Penghasilan Neto Setahun Rp.126.000.000,-
Penghasilan Tidak Kena Pajak (TK/0) (Rp.54.000.000,-)
Penghasilan Kena Pajak Rp.72.000.000,-
PPh 21 :

Tarif Lapis Pertama

Tarif Lapis Kedua

 

5% x Rp.60.000.000,-

15% x Rp.12.000.000,-

 

Rp. 3.000.000,-

Rp. 1.800.000,-

PPh 21 terutang Setahun Rp.3.000.000 + Rp.1.800.000 Rp. 4.800.000,-
PPh 21 dipotong sebulan Rp.4.800.000 / 12 Rp. 400.000,-

 

Pada dua perhitungan pajak di atas sudah dapat disimpulkan bahwa pajak terutang setahun Pak Arsan itu lebih kecil apabila menggunakan tarif pajak PPh 21 UU HPP daripada dengan tarif pajak UU PPh.

 

Apa Itu EFIN Pajak?

Konsultan pajak batam-sangat banyak masyarakat yang ingin menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN, pelaporan pajak online ataupun layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan di Surabaya, dan di daerah-daerah yang mungkin terkait dengan pajak.Berikut penjelasan tentang”APA ITU EFIN PAJAK?”

Dalam era digital seperti sekarang ini semua dapat dilakukan serba online termasuk pajak.Tetapi untuk melakukan aktifitas pajak online itu memerlukan EFIN. EFIN Pajak tersebut diperlukan untuk membuat akun dalam melakukan aktifitas pajak online. EFIN pajak berbentuk nomor identitas.

Tetapi ternyata masih banyak sekali Wajib Pajak yang belum mengetahui tentang apa itu EFIN pajak dan bagaimana cara membuat EFIN itu. Jika tidak memiliki EFIN maka Wajib Pajak tidak akan bisa melakukan aktifitas pajak online. Oleh karena itu kali ini kami akan membahas pengertian dari EFIN Pajak dan juga jenis EFIN yang nantinya setelah itu juga akan dibahas bagaimana cara membuat EFIN langsung dan juga cara membuat EFIN online

Apa itu EFIN?

EFIN atau Electronic Filing Identification Number merupakan nomor identitas yang diterbitkan oleh DIrektorat Jenderal Pajak (DJP) untuk wajib pajak yang melakukan transaksi elektronik perpajakan, seperti lapor SPT melalui e-Filing dan pembuatan kode billing pembayaran pajak.EFIN itu berbentuk nomor seperti NPWP. Sistem EFIN tersebut akan menjamin wajib pajak dalam melakukan aktivitas pajak dengan keamanan yang sangat baik. Jika dulu lapor dan bayar pajak harus datang langsung ke kantor pajak, setelah era digital seperti sekarang ini semuanya bisa dilakukan dari rumah saja. Namun, setelah semakin canggihnya teknologi, ada kemungkinan data kita akan bocor. Nah, di sinilah salah satu fungsi dari EFIN.

Setelah EFIN yang sudah kamu miliki aktif, kamu bisa menggunakannya​ untuk registrasi di situs aplikasi DJP Online. Untuk kamu yang sudah terdaftar, EFIN ini juga akan diperlukan jika akan melakukan reset password maupun email di situs aplikasi DJP Online. Jadi, simpanlah EFIN milikmu dengan baik.

Jenis – Jenis EFIN

Berdasarkan pada penggunaannya EFIN itu di bagi menjadi 2 jenis, yaitu EFIN yang diperuntukan bagi Wajib Pajak Badan atau perusahaan dan juga EFIN yang diperuntukan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi. Apa yang membedakan antara keduanya? Syarat – syarat yang diperlukan sangat berbeda untuk Wajib Pajak orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan, tetapi cara membuatnya tetaplah sama.

Manfaat EFIN

Ada Beberapa manfaat dari aktivasi EFIN yang harus diketahui antara lain :

  • Melalui EFIN, seorang wajib pajak dapat melakukan akses sistem pajak secara online dan melaporkan SPT Tahunan tanpa perlu antre di KPP.
  • EFIN akan menjamin kerahasiaan data yang sudah kamu masukkan ke dalam sistem pajak online.
  • Jika kamu melaporkan pajak secara online, maka data-data kamu sudah terekam di sistem pajak. Lalu,untuk melakukan laporan pajak tahun berikutnya, maka kamu tidak harus mengulang isian dari awal lagi.

