Mengenal Pajak Usaha Perorangan

Mengenal Pajak Usaha Perorangan

PT Jovindo Solusi Batam merupakan perusahaan yang professional dan terpercaya di batam. Kami juga menyediakan jasa konsultan pajak, jasa manajemen dan jasa pembukuan. Dengan ini kami siap menangani berbagai permasalahan yang Anda punya dalam perpajakan. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas informasi terkait tentang Mengenal Pajak Usaha Perorangan. Berikut ini pembahasannya.

Berbeda dengan PT biasa, perusahaan perseorangan bisa didirikan oleh satu orang saja dan tidak perlu memiliki akta notaris.

Adapun perbedaan lainnya terletak pada modal dan omzetnya. PT perseorangan merupakan sebuah badan hukum yang dikhususkan untuk UMKM, sehingga memiliki modal maksimal PT perseorangan sebesar Rp5.000.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan, serta omset maksimal Rp15.000.000.000 per tahun.

Dengan memiliki sertifikasi sebagai PT Perorangan, pemilik UMKM bisa mengembangkan usahanya lebih luas karena meiliki berpeluang lebih diakui oleh calon mitra, dengan begitu UMKM juga dikenai kewajiban seperti membayar pajak.

Pengertian Pajak Usaha Perorangan 

Pajak perseorangan merupakan sebuah pajak yang harus dibayarkan oleh pemilik PT perseorangan kepada pemerintah.

Namun karena PT perseorangan berbeda dengan PT biasa, maka pemerintah memberikan sebuah ketentuan khusus terkait pajak yang harus dibayarkan oleh pemilik badan usaha. Berikut penjelasan tentang pajak PT perseorangan:

  1. Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak yang pertama adalah pajak penghasilan atau PPh. Adapun PPh untuk UMKM berbeda dengan PPh untuk individu maupun PT. Berikut ini penjelasanya:

PP No.23 tahun 2018

Pemilik badan hukum PT perseorangan bisa memilih salah satu di antara dua skema pajak PPh, yaitu PPh yang sesuai PP No.23 tahun 2018 atau Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Jika menggunakan PP No.23 tahun 2018, maka besaran pajak yang harus dibayarkan adalah sebesar 0,5% dari peredaran bruto (omset).

Namun, tidak semua perusahaan mendapatkan keringanan pajak ini. Pajak PPh sesuai PP No.23 tahun 2018, hanya dapat digunakan untuk Wajib Pajak badan usaha yang memiliki omset atau peredaran bruto kurang dari Rp4.800.000.000 per tahun.

Selain itu, penggunaan keringanan pajak ini terbatas sampai 3 tahun setelah pendaftaran. Hal ini sesuai Pasal 5 PP Nomor 23 tahun 2018. Setelah masa 3 tahun berakhir, maka pengusaha diwajibkan menggunakan Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pasal 17 UU PPh

Adapun menurut Pasal 17 ayat (1) pada bagian b UU No. 7 Tahun 2021 tentang pajak PPh berisi besaran PPh yang wajib dibayarkan oleh wajib pajak badan dalam negeri adalah sebesar 22% dari penghasilan kena pajak.

Meskipun keliatan banyak, namun perlu diingat pada dasarnya penghitungan keringanan pajak sebesar 0,5% di atas adalah peredaran bruto atau omset, sementara pajak PPh yang sesuai Pasal 17 ini dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak atau keuntungan setelah dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), sehingga nominalnya jadi tidak terlalu besar.

Selain itu, menurut UU Pajak Penghasilan Pasal 31E, apabila setelah 3 tahun omset UMKM masih belum mencapai Rp4,800,000,000 per tahun, maka perusahaan mendapatkan pengurangan sebesar 50% dari tarif.

  1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Tidak hanya akan dikenai PPh menurut Pasal 17, perusahaan perseorangan yang memiliki omset di atas Rp4.800.000.000 per tahun juga harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Denga ini selain harus membayar pajak penghasilan, perusahaan juga harus membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%.

Umumnya, PPN untuk pajak perseorangan adalah sebesar 10% ini akan dibebankan kepada pelanggan, sementara perusahaan hanya menyerahkan faktur pajak saja. Akan tetapi, jika perusahaan terlambat mengajukan diri menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka perusahaan akan menanggung langsung besaran PPN selama periode keterlambatan.

Contohnya, Anda mendaftar sebagai PT Perseorangan pada tanggal 1 Januari 2023 namun omset Anda masih di bawah 4 miliar rupiah dan tahun akuntansi Anda selesai pada tanggal 31 Desember. Anda lupa melaporkan pajak pada tanggal 1 Januari, sehingga baru lapor pada tanggal 1 Februari. Padahal pada Januari 2024, perusahaan Anda mendapatkan omset sebesar 5 miliar. Maka, Anda diharuskan membayar PPN secara penuh untuk bulan Januari tersebut.

Perhitungan Pajak Usaha Perorangan

  1. PP No.23 tahun 2018

Untuk menghitung PPh terutang dengan menggunakan pasal ini, caranya mudah. Anda tinggal mengkalikan 0,5% dengan pendapatan tahunan perusahaan Anda. Contohnya, omset perusahaan Anda pada tahun ini sebesar Rp3.000.000.000 maka pajak penghasilan yang harus Anda bayarkan adalah sebesar:

PPh final = 0,5% x 3.000.000.000 = Rp15.000.000.

  1. Pasal 17 UU PPh

Untuk menghitung PPh terutang dengan menggunakan pasal ini, Anda harus mengetahui dulu jumlah penghasilan kena pajak (PKP). PKP yang dimaksud  adalah pendapatan Perusahaan yang dikurangi beban-beban usaha menurut UU dapat mengurangi nominal pajak (deductible expense).

Jika omset perusahaan Anda berkisar 4,8 miliar hingga 50 miliar rupiah, maka Anda berhak mendapat potongan 50% sebagaimana telah dijabarkan di atas. Namun, jika omset perusahaan Anda melebihi dari 50 miliar, maka Anda tidak berhak mendapat potongan tersebut. Rumus menghitung PPh terutang menurut pasal ini adalah:

  • Omset yang kurang ataupun sama dengan Rp4,8 miliar= 50% x 22% x PKP.
  • Omset yang lebih dari Rp4,8 miliar sampai Rp50 miliar = [(50% x 22%) x PKP yang kena pengurangan] + [22% x PKP yang tidak terkena pengurangan].
  • Omset yang di atas Rp50 miliar = 22% x PKP.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *