Telat Lapor SPT Tahunan Bakal Kena Denda, Segini Besarannya

Konsultan Pajak Batam-Ada banyak masyarakat yang mau menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN mereka,  pelaporan pajak online maupun untuk layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya, dan juga untuk di daerah lainnya yang terkait pajak. Nah, ulasan di bawah ini akan menjelaskan tentang Telat Lapor SPT Tahunan Bakal Kena Denda, Segini Besarannya”

Untuk setiap wajib pajak (WP) yang mempunyai NPWP dan juga penghasilan wajib untuk melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Pelaporan SPT Tahunan itu bersifat wajib.

Wajib pajak (WP) yang terlambat ataupun tidak melaporkan SPT Tahunan, maka akan dikenai sanksi yakni berupa denda (denda SPT Tahunan) hingga sanksi pidana. Sanksi tersebut telah tercantum di dalam Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).

Tahun ini, batas waktu lapor SPT Tahunan bagi wajib pajak pribadi paling lambat-nya adalah sampai tanggal 31 Maret 2022. Sedangkan untuk wajib pajak badan, pelaporan SPT Tahunan paling lambat-nya pada tanggal 30 April 2022.

Lantas, berapakah biaya denda SPT Tahunan yang harus dibayarkan jika telat melaporkan?

Dilihat dari laman pajak.go.id, untuk denda telat lapor SPT itu diatur di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 mengenai Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 6 Tahun 1983 mengenai Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).

Denda telat lapor SPT Tahunan

Besaran denda yang harus dibayarkan untuk keterlambatan pelaporan SPT untuk wajib pajak (WP) yang mempunyai NPWP adalah sebagai berikut ini:

  1. Denda sebesar Rp 100.000 bagi wajib pajak pribadi (NPWP pribadi)
  2. Denda sebesar Rp 1.000.000 bagi wajib pajak badan
  3. Denda sebesar Rp 500.000 itu untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
  4. Denda sebesar Rp 100.000 untuk Surat Pemberitahuan Masa yang lainnya

Ada pula pihak-pihak yang tidak terkena denda meski pun belum melaporkan SPT Tahunan sebagaimana yang tertera dalam pasal 7 UU KUP antara lain:

  1. Wajib Pajak (WP) orang pribadi yang sudah meninggal dunia;
  2. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha ataupun pekerjaan bebas;
  3. Wajib Pajak orang pribadi yang statusnya sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
  4. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang tidak melaksanakan kegiatan lagi di Indonesia;
  5. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi namun belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
  6. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
  7. Wajib Pajak (WP) yang terkena bencana
  8. Wajib pajak (WP) lain yang ditentukan oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK). PMK tersebut mengacu pada PMK No. 186/PMK.03/2007.
  9. Kriteria wajib pajak lain yang ditentukan oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK) untuk mendapat pengecualian denda pasal 7 KUP ini antara lain sebagai berikut:
  • Terkena kerusuhan massal,
  • Terkena musibah kebakaran,
  • Terkena musibah ledakan bom ataupun serangan terorisme,
  • Mengalami perang antar suku,
  • Mengalami kegagalan sistem komputer administrasi penerimaan negara atau perpajakan.

Denda SPT Tahunan tersebut merupakan sanksi untuk wajib pajak (WP) yang lalai memenuhi kewajiban perpajakannya. Sanksi tersebut sekaligus sebagai bentuk tertib administrasi perpajakan dan juga upaya untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, baik itu wajib pajak orang pribadi ataupun badan.

Terlebih sekarang ini lapor SPT Tahunan tidak harus datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Wajib pajak bisa menggunakan cara lapor SPT online lewat e-Filing ataupun e-Form dengan mudah.

Lantas, bagaimanakah cara membayar denda SPT Tahunan jika telat melapor ?

Untuk wajib pajak yang tidak melaporkan SPT Tahunan akan diberikan STP yang berisi pemberitahuan denda Pasal 7 KUP. Sebagai warga negara yang taat pajak, wajib pajak (WP) harus membayar denda yang tercantum dalam STP tersebut.