Dengan anda memiliki EFIN pajak pribadi ataupun juga EFIN badan, Taxmates sebagai wajib pajak dapat melakukan lapor pajak secara online, tanpa harus repot–repot datang ke Kantor Pelayanan Pajak maupun KPP terdekat.

 

Cek Dulu! Ini Aturan Lengkap PPS Alias’Tax Amnesty Jilid II’

Konsultan pajak batam-Banyak masyarakat yang mau menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN,pelaporan pajak online atau pun layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta,Bali dan di Surabaya serta di daerah lain yang mungkin terkait dengan pajak.Dibawah ini aka nada penjelasan tentang”CEK DULU! INI ATURAN LENGKAP PPS ALIAS’TAX AMNESTY JILID II’”

Aturan pelaksanaan program pengungkapan sukarela atau PPS telah diterbitkan dan siap berlaku pada tanggal 1 Januari 2022.Pemerintah meyakini bahwa program tersebut dapat memberikan manfaat yang besar bagi wajib pajak sekaligus dapat menambah pendapatan negara.

“PPS adalah kesempatan yang diberikan kepada WP untuk mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum sempat dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran pajak penghasilan [PPh] berdasarkan pengungkapan hartanya,”

Berikut ini penjelasan lengkap mengenai PPS atau yang sering disebut dengan ‘Tax Amnesty Jilid II’:

  1. Ruang Lingkup Kebijakan

Terdapat dua jenis kebijakan dalam PPS yang akan berlaku nanti, yakni Kebijakan I bagi wajib pajak orang pribadi dan badan yang merupakan peserta tax amnesty jilid pertama, lalu Kebijakan II bagi wajib pajak orang pribadi yang belum melaporkan harta perolehan pada tahun 2016—2020 dalam surat pemberitahuan tahunan (SPT) 2020.

Basis pengungkapan Kebijakan I adalah harta per tanggal 31 Desember 2015 yang belum sempat diungkapkan saat peserta mengikuti Tax Amnesty.kemudian,tarifnya adalah 11 persen untuk harta deklarasi Luar Negeri (LN), 8 persen untuk harta Luar Negeri (LN) repatriasi dan harta deklarasi Dalam Negeri (DN), serta 6 persen untuk harta LN repatriasi dan harta deklarasi DN yang diinvestasikan dalam SBN atau hilirisasi SDA atau renewable energy.

Basis pengungkapan Kebijakan II adalah harta perolehan pada tahun 2016—2020 yang belum dilaporkan dalam SPT 2020.kemudian, tarifnya adalah sebesar 18 persen untuk harta deklarasi LN,sebesar 4 persen untuk harta LN repatriasi dan harta deklarasi DN, serta sebesar 12 persen untuk harta LN repatriasi dan harta deklarasi DN yang diinvestasikan dalam SBN atau hilirisasi SDA atau renewable energy.

  1. Tata Cara Pengungkapan
  • Pengungkapan dilakukan dengan memberikan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) yang disampaikan secara elektronik melalui laman https://pajak.go.id/pps.
  • SPPH itu dilengkapi dengan:
  1. SPPH induk;
  2. Bukti pembayaran PPh Final;
  3. Daftar rincian harta bersih;
  4. Daftar utang;
  5. Pernyataan repatriasi atau investasi. Tambahan kelengkapan untuk peserta kebijakan II adalah sebagai berikut:
  6. Pernyataan mencabut permohonan (restitusi atau upaya hukum);
  7. Surat permohonan pencabutan Banding, Gugatan, Peninjauan Kembali.
  • Peserta PPS bisa menyampaikan SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya untuk membetulkan SPPH apabila ada perubahan harta bersih atau pun kesalahan tulis, hitung, atau perubahan tarifnya.
  • Peserta PPS bisa mencabut keikutsertaannya dalam PPS dengan cara mengisi SPPH selanjutnya dengan nilai 0. Peserta PPS yang mencabut SPPH dianggap sudah tidak ikut PPS dan tidak bisa lagi menyampaikanS PPH yang berikutnya.
  • Pembayaran dilakukan dengan menggunakan Kode Akun Pajak (KAP) PPh Final 411128 dan menggunakan Kode Jenis Setoran (KJS) untuk kebijakan I, 427, untuk kebijakan II, 428. Pembayaran tidak bisa dilakukan dengan Pemindahbukuan (Pbk).
  • PPh Final yang wajib dibayarkan yaitu sebesar tarif dikali nilai harta bersih (harta dikurang utang).
  • Untuk kebijakan I, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per tanggal 31 Desember 2015, yaitu sebgai berikut:
  1. Nilai nominal, untuk harta kas atau setara kas.
  2. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk tanah atau bangunan dan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) untuk kendaraan bermotor.
  3. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk., untuk emas dan perak.
  4. PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mempubliskan nilai untuk saham dan waran yang diperjualbelikan di PT BEI.
  5. PT Penilai Harga Efek Indonesia mempubliskan nilai untuk SBN dan efek bersifat utang atau sukuk yang diterbitkan perusahaan.
  6. Jika tidak ada pedoman,bisa menggunakan hasil penilaian Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP).
  • Untuk kebijakan II, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per tanggal 31 Desember 2020, yaitu sebagai berikut:
  1. Nilai nominal, untuk kas atau setara kas.
  2. Harga perolehan, untuk selain kas atau setara kas.
  3. Jika tidak ada diketahui, bisa menggunakan nilai wajar per tanggal 31 Desember 2020 dari harta sejenis atau setara berdasarkan penilaian wajib pajak.
  4. 3. Ketentuan Repatriasi
  • Repatriasi atau pengalihan harta ke Indonesia dilakukan paling lambatnya pada tanggal 30 September 2022 melalui bank.
  • Harta bersih yang dialihkan ke Indonesia tidak bisa dialihkan ke luar wilayah Indonesia (holding period) paling singkatnya selama 5 tahun terhitung sejak Surat Keterangannya diterbitkan. Holding period berlaku untuk aset deklarasi dalam negeri.
  1. Ketentuan Investasi
  • Investasi dilakukan pada hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) atau renewable energy atau investasi Surat berharga Negara (SBN). Investasi pada hilirisasi SDA atau renewable energy bisa dilakukan dalam bentuk pendirian usaha baru atau dalam bentuk penyertaan modal.
  • Investasi dilakukan paling lambatnya 30 September 2023.
  • Investasi dilakukan paling singkatnya (holding period) 5 tahun sejak diinvestasikan.
  • Investasi bisa dipindahkan ke dalam bentuk lain setelah minimal 2 tahun. Perpindahan antarinvestasi tersebut maksimal 2 kali dengan maksimal 1 kali perpindahan dalam 1 tahun kalender. Perpindahan investasi diberikan waktu maksimal jeda 2 tahun. Jeda waktu perpindahan antarinvestasi menangguhkan holding period 5 tahun.
  • Peserta PPS dengan komitmen repatriasi atau investasi wajib menyampaikan laporan realisasi investasinya melalui laman DJP paling lamanya saat berakhirnya batas penyampaian SPT Tahunan.
  1. Ketentuan lainnya
  • Bagi peserta PPS kebijakan I yang sampai PPS berakhir masih ada harta yang belum diungkapkan pada saat mengikuti TA 2016 maka dikenai PPh Final atas harta bersih tambahan dengan tariff sebesar 25 persen (Badan), 30 persen (OP), dan 12,5 persen (WP tertentu) ditambah dengan sanksi sebesar 200 persen (Pasal 18 (3) UU Pengampunan Pajak).
  • Bagi peserta PPS kebijakan II yang sampai PPS berakhir masih ada harta yang belum diungkapkan dalam SPPH maka dikenai PPh Final atas harta bersih tambahan dengan tarif sebesar 30 persen (Pasal 11 (2) UU HPP) ditambah dengan sanksi Pasal 13 (2) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

 

PPH Pasal 4 Ayat 2 (Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2)

Konsultan pajak batam-Begitu banyak masyarakat yang mau menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN,pelaporan pajak online atau layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta,Bali dan di Surabaya serta di daerah yang terkait dengan pajak.Berikut ini akan ada informasi tentang”PPH PASAL 4 AYAT 2 ( PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2 )”

Pengertian PPh Pasal 4 Ayat 2/PPh Final

PPh Pasal 4 Ayat 2/PPh Final merupakan pajak penghasilan atas jenis penghasilan-penghasilan tertentu yang bersifat final dan tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan terutang.

Istilah final ini artinya pemotongan pajaknya hanya sekali dalam sebuah masa pajak dengan pertimbangan kemudahan, kesederhanaan, kepastian, pengenaan pajak yang tepat waktu dan pertimbangan lainnya.

Objek PPh Pasal 4 Ayat 2 (Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2)

Objek PPh Pasal 4 Ayat 2 (Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2) dikenakan pada jenis tertentu dari penghasilan atau pendapatan, dan berupa:

  1. Peredaran bruto (omzet penjualan) sebuah usaha di bawah Rp 4,8 miliar dalam 1 tahun masa pajak;
  2. Bunga dari deposito dan jenis-jenis tabungan, bunga dari obligasi dan obligasi negara, dan bunga dari tabungan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota masing-masing;
  3. Hadiah berupa lotere atau undian;
  4. Transaksi saham dan surat berharga yang lainnya, transaksi derivatif perdagangan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan ibukota mitra perusahaan yang diterima oleh perusahaan modal usaha;
  5. Transaksi atas pengalihan aset dalam bentuk tanah atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan sewa atas tanah atau bangunan; dan
  6. Pendapatan tertentu lainnya, sebagaimana diatur dalam atau sesuai dengan Peraturan Pemerintah.

Ketika PPh Pasal 4 Ayat 2 ini dikenakan atas transaksi antara perusahaan dan seorang individu, di mana perusahaan bertindak sebagai penerima penghasilan tersebut, maka perusahaan wajib menyelesaikan pajak ini saja.

Mekanisme Pembayaran PPh Pasal 4 Ayat 2

Pembayaran Pajak Penghasilan final ini dapat dilakukan dengan dua cara atau mekanisme, yaitu sebagai berikut:

1.Mekanisme Pemotongan : Mekanisme pemotongan itu adalah penyewa harus memotong Pajak Penghasilan sebesar 10% dari uang sewa yang dibayarkannya.Mekanisme dilakukan jika si penyewa adalah pihak-pihak dari yang disebut sebagai pemotong pajak yaitu : badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

2.Mekanisme Pembayaran Sendiri : Mekanisme pembayaran sendiri itu adalah mekanisme di mana pajak final sebesar 10% dari uang sewa dibayarkan sendiri oleh pemilik tanah atau bangunan.Pada mekanisme ini, penyewanya bukan dari pihak-pihak yang disebutkan di atas, maka pemilik dari tanah atau bangunan yang harus menyetorkan sendiri pajak finalnya.

Cara Mudah Hitung & Setor PPh Final 0,5%

Bagi UMKM yang dijalankan wajib pajak badan maupun pribadi dengan peredaran bruto atau omzet penjualan di bawah Rp 4,8 miliar dalam 1 tahun, maka akan dikenakan tarif sebesar 0,5% dari total omzet penjualan per bulan.

UMKM itu hanya perlu membayar pajak final saja setiap bulannya dan memvalidasi NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara) yang diterima saat setor pajak tersebut sebagai bukti pembayaran dan pelaporan PPh Final.

Pada akhir bulan Maret setiap tahunnya, seorang pengusaha baru melaporkan PPh final yang didapatnya tersebut dalam lampiran SPT Tahunan 1770.

Sedangkan wajib pajak badan harus melampirkan pembayaran dan pelaporan pajak finalnya tersebut pada SPT Tahunan Badan yang dilaporkan pada akhir bulan April setiap tahunnya.

Lalu, bagaimanakah cara menghitung dan cara menyetor PPh Pasal 4 ayat 2 atau PPh final untuk UKM yang paling mudah, sekaligus akan mendapatkan lampiran laporan tahunannya secara otomatis?

Gunakan aplikasi PPh final 0,5 % OnlinePajak !

Berikut ini adalah dua langkah mudah cara penggunaannya:

  1. Hitung Pajak Otomatis

Pertama, daftar atau masuk aplikasi PPh Final 0,5% OnlinePajak terlebih dahulu.lalu masukkan data faktur penjualan dan dapatkan hasil perhitungan pajak secara otomatis.

  1. Bayar Pajak Online dengan 1 Klik dan Dapatkan NPTN

Selanjutnya klik “Setor Pajak”, Anda harus memastikan bahwa anda memiliki cukup saldo untuk membayar pajak terutang pada sistem Cash Management OnlinePajak.

Setelah itu, dapatkan NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara) sebagai bukti pembayaran Anda.

 

Perbedaan SPT Masa (bulanan) Dan SPT Tahunan

Konsultan pajak batam-Sangat banyak sekali masyarakat yang mau menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN,pelaporan pajak online atau juga layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta,Bali dan di Surabaya serta di daerah yang terkait dengan pajak.Dibawah ini adalah penjelasan tentang”PERBEDAAN SPT MASA (BULANAN) DAN SPT TAHUNAN”

Seperti yang sudah dibahas oleh HiPajak di artikel SPT yang sebelumnya, SPT merupakan Surat Pemberitahuan yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan penghitungan atau pembayaran pajak, objek pajak atau bukan objek pajak,atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Semua  informasi yang dituliskan di dalam SPT harus benar, lengkap, dan jelas.

 jenis-jenis SPT?                                                                                                                                                 

Ada dua jenis SPT yaitu SPT Masa dan SPT Tahunan. SPT Masa itu digunakan untuk melaporkan pajak dalam waktu tertentu (bulanan). Masa pajak itu sendiri diatur pada UU no 28 tahun 2007 terkait dengan ketentuan umum dan juga  tata cara pelaporannya

SPT Tahunan wajib dilaporkan setiap tahunnya, atau juga pada akhir tahun pajak. SPT Tahunan dibagi menjadi dua jenis yaitu: SPT Tahunan Perorangan, dan SPT Tahunan Badan. Lantas, apa aja sih perbedaan antara  SPT Masa dan juga SPT Tahunan?

Perbedaan antara SPT bulanan dan SPT tahunan:

  1. Batas Pelaporan

Perbedaan SPT bulanan dan SPT tahunan itu sangat terlihat jelas dari batas pelaporannya. SPT bulanan dilaporkan setiap sebulan sekali sementara SPT tahunan satu kali dalam setahun. Untuk pelaporan SPT tahunan khusus wajib pajak pribadi dilakukan maksimal pada tanggal 31 Maret. Sementara wajib pajak badan maksimal  pada tanggal 30 April untuk pelaporan periode tahun yang sebelumnya.

SPT bulanan maksimal lapornya adalah pada tanggal 20 setiap bulan. Jika pada tanggal 20 itu tanggal merah maka bisa melakukan pelaporan pada tanggal selanjutnya atau kamu bisa cek sosial media HiPajak karena HiPajak selalu memberikan kalender pelaporan pajak setiap bulan di awal bulan.

  1. Denda Terlambat Lapor

Denda SPT bulanan dan SPT tahunan berbeda nominalnya.Untuk SPT tahunan bila telat lapor untuk wajib pajak perorangan akan dikenakan denda sebesar Rp. 100.000. Bagi wajib pajak badan akan dikenakan denda  SPT sebesar Rp. 1.000.000.

Bagi wajib pajak yang telat lapor SPT masa akan mendapatkan sanksi administrasi yaitu sebesar Rp. 500.000 untuk SPT masa PPN. Sementara pada  SPT masa lainnya seperti PPh 21 yaitu sebesar Rp. 100.000. Ada juga denda telat bayar yang akan dikenakan mencapai 2 % per bulan dari pajak yang belum dibayarkan tersebut.

  1. Jenis

Berdasarkan pada jenisnya SPT tahunan terdiri dari SPT tahunan wajib pajak pribadi dan wajib pajak badan. Sementara itu jenis pajak yang harus dilaporkan setiap bulannya melalui SPT Masa terdiri dari:

a). Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.

b). PPh Pasal 22.

c). PPh Pasal 23.

d). PPh Pasal 25.

e). PPh Pasal 26.

f). PPh Pasal 4 ayat 2.

g). PPh Pasal 15.

h). Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Atas Penjualan Barang Mewah (PPnBM).

i). Pemungut PPN.

  1. Formulir yang digunakan

SPT Tahunan Perorangan dibagi menjadi tiga jenis formulir yang terdiri dari formulir SPT Tahunan 1770, SPT 1770 S, dan SPT 1770 SS.Formulir 1770 digunakan oleh Wajib Pajak berstatus pegawai yang memiliki sumber penghasilan lain, sedangkan pegawai yang berpenghasilan kurang dari  Rp60.000.000 per tahun dapat menggunakan formulir 1770 SS. Mereka yang berstatus pegawai yang berpenghasilan lebih dari Rp60.000.000 harus melaporkan SPT Tahunan-nya dengan formulir 1770 S.

Untuk SPT bulanan itu formatnya berbeda-beda tergantung pada objek dan tarif pajaknya. SPT masa PPh harus didukung dengan lampiran bukti potong.

  1. Tujuan Pelaporan

SPT bulanan tujuannya untuk melaporkan pajak yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain.Sedangkan SPT tahunan tujuannya  untuk melaporkan penghasilan yang diterima sendiri, aset dan hutang pada akhir periode. Saat pengisian SPT tahunan ada beberapa biaya yang tidak bisa dibebankan sesuai dengan kebijakan fiskal.

 

Data PPS 12 Januari 2022:Nilai Investasi Melonjak 57,4%

Konsultan pajak batam-Banyak sekali masyarakat yang mau menggunakan jasa layanan ini terutama untuk menyelesaikan pengajuan PPN,pelaporan pajak online dan layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta,Bali dan di Surabaya serta di berbagai daerah yang terkait dengan pajak.Berikut ini akan ada penjelasan tentang”DATA PPS 12 JANUARI 2022:NILAI INVESTASI MELONJAK 57,4%”

Total sebanyak 3.320 wajib pajak sudah mengikuti program pengungkapan sukarela (PPS) hingga Rabu,tanggal 12 Januari 2022. Tercatat ada kenaikan yang lumayan tinggi yang terjadi pada beberapa aspek PPS, dibandingkan pada hari yang sebelumnya. Salah satunya sangat terlihat pada angka investasinya yang naik hingga mencapai 50%.

Berdasarkan pada statistik PPS dalam Angka yang sudah dipublikasikan Ditjen Pajak (DJP) melalui laman pajak go.id/pps , berikut ini adalah perincian data per 12 Januari 2022:

Wajib Pajak
3.320 wajib pajak, naik sampai sebesar 16,5% dari posisi hari sebelumnya yaitu 2.850 wajib pajak.

Surat Keterangan
3.544 surat keterangan, naik sampai sebesar16,7% dari posisi hari sebelumnya yaitu 3.037 surat keterangan.

Jumlah PPh
Rp206,33 miliar, naik sampai sebesar 23,5% dari posisi hari sebelumnya yaitu Rp167,01 miliar.

Nilai Harta Bersih
Rp1.758,54 triliun, naik sampai sebesar 26,4% dari posisi hari sebelumnya yaitu Rp1.391,68 miliar.

Deklarasi Dalam Negeri
Rp1.501,45 miliar, naik sampai sebesar 26,2% dari posisi hari sebelumnya Rp1.189,78 miliar.

Deklarasi Luar Negeri
Rp142,64 miliar, naik sampai sebesar 10,2% dari posisi hari sebelumnya yaitu Rp129,48 miliar.

Investasi SBN
Rp115,9 miliar, naik sampai sebesar 57,4% dari posisi hari sebelumnya yaitu Rp73,65 miliar.