Seputar Pajak Dividen

Seputar Pajak Dividen

PT Jovindo Solusi Batam merupakan Konsultan Pajak terpercaya dan telah berpengalaman dalam menangani berbagai permasalahan perpajakan.

Nah, pada kesempatan kali ini PT Jovindo Solusi Batam akan memberikan informasi terkait “Seputar Pajak Dividen”

 

Dividen sendiri merupakan pembagian laba atau hasil yang diberikan kepada pemegang saham berdasarkan jumlah saham yang dimiliki masing-masing. Deviden lah yang nantinya di harapkan oleh semua investor dalam pasar modal.

Berdasarkan ketentuan di bidang perpajakan, dividen dikatakan sebagai penghasilan sehingga akan dikenakan pajak penghasilan (PPh). Hal ini kemudian disebut sebagai pajak dividen.

Pengertian Pajak Dividen

Pajak dividen diartikan sebagai pemungutan pajak atas laba yang diterima oleh masing-masing pemegang saham, pemegang polis asuransi, atau anggota koperasi yang mendapatkan bagian hasil usaha.

Hal ini sesuai dengan yang tertuang di dalam UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (UU PPh). Lebih lengkapkapnya aturan tersebut dibahas di dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf g UU PPh, yang menjelaskan, bahwasannya dividen merupakan bagian dari penghasilan atau pendapatan yang menjadi objek PPh.

Tetapi, tidak semua dividen adalah objek pajak. Pasal 4 Ayat (3) huruf f UU PPh menjelaskan dividen yang diterima perseroan terbatas (PT), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dikecualikan dari objek pajak.

Pengecualian objek pajak ini diberikan apabila memenuhi syarat sebagai berikut:

  • Dividen yang diterima berasal dari cadangan laba yang ditahan
  • Menerima dividen dengan saham paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetorkan, hal ini berlaku untuk PT, BUMN atau BUMD
  • Dividen dari modal yang merupakan dana pensiun tidak termasuk dalam objek pajak.

Tarif Pajak Dividen

  1. PPh Pasal 4 Ayat (2)

Dikenakan PPh sebesar 10% dan bersifat final untuk dividen yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

  1. PPh Pasal 23

Dikenakan potongan untuk laba sebesar 15% dari jumlah dividen kepada wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) kecuali pembagiannya untuk pribadi maka akan dikenakan final, bunga dan royalti.

  1. PPh Pasal 26

Dikenakan tarif pemungutan sebesar 20% atas jumlah bruto dividen dikenakan kepada wajib pajak orang pribadi yang tinggal di luar negeri, perusahaan luar negeri yang mengoperasikan usahanya dalam bentuk usaha tetap di Indonesia, serta perusahaan asing yang menghasilkan penghasilan dari Indonesia tanpa melalui bentuk usaha tetap.

PPh terutang atas dividen yang berasal dari dalam negeri wajib disetor mandiri oleh wajib pajak berdasarkan tarif yang berlaku.

Ketentuan Pembebasan Pajak Dividen

PP Nomor 9 tahun 2021 Tentang Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha dan PMK Nomor 18/PMK.03/2021 Tentang Pelaksanaan UU Cipta Kerja di bidang PPh, PPN dan KUP.

Berdasarkan peraturan diatas disebutkan bahwa dividen yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri dikecualikan dari objek PPh, tetapi dengan syarat dividen tersebut wajib diinvestasikan kembali di Indonesia dalam periode  waktu tertentu minimal 3 tahun sejak dividen diperoleh. Menyampaian laporan realisasi investasi dapat dilakukan secara langsung, melalui pos, atau perusahaan jasa ekspedisi.

Beberapa hal yang ditentukan demi mendapatkan pembebasan pajak dividen, diatur dalam PMK Nomor 18/PMK.03/2021 yaitu :

  • Surat berharga dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Republik Indonesia.
  • Obligasi atau Sukuk BUMN yang peredarannya diawasi oleh OJK.
  • Obligasi atau Sukuk lembaga pembiayaan milik pemerintah yang perdagangannya diawasi oleh OJK.
  • Investasi keuangan pada bank persepsi termasuk bentuk bank syariah.
  • Obligasi atau Sukuk perusahaan milik swasta yang perdagangannya diawasi oleh OJK.
  • Investasi infrastruktur kerja sama pemerintah dengan badan usaha.
  • Investasi sektor nyata berdasarkan kecenderungan ditentukan oleh pemerintah.
  • Kerja sama dengan lembaga pengelola investasi.
  • Bentuk investasi lain selain yang disebutkan di atas dan sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyerahan laporan ini paling lambat pada 31 Maret untuk wajib pajak orang pribadi sedangkan paling lambat tanggal 30 April untuk wajib pajak badan setelah tahun pajak berakhir. Laporan tersebut kemudian harus dilaporkan selama tiga tahun sejak berakhirnya tahun pajak atau sejak diterimanya dividen.

Apabila investor yang menerima dividen tidak menginvestasikan kembali dalam negeri, maka pajak dividen tetap berlaku.
Melalui kebijakan insentif ini, pemerintah berharap dividen yang diterima dapat digunakan untuk menggerakan perekonomian Indonesia dan untuk memperbaiki mekanisme perpajakan atas dividen di Indonesia, yang sebelumnya menganut separate entity system atau two tier tax.

Formulir Pendaftaran NPWP Badan

Formulir Pendaftaran NPWP Badan

PT Jovindo Solusi Batam kini hadir untuk Anda yang mengalami berbagai permasalahan di bidang perpajakan serta membutuhkan pendampingan perpajakan. PT Jovindo Solusi Batam telah bersertifikat sehingga aman dan terpercaya dalam menangani dan mendampingi permasalahan perpajakan Anda.

Formulir pendaftaran NPWP badan ini merupakan dokumen yang wajib di isi ketika ingin membuat NPWP untuk perusahaan. NPWP ini salah satu hal yang butuhkan ketika ingin membangun suatu perusahaan. Nah, pada kesempatan kali ini PT Jovindo Solusi Batam akan memberikan informasi terkait “Formulir Pendaftaran NPWP Badan” yuk simak pembahasannya !

 

Syarat Mendaftar NPWP Badan

Adanya NPWP yang digunakan sebagai identitas wajib pajak merupakan nomor yang dimiliki wajib pajak untuk menuntaskan hak dan kewajiban perpajakannya.

Berikut ini syarat mendaftar NPWP Badan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-02/PJ/2018 :

Badan Usaha Berorientasi Laba atau Profit-Oriented

Bentuk usaha tetap dan kontraktor atau operator di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi yang berorientasi pada laba, memiliki syarat pendaftaran NPWP badan sebagai berikut:

  1. Melampirkan fotokopi:
  • Akta pendirian atau dokumen yang sehubungan dengan pendirian dan perubahannya, hal ini bagi wajib pajak badan dalam negeri
  • Surat keterangan penunjukan yang berasal dari kantor pusat, bagi bentuk usaha tetap atau kantor perwakilan perusahaan asing.
  1. Dokumen yang menunjukkan identitas diri salah satu petugas badan atau perusahaan terkait:
  • Fotokopi KTP dan fotokopi kartu NPWP untuk Warga Negara Indonesia.
  • Fotokopi paspor dan fotokopi kartu NPWP untuk Warga Negara Asing apabila Warga Negara Asing tersebut telah terdaftar sebagai wajib pajak.
  1. Surat pernyataan bermeterai dari salah satu pengurus wajib pajak badan yang menyakan kegiatan usaha yang dilaksanakan di tempat atau lokasi kegiatan usaha tersebut dilakukan.

Badan Usaha Tidak Berorientasi Laba atau Non-profit Oriented

Syarat ini untuk wajib pajak badan yang tidak berorientasi laba, dokumen yang disyaratkan sebagai berikut:

  1. Dokumen yang menjelaskan identitas diri dari salah satu pengurus badan atau perusahaan terkait :
  •  Jika Pengurus seorang Warga Negara Indonesia dapat menyerahkan fotokopi KTP.
  • Tetapi jika pengurus perusahaan merupakan seorang Warga Negara Asing dapat menyerahkan fotokopi paspor pengurus
  1. Melampirkan surat pernyataan yang bermeterai dari salah satu pengurus wajib pajak badan yang isinya menyatakan kegiatan yang dilakukan di tempat atau lokasi kegiatan tersebut dilakukan.

Badan Usaha Operasi Kerjasama/Joint Operation

Syarat atau dokumen yang dibutuhkan sebagai berikut:

  1. Menyediakan fotokopi perjanjian kerja sama atau akta pendirian sebagai bentuk kerja sama operasi.
  2. Fotokopi kartu NPWP semua anggota bentuk kerja sama operasi yang wajib memiliki NPWP.
  3. Dokumen yang menjelaskan identitas diri salah satu pengurus perusahaan anggota bentuk kerjasama operasi:
  • Menyerahkan fotokopi KTP dan kartu NPWP apabila masih termasuk Warga Negara Indonesia.
  • Menyerahkan fotokopi paspor dan NPWP bagi Warga Negara Asing telah terdaftar sebagai Wajib Pajak
  1. Menyiapkan surat pernyataan yang telah bermaterai dari salah satu pengurus Wajib Pajak badan yang menyatakan kegiatan usaha yang dilakukan di tempat atau lokasi kegiatan usaha tersebut dilakukan.

Badan Usaha untuk Wajib Pajak Status Cabang

Syarat untuk pendaftaran NPWP badan untuk Wajib Pajak berstatus cabang:

  1. Melampirkan fotokopi dari kartu NPWP pusat atau induk
  2. Melampirkan Surat pernyataan yang telah bermaterai dari pimpinan cabang yang menyatakan kegiatan usaha dilakukan di tempat atau lokasi kegiatan usaha tersebut dilakukan.

Cara Membuat NPWP Badan

Berikut cara membuat NPWP badan yang dilakukan melalui jalur online :

  1. Klik pajak.go.id dan pilih menu sistem e-Registration
  • Apabila telah memiliki akun, masukkan email dan password, kemudian klik login
  • Apabila belum memiliki akun, klik “daftar” dan isi alamat email dan captcha dengan lengkap dan benar.  Kemudian cek imel yang di daftarkan dan ikuti petunjuk untuk melakukan aktivasi.
  1. Isi formulir pendaftaran di halaman Registrasi Data Wajib Pajak dengan data yang benar dan harus teliti
  2. Kirim formulir pendaftaran dengan pilih “daftar”
  3. Cetak formulir registrasi Wajib Pajak dan surat keterangan terdaftar sementara
  4. Tanda-tangani kedua formulir tersebut, sertakan pula berkas dokumen persyaratan yang telah disiapkan sebelumnya.
  5. Kirim formullir registrasi Wajib Pajak ke KPP atau scan dalam bentuk soft file melalui aplikasi e-Registration.

Itu tadi pembahasan mengenai NPWP Badan dari PT Jovindo Solusi Batam, setelah memiliki NPWP Badan, Wajib Pajakdi haruskan  menjalankan kepatuhan pajak perusahaan.  Sampai jumpa di artikel lainnya yang bakal kami bahas selanjutnya, yang masih berhubungan seputar pajak tentunya.

Menanggapi SP2DK dari Dirjen Pajak

Menanggapi SP2DK dari Dirjen Pajak

Haii Sobat Pajak, PT Jovindo Solusi Batam hadir untuk Anda yang mengalami permasalahan di bidang perpajakan serta membutuhkan pendampingan perpajakan. PT Jovindo Solusi Batam telah bersertifikat sehingga aman dan terpercaya dalam menangani dan mendampingi permasalahan perpajakan Anda.

Nah, pada kesempatan kali ini PT Jovindo Solusi Batam akan memberikan informasi terkait “Menanggapi SP2DK dari Dirjen Pajak” berikut pembahasannya.

 

Pengertian SP2DK

SP2DK merupakan singkatan dari Surat Permintaan Penjelasan atas Data serta Keterangan. Data yang dimaksud berupa sekumpulan informasi yang dimiliki pihak Dirjen Pajak dapat berupa SPT, rekaman data dari sistem informasi milik kantor pajak, berbagai keterangan yang bersumber dari hasil survei lapangan, serta data pendukung lainnya.

SP2DK sendiri memiliki tujuan untuk menjamin agar semua Wajib Pajak menjalankan kewajiban pajaknya.

Dirjen Pajak berhak menerbitkan SP2DK selama belum melampaui daluwarsa penetapan pajak yang paling lama 5 tahun setelah saat terutang pajaknya, atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak.

Tahapan yang dilakukan dalam proses penerbitan SP2DK :

  1. Tahap persiapan, pada tahap ini Wajib Pajak mendapat SP2DK atau dikunjungi langsung untuk menyampaikan surat SP2DK.
  2. Tahap tanggapan, dimana Wajib Pajak  menanggapi SP2DK yang dilakukan secara langsung atau tertulis.
  3. Tahapan penelitian dan analisis tentang kebenaran atas tanggapan oleh Wajib Pajak. Cara ini memiliki tujuan sebagai penelusuran kebenaran data dimana membandingkan semua data dan keterangan yang dimiliki Dirjen Pajak dengan bukti yang disampaikan Wajib Pajak.
  4. Tahap rekomendasi dan tindak lanjut yang didasarkan hasil analisis data dan keterangan.
  5. Tahap pengadministrasian kegiatan permintaan penjelasan.

Tanggapan Wajib Pajak terhadap SP2DK

Wajib Pajak dapat melakukan analisa apakah ada data yang diminta misal atas transaksi yang dimaksud atau data-data yang lainnya, bila tidak benar dan atau Wajib pajak memiliki bukti pendukung kuat yang mendukung kesimpulan Wajib Pajak maka diperbolehkan melakukan klarifikasi atas surat tersebut sesuai data yang ada dan benar adanya. Beberapa cara yang dapat Wajib Pajak lakukan untuk menyampaikan tanggapan terhadap SP2DK yaitu:

  1. Tanggapan Langsung

Wajib Pajak dapat langsung mengunjungi KPP dengan membawa serta dokumen yang diperlukan untuk mengklarifikasi hal yang termuat dalam surat dan tanggapan sebagai balasan SP2DK untuk memberi penjelasan . Tim pajak kemudian memasukkan tanggapan tersebut dalam Berita Acara pelaksanaan permintaan penjelasan yang selanjutnya akan ditandatangani oleh Wajib Pajak.

Namun, jika Wajib Pajak menolak menandatangani maka tanggapan tersebut akan dimasukkan dalam Berita Acara penolakan penjelasan. Kemudian, Pelaksana Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan akan menerbitkan LHP2DK serta memberikan rekomendasi tindak lanjut.

  1. Tanggapan lewat Video Conference

Jika Wajib Pajak tidak memungkinkan mendatangi KPP secara langgung, Dirjen Pajak menawarkan cara alternatif yaitu menyampaikan tanggapan lewat video Conference dan berbagai media elektronik yang memungkinkan. Namun terdapat beberapa ketentuan yang dipenuhi oleh Wajib Pajak yaitu :

  1. Wajib Pajak tentunya harus bersedia menyampaikan tanggapan melalui video conference dengan sebenar-benarnya.
  2. Wajib Pajak juga harus bersedia menandatangani dokumen yang diperlukan. Namun jika Wajib Pajak menolak maka akan diterbitkan berita acara penolakan.
  3. Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi undangan video conference. Pihak dari perpajakan yang akan menindaklanjuti data atau keterangan yang telah ada dan kemudian membuat kesimpulan serta pemberian rekomendasi tindak lanjut.

 

  1. Tanggapan Tertulis

Apabila Wajib Pajak tidak dapat mengunjungi KPP secara langgung atau bahkan tidak memiliki waktu untuk menghadiri Video Conference, wajib pajak dapat menanggapi SP2DK secara tertulis. Pernyataan tertulis tersebut berisi :

  1. Penyampaian SPT pembetulan sesuai dengan permintaan dalam SP2DK.
  2. Pernyataan tertulis yang menyangkal atau mengakui kebenaran dari dokumen yang termuat dalam SP2DK.

Itu tadi pembahasan mengenai SP2DK dari PT Jovindo Solusi Batam. Jadi jangan khawatir lagi ya, jika dikirimkan SP2DK dari Direktorat jenderal pajak. Bagi Wajib Pajak yang belum mendapatkanSP2DK juga tidak ada salahnya untuk melakukan analisa kepatuhan terhadap pajak secara mandiri atau menyeluruh. Jika sobat pajak masih bingung, PT Jovindo Solusi  dapat membantu konsultasi perpajakan Anda.

PPh Final Khusus UMKM sebesar 0,5%

PPh Final Khusus UMKM sebesar 0,5%

Hallo Sobat Pajak, PT Jovindo Solusi Batam adalah konsultan pajak bersertifikat dan terpercaya serta berpengalaman dalam mendampingi dan menangani berbagai masalah perpajakan.

Nah, kali ini PT Jovindo Solusi Batam akan memberikan informasi terkait PPh Final Khusus UMKM sebesar 0,5%Yuk simak pembahasannya.

 

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atau biasa disebut dengan UMKM sangat berdampak dalam percepatan pemulihan ekonomi Indonesia.

Berdasarkan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2008, usaha yang penghasilannya di bawah Rp 4,8 miliar per tahun masuk dalam kategori pelaku UMKM. Maka dari itu, khusus UMKM dikenai PPh Final UMKM sebesar 0,5%.

Penggolongan UMKM

Berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, penggolongan UMKM dibedakan menurut jumlah aset dan total omzet penjualan. Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) menjelaskan bahwa jumlah karyawan juga dapat menentukan penggolongan dari UMKM

Oleh karena itu, penggolongan UMKM dapat dijabarkan sebagai berikut:

  1. Usaha Mikro

Kriteria Usaha Mikro, yaitu mempunyai karyawan kurang dari 4 orang, memiliki asset atau kekayaan bersih (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) maksimal Rp 50 juta setahun, serta menghasilkan omzet penjualan maksimal Rp 300 juta setahun.

  1. Usaha Kecil

Selanjutnya kriteria yang termasuk Usaha Kecil, yaitu memiliki karyawan dengan jumlah 5 hingga 19 orang, mempunyai asset atau kekayaan bersih antara Rp 50 juta hingga Rp 500 juta setahun, serta menghasilkan omzet penjualan antara Rp 300 juta – Rp 2,5 miliar setahun.

  1. Usaha Menengah

Kemudian yang termasuk kriteria Usaha Menengah, yaitu memiliki karyawan dengan jumlah 20 hingga 99 orang, mempunyai asset atau kekayaan bersih antara Rp 500 juta hingga Rp 10 miliar setahun, serta menghasilkan omzet penjualan antara Rp 2,5 miliar – Rp 50 miliar setahun.

Peraturan PPh Final UMKM 0,5%

PPh UMKM adalah jenis pajak penghasilan yang dikenakan untuk  penghasilan di luar dari pekerjaan formal yang bersifat final. Maka pajak penghasilan yang dibayarkan pun sudah final, tidak dapat dimasukkan dalam perhitungan PPh terutang tahunan. PPh Final UMKM ini dikenakan pada penghasilan atau peredaran bruto setiap bulan dan wajib dibayar serta disetorkan ke kas negara setiap bulannya.

Tarif PPh Final yang dikenakan kepada pelaku UMKM adalah sebesar 0,5%, yang telah mengalami penurunan dari yang sebelumnya yaitu sebesar 1%.

Perubahan tarif ini tercantum dalam PP Nomor 23 Tahun 2018  mengenai Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang diterima Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto tertentu. Peraturan ini diberlakukan sejak 1 Juli 2018, menggantikan PP Nomor 46 Tajun 2013.

Tujuan dari PP Nomor 23 Tahun 2018 ini adalah untuk membantu pengembangan usaha para UMKM serta menjaga arus kas pelaku UMKM sehingga dapat digunakan sebagai tambahan modal.

Objek Pajak yang Dikenai PPh Final 0,5%

Objek pajak UMKM adalah penghasilan dari usaha yang diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto (omzet) tidak lebih dari Rp 4,8 miliar dalam 1 tahun pajak, termasuk omzet ditotalkan dari seluruh gerai, baik itu pusat maupun cabang.

Subjek yang Dikenai PPh Final 0,5%

Merujuk pada Pasal 3 ayat (1) PP Nomor 23 Tahun 2018, yang dikenai PPh Final UMKM 0,5% adalah Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan, selama memperoleh penghasilan sesuai ketentuan PP Nomor 23 Tahun 2018 dikatakan dapat menjadi subjek pajak UMKM.

Jangka Waktu Pengenaan PPh Final UMKM 0,5%

  • Wajib Pajak Orang Pribadi selama 7 tahun
  • Wajib Pajak badan yang berbentuk Koperasi, CV, atau Firma selama 4 tahun
  • Wajib Pajak badan yang berbentuk PT selama 3 tahun.

Jangka waktu pengenaan tarif PPh Final UMKM 0,5% bagi Wajib Pajak tersebut terhitung sejak Tahun Pajak Wajib Pajak terdaftar, bagi Wajib Pajak yang terdaftar sejak berlakunya PP Nomor 23 Tahun 2018;

Atau Tahun Pajak Wajib Pajak terdaftar, untuk Wajib Pajak yang telah terdaftar sebelum berlakunya PP Nomor 23 Tahun 2018.

Pengecualian Pengenaan Tarif 0,5% bagi Wajib Pajak pelaku UMKM

Jika peredaran bruto (omzet) yang melebihi Rp 4,8 miliar pada tahun berjalan atau telah melewati jangka waktu pengenaan, maka dari itu penghasilan usaha yang diperoleh Wajib Pajak pada Tahun Pajak sampai dengan Tahun Pajak berikutnya dikenakan ketentuan umum PPh berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a untuk Wajib Pajak orang pribadi dan Pasal 17 ayat (2a) atau Pasal 31E UU PPh untuk Wajib Pajak badan.

Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan PPh Final UMKM 0,5%

Jika PPh Final UMKM dipotong oleh pihak ketiga sebagai pemotong pajak, maka batas pembayaran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Sedangkan, jika setor sendiri, maka untuk batas pembayarannya paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

PPh Final dapat disetorkan menggunakan kode billing. Untuk Pembayaran dapat dilakukan melalui bank persepsi atau pos, ATM, atau internet banking.

Selanjutnya mengenai batas waktu pelaporan PPh Final UMKM untuk SPT Tahunan PPh orang pribadi paling lambat 3 bulan setelah akhir tahun pajak, sedangkan untuk badan paling lambat 4 bulan setelah akhir tahun pajak.

Perhitungan PPh Final UMKM 0,5%

Rumus untuk menghitung PPh Final UMKM :

Besaran pajak yang harus di bayar = peredaran bruto (omzet) x tarif PPh Final 0,5%

Keuntungan PPh Final UMKM 0,5%

  • Pelaku UMKM dapat membayar pajak dengan cara mudah dan sederhana
  • Dapat mengurangi beban pajak bagi pelaku UMKM karena sisa omzet setelah dipotong pajak bisa digunakan untuk mengembangkan usaha
  • Tarif pajak yang rendah mampu mendorong seseorang untuk ikut terjun ke dunia wirausaha
  • UMKM semakin patuh dalam membayar pajak.

Pembebasan dari PPh Final UMKM 0,5%

Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), mengatur Wajib Pajak yang memiliki omzet kurang dari Rp 500 juta setahun tidak dikenakan pajak.

Formulir Pemindahbukuan Pajak

Formulir Pemindahbukuan Pajak

Hallo Sobat Pajak, percayakan pembayaran dan pelaporan perpajakan Anda kepada PT Jovindo Solusi Batam aja di jamin deh aman dan terhindar dari kekeliruan. PT Jovindo Solusi Batam telah berpengalaman melayani banyak client yang datang untuk menyelesaikan berbagai permasalahan  pajak, selain itu juga PT Jovindo Solusi Batam merupakan Konsultan Pajak Terpercaya dalam melakukan Pendampingan Perpajakan tentunya.

 

Penyertaan formulir Pemindahbukuan Pajak atau form Pbk pajak dibutuhkan saat melaporkan SPT pajak. Pbk pajak ini adalah langkah yang dilakukan wajib pajak saat menghadapi kondisi tertentu dalam mengelola administrasi pajak.

Pengertian Pbk Pajak

Pemindahbukuan atau Pbk Pajak adalah proses memindahkan penerimaan pajak untuk dibukukan pada penerimaan pajak yang sesuai saat terjadinya kesalahan pembayaran atau penyetoran pajak.

Kesalahan pembayaran atau penyetoran pajak ini bisa terjadi, baik dari wajib pajak, bank persepsi mauapun dari pihak DJP dan pihak lain yang bersangkutan. Jadi, kesalahan dalam penyetoran atau pembayaran pajak tersebut dapat diperbaiki melalui permohonan pemindahbukuan pajak yang diajukan ke DJP.

Pajak yang dapat dilakukan melalui pemindahbukuan adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Dasar Hukum Pbk Pajak

Ketentuan pemindahbukuan pajak atau Pbk pajak diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan salah satunya yaitu :

  • PMK No. 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 mengenai Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
  • Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-36/PJ/2021 mengenai Standar Operasional Prosedur Layanan Unggulan Bidang Perpajakan

Beberapa alasan yang mendasari kegiatan pemindahbukuan yaitu :

  1. Terdapat kejelasan Surat Setoran Pajak (SSP) sebagai hasil penelusuran yang awalnya diadministrasikan dalam Bermacam-macam Penerimaan Pajak (BPP).
  2. Terjadi kekeliruan dalam mengisi SSP, baik itu yang menyangkut WP sendiri maupun WP lain.
  3. Terdapat pemecahan setoran pajak yang berasal dari satu SSP menjadi setoran dalam beberapa jenis pajak atau setoran dari beberapa WP
  4. Terdapat pelimpahan PPh Pasal 22 dalam rangka impor atas dasar inden sebelum berlakunya KMK Nomor 539/KMK.04/1990 tentang PPh Pasal 22, PPN dan atau PPnBM untuk kegiatan usaha di bidang impor atas dasar inden.
  5. Terjadi kesalahan dalam pengisian formulir Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP), baik menyangkut Wajib Pajak sendiri maupun Wajib Pajak lain.
  6. Terjadi kesalahan dalam pengisian data pembayaran pajak yang dilakukan melalui sistem pembayaran pajak secara elektronik sebagaimana tertera dalam Bukti Penerimaan Negara (BPN).
  7. Kesalahan dalam pengisian data pembayaran pajak yang tertera dalam BPN
  8. Terjadi kesalahan perekaman atas SSP dan SSPCP, yang dilakukan Bank Persepsi, Pos Persepsi dan Lembaga Persepsi lainnya.
  9. Terjadi kesalahan perekaman atau pengisian Bukti Pbk oleh pegawai DJP
  10. Pada upaya pemecahan setoran pajak dalam SSP, SSPCP, BPN, atau Bukti Pbk menjadi beberapa jenis pajak atau setoran beberapa Wajib Pajak, dan/atau objek pajak PBB
  11. Lebih besar jumlah pembayaran pada SSP, BPN, atau Bukti Pbk  daripada pajak yang terutang dalam Surat Pemberitahuan, surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Ketetapan Pajak PBB atau Surat Tagihan Pajak PBB
  12. Lebih besar Jumlah pembayaran pada SSPCP atau Bukti Pbk daripada pajak yang terutang dalam pemberitahuan pabean impor, dokumen cukai, atau surat tagihan/surat penetapan
  13. Pemindahbukuan karena alasan lain yang diatur oleh DJP.

Tahapan permohonan pemindahbukuan pajak :

  • Mengisi formulir Pbk pajak
  • Melampirkan bukti asli SSP
  • Melaporkan surat pernyataan tidak keberatan melakukan Pbk pajak
  • Melampirkan surat pernyataan tentang kekeliruan yang dibuat pimpinan bank/kantor pos persepsi apabila kesalahan terjadi karena kekeliruan dari pihak petugas tersebut
  • Melampirkan fotocopy KTP dan bukti setoran tanpa NPWP.

Tata cara menyampaikan permohonan formulir pemindahbukuan pajak:

  1. Menggunakan surat permohonan Pemindahbukuan pajak atau formulir pemindahbukuan pajak, yang ditujukan kepada DJP.
  2. Mengantar formulir Pbk ke KPP tempat pembayaran diadministrasikan secara langsung atau melalui pos atau jasa pengiriman yang ada bukti pengirimannya.
  3. Pembayaran pajak yang tertera dalam SSP, SSPCP, BPN atau Bukti Pbk dapat diajukan permohonan Pemindahbukuan dalam hal pembayaran tersebut belum diperhitungkan dengan pajak yang terutang dalam :
  • Surat Pemberitahuan (SPT)
  • Surat Tagihan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak
  • Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
  • Surat Tagihan atau Ketetapan Pajak PBB
  • Pemberitahuan Impor Barang (PIB)
  • Dokumen cukai
  • Surat Tagihan atau Surat Penetapan

 

Serba Serbi Faktur Pajak

Serba Serbi Faktur Pajak

Percayakan Perpajakan kepada PT Jovindo Solusi Batam aja selain merupakan Konsultan Pajak Terpercaya dalam melakukan Pendampingan Perpajakan, PT Jovindo Solusi Batam juga telah melayani banyak client yang datang untuk menyelesaikan berbagai permasalahan  pajak.

 

Kegiatan pembelian dan penjualan berhubungan dengan proses bisnis suatu perusahaan, sehingga Pengusaha yang telah di kukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) tentunya harus memahami tentang apa itu Faktur Pajak. Kali ini PT Jovindo Solusi Batam akan bantu menjelaskan kepada sobat pajak mengenai Faktur Pajak.

Menarik dari pengertiannya, PKP merupakan pengusaha, perusahaan, atau badan usaha yang menjual barang atau jasa kena pajak yang nantinya akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dalam hal ini PKP berkewajiban untuk membuat faktur pajak, menyetor PPN, dan melakukan laporan mengenai PPN yang diterapkan di perusahaannya.
PKP ini lah yang akan bertanggung jawab dalam hal melaporkan pemungutan PPN tersebut kepada pemerintah. Faktur Pajak ini digunakan PKP sebagai dokumen yang menunjukkan bahwa PKP telah melakukan tugasnya dalam pemungutan PPN.

Definisi Faktur Pajak
Berdasarkan pada UU PPN, definisi faktur pajak tertuang dalam Pasal 1 ayat 23 UU PPN, yaitu bukti pungutan pajak yang telah dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan baik itu Barang Kena Pajak (BKP) maupun itu Jasa Kena Pajak (JKP).

Konsumen nantinya membayar harga barang beserta PPN yang dikenakan pada barang tersebut. Di dalam faktur pajak, tercantum besaran PPN yang harus dibayarkan oleh pihak konsumen.

Faktur pajak yang telah dibuat oleh PKP harus dilaporkan kepada pihak otoritas yang berwenang, yaitu Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pelaporan ini dilakukan melalui Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai periode terjadi transaksi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) nya.

Fungsi Faktur Pajak

Berikut ini beberapa fungsi dari faktur pajak:

  1. yang sah dokumen sah yang menunjukkan bahwa PKP telah melakukan tugasnya dalam pemungutan PPN.
  2. Bukti pembayaran Pajak Masuk dan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran
  3. Data untuk Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam hal melakukan pengecekan atas berbagai transaksi yang dilakukan oleh PKP.

Jenis Faktur Pajak
Berikut Jenis Faktur Pajak berdasarkan UU PPN tahun 2000 yaitu :

  1. Faktur Pajak Standar
    Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP dalam kertas ukuran kuarto. Faktur ini memuat beberapa informasi yaitu :

 

  1. Identitas Pengusaha Kena Pajak dalam NPWP
  2. Informasi seputar BKP atau JKP
  3. Jumlah PPN yang dipungut dari konsumen
  4. Nomor seri, kode faktur pajak, dan tanggal pembuatan
  5. Identitas dari pembeli atau penerima beserta tanda tangan

 

  1. Faktur Pajak Gabungan
    Faktur pajak ini dibuat PKP apabila melakukan kegiatan transaksi lebih dari satu kali terhadap pihak yang sama dalam sebulan. Berikut isi dari Faktur pajak gabungan :

 

  1. Identitas NPWP dan alamat penerima BKP atau JKP
  2. Identitas NPWP dan alamat yang melakukan penyerahan BKP atau JKP
  3. Informasi jenis barang atau jasa, termasuk didalamnya harga jual
  4. Informasi mengenai pemungutan PPN
  5. Nomor seri, kode faktur pajak, dan tanggal pembuatan
  6. Nama dan tanda tangan penerima

 

  1. Faktur Pajak Sederhana
    Bukti pungutan pajak oleh PKP yang menyerahkan atau menerima BKP atau JKP secara eceran. Misalnya seperti bon kontan atau invoice.

    Terdapat juga tujuh jenis faktur pajak lain dari yang di sebutkan di atas, hal yang membedakannya adalah skema tempat faktur pajak tersebut dibuat. Berikut ini adalah jenis  – jenis faktur pajaktersebut :

 

  1. Faktur Pajak Pengeluaran

Faktur pajak yang diterbitkan oleh PKP saat melakukan kegiatan penjualan BKP atau JKP.

  1. Faktur Pajak Masukan

Faktur pajak yang diterima oleh PKP saat melakukan kegiatan pembelian BKP atau JKP dari PKP lain.

  1. Faktur Pajak Pengganti

Faktur pajak pengganti atas faktur pajak yang sebelumnya terjadi kesalahan data.

  1. Faktur Pajak Gabungan

Faktur pajak yang diterbitkan PKP yang merangkap seluruh penjualan dalam sebulan kepada pembeli BKP atau JKP.

  1. Faktur Pajak Digunggung

Faktur pajak yang dibuat tanpa adanya identitas pembeli dan penjual karena diterbitkan oleh pengusaha eceran.

  1. Faktur Pajak Cacat

Faktur pajak yang terjadi kesalahan di dalam proses pembuatannya yang meliputi kesalahan data atau kesalahan pengisian kode dan nomor seri.

  1. Faktur Pajak Batal

Faktur pajak yang dibatalkan karena terjadinya pembatalan transaksi antara pembeli dan penjual.

Tahapan Membuat Faktur Pajak
Tahapan dalam penerbitan faktur pajak sebagai berikut :

  1. PKP menutup kontrak atau kesepakatan penyerahan, membuat faktur pajak, dan melakukan pencatatan baik itu secara manual ataupun dengan sistem.
  2. PKP memasukkan data faktur secara manual atau dengan impor data ke aplikasi e-Faktur. Data yang akan dimasukkan oleh PKP adalah sebagai berikut:
  • Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), alamat, dan nama PKP yang menyerahkan BKP atau JKP
  • Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), alamat, nama PKP pembeli/penerima BKP atau JKP
  • Mencantumkan informasi mengenai barang atau jasa, dengan jumlah harga jual atau penggantian dan potongan harga tersebut
  • Jumlah PPN yang dipungut
  • Kode, Nomor Seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak tersebut
  • Nama dan tanda tangan masing – masing pihak yang terkait.
  1. PKP melaporkan faktur pajak ke DJP melalui e-faktur online
  2. DJP memberikan persetujuan faktur pajak
  3. PKP akan mendapatkan file PDF dan dapat mencetak e-Faktur
  4. PKP membuat SPT Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam aplikasi e-faktur
  5. PKP melaporkan SPT PPN langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui e-filling
  6. KPP menerbitkan tanda terima SPT Masa PPN
  7. DJP melakukan pengelolaan terkait data e-faktur sebagai pelayanan dan pengawasan

 

 

Pajak untuk Bisnis Kos-Kosan

Pajak untuk Bisnis Kos-Kosan

PT Jovindo Solusi Batam juga merupakan Konsultan Pajak Terpercaya dalam melakukan Pendampingan Perpajakan Anda, dan telah melayani banyak client yang datang untuk menyelesaikan berbagai permasalahan  pajak tentunya.

Nah, Kali ini PT Jovindo Solusi Batam akan memberikan informasi terkait Pajak Non Efektif. Lebih lengkapnya pada artikel kali ini, kita akan memberikan  informasi mengenai ‘’ Apa itu Wajib Pajak Non Efektif ?’’

 

Karena banyaknya pendatang baru khususnya di Kota Batam ini, dan tentunya membutuhkan tempat tinggal dalam jangka waktu tertentu. Kos – Kosan merupakan salah satu bisnis properti yang menjanjikan dan banyak diminati banyak orang. Pada umumnya kos-kosan banyak ditemui di daerah perkantoran, sekolah atau kampus, dan daerah industri. Lalu apakah Bisnis Kos – Kosan dikenakan pajak ? bagaimana system pengenaan pajak pada bisnis Kos – Kosan ini ?

Awalnya pengenaan pajak untuk Bisnis Kos – Kosan diatur Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ( UU PDRD ). Berdasarkan Undang-Undang ini bahwa kos-kosan termasuk bagian dari pengertian hotel, sehingga apabila wajib pajak memiliki kos-kosan lebih dari sepuluh kamar maka mekanisme perpajakannya sama seperti hotel yang akan dikenakan pajak daerah dengan tarif tertinggi 10% dan disesuaikan dengan kebijakan daerah masing-masing.

Namun apabila kurang dari sepuluh kamar peraturan pajaknya diatur dalam PPh Final Pasal 4 Ayat 2 dengan tarif pajak 10%. Dalam peraturan tersebut telah dijelaskan penghasilan dari transaksi atau pengalihan aset dalam bentuk tanah atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan sewa atas tanah atau bangunan termasuk ke dalam objek pajak.

Namun kemudian peraturan tersebut disederhanakan. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) maka dicabutlah UU PDRD. Dalam peraturan baru tersebut dijelaskan bahwa kos-kosan tidak termasuk pengertian dari hotel dan tidak lagi menjadi objek pajak daerah.

Kemudian dengan hadirnya Peraturan Pemerintah RI Nomor 34 Tahun 2017 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah atau Bangunan dijelaskan bahwa penghasilan dari kos-kosan tidak termasuk kedalam penghasilan dari sewa tanah atau bangunan, tetapi masuk ke dalam golongan penghasilan usaha. Sehingga mekanisme perpajakan kos-kosan pada PPh Final Pasal 4 Ayat 2 tidak di berlakukan lagi.

Lebih sederhananya lagi pengenaan pajak Bisnis Kos – Kosan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018. Dalam Undang-Undang ini menjelaskan bahwa pajak penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yaitu tidak melebihi 4,8 miliar dalam satu tahun pajak, maka atas penghasilan yang diterima dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif pajak sebesar 0,5%.

Batasan peredaran bruto yang mendapatkan insentif pajak untuk pelaku UMKM orang pribadi menggunakan PP No.23 adalah sebesar Rp 500 juta dari penghasilan yang diperoleh usahanya tidak dipungut pajak atau bebas dari pembayaran pajak. Penjelasan ini berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Perhitungan PPh Final terutang atas penghasilan Bisnis Kos – Kosan sebagai berikut :

Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan dalam Setahun – Batas Peredaran Bruto

PPh Pasal 25 Sebagai Bentuk Pajak Angsuran

PPh Pasal 25 Sebagai Bentuk Pajak Angsuran

PT Jovindo Solusi Batam merupakan konsultan pajak batam yang telah melayani banyak client yang datang untuk menyelesaikan berbagai permasalahan  pajak seperti PPh 21, PPh 23, PPh 4 ayat 2, dan PPh Badan.

PT Jovindo Solusi Batam juga merupakan Konsultan Pajak Terpercaya dalam melakukan Pendampingan Perpajakan Anda.

 

Jenis pajak yang seringkali dibebankan kepada Wajib Pajak Badan yaitu Pajak Penghasilan (PPh), dan dikenakan atas suatu penghasilan yang diperoleh. Jenis PPh juga beragam dengan ketentuan dan tarif yang berbeda pula. Nah, Pada artikel kali  PT Jovindo Solusi Batam akan memberikan  informasi mengenai ‘’ PPh Pasal 25 Sebagai Bentuk Pajak Angsuran’’

Definisi PPh Pasal 25

Pajak Penghasilan atau PPh Pasal 25 merupakan jenis pajak penghasilan yang dibayar secara angsuran. Tujuan adanya jenis pajak ini adalah untuk meringankan beban dari Wajib Pajak. Dikarenakan kredit pajak atau pajak yang terutang harus dilunasi dalam kurun waktu satu tahun pajak. Sedangkan untuk pembayaran pajaknya harus dilakukan sendiri dan tidak dapat diwakilkan.

Perhitungan dalam PPh Pasal 25

Untuk besaran angsuran untuk PPh Pasal 25 ini dihitung sebesar pajak yang terutang. Angsuran tahun berjalannya yaitu tahun pajak selanjutnya setelah tahun dilaporkan di SPT tahunan nantinya akan dikurangi oleh pajak lainnya yaitu :

  • Pajak penghasilan (PPh) yang dipotong berdasarkan dengan Pasal 21. Dimana terdapat tambahan sebesar 20% untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP. Kemudian Pasal 23 dengan tarif sebesar 15% berdasarkan dividen, bunga, hadiah dan royalti. Serta tarif sebesar 2% di dasarkan pada sewa dan penghasilan lainnya serta imbalan jasa.
  • Pajak penghasilan (PPh) dibayarkan atau terutang di luar negeri. Yang mana pajak tersebut dapat dikreditkan sesuai dengan Pasal 24. Selanjutnya akan dilakukan  pembagian menjadi total bulan dalam pajak masa setahun.

Klasifikasi Tarif untuk PPh Pasal 25 Badan

Klasifikasi tarif dalam PPh Pasal 25 yang diberlakukan bagi suatu badan usaha, didasarkan pada tingkat peredaran bruto yang dimiliki, yaitu:

  • Apabila penghasilan bruto dari Wajib Pajak Badan di bawah Rp4,8 Miliar, tarif pajak yang dikenakan adalah sebesar 1%. Tarif tersebut kemudian dikalikan dengan penghasilan kotor atau peredaran bruto.
  • Apabila penghasilan yang dimiliki Wajib Pajak Badan di atas Rp4,8 Miliar sampai dengan Rp50 Miliar, perhitungan besaran tarifnya adalah 0,25. Yang selanjutnya dikalikan dengan penghasilan kena pajak (PKP).
  • Apabila penghasilan yang dimiliki Wajib Pajak Badan Melebihi Rp50 Miliar, maka untuk perhitungan besaran tarifnya yaitu 25% dikalikan PKP.

Penting sekali mengetahui batas waktu atau jatuh tempo pembayaran pajak supaya tidak mengalami keterlambatan yang dapat mengakibatkan dikenakan sanksi berupa denda. Apabila batas waktu untuk penyetoran pajak jatuh tempo bertepatan pada hari libur, maka dari itu dapat dilakukan pada hari berikutnya.

Mengenal tentang PPN Masukan

Mengenal tentang PPN Masukan

PT Jovindo Solusi Batam merupakan konsultan pajak batam yang telah melayani banyak client yang datang untuk menyelesaikan berbagai permasalahan  pajak seperti PPh 21, PPh 23, PPh 4 ayat 2, dan PPh Badan.

PT Jovindo Solusi Batam juga merupakan Konsultan Pajak Terpercaya dalam melakukan Pendampingan Perpajakan Anda.

Nah, Kali ini PT Jovindo Solusi Batam akan memberikan informasi terkait Tarif PPh Pribadi. Nah, Pada artikel kali kita ini akan memberikan  informasi mengenai ‘’ Mengenal tentang PPN Masukan’’

 

Definisi PPN Masukan

Udah tahu belum apa itu PPN Masukan ? PPN masukan atau disebut juga sebagai pajak masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dibebankan kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan pembelian terhadap barang atau jasa kena pajak (BKP atau JKP).

PKP diharuskan melakukan pengkreditan atau pengurangan antara PPN keluaran dengan PPN masukan. Jika selisih antara PPN keluaran dan PPN Masukan ternyata lebih besar PPN masukan, maka kelebihan pembayaran PPN tersebut dapat dikompensasikan di masa pajak selanjutnya atau PKP dapat  mengajukan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak di akhir tahun buku.

Landasan Hukum untuk Pengkreditan PPN Masukan

Dasar hukum pada kegiatan pengkreditan PPN masukan tertuang dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atau disebut juga UU PPN dan PPnBM.

Tetapi untuk Dasar Hukum utama yang melandasi pengkreditan PPN masukan ini adalah Pasal 9 Ayat (2), yang menyatakan bahwa PPN masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan PPN keluaran pada masa pajak yang sama. Pasal 9 UU PPN dan PPnBM secara keseluruhan mengatur tentang perlakuan PPN masukan, dimulai dari perlakuan  untuk pengkreditan PPN masukan standar, arti PPN masukan bagi PKP pada umumnya, sampai dengan perlakuan khusus bagi PKP yang PPN masukannya memenuhi kriteria tertentu.

Kriteria Pengkreditan PPN Masukan dan Batas Waktunya

PPN masukan dapat dikreditkan untuk masa pajak yang sama, apabila memenuhi beberapa kriteria ini dan tentunya berlaku untuk semua bidang usaha. Kriteria tersebut antara lain:

  1. Terdapat di dalam faktur pajak lengkap atau dokumen tertentu yang diperlakukan sama dengan faktur pajak.
  2. Berhubungan langsung dengan kegiatan usaha.

Berdasarkan Pasal 9 Ayat (9) UU PPN dan PPnBM secara detail menjelaskan bahwa Pajak Masukan yang bisa dikreditkan, akan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak bersangkutan selagi belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan tentunya.

Pengecualian Pengkreditan PPN Masukan

Ada beberapa PPN masukan yang ternyata tidak dapat dikreditkan dengan PPN keluaran hanya untuk penyerahan atau pengeluaran sebagai berikut:

  1. Perolehan BKP atau JKP yang dilakukan sebelum pengusaha ditetapkan sebagai PKP.
  2. Perolehan BKP atau JKP yang tidak memiliki hubungan langsung dengan kegiatan usaha.
  3. Kepemilikan dan pemeliharaan kendaraan bermotor, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.
  4. Penggunaan BKP tidak berwujud atau penggunaan JKP dari luar daerah pabean sebelum pengusaha ditetapkan sebagai PKP.
  5. kepemilikan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan atau tidak terdapat nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembeli BKP atau JKP.
  6. Penggunaan BKP tidak berwujud atau penggunaan JKP dari luar daerah pabean yang faktur pajaknya tidak memenuhi kriteria.
  7. Kepemilikan BKP atau JKP yang pajak masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak.
  8. Perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya tidak dilaporkan dalam SPT masa PPN, biasanya ditemukan saat dilakukan pemeriksaan.
  9. kepemilikan BKP lain dari barang modal atau JKP sebelum PKP mulai beroperasi.

PPN masukan yang tidak dapat dikreditkan untuk PPN masukan terkait BKP atau JKP yang mendapat fasilitas pembebasan pungutan PPN. Meski BKP atau JKP dibebaskan PPN, bukan berarti tidak ada PPN, melainkan PPN yang ada tidak dipungut.

PKP dalam masa pajak melakukan penyerahan yang terutang dan tidak terutang PPN hanya dapat mengkreditkan PPN masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang PPN, dan diketahui dengan pasti dari pembukuan PKP.