Untuk membayar denda tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan kemudahan agar wajib pajak bisa membayar denda SPT Tahunan secara daring. Berikut ini tata caranya:

Cara membayar denda SPT Tahunan secara online

  1. Masuk ke alamat situs web pajak.go.id, setelah itu login
  2. Lalu klik “tab” bayar dan kemudian pilih e-Billing.
  3. Isi bagian Jenis Pajak dengan memilih 411125-PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi ataupun Badan.
  4. Setelah itu akan diarahkan ke bagian jenis setoran,kemudian pilih jenis setoran 300-STP.
  5. Pada kolom Masa Pajak, isi bulan Januari hingga Desember.
  6. Kemudian isi Tahun Pajak sesuai dengan tahun pajak yang tertera dalam STP yang diterima oleh wajib pajak.
  7. Lengkapi bagian Nomor Ketetapan sesuai dengan STP. Format pengisiannya yakni Nomor Urut/Jenis SKP/Tahun Pajak/Kode KPP/Tahun Terbit.
  8. Setelah itu isi bagian Jumlah Setor sesuai dengan nominal dalam STP.
  9. Klik bagian Buat Kode Billing.
  10. Kemudian masukkan kode keamanan lalu klik Submit.
  11. Wajib Pajak (WP) akan melihat ringkasan SSE dan harus memastikan seluruh data yang tertera dalam SSE sudah benar.
  12. Langkah terakhir klik Cetak dan kode billing akan terunduh secara otomatis, kode tersebut bisa digunakan untuk melakukan pembayaran denda melalui bank, kantor pos, ATM ataupun internet banking.

Itulah tadi informasi seputar biaya denda SPT Tahunan apabila terlambat melapor. Agar tidak dikenai denda dan juga sanksi, lapor SPT Tahunan sebaiknya dilakukan sebelum jatuh tempo.

PPN 11% Mulai 1 April 2022 Mendatang? Ini Alasannya!

Konsultan Pajak Batam-Ada banyak sekali masyarakat yang ingin menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN mereka,  pelaporan pajak online ataupun untuk layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya, dan juga untuk di daerah lain yang terkait dengan pajak. Nah, simak artikel dibawah ini yang akan membahas tentang PPN 11% Mulai 1 April 2022 Mendatang? Ini Alasannya!”

PPN Naik 11%

Pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sudah sepakat untuk menaikan tarif PPN secara bertahap, dimulai dari tanggal 1 April 2022 dan akan naik lagi menjadi 12% pada tanggal 1 Januari 2025.

Seperti yang sudah Anda lihat, meski di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 mengenai  Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) kebijakan ini sudah disahkan, tetapi keputusan ini masih saja menuai pro dan kontra. Bahkan banyak pihak yang berharap kebijakan ini dapat ditunda.

Dampak PPN Naik 11% 

Wacana tentang penundaan kenaikan tarif PPN 11% sebenarnya hampir dilaksanakan akibat adanya dampak inflasi. Di sisi lain, kenaikan tarif PPN 11% ini bisa menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan tax ratio.Para ahli pajak juga berpendapat bahwa kebijakan ini tidak bisa ditunda, karena melihat bahwa kebijakan ini sudah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Inflasi akibat kenaikan tarif PPN ini diperkirakan berada di atas 1,4%/bulan. Selain itu, kenaikan tarif PPN ini  juga akan berpengaruh pada kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), tarif dasar listrik untuk non subsidi, dan juga penyesuaian harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) non subsidi untuk yang kesekian kalinya.

Dari adanya inflasi tersebut diduga akan membuat bank sentral melakukan penyesuaian untuk suku bunga lebih cepat. Hal tersebut mungkin saja akan berdampak pula pada kenaikan biaya produksi di level produsen dan juga bisa diteruskan sampai level konsumen.

