Hore…! UKM Bisa Pilih Cara Bayar Pajaknya

JAKARTA. Pemerintah mengaku akan segera memberlakukan pemotongan tarif pajak penghasilan final (PPh Final)  bagi pelaku usaha kecil menengah (UKM) dari 1 persen (1%) menjadi 0,5 persen (0,5%). Untuk itu, pemerintah akan mengeluarkan payung hukumnya pada pekan depan. Selain pemangkasan tarif, aturan itu juga akan memberi kemudahan lain bagi UKM. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Suahasil Nazara mengatakan bahwa aturan baru dipastikan memasang tarif PPh final UKM hanya sebesar 0,5 persen dari omzet. Besaran omzet masih sama dengan aturan lama, yakni di bawah Rp 4,8 miliar per tahun. Aturan baru ini juga membuka kesempatan bagi UKM yang beromzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun untuk memilih UKM untuk menggunakan atau tidak menggunakan fasilitas PPh UKM dengan tarif pajak final. “Masyarakat mendapatkan pilihan sesuai karakteristik bisnisnya. Boleh pilih PPh final atau normal. Saat ini UKM diminta final, tapi di masa depan kalau dia mau normal ya bisa,” jelas Suahasil. Pemerintah berharap ke depan akan makin banyak yang menggunakan mekanisme pajak normal. Dalam pajak normal, pengusaha membayar PPh jika untung, kalau rugi tidak bayar pajak. Mekanisme lengkap terkait hal ini akan ada di aturan tersebut. “Apakah boleh selamanya orang menggunakan pajak final? Ataukah pajak final itu stepping stone? Apakah semua boleh dapat atau kami batasi ke individu atau jenis badan tertentu. Itu sedang didiskusikan,” jelas Suahazil. Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Darmin Nasution berharap penurunan tarif ini tidak terlalu berdampak pada penerimaan pajak. “Makanya kami menurunkan tarifnya tidak banyak-banyak,” katanya, Minggu (18/3).   Sumber : Harian Kontan

Mengejar 8 Juta SPT Dalam 2 Minggu

JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat bahwa dari total target 14 juta wajib pajak (WP), baru 6,1 juta wajib pajak menyampaikan surat pemberitahuan tahunan (SPT Tahunan) pajak penghasilan (PPh) 2017 sampai Jumat (16/3). Itulah sebabnya, jelang deadline 31 Maret 2018, kantor pajak menjemput bola hingga ke jalanan demi mengejar target-target wajib pajak dalam penyerahan SPT tahunan orang pribadi. Minggu (18/3) lalu, semisal, Direktorat Jendral Pajak membuka layanan kilat saat pelaksanaan Car Free Day di lapangan parkir antara Wisma Mandiri dan Hotel Pan Sari Pacific, Thamrin, Jakarta. Selain soal pelaporan SPT, wajib pajak juga bisa mendapatkan pelayanan lain seperti konsultasi pajak, asistensi e-filing, membuat kode billing, aktivasi EFIN dan cetak ulang kartu nomor pokok wajib pajak (NPWP). Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan mengatakan bahwa acara ini tak hanya di Jakarta saja, tapi juga di kota-kota lainnya secara serentak. “Kami kampanye kecil kewajiban pelaporan SPT pajak orang pribadi, batas waktunya 31 Maret 2018. Untuk SPT baik orang pribadi (OP) maupun badan metodenya bermacam-macam termasuk e-filing melalui web ataupun e-form yang lebih mudah bisa di mana saja,” ujar Robert, Minggu (18/3).  
Jenis Pelaporan SPT Tahunan Online (E-Filling & E-Form) melalui web DJP https://djponline.pajak.go.id
Direktorat Jendral Pajak menargetkan bahwa dalam dua pekan mendatang ada tambahan 8 juta SPT yang masuk. Sejauh ini, baru sekitar 75 persen yang menyampaikan melalui e-filing. Jika target 14 juta SPT tercapai, jumlah itu setara dengan 80 persen dari wajib pajak yang wajib lapor. “Tahun lalu, kepatuhan pelaporan SPT hanya sebesar 73 persen,” jelas Robert. Ini artinya, target tingkat kepatuhan hanya naik sekitar 7 persen. Ada empat cara melaporkan SPT, yakni e-filing, e-form, datang langsung ke kantor pelayanan pajak (KPP) atau kantor pelayanan penyuluhan dan konsultasi perpajakan (KP2KP), dan dikirim melalui pos tercatat ke kantor pelayanan pajak atau dikirim melalui jasa ekspedisi atau kurir ke kantor pelayanan pajak terdaftar. Direktorat Jendral Pajak optimistis bahwa target 14 juta pelapor SPT bisa tercapai tahun ini. Pada umumnya, SPT meningkat pesat menjelang batas akhir pelaporan SPT.   Sumber : Harian Kontan