Mengenal Jasa Freight Forwarding Atas Aspek Perpajakan

PT Jovindo Solusi Batam merupakan perusahaan yang professional dan telah terpercaya di Batam. Yang menyediakan jasa berupa jasa konsultan, jasa manajemen dan jasa pembukuan. Dengan ini kami siap menangani permasalahan perpajak Anda. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas informasi terkait tentang Mengenal Jasa Freight Forwarding Atas Aspek Perpajakan. Berikut ini penjelasannya.

Pengertian Jasa Freight Forwading

Jasa freight forwading merupakan suatu kegiatan usaha atau bisnis yang bergerak didalam jasa pengurusan transportasi yang dalam penerimaan dan pengiriman barang. Lebih lanjutnya, didalam pada Pasal 1 angka 15 didalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 49 Tahun 2017 yang terkait dalam Penyelenggaraan dan Pengusahaan Jasa Pengurusan Transportasi, menyebutkan freight forwading merupakan suatu kegiatan yang ditujukan untuk semua kegiatan yang diperlukan untuk  terlaksananya pengiriman dan penerimaan suatu barang yang akan melalui angkatan darat ataupun udara.

Perusahaan yang menyediakan jasa Freight Forwarding disebut forwarder. Tak hanya berfokus kepada kegiatan pengiriman dan penerimaan barang saja, namun perusahaan jasa freight forwading juga mencakup 21 jenis kegiatan yang berada di bidang logistik.

Kegiatan yang dijalankan oleh perusahaan jasa ini yakni berupa penyimpanan, penerimaan, sorting, pengepakan, penandaan, penimbangan, pengukuran, pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen angkutan, pemesanan ruangan pengangkut, pendistribusian, pengelolaan, dan klaim.

Jenis Bisnis Freight Forwarder

Di Indonesia perusahaan yang telah menyediakan jasa ini akan dibedakan menjadi 3 kategori jenis forwader, Berikut ini penjelasannya:

  • Forwader Lokal 

Jenis forwarder ini merupakan forwarder yang hanya melakukan kegiatan pengiriman serta penerimaan barang dengan memiliki cakupan wilayah lokal saja. Walaupun begitu forwarder lokal masih tetap memiliki akses dalam melakukan pengelolaan EMKA, EMKL, dan EMKU.

  • Forwader Domestik 

Forwarder domestik sebenarnya memiliki cakupan wilayah yang hampir mirip dengan forwarder Internasional, karena bisa melakukan suatu pengiriman antar negara. Namun, jenis forwarder yang ini tidak semuanya sudah memiliki izin untuk mengeluarkan FIATA B/L.

  • Forwader Internasional 

Jenis forwarder ini dikategorikan didalam bisnis logistik kelas A. Oleh karena itu, jenis forwarder Internasional dapat memberikan suatu pelayanan yang lengkap akan berbagai kebutuhan dari customernya.

Adapun Peran dan Manfaat Freigt Forwading Bagi Bisnis Perusahaan 

  • Melakukan Pengiriman Barang Dengan Kuantitas Banyak 

Jasa Freight Forwarding dapat membantu bisnis atau usaha dalam melakukan pengiriman barang dengan kuantitas yang besar ataupun banyak. Dengan demikian ini, bisnis atau usaha tersebut tidak akan perlu membuang banyak waktu, tenaga, serta biaya.

  • Pengiriman Barang Lebih Efisien dan Praktis 

Dengan adanya jasa yang diberikan forwarder pada bisnis yang akan mengakibatkan proses pengiriman barang atau produk bisnisnya akan menjadi lebih praktis dan juga efisien. Dengan ini, perusahaan yang telah menggunakan jasa forwarding tidak perlu bingung lagi dalam mengurus prosedur pada pengiriman barang agar sampai ke tangan customer. Dikarenakan, dengan segala hal yang berhubungan dengan pengiriman telah ditangani pihak forwarder. 

  • Jangka Waktu Pengiriman Barang Lebih Cepat 

Manfaat dengan adanya jasa forwarding memberikan jangka waktu pengiriman yang jauh lebih cepat. Dengan demikian ini, jika suatu bisnis ataupun usaha ingin mengirimkan produk ke titik lokasi dengan jarak yang jauh, menggunakan jasa freight forwading merupakan suatu pilihan yang tepat. Dengan menggunakan jasa ini, maka waktu pengiriman dapat dipangkas secara signifikan daripada dengan melakukan kegiatan pengiriman secara mandiri.

Bagaimana Aspek Perpajakan Terhadap Jasa Freight Forwading? 

Berdasarkan Peraturan didalam Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015 menyebutkan jasa Freight Forwarding merupakan suatu usaha yang terdiri dari 4 bagian sebagai berikut:

  • Pengusaha Pengurusan  dari Jasa Kepabeanan atau PPJK merupakan bagian yang melakukan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean atas kuasa pihak importir ataupun eksportir
  • Jasa Pengurusan dari Transportasi Murni atau JPT merupakan suatu jasa yang berkaitan dengan pengiriman barang yang menuju ke berbagai tujuan. Baik atas tujuan didalam maupun diluar negeri dimulai dari tempat pengiriman hingga ke pelabuhan ataupun bandara yang tergantung pada sifat barang dan tujuan dari pengiriman
  • Trucking, yaitu suatu jasa pengurusan suatu transportasi yang melalui jalur darat dengan menggunakan truk sebagai medianya
  • Pergudangan, yakni jasa pengurusan suatu transportasi untuk memberikan pelayananan kepada customer didalam masalah penyimpanan suatu barang dimulai dari muatan kapal sebelum didistribusikan kepada pihak penerima.

Atas dasar ketentuan dan peraturan yang telah berlaku tersebut, maka jasa Freight Forwarding akan dikenakan 2 aspek pajak yang berbeda. Pajak tersebut terdiri dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan Pasal 23. Berikut ini penjelasannya:

  • PPN atau Pajak Pertambahan Nilai

Tarif efektif PPN yang dikenakan jasa forwarding adalah sebesar 1% dimana PPN tersebut telah diberlakukan dengan memakai nilai yang lain. Maksudnya adalah forwarder diwajibkan untuk membayar PPN 1% dari total tagihannya kepada klien (shipper atau consignee). PPN yang dikenakan kepada forwarder secara lengkap telah dijelaskan didalam Permenkeu atau Peraturan Menteri Keuangan No. 121/PMK.03/2015.

Berdasarkan peraturan tersebut, menjelaskan bahwa untuk melakukan penyerahan jasa pengurusan transportasi yang ada didalam tagihan jasa tersebut terdapat biaya transportasi. Adapun biaya yang dikenakan adalah 10% dari jumlah yang ditagih, sehingga jumlah 10% itu dianggap dapat dianggap sebagai biaya jasa tersebut, dan 90% nilai sisanya akan dianggap sebagai biaya untuk ditagihkan kepada pengguna dari jasa tersebut.

  • Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23

Jenis usaha jasa freight forwading dikenakan jenis pajak penghasilan ataupun PPh Pasal 23 yang telah sesuai dengan aturan yang diberlakukan yakni PMK No. 141/PMK.03/2015. Dengan ini, perusahaan forwarder dikenakan besaran PPh 23 atas penhasilan yang berupa jasa sebesar 2% berdasarkan UU Pajak Penghasilan.

Mengenal Fungsi Dan Peran NPWP Bagi Wajib Pajak

PT Jovindo Solusi Batam merupakan perusahaan yang professional dan telah terpercaya. Yang menyediakan jasa konsultan, jasa manajemen dan jasa pembukuan. Dengan ini kami siap dalam menangani permasalahan pajak Anda. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas informasi terkait tentang Mengenal NPWP Bagi Wajib Pajak. Berikut ini penjelasannya.

Pajak merupakan suatu pungutan wajib yang harus dibayarkan oleh rakyat untuk negara. Dimana hasil dari perolehan pajak tersebut yang nantinya akan digunakan untuk berbagai kepentingan pemerintah dan masyarakat umum. Pajak memiliki sebuah peran yang sangat penting yaitu sebagai sumber pendanaan terbesar yang pemerintah miliki dalam melakukan pembangunan nasional. Sebagai warga negara yang baik, membayar pajak yang sesuai dengan ketentuan adalah kewajiban yang harus dilakukan. Salah satu dari bentuk ketaatan dalam membayarkan pajak yaitu dengan memiliki sebuah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

NPWP merupakan sebuah identitas yang dimiliki oleh seorang wajib pajak (WP). NPWP diberikan kepada seorang WP sebagai bentuk sarana yang penting dalam melakukan administrasi perpajakan. NPWP juga digunakan sebagai suatu tanda pengenal diri atau identitas diri dari seorang WP dalam melakukan hak dan kewajibannya.

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan telah melakukan himbauan kepada seluruh masyarakat untuk mendaftarkan dirinya menjadi seorang Wajib Pajak (WP). Serta mendapatkan sebuah manfaat dari upaya tersebut. Himbauan tersebut juga ditujukan bagi setiap masyarakat yang sudah memenuhi persyaratan baik itu berupa subjektif dan objektif sebagaimana telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Perlu diketahui, NPWP untuk perorangan tidak boleh digunakan untuk perusahaan, begitu pula dengan sebaliknya. Jadi, bagi seseorang yang memiliki sebuah perusahaan, maka diwajibkan memiliki NPWP perorangan dan NPWP badan.

Fungsi dan peran dari NPWP tidak kalah pentingnya dengan Kartu Tanda Penduduk ataupun KTP. Dimana keduanya memiliki sebuah fungsi penting yaitu sebagai tanda identitas. Kurangnya sebuah pemahaman dan pengetahuan mengenai manfaat dan fungsi dari NPWP, membuat Sebagian besar orang belum memiliki kesadaran akan pentingnya NPWP. Berikut ini beberapa alasan penting kenapa kita harus memiliki NPWP:

  1. Syarat Administrasi Bank

NPWP memiliki sebuah fungsi yang sangat penting dalam mengurus proses administrasi perbankan. Hal ini dikarenakan, NPWP menjadi salah satu dari syarat utama dokumen pendukung yang harus dilengkapi ketika ingin mengajukan kredit ke bank. Selain itu, NPWP juga dibutuhkan untuk membuat sebuah rekening koran, hingga membuka tabungan. Dengan memiliki kepemilikan NPWP, pihak bank juga dapat memberikan kredit pinjaman dalam jumlah yang besar.

  1. Syarat Pembuatan Paspor

NPWP juga menjadi salah satu dari syarat untuk melakukan proses pembuatan paspor. Mungkin masih banyak orang diluar sana yang belum mengetahui hal ini. Didalam proses pembuatan paspor anda diharuskan memiliki NPWP sebagai salah satu dari syarat utama dalam pembuatan paspor.

  1. Syarat berupa Pengajuan dan Pembuatan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan)

SIUP merupakan sebuah surat izin bagi badan usaha tertentu. Yang mana surat izin ini diterbitkan pemerintah daerah agar anda dapat menjalankan suatu usaha. SIUP tidak hanya dimiliki badan usaha besar seperti sebuah perusahaan saja, tapi juga dapat dimiliki badan usaha yang berskala kecil, seperti UKM dan UMKM. Tanpa SIUP, maka badan usaha yang dimiliki tentu tidak diperbolehkan untuk berjalan atau bisa dianggap sebagai usaha yang ilegal. Salah satu syarat dalam melakukan pengurusan SIUP yaitu sudah memiliki NPWP baik berupa NPWP pribadi maupun NPWP badan.

  1. Mempermudah Urusan Perpajakan

Dengan memiliki sebuah NPWP, maka anda dapat mengurusi berbagai urusan dalam perpajakan dengan lebih muda. Ini dikarenakan NPWP menjadi salah satu dari syarat utama yang harus dimiliki oleh wajib pajak Ketika sedang mengurusi berbagai keperluan perpajakan. Selain itu, NPWP ini juga penting saat anda perlu mengurus proses restitusi dalam pajak maupun untuk mengetahui jumlah dari pajak yang harus dibayarkan.

Mengenal PPh Pasal 23

PT Jovindo Solusi Batam merupakan suatu perusahaan yang professional dan telah terpercaya di batam. Kami menyediakan jasa konsultan, jasa manajemen dan jasa pembukuan. Dengan ini kami siap menangani permasalahan pajak Anda. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas informasi terkait tentang Mengenal PPh Pasal 23. Berikut ini pembahasannya.

PPh 23 merupakan sebuah Pajak Penghasilan yang dikenakan atas penghasilan seperti  bunga, royalti, sewa, jasa dan hadiah selain yang sudah dipotong oleh PPh 21. Penghasilan jenis ini terjadi dikarenakan adanya transaksi antara pihak yang memberikan penghasilan dengan pihak yang menerima penghasilan.

Pihak yang memberikan suatu penghasilan akan memotong dan akan melaporkan PPh 23 ke kantor pajak. Subjek sebuah pajak PPh 23 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan BUT (Bentuk Usaha Tetap). BUT merupakan sebuah bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia tapi tidak lebih dari 183 hari dan dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang melakukan kegiatan di Indonesia untuk menjalankan usaha.

Pemotong pajak PPh 23, yakni badan pemerintahan, subjek pajak dalam negeri, BUT penyelenggara kegiatan, perwakilan usaha luar negeri dan OP (Orang Pribadi) yang ditunjuk oleh DJP (Direktorat Jenderal Pajak).

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 merupakan sebuah pajak yang dipotong atas penghasilan yang diambil dari modal, penyerahan jasa, hadiah, atau penghargaan, selain yang telah dipotong oleh PPh Pasal 21.

Umumnya, PPh Pasal 23 terjadi ketika adanya transaksi antara 2 pihak. Kedua belah pihak tersebut adalah pihak yang menerima sebuah penghasilan atau penjual dan pemberi jasa yang dikenakan PPh Pasal 23, dan pihak pemberi penghasilan atau pembeli dan penerima jasa yang akan melakukan pemotongan atau melaporkan PPh Pasal 23.

Tarif PPh 23

Untuk mengetahui sebuah tarif, PPh 23 dibedakan menjadi 2, yaitu tarif 15% dan tarif 2% dan dikenakan atas nilai DPP (Dasar Pengenaan Pajak) atau jumlah bruto. Jumlah bruto merupakan seluruh jumlah penghasilan yang disediakan untuk dibayarkan ataupun telah jatuh tempo dengan pemotong pajak seperti badan pemerintahan, penyelenggara kegiatan, subjek pajak dalam negeri, BUT, perwakilan usaha luar negeri dan OP yang ditunjuk oleh DJP.

Jumlah bruto tidak berlaku atas penghasilan yang didapat dari jasa sehubungan seperti katering, jasa yang bersifat final seperti pada jasa reimbursement, penyedia jasa pada pihak ketiga dan hasil dari penggadaian suatu barang atau material.

Pajak PPh 23 dengan tarif 15% dikenakan untuk penghasilan berupa bunga, dividen, royalti dan hadiah. Sedangkan untuk, pajak PPh 23 dengan tarif 2% dikenakan untuk penghasilan berupa jasa dan sewa. Untuk Jasa pada PPh 23 meliputi jasa seperti jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lainnya yang telah dijelaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan pada No. 141/PMK.03/2015 yang berlaku pada tanggal 24 Agustus 2015. Untuk WP (Wajib Pajak) yang tidak memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) akan dipotong 100% lebih besar dari pada tarif pajak PPh 23.

Pengecualian PPh 23

Meskipun PPh 23 merupakan suatu Pajak Penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa bunga, royalti, sewa, jasa dan hadiah selain yang sudah dipotong oleh PPh 21, namun masih  ada beberapa hal yang dikecualikan dalam PPh 23, di antaranya sebagai berikut :

  1. Penghasilan yang memiliki ikatan hutang dari bank
  2. Sewa terutang yang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi
  3. Dividen yang didapat oleh PT (Perseroan Terbatas) yang bertempat tinggal di Indonesia yang berasal dari cadangan laba yang telah ditahan sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi dan BUMN/BUMD.
  4. SHU koperasi yang telah dibayarkan koperasi kepada anggotanya
  5. Penghasilan yang terutang kepada badan usaha atas suatu jasa keuangan yang berfungsi sebagai suatu penyalur pinjaman atau pembiayaan.

Pembayaran PPh 23

PPh 23 dibayar oleh pihak pemotong melalui Bank Persepsi yang sudah ditunjuk oleh Kementerian Keuangan dengan jatuh tempo pembayaran PPh 23 yang diberlakukan pada tanggal 10 bulan selanjutnya. Seperti pada pihak pemotong memotong PPh 23 atas penghasilan bunga yang memiliki tarif 15% pada tanggal 25 September, maka pihak pemotong harus melakukan pembayaran PPh 23 pada tanggal 10 Oktober. Sebelum melakukan suatu pembayaran pihak pemotong harus membuat sebuah ID Billing terlebih dahulu.

Perhitungan PPh Pasal 23

  • Perhitungan dengan Tarif Pemotongan sebesar 2%

Pada tarif 2%, maka wajib pajak harus melakukan pelunasan PPh sebesar 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang terkait penggunaan harta.

  • Perhitungan dengan Tarif Pemotongan sebesar 15%

Pada tarif 15%, maka akan dibayarkan oleh wajib pajak dari segi jumlah bruto atas bunga, dividen, royalti, hadiah, bonus, penghargaan, dan sejenisnya, selain yang belum dipotong PPh 21.

Mengenal Unifikasi SPT Masa PPh

PT Jovindo Solusi Batam merupakan perusahaan yang professional dan terpercaya yang berada di batam. Kami menyediakan sebuah jasa perpajakan seperti jasa konsultan pajak, jasa manajemen dan jasa pembukuan. Dengan ini kami siap menangani berbagai permasalahan yang Anda punya. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas informasi terkait tentang Mengenal Unifikasi SPT Masa PPh. Berikut ini pembahasannya.

Sekilas tentang Unifikasi SPT Masa

Unifikasi SPT Masa merupakan suatu proses penyederhanaan laporan pajak (SPT) yang selama ini telah dilaporkan setiap bulannya (masa) oleh wajib pajak badan ataupun orang pribadi. Untuk PPh, proses unifikasi ini merujuk kepada SPT Masa PPh terkait dengan kewajiban pemotongan/pemungutan seperti untuk PPh pada Pasal 15, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23/26, dan PPh Pasal 4 ayat (2).

Keempat pajak tersebut, SPT Masa PPh-nya akan dijadikan satu format pelaporan. Sedangkan, untuk PPh Pasal 21 tetap diterpisah. Sementara itu, untuk SPT Masa PPh Pasal 25 sudah tidak diwajibkan untuk disampaikan selama terdapat validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) pada Surat Setoran Pajak (SSP).

Dasar Hukum

Dalam hal SPT Masa unifikasi ini, dasar hukum yang digunakan merupakan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-23/PJ/2020 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi serta Tata Cara Pengisian, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi.

Peraturan ini merupakan pembaharuan dari peraturan sebelumnya, yakni Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-20/PJ/2019 yang sudah berlaku sejak 28 Desember 2020. Tujuan dari perubahan ini adalah untuk memudahkan para wajib pajak serta memberikan sebuah kepastian hukum.

Secara spesifik Pasal 2 PER-23/PJ/2020 dikatakan bahwa pihak yang melakukan pemotongan atau pemungutan PPh, diwajibkan membuat bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi untuk diserahkan kepada pihak yang dipotong/dipungut. Kemudian melaporkannya kepada Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan SPT Masa PPh Unifikasi.

Bukti potong/pungut unifikasi dan unifikasi SPT Masa PPh bisa berbentuk kertas maupun dokumen elektronik yang sudah disampaikan melewati aplikasi Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh Unifikasi Elektronik yang tersedia pada laman Dirjen Pajak.

Masing-masing dalam bentuk dokumen, baik fisik maupun elektronik memiliki kriteria masing-masing berdasarkan Pasal 3 peraturan tersebut.

Untuk formulir kertas yang digunakan oleh pemotong/pemungut PPh yang sudah memenuhi kriteria seperti berikut ini:

  • Dengan Tidak membuat lebih dari 20 Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dalam 1 Masa Pajak, dan
  • Membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dengan didasarkan pengenaan PPh yang tidak lebih dari Rp100.000.000 untuk tiap Bukti Pot/Put Unifikasi dalam 1 Masa Pajak.

 

Sedangkan untuk bukti pot/put unifikasi dan unifikasi SPT Masa PPh berbentuk dokumen elektronik digunakan bila pot/put PPh sudah memenuhi kriteria yang dibawah ini:

  • Dengan membuat lebih dari 20 bukti pot/put unifikasi dalam 1 masa pajak.
  • Ada bukti pot/put unifikasi yang memiliki nilai dasar pengenaan PPh lebih dari Rp100.000.000 dalam 1 masa pajak.
  • Membuat sebuah bukti pot/put unifikasi untuk objek pajak PPh Pasal 4 ayat (2) atas bunga deposito/tabungan, diskont SBI, giro, dan transaksi penjualan saham.
  • Dengan sudah menyampaikan SPT Masa Elektronik, atau
  • Sudah terdaftar di KPP yang terdapat di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, KPP yang di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, ataupun KPP Madya.

Berikut ini jenis PPh yang sudah diliputi oleh unifikasi SPT Masa PPh yaitu:

  1. PPh pada Pasal 4 ayat (2),
  2. PPh pada Pasal 15,
  3. PPh pada Pasal 22,
  4. PPh pada Pasal 23, dan
  5. PPh pada Pasal 26.

Mengenal Pajak Usaha Perorangan

PT Jovindo Solusi Batam merupakan perusahaan yang professional dan terpercaya di batam. Kami juga menyediakan jasa konsultan pajak, jasa manajemen dan jasa pembukuan. Dengan ini kami siap menangani berbagai permasalahan yang Anda punya dalam perpajakan. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas informasi terkait tentang Mengenal Pajak Usaha Perorangan. Berikut ini pembahasannya.

Berbeda dengan PT biasa, perusahaan perseorangan bisa didirikan oleh satu orang saja dan tidak perlu memiliki akta notaris.

Adapun perbedaan lainnya terletak pada modal dan omzetnya. PT perseorangan merupakan sebuah badan hukum yang dikhususkan untuk UMKM, sehingga memiliki modal maksimal PT perseorangan sebesar Rp5.000.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan, serta omset maksimal Rp15.000.000.000 per tahun.

Dengan memiliki sertifikasi sebagai PT Perorangan, pemilik UMKM bisa mengembangkan usahanya lebih luas karena meiliki berpeluang lebih diakui oleh calon mitra, dengan begitu UMKM juga dikenai kewajiban seperti membayar pajak.

Pengertian Pajak Usaha Perorangan 

Pajak perseorangan merupakan sebuah pajak yang harus dibayarkan oleh pemilik PT perseorangan kepada pemerintah.

Namun karena PT perseorangan berbeda dengan PT biasa, maka pemerintah memberikan sebuah ketentuan khusus terkait pajak yang harus dibayarkan oleh pemilik badan usaha. Berikut penjelasan tentang pajak PT perseorangan:

  1. Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak yang pertama adalah pajak penghasilan atau PPh. Adapun PPh untuk UMKM berbeda dengan PPh untuk individu maupun PT. Berikut ini penjelasanya:

PP No.23 tahun 2018

Pemilik badan hukum PT perseorangan bisa memilih salah satu di antara dua skema pajak PPh, yaitu PPh yang sesuai PP No.23 tahun 2018 atau Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Jika menggunakan PP No.23 tahun 2018, maka besaran pajak yang harus dibayarkan adalah sebesar 0,5% dari peredaran bruto (omset).

Namun, tidak semua perusahaan mendapatkan keringanan pajak ini. Pajak PPh sesuai PP No.23 tahun 2018, hanya dapat digunakan untuk Wajib Pajak badan usaha yang memiliki omset atau peredaran bruto kurang dari Rp4.800.000.000 per tahun.

Selain itu, penggunaan keringanan pajak ini terbatas sampai 3 tahun setelah pendaftaran. Hal ini sesuai Pasal 5 PP Nomor 23 tahun 2018. Setelah masa 3 tahun berakhir, maka pengusaha diwajibkan menggunakan Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pasal 17 UU PPh

Adapun menurut Pasal 17 ayat (1) pada bagian b UU No. 7 Tahun 2021 tentang pajak PPh berisi besaran PPh yang wajib dibayarkan oleh wajib pajak badan dalam negeri adalah sebesar 22% dari penghasilan kena pajak.

Meskipun keliatan banyak, namun perlu diingat pada dasarnya penghitungan keringanan pajak sebesar 0,5% di atas adalah peredaran bruto atau omset, sementara pajak PPh yang sesuai Pasal 17 ini dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak atau keuntungan setelah dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), sehingga nominalnya jadi tidak terlalu besar.

Selain itu, menurut UU Pajak Penghasilan Pasal 31E, apabila setelah 3 tahun omset UMKM masih belum mencapai Rp4,800,000,000 per tahun, maka perusahaan mendapatkan pengurangan sebesar 50% dari tarif.

  1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Tidak hanya akan dikenai PPh menurut Pasal 17, perusahaan perseorangan yang memiliki omset di atas Rp4.800.000.000 per tahun juga harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Denga ini selain harus membayar pajak penghasilan, perusahaan juga harus membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%.

Umumnya, PPN untuk pajak perseorangan adalah sebesar 10% ini akan dibebankan kepada pelanggan, sementara perusahaan hanya menyerahkan faktur pajak saja. Akan tetapi, jika perusahaan terlambat mengajukan diri menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka perusahaan akan menanggung langsung besaran PPN selama periode keterlambatan.

Contohnya, Anda mendaftar sebagai PT Perseorangan pada tanggal 1 Januari 2023 namun omset Anda masih di bawah 4 miliar rupiah dan tahun akuntansi Anda selesai pada tanggal 31 Desember. Anda lupa melaporkan pajak pada tanggal 1 Januari, sehingga baru lapor pada tanggal 1 Februari. Padahal pada Januari 2024, perusahaan Anda mendapatkan omset sebesar 5 miliar. Maka, Anda diharuskan membayar PPN secara penuh untuk bulan Januari tersebut.

Perhitungan Pajak Usaha Perorangan

  1. PP No.23 tahun 2018

Untuk menghitung PPh terutang dengan menggunakan pasal ini, caranya mudah. Anda tinggal mengkalikan 0,5% dengan pendapatan tahunan perusahaan Anda. Contohnya, omset perusahaan Anda pada tahun ini sebesar Rp3.000.000.000 maka pajak penghasilan yang harus Anda bayarkan adalah sebesar:

PPh final = 0,5% x 3.000.000.000 = Rp15.000.000.

  1. Pasal 17 UU PPh

Untuk menghitung PPh terutang dengan menggunakan pasal ini, Anda harus mengetahui dulu jumlah penghasilan kena pajak (PKP). PKP yang dimaksud  adalah pendapatan Perusahaan yang dikurangi beban-beban usaha menurut UU dapat mengurangi nominal pajak (deductible expense).

Jika omset perusahaan Anda berkisar 4,8 miliar hingga 50 miliar rupiah, maka Anda berhak mendapat potongan 50% sebagaimana telah dijabarkan di atas. Namun, jika omset perusahaan Anda melebihi dari 50 miliar, maka Anda tidak berhak mendapat potongan tersebut. Rumus menghitung PPh terutang menurut pasal ini adalah:

  • Omset yang kurang ataupun sama dengan Rp4,8 miliar= 50% x 22% x PKP.
  • Omset yang lebih dari Rp4,8 miliar sampai Rp50 miliar = [(50% x 22%) x PKP yang kena pengurangan] + [22% x PKP yang tidak terkena pengurangan].
  • Omset yang di atas Rp50 miliar = 22% x PKP.

Mengenal Kode Faktur Pajak

PT Jovindo Solusi Batam merupakan perusahaan yang professional dan terpercaya di batam. Kami menyediakan jasa konsultan pajak, jasa manajemen dan jasa pembukuan. Dengan ini kami siap dalam menangani berbagai permasalahan yang Anda punya dalam bidang perpajakan. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas informasi terkait tentang Mengenal Kode Faktur Pajak. Berikut ini pembahasannya.

Apa itu Kode Faktur Pajak?

Kode Faktur Pajak merupakan sebuah Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) yang dibuat dari serangkaian kode yang telah diterbitkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai sebuah validasi Faktur Pajak yang dibuat PKP.

Kode transaksi menjadi salah satu keterangan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang harus dicantumkan dalam Faktur Pajak.

Adapun kode transaksi ini terdapat pada serangkaian NSFP yang terdiri dari 16 digit, yakni:

  • Dua digit pertama merupakan sebuah kode transaksi yang dilakukan
  • Kemudian satu digit ketiga selanjutnya menunjukkan sebuah kode status
  • Tiga belas digit di belakangnya adalah sebuah nomor seri Faktur Pajak yang ditentukan DJP

Kemudian jenis dari kode transaksi itu sendiri terdiri dari sembilan jenis dimulai dari angka 01 hingga 09.

Penggunaan dari jenis kode transaksi tersebut berbeda-beda tergantung pada jenis transaksi yang dilakukan PKP.

Contoh Kode Nomor Seri Faktur Pajak

000.000-00.00000000
00 (dua digit pertama) Kode Transaksi
0 (digit ketiga) Kode Status
000-00.00000000 (sisanya) Nomor Seri Faktur Pajak

 

Adapun untuk cara membaca susunan NSFP atau format Nomor Seri Faktur Pajak tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Contoh Kode dan NSFP Faktur Pajak Normal Dalam Penulisan
  • 000-24.00000001= artinya sebagai penyerahan kepada selain pemungut PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan merupakan sebuah Faktur Pajak Normal, yang diterbitkan pada tahun 2024 dengan nomor urut 1.
  1. Contoh Kode dan NSFP Faktur Pajak Pengganti Dalam Penulisan
  • 000-24.00000008= artinya sebagai penyerahan kepada selain pemungut PPN dan merupakan sebuah Faktur Pajak Pengganti, yang diterbitkan pada tahun 2024 dengan nomor urut 8.

Untuk mendapatkan kode NSFP dari Ditjen Pajak, Anda harus melakukan langkah-langkah yang sesuai dengan prosedur yang berlaku dan yang telah ditetapkan DJP.

Contoh Jenis Kode Faktur Pajak (010, 050, dan seterusnya)

  1. Kode Transaksi

NSFP berupa suatu susunan angka yang memiliki arti.

  • 2 digit pertama NSFP yang merupakan sebuah Kode Transaksi adalah kode yang menjelaskan tentang jenis transaksi yang dilakukan.

Contohnya, dua digit pertama pada Nomor Seri Faktur Pajak yang terdiri dari angka 01 sampai 09, dan masing-masing dari digit angka tersebut memiliki arti.

Kode Arti Keterangan

1

Kode faktur pajak 010 digunakan untuk Penyerahan BKP atau JKP yang PPN-nya terutang dipungut PKP penjual. Kode 01 ini digunakan pada jenis penyerahan barang atau jasa kena pajak selain kode 04 hingga 09.

2

Kode faktur pajak 020 digunakan jika Penyerahan BKP atau JKP kepada pemungut PPN seperti bendahara pemerintah, BUMN, badan usaha tertentu, yang PPN-nya dipungut oleh pemungut PPN bendahara pemerintah. Kategori bendahara pemerintah:
  • Bendaharawan pemerintah dan juga Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (dalam KMK No. 563/KMK.03/2003).
  • BUMN (dalam PMK No.85/PMK.03/2012).
  • Badan Usaha Tertentu (dalam PMK No.37/PMK.03/2015.

3

Kode faktur pajak 030 digunakan untuk Penyerahan BKP/JKP kepada pemungut PPN selain bendahara pemerintah, dan PPN-nya dipungut oleh pemungut PPN lainnya selain bendahara pemerintah. Pemungut selain bendahara pemerintah tersebut seperti:
  •  Kontraktor berupa kontrak kerja sama (KKS) dengan pengusahaan minyak dan gas /pemegang kuasa ataupun pemegang izin usaha panas bumi (dalam PMK No.73/PMK.03/2010).
  • Badan usaha tertentu yang menjadi pemungut PPN dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah)

4

Kode faktur pajak 040 digunakan untuk Penyerahan BKP/JKP yang menggunakan DPP nilai lain yang PPNnya dipungut oleh PKP penjual yang sedang melakukan penyerahan. PKP penjual yang melakukan suatu penyerahan barang/jasa kena pajak seperti:
  • Barang yang digunakan untuk pemakaian sendiri
  • Barang yang berupa pemberian cuma-cuma
Adapun transaksi dengan DPP nilai lain diatur dalam PMK No.251/KMK.03/2002.

5

Tidak digunakan  Adapun untuk kode faktur pajak 050 tidak digunakan.

6

Kode faktur pajak 060 digunakan untuk penyerahan lainnya dan PPN-nya dipungut oleh PKP penjual yang menyerahkan BKP/JKP, dan juga penyerahan BKP/JKP dilakukan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri sesuai ketentuan Pasal 16E UU PPN. Diatur didalam Pasal 16E UU PPN dan PPnBM:
  • Penyerahan menggunakan tarif selain 10%.
  • Penyerahan hasil tembakau dalam negeri oleh pengusaha pabrik hasil tembakau atau hasil tembakau yang dibuat di luar negeri oleh importir hasil tembakau (mengacu KMK No.62/KMK.03/2002).
  • Penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri oleh PKP toko retail yang telah ditunjuk.
  • PKP toko retail yang ditunjuk sebagai penerbit Faktur Pajak khusus menggunakan sebuah kode 060 dan mempunyai aplikasi khusus ( contoh nomor seri faktur pajak 060-).
  • Ada pula PKP retail yang tidak ditunjuk menggunakan kode 010.

7

Kode faktur pajak 070 digunakan untuk Penyerahan BKP/JKP yang mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP). Yang dimaksud adalah:
  • Bea masuk, bea masuk tambahan, PPN/PPnBM dan PPh dalam rangka berupa pelaksanaan proyek pemerintah yang akan dibiayai atau mendapat sebuah pinjaman dari luar negeri.
  • Penyerahan untuk dikelola dalam kawasan tersebut.
  • Penyerahan untuk di Kelola dalam kawasan pengembangan ekonomi terpadu.
  • Penyerahan avtur untuk keperluan penerbangan internasional.
  • Adapun penyerahan bahan bakar nabati di dalam negeri.

8

Kode faktur pajak 080 digunakan untuk penyerahan BKP/JKP yang mendapat fasilitas bebas PPN. Yang mendapat berupa fasilitas pembebasan PPN adalah:
  • Barang modal yang digunakan secara langsung (seperti mesin dan peralatan listrik, tidak termasuk suku cadang) didalam proses menghasilkan BKP.
  • Makanan yang merupakan bahan baku pembuatan pakan ternak, unggas dan ikan.
  • Barangyang berupa hasil pertanian (dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007).
  • Bibit atau benih dari yang berasal dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran dan perikanan.
  • Air bersih yang dialirkan akan melalui sebuah pipa dari perusahaan air minum.
  • Listrik (Terkecuali untuk perumahan dengan daya diatas 6.600 watt).
  • Rumah Susun Sederhana Milik dengan kriteria tertentu (dalam Pasal 1 Angka 5 PMK No.31/PMK.03/2008).

9

Kode faktur pajak 090 digunakan untuk penyerahan aktiva Pasal 16D yang PPN-nya dipungut oleh PKP penjual yang menyerahkan BKP. BKP berupa persediaan atau aset yang tujuan semulanya tidak diperjual belikan, adapun yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan diwajibkan menggunakan DPP nilai harga pasar wajar.
  1. Kode Status

Kode status berada setelah dua digit pertama kode transaksi. Kode ini terdiri satu digit yang terletak setelah kode transaksi Faktur Pajak. Setelah dua digit pada Kode Transaksi, terdapat 1 digit angka yang merupakan Kode Status.

1digit ke3 NSFP merupakan Kode Status yang terdiri dari 2 jenis, yakni:

  • Kode status 0 merupakan kode status yang berupa Faktur Pajak normal
  • Kode status 1 merupakan kode status yang berupa Faktur Pajak pengganti

Dalam melakukan penerbitan Faktur Pajak pengganti ke2 dan seterusnya. Maka, akan tetap menggunakan kode status yang sama dengan yang sebelumnya, yaitu Kode Status 01.

  1. Digit Nomor Seri Faktur Pajak

13 angka di dalam NSFP adalah nomor yang ditentukan oleh DJP sebagai identitas unik yang bisa digunakan untuk Anda membuat e-Faktur.

Adapun 13 digit dari NSFP menjelaskan tentang:

  • 3 digit pertama berupaKode Tertentu
  • 2 digit kedua berupa Tahun Penerbitan
  • 8 digit berikutnya berupa Nomor Urut

 

Membuat NSFP melalui e-Nofa

Adapun pembuatan Faktur Pajak akan menjadi sebuah bukti pemungutan PPN yang akan dianggap sah jika menggunakan NSFP yang diperoleh dari DJP melalui aplikasi e-Nofa.

e-Nofa merupakan sebuah aplikasi yang disediakan DJP untuk PKP dapat mengajukan NSFP secara online.

Keberadaan e-Nofa juga untuk menomori Faktur Pajak yang dibuat PKP berdasarkan pemberian jatah NSFP yang diberikan DJP pada PKP.

Sebelum diberlakukannya Faktur Pajak elektronik, PKP bisa dengan mudah menomori Faktur Pajak yang dibuat. Namun, setelah diberlakukannya e-Faktur, NSFP hanya bisa didapatkan langsung dari Direktorat Jenderal Pajak.

Hal ini dapat membantu DJP dalam meminimalisirkan adanya penerbitan Faktur Pajak fiktif, sehingga bisa mengurangi dampak risiko kerugian negara.

Syarat Membuat Nomor Seri Faktur Pajak

PKP yang bisa meminta NSFP Online hanya PKP yang telah memiliki Sertifikat Elektronik.

Di bawah ini yang merupakan syarat menggunakan aplikasi permintaan NSFP secara elektronik atau Elektronik Nomor Faktur Online (e-Nofa Online):

  1. Sudah dikukuhkannya sebagai PKP dan memiliki Akun PKP
  2. Akun PKP adalah sebuah otorisasi khusus yang diberikan Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP yang memenuhi persyaratan tertentu. Otorisasi yang diberikan berupa Kode Aktivasi yang dikirimkan melalui Jasa Pengiriman ke alamat PKP terdaftar dan Passwordyang akan dikirimkan melalui email PKP.
  3. Khusus untuk menu Permintaan NSFP secara Online, PKP harus memiliki Sertifikat Elektronik yang sebelumnya sudah diajukan baik melalui onlinemaupun datang ke KPP terdaftar dansudah disetujui oleh DJP.

Mengenal Faktur Pajak

PT Jovindo Solusi Batam merupakan perusahaan yang bekerja dengan professional dan terpercaya. Kami menyediakan jasa konsultan pajak, jasa manajemen dan jasa pembukuan. Dengan ini kami siap dalam menangani berbagai permasalahan Anda dalam bidang perpajakan. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas informasi terkait tentang Mengenal Faktur Pajak. Berikut ini pembahasannya.

Pengertian Faktur Pajak
Merupakan bukti pungutan pajak Pengusaha Kena Pajak (PKP), melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP).

Ketika PKP menjual BKP atau JKP, harus menerbitkan Faktur Pajak sebagai tanda bukti telah memungut pajak dari orang yang telah membeli.

Perlu diingat barang/jasa kena pajak yang diperjualbelikan, dikenai biaya pajak selain harga pokoknya.

PKP adalah bisnis/perusahaan/pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau JKP yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PKP harus dikukuhkan terlebih dahulu oleh DJP.

Perlu diingat, Faktur Pajak harus dibuat oleh PKP setiap penyerahan BKP atau JKP, ekspor BKP tidak berwujud, dan ekspor JKP.

Ada cara lebih mudah untuk mengelola faktur pajak dan PPN, yaitu mengotomatisasi PPN, invoice, PPh hingga rekonsiliasi pembayaran.

Jenis-jenis Faktur Pajak

  1. Faktur Pajak Keluaran dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak saat melakukan penjualan terhadap barang kena pajak, jasa kena pajak, dan atau barang kena pajak yang tergolong barang mewah;
  2. Faktur Pajak Masukan didapatkan oleh PKP ketika melakukan pembelian terhadap barang kena pajak atau jasa kena pajak dari PKP lainnya;
  3. Faktur Pajak Pengganti atas faktur pajak yang telah terbit sebelumnya dikarenakan ada kesalahan pengisian, kecuali kesalahan pengisian NPWP. Seharusnya dilakukan pembetulan agar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
  4. Faktur Pajak Gabungan dibuat oleh PKP yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli barang kena pajak atau jasa kena pajak yang sama selama satu bulan kalender;
  5. Faktur Pajak Digunggung tidak berisi identitas pembeli, nama, dan tandatangan penjual yang hanya boleh dibuat oleh PKP Pedagang Eceran;
  6. Faktur Pajak Cacat tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani termasuk juga kesalahan dalam pengisian kode dan nomor seri. Faktur ini dapat dibetulkan dengan membuat faktur pjak pengganti;
  7. Faktur Pajak Batal dibatalkan karena adanya pembatalan transaksi. Hal ini juga harus dilakukan ketika ada kesalahan pengisian NPWP dalam faktur pajak.

Ada sebuah dokumen yang kedudukannya disamakan dengan faktur pajak. Yaitu dokumen yang tidak memiliki format sebagaimana faktur pajak pada umumnya, tapi tetap dipersamakan kedudukannya.

Contohnya tagihan listrik, tagihan pemakaian air, tagihan telepon selular, dan lain sebagainya.

Fungsi Faktur Pajak
Faktur Pajak sangat berguna bagi PKP. Dengan adanya ini maka PKP memiliki bukti telah melakukan penyetoran, pemungutan hingga pelaporan SPT Masa PPN sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Faktur pajak dapat dibetulkan. Jika PKP melakukan kesalahan dalam proses pengisian, maka PKP dapat melakukan pembetulan. Jika tidak dilakukan, hal ini dapat merugikan PKP pada saat auditor memeriksa pajak PKP.

Petunjuk Pengisian Faktur Pajak

Tahap 1

  • Memasukkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang telah didapat dari DJP
  • Memasukkan nama, alamat, dan NPWP Perusahaan yang telah menyerahkan Barang/Jasa Kena Pajak pada kolom Pengusaha Kena Pajak
  • Memasukkan nama, alamat, dan NPWP Perusahaan yang membeli atau menerima Barang/Jasa Kena Pajak pada kolom Pembeli Barang Kena Pajak/Penerima Jasa Kena Pajak

Tahap 2

  • Memasukkan nomor urut sesuai urutan jumlah BKP atau JKP yang diserahkan (1, 2, 3,…)
  • Memasukkan nama barang/jasa kena pajak yang diserahkan
  • Memasukkan nominal harga pada kolom Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin (jika nominal bukan dalam satuan rupiah, maka Anda harus memiliki Faktur Pajak khusus untuk nominal selain rupiah, yakni Faktur Pajak Valas)

 

Tahap 3

  • Total dari keseluruhan harga ditulis pada kolom Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin
  • Total dari nilai potongan harga Barang atau Jasa Kena Pajak ditulis (jika ada potongan) ditulis pada kolom Dikurangi Potongan Harga
  • Jika sudah menerima uang muka seusai penyerahan Barang atau Jasa Kena Pajak, maka nominal uang tersebut dapat ditulis pada kolom Nilai Uang Muka yang telah diterima.
  • Jumlah dari Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin dikurangi dengan Potongan Harga dan Uang muka yang telah diterima, kemudian ditulis pada kolom Dasar Pengenaan Pajak
  • Jumlah dari PPN yang terutang sebesar 11% pada Dasar Pengenaan Pajak ditulis pada kolom PPN = 11% x Dasar Pengenaan Pajak
  • Pada kolom Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), hanya akan diisi apabila terjadi penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah. Diisi, besar tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak
  • Memasukkan Tempat dan Tanggal pada saat membuat Faktur Pajak tersebut
  • Memasukkan Nama dan Tanda Tangan dari Nama Pejabat yang telah ditunjuk oleh Perusahaan (harus sesuai dengan Nama Pejabat pada saat Perusahaan resmi menjadi Pengusaha Kena Pajak/PKP

Faktur Pajak Elektronik

Kementerian Keuangan menerbitkan peraturan yang menetapkan bentuk Faktur Pajak terbaru, yang terdiri dari bentuk elektronik atau e-Faktur dan tertulis (hardcopy) – PMK Nomor 151/PMK.011/2013.

Berikut beberapa peraturan terkait e-Faktur beserta penjelasannya:

  • Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-11/PJ/2022 berisi Perubahan atas Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-03/PJ/2022 tentang Faktur Pajak
  • Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-03/PJ/2022 berisi Faktur Pajak
  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 berisi Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik
  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 berisi Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 berisi Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan, Pembetulan atau Penggantian, dan Pembatalan Faktur Pajak
  • Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-136/PJ/2014 berisi Penetapan Pengusaha Kena Pajak yang Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik.

Kesimpulan

Perhatikan dengan poin penting di bawah ini:

  1. Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak PKP yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP. Ketika PKP menjual suatu barang atau jasa kena pajak, ia harus menerbitkan Faktur Pajak sebagai tanda bukti bahwa telah memungut pajak dari orang yang telah membeli barang atau jasa kena pajak tersebut.
  2. Faktur pajak merupakan bukti bahwa PKP melakukan penyetoran, pemungutan, dan pelaporan SPT Masa PPN sesuai peraturan yang berlaku.
  3. Jika tejadi kesalahan sewaktu mengisi faktur pajak, PKP masih dapat melakukan pembetulan. Jika tidak dilakukan, maka hal ini akan merugikan PKP pada saat Audit datang ke PKP dan melakukan pemeriksaan pajak.
  4. Setiap PKP harus membuat e-Faktur sesuai Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-136/PJ/2014 berisi Penetapan Pengusaha Kena Pajak Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik.

Penghasilan Yang Tidak Dipotong pajak

PT Jovindo Solusi Batam merupakan perusahaan yang menyediakan jasa konsultan pajak. Kami bekerja dengan professional dan telah bersertifikat asli. Maka dari itu kami siap dalam menangani berbagai permasalahan perpajakan yang Anda punya. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas informasi terkait tentang Penghasilan Yang Tidak Dipotong pajak. Berikut ini pembahasannya.

Apa itu PPh Pasal 21?
Merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, uang pensiun, dan pembayaran lainnya, yang sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, sebagaimana didalam Undang-undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang PPh.

Apa itu PPh Pasal 26?
Berhubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, yaitu pajak penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, pensiun, dan pembayaran berkala lainnya yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi luar negeri, sebagaimana didalam Pasal 26 UU PPh.

Apa saja penghasilan yang tidak dipotong pajak?

  1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan beasiswa;
  2. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diperoleh dalam bentuk natura atau kenikmatan yang dikecualikan sebagai objek PPh; yang disediakan di daerah tertentu; yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan; yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes); dengan jenis atau batasan tertentu.
  3. Iuran terkait program pensiun dan hari tua yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri atau yang pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang dibayar oleh pemberi kerja;
  4. Bantuan, sumbangan, zakat, infak, sedekah, dan sumbangan keagamaan yang wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang yang berhak;
  5. Harta hibahan yang diterima keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat atau orang yang menjalankan usaha mikro dan kecil;
  6. Beasiswa yang telah memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l UU PPh;
  7. Bagian laba yang diberi kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; dan
  8. PPh yang juga ditanggung oleh pemerintah

Kode PTKP TER PPh 21

PT Jovindo Solusi Batam merupakan perusahaan yang menyediakan jasa konsultan pajak, jasa manajemen dan jasa pembukuan. Kami bekerja dengan professional dan telah bersertifikat asli. Maka dari itu kami siap dalam menangani berbagai permasalahan perpajakan yang Anda punya. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas informasi terkait tentang Kode PTKP TER PPh 21. Berikut ini pembahasannya.