Tentu saja dampak dari kenaikan ini akan dirasakan oleh masyarakat, terutamanya adalah masyarakat kalangan menengah ke bawah. Jadi, pemerintah pun diharapkan bisa memperhatikan kesiapan dari daya beli masyarakat atas kenaikan harga kebutuhan pokok.

Daftar Jenis Barang & Jasa Bebas PPN 11%

Seperti yang sudah dipahami bahwa kenaikan PPN 11% tersebut sejalan dengan amanat dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Berdasarkan atas peraturan tersebut, nyatanya tidak semua barang dan juga jasa dikenakan PPN 11% ini. Daftar barang dan jasa tersebut adalah sebagai berikut ini:

  • Barang kebutuhan pokok
  • Jasa kesehatan
  • Jasa pendidikan
  • Pelayanan jasa sosial

Daftar di atas adalah yang dibebaskan dari pengenaan PPN 11%. Selain daftar di atas tersebut, pemerintah pun memberikan pengecualian atas beberapa jenis barang ataupun jasa tertentu pada sektor usaha tertentu.

Pada jenis barang ataupun jasa tersebut diterapkan tarif PPN final 1%, 2%, ataupun 3% dari peredaran usaha yang akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Banyak sekali yang beranggapan bahwa daya beli masyarakat yang masih melemah mengingat saat ini sedang terjadinya kelangkaan bahan pokok seperti minyak dan juga gula, diharapkan pemerintah dapat mempertimbangkan penundaan untuk kenaikan tariff PPN ini. tetapi, di sisi lain, pemerintah merasa bahwa kenaikan ini tidak bisa ditunda lagi.

Itulah tadi pembahasan mengenai kenaikan tarif PPN yang tadinya 10%, akan naik menjadi sebesar 11% pada tanggal 1 April 2022 mendatang.

 

Selamat Tinggal e-SPT Tahunan

Konsultan Pajak Batam-Ada banyak sekali masyarakat yang ingin menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN mereka,  pelaporan pajak online dan untuk layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya, dan juga untuk di daerah lainnya yang terkait pajak. Nah, pada ulasan di bawah ini akan dibahas mengenai “Selamat Tinggal e-SPT Tahunan”

Seiring dengan berjalannya waktu dan juga perkembangan teknologi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selalu melakukan perubahan secara terus menerus ke arah yang lebih baik  untuk  memberikan layanan dan juga kemudahan bagi wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya.

Untuk hal pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan ada beberapa aplikasi pembuatan SPT Tahunan. Salah satunya yaitu e-SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh).

Pada tahun 2014 DJP sudah mulai memperkenalkan e-Filing, lalu pada tahun 2017 e-Form diperkenalkan dengan segala kelebihannya untuk pelaporan SPT Tahunan. Tetapi hal tersebut ternyata tidak membuat wajib pajak (WP) berpaling dari e-SPT Tahunan. Masih banyak wajib pajak    (WP) yang setia menggunakan e-SPT Tahunan.

Walaupun aplikasi e-SPT Tahunan kini telah berumur lebih dari 10 tahun, namun pada kenyataanya aplikasi ini masih minim mendapatkan perubahan ataupun pembaruan. Misalnya  apabila terdapat perubahan tarif, maka wajib pajak (WP) harus merubah sendiri secara manual ataupun datang langsung ke Helpdesk kantor pajak terdekat untuk membantu mengubah tarifnya.

Terlebih lagi apabila untuk penggunaan pertama kali, kita harus menginstalasi aplikasi tersebut terlebih dahulu pada perangkat komputer kita setelah itu kita membuat basis data, baru kita bisa membuat SPT Tahunan PPh.

Penutupan e-SPT Tahunan

Pada tanggal 15 Februari 2022 Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat telah menetapkan Pengumuman Nomor Peng-5/PJ.09/2022 mengenai Pengalihan Saluran Pelaporan SPT Tahunan lewat Aplikasi e-SPT sekarang menjadi e-Form dan juga e-Filling.