Mulai 1 Januari tahun 2024, Pemerintah  memudahkan perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dengan melalui skema Tarif Efektif Rata – Rata (TER). Namun sebelum itu, Wajib Pajak harus pahami terlebih dahulu kode besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023. Secara lebih lengkap, akan menguraikan kode besaran PTKP yang dikutip dari penjelasan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam buku yang berjudul ‘Cermat Pemotongan PPh Pasal 21/26’.

Apa itu PTKP?
PTKP adalah sebuah batasan penghasilan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak dikenai pajak. Dengan kata lain, jika penghasilan seseorang belum melewati ambang batas PTKP, maka dia belum dikenai PPh. Tujuan dari penerapan PTKP ini adalah untuk meringankan masyarakat menengah ke bawah yang memiliki penghasilan di bawah PTKP.

Berapa besaran PTKP saat ini?

Adapun penentuan besaran PTKP untuk saat ini masih mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.010/2016 dengan rincian sebagai berikut:

  • Untuk Wajib Pajak orang pribadi memiliki besaran PTKP Rp 54.000.000;
  • Tambahan untuk Wajib Pajak kawin dengan memiliki besaran PTKP Rp 4.500.000;
  • Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya akan digabung dengan suami dengan memiliki besaran PTKP Rp 54.000.000; dan
  • Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan juga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak tiga orang untuk setiap keluarga dengan memiliki besaran PTKP Rp 4.500.000.

Dalam penentuan besaran PTKP dikenal dengan beberapa istilah atau pengkodean, seperti TK/0, TK/1, K/0, dan lain-lain. Berikut ini penjelasan lengkapnya:

A. Laki-laki/wanita lajang

Kode PTKP
TK/0 54.000.000
TK/1 58.500.000
TK/2 63.000.000
TK/3 67.500.000

 

Penjelasannya:

TK/0 = adalah seorang laki-laki atau wanita yang belum menikah dan tidak memiliki tanggungan;
TK/1 = adalah belum menikah namun memiliki satu tanggungan;
TK/2 = adalah belum menikah namun memiliki dua tanggungan; dan
TK/3 = adalah belum menikah namun memiliki tiga tanggungan.

B. Laki-laki kawin

Kode PTKP
K/0 58.500.000
K/1 63.000.000
K/2 67.500.000
K/3 72.000.000

Penjelasannya:

K/0 = adalah laki-laki telah menikah dan tidak memiliki tanggungan;
K/1 = adalah laki-laki telah menikah dan memiliki satu tanggungan;
K/2 = adalah laki-laki telah menikah dan memiliki dua tanggungan; dan
K/3 =adalah laki-laki telah menikah dan memiliki tiga tanggungan.

C. Penghasilan suami dan istri digabung

Kode PTKP
K/I/0 112.500.000
K/I/1 117.000.000
K/I/2 121.500.000
K/I/3 126.000.000

Penjelasan:

K/I/0 = adalah penghasilan suami dan istri digabung serta tidak memiliki tanggungan;
K/I/1 = adalah penghasilan suami dan istri digabung serta memiliki satu tanggungan;
K/I/2 = adalah penghasilan suami dan istri digabung serta memiliki dua tanggungan; dan
K/I/3 = adalah penghasilan suami dan istri digabung serta memiliki tiga tanggungan.

Mengenal PPh Pasal 26

PT Jovindo Solusi Batam merupakan perusahaan yang melayani jasa konsultan pajak, jasa manajemen dan jasa pembukuan. Kami bekerja dengan professional dan telah bersertifikat asli, maka dari itu kami siap dalam menangani berbagai permasalahan perpajakan Anda. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas informasi terkait tentang Mengenal PPh Pasal 26. Berikut ini pembahasannya.

Pengertian Dari PPh Pasal 26

Menurut UU Nomor 36 tahun 2008, PPh Pasal 26 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang akan diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia sebagai bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

Menentukan seorang individu atau perusahaan yang dikategorikan sebagai wajib pajak luar negeri adalah:

  • Seorang individu yang tidak tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan ataupun berada di Indonesia, dapat mengoperasikan usahanya melalui sebuah bentuk usaha tetap di Indonesia.
  • Seorang individu yang tidak tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan ataupun berada di Indonesia, dapat menerima penghasilan dari Indonesia dengan tidak menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.

 

Semua badan usaha yang melakukan transaksi pembayaran dengan (gaji, bunga, dividen, royalti dan sejenisnya) kepada Wajib Pajak Luar Negeri, diwajibkan untuk melakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas transaksi tersebut. Dengan berdasarkan PMK RI Nomor 9/PMK.03/2018 berisi tentang SPT, pelaporan SPT PPh pasal 26 wajib e-Filing sejak 1 April 2018.

 

Adapun tarif umum untuk PPh pasal 26 adalah 20%. Namun kalau mengikuti tax treaty/Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), maka tarif dapat berubah.

 

Tarif untuk PPh Pasal 26

Tarif 20% (final) atas jumlah bruto yang dapat dikenakan atas:

  1. Suatu dividen
  2. Suatu bunga, termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan adanya jaminan pembayaran pinjaman
  3. Suatu royalti, sewa, dan pendapatan lain yang juga terkait dengan penggunaan aset
  4. Suatu insentif yang berkaitan pada jasa, pekerjaan, dan kegiatan
  5. Suatu hadiah dan sebuah penghargaan
  6. Suatu pensiun dan juga pembayaran berkala
  7. Suatu premi swap dan juga transaksi lindung lainnya
  8. Suatu perolehan berupa keuntungan dari penghapusan utang

 

Tarif 20% (final) dari laba bersih yang dapat diharapkan dari:

  1. Sebuah pendapatan yang di dapat dari penjualan aset di Indonesia.
  2. Sebuah premi asuransi, premi reasuransi yang akan dibayarkan langsung maupun melalui sebuah pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.

 

Tarif 20% (final) didapat dari laba bersih yang diharapkan selama penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara perusahaan media ataupun perusahaan tujuan khusus yang dapat didirikan atau bertempat di negara yang memberikan sebuah perlindungan pajak yang memiliki hubungan khusus untuk suatu entitas ataupun bentuk usaha tetap (BUT) didirikan di Indonesia.

 

Tarif 20% yang didapat dari penghasilan kena pajak yang sudah dikurangi dengan pajak, suatu bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia, kecuali pada penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.

 

Adapun tingkat berdasarkan tax treaty (perjanjian pajak) yang juga dikenal sebagai JGI Penghindaran Pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan negara-negara lain yang berada dalam perjanjian tersebut, mungkin berbeda satu sama lain. Tarif mereka biasanya dapat mengurangi tingkat dari tarif biasa 20%, dan beberapa mungkin memiliki tarif 0%.