Pada pengumuman tersebut disampaikan bahwa Direktorat Jenderal Pajak akan menutup saluran pelaporan SPT Tahunan lewat aplikasi e-SPT pada tanggal 28 Februari 2022 untuk jenis SPT 1770, 1770 S, dan 1771. Lalu untuk Jenis formulir SPT PPh Badan dalam satuan mata uang dolar Amerika Serikat (1771 $) dan juga lampiran khusus untuk Wajib Pajak Migas pada tanggal 30 Maret 2022.

Keputusan ini sangatlah tepat karena apabila wajib pajak (WP) masih menggunakan e-SPT Tahunan akan ada kemungkinan terdapat kesalahan wajib pajak karena tarif PPh yang masih belum dibarui dan juga wajib pajak (WP) tidak perlu repot lagi menginstalasi aplikasi e-SPT diperangkat komputer yang akan digunakan oleh wajib pajak.

Cara Melaporkan SPT Tahunan

Kemudian setelah Direktorat Jenderal Pajak menutup saluran pelaporan SPT Tahunan melalui aplikasi e-SPT, wajib pajak (WP) tidak perlu khawatir tentang bagaimana cara untuk melaporkan SPT Tahunan.

Wajib pajak (WP) masih bisa melaporkan SPT Tahunannya dengan secara daring melalui e-Filing ataupun e-Form. e-Filing itu hanya bisa digunakan untuk formulir 1770 S dan 1770 SS, kemudian untuk e-Form bisa digunakan untuk formulir 1770, 1770 S, dan 1771.

  • Cara lapor spt tahunan menggunakan e-filing

Untuk pelaporan SPT Tahunan secara daring melalui e-Filing caranya sangatlah mudah. Anda  hanya perlu perangkat komputer ataupun ponsel yang selalu terhubung dengan jaringan internet. Lalu wajib pajak bisa login di alamat situs web www.pajak.go.id dengan cara mengisi NPWP, password, dan juga kode keamanan atau captcha. Setelah login wajib pajak (WP) bisa memilih menu lapor dengan menggunakan e-Filing. Selama proses pengisian SPT Tahunan dengan menggunakan e-Filing tersebut, perangkat yang anda gunakan harus selalu terhubung dengan internet.

Sebelum mengirim SPT Tahunan yang sudah diisi tersebut, terlebih dahulu wajib pajak (WP) harus mengisi kode verifikasi yang bisa dikirimkan ke surel (email) ataupun ponsel melalui pesan singkat (SMS). Setelah mengisi kode verifikasi tersebut, wajib pajak bisa mengirimkan SPT Tahunan yang sudah diisi lengkap melalui menu Submit SPT, setelah itu Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) akan dikirimkan ke alamat surel.

  • Cara lapor spt tahunan menggunakan e-form

Sedangkan cara untuk Pelaporan SPT Tahunan dengan menggunakan e-Form tidak jauh berbeda dengan menggunakan e-Filing, yakni di alamat www.pajak.go.id. Sesudah login wajib pajak (WP) bisa memilih menu lapor menggunakan e-Form. Setelah itu fail e-Form akan terunduh dan juga secara bersamaan kode token juga akan dikirimkan ke alamat surel. Untuk pengisiannya bisa dilakukan dengan menggunakan Adobe Acrobat Reader secara luring.

Setelah sudah diisi dengan lengkap, maka wajib pajak bisa mengisi kode verifikasi kemudian mengeklik menu submit di halamat terakhir fail e-Form untuk mengirim SPT Tahunan yang telah diisi. Untuk pengiriman SPT Tahunan, harus dipastikan bahwa komputer sudah tersambung dengan jaringan internet. Setelah itu Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) akan dikirimkan ke alamat surel.

Kesempurnaan

Melalui pembahasan di atas bisa disimpulkan bahwa perubahan cara pelaporan SPT Tahunan dari e-SPT ke e-Filing dan e-Form ini adalah wujud nyata dari Direktorat Jenderal Pajak dalam mewujudkan Nilai-Nilai Kementerian Keuangan khususnya yakni Kesempurnaan. DJP selalu saja melakukan perbaikan di segala bidang yang bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada wajib pajak (WP) untuk menjalankan kewajiban perpajakannya.

3 Kategori Jenis Pajak yang Perlu untuk Diketahui

Konsultan Pajak Batam-Ada banyak masyarakat yang ingin menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN mereka,  pelaporan pajak online dan juga untuk layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan di Surabaya, ataupun untuk di daerah lainnya yang terkait dengan pajak. Nah, dibawah ini ada ulasan yang akan membahas tentang 3 Kategori Jenis Pajak yang Perlu untuk Diketahui”

Jenis pajak yang dapat dibebankan kepada wajib pajak (WP), ada bermacam-macam jenisnya. Wajib pajak (WP) tentu saja harus bisa memahami dengan baik apa saja jenis pajak dan juga ketentuannya. Umumnya, pajak yang ada dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan atas cara pemungutan, sifat dan juga lembaga pemungutnya. Bagaimana untuk kategori jenis pajak tersebut beserta dengan ketentuannya, anda bisa simak penjelasannya melalui ulasan di bawah ini.

Pajak itu sepenuhnya akan digunakan untuk keperluan negara untuk kemakmuran dan juga kesejahteraan rakyat. Sementara untuk pengelompokan jenis pajak dikategorikan sebagai berikut ini:

1. Jenis pajak berdasarkan sifatnya

Pajak berdasarkan atas sifatnya dikategorikan menjadi pajak subjektif dan juga pajak objektif. Pajak Subjektif itu dalam pengenaannya akan memperhatikan keadaan ataupun kondisi pribadi wajib pajak (WP). Yakni wajib pajak (WP) yang berstatus kawin ataupun tidak kawin, dan juga kondisi pribadi yang lainnya. Pada dasarnya untuk setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah Indonesia mempunyai kewajiban untuk membayarkan pajak. Contoh untuk kategori pajak subyektif ini adalah Pajak Penghasilan (PPh).

Sedangkan untuk pajak objektif, dalam pengenaannya hanya akan memperhatikan sifat obyek pajak saja. Yakni tanpa memperhatikan bagaimana keadaan ataupun kondisi dari wajib pajak yang bersangkutan. Pajak objektif ini dikenakan pada setiap warga Negara apabila penghasilan yang dimiliki sudah memenuhi syarat sesuai dengan peraturan dan juga ketentuan yang telah berlaku. Contoh untuk jenis pajak objektif ini diantaranya adalah seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

2. Jenis pajak berdasarkan Atas pihak penanggung pajak

Untuk pengelompokan jenis pajak ini yaitu pembayaran pajak yang dilakukan kepada pihak lain dalam suatu kondisi tertentu. Pihak yang akan menanggung beban pajak ini dapat dikategorikan sebagai pajak langsung dan juga pajak tidak langsung. Terkait dengan hal tersebut, pembayaran pajak langsung tidak bisa dialihkan kepada orang lain. Sedangkan pada pembayaran pajak tidak langsung untuk pelunasannya itu tidak harus dilunasi oleh pihak wajib pajak (WP). Untuk pajak tidak langsung ini umumnya akan diberlakukan dalam jenis objek pajak tertentu, bukan pada wajib pajak (WP). Jadi artinya, untuk pengenaan pajak tersebut tidak dilakukan secara berkala.

3. Pihak Pemungut Pajak

Berdasarkan atas pihak pemungut pajak, maka pajak itu dikelompokkan menjadi pajak Negara dan juga pajak daerah. Pajak negara (Pajak pusat) ialah pajak yang akan dipungut oleh pihak pemerintah pusat. Ini nantinya akan digunakan untuk membiayai semua kebutuhan rumah tangga Negara. Dimana di dalam pajak Negara (pusat) ini dikelompokkan lagi ke dalam beberapa jenis pajak seperti berikut ini:

  • Pajak Penghasilan (PPh), merupakanpajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan ataupun badan hukum yang lainnya.
  • Pajak Pertambahan Nilai (PPN)yang akan dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang ataupun jasa kena pajak dari produsen ke konsumen. Dengan menganut sistem tarif tunggal yang besar tarifnya adalah 10% dari nilai objek pajaknya.
  • Bea Materai, yang akan dikenakan atas dokumen yakni seperti surat perjanjian, akta notaris, surat berharga, dan lain sebagainya.
  • Cukaimerupakan pungutan yang dilakukan kepada konsumen yang menikmati ataupun menggunakan suatu obyek cukai.
  • Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)yang akan dikenakan atas suatu perolehan hak atas tanah dan juga bangunan.

Sedangkan, pajak daerah adalah salah satu sumber pendapatan daerah (APBD). Ini merupakan sumber pendapatan yang penting yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah dan juga pembangunan. Pajak daerah ini adalah bentuk iuran wajib terutang yang dilakukan oleh seorang wajib pajak (WP). Dimana wajib pajak baik itu orang pribadi ataupun badan wajib menyerahkannya kepada pemerintah daerah. Untuk pemungutan pajak daerah itu bisa dipaksakan berdasarkan atas ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah berlaku.

 

Mengapa Negara Memungut Pajak dari Warga Negaranya?

Konsultan Pajak Batam-Sangat banyak sekali masyarakat yang mau menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN mereka,  pelaporan pajak online dan juga untuk layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya, maupun untuk di daerah lainnya yang terkait pajak. Nah, pada artikel berikut  ini akan dibahas tentang Mengapa Negara Memungut Pajak dari Warga Negaranya?”

Berdasarkan atas Undang-Undang Ketentuan Umum dan juga Tata Cara Perpajakan, pajak itu merupakan kontribusi yang bersifat wajib dan juga tidak mendapat imbalan langsung.

Kenapa bersifat wajib? karena pemungutan pajak itu dipaksakan oleh negara kepada warga negaranya. Tidak mendapatkan imbalan langsung itu berarti manfaat pajak tidak dapat dirasakan langsung oleh warga negara yang membayar pajak.

karena, penerimaan dari pemungutan pajak tersebut nantinya akan digunakan untuk pembangunan negara di bidang pendidikan, infrastruktur, hingga di bidang kesehatan.

Lalu, mengapa negara diperbolehkan untuk memungut pajak dari warga negaranya?

Teori pembenaran atas pemungutan pajak

Pajak itu wajib dipungut untuk mendorong pertumbuuhan dan juga pembangunan ekonomi untuk sebuah negara.

Dengan pemungutan pajak tersebut, jadi pemerintah bisa mendapatkan sumber pendanaan yang berkelanjutan untuk program sosial dan juga investasi publik.

Contohnya, menyediakan fasilitas kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan juga layanan penting yang lainnya agar bisa mencapai tujuan bersama yaitu kesejahteraan masyarakat.

Mengutip dari buku Hukum Pajak (2021) oleh Alexander Thian, ada beberapa teori yang mendasari negara memungut pajak sekaligus bisa menjawab pertanyaan mengapa negara diperbolehkan untuk memungut pajak dari warga negaranya, yakni sebagai berikut:

1. Teori Asuransi. Negara berhak-berhak saja memungut pajak dari warga negaranya karena negara itu dianggap identik dengan perusahaan asuransi dan juga warga negara bertanggung jawab untuk membayar premi yakni berupa pajak.

Negara bertugas untuk melindungi semua warga negaranya dan juga warga wajib membayar premi pada negara.

Tetapi, teori ini mempunyai kelemahan karena negara tidak memberikan uang santunan selayaknya perusahaan asuransi jika warganya tertimpa musibah.

2. Teori Kepentingan. Menurut teori ini, negara berhak untuk  memungut pajak dari warga negaranya karena warga mempunyai kepentingan kepada negara. Termasuk dalam hal perlindungan jiwa dan juga harta.

Oleh karena itu,Semakin besar tingkat kepentingan perlindungan yang dibutuhkan seseorang terhadap Negara maka semakin besar pula pemungutan pajak yang harus dibayarkan.

3. Teori Daya Pikul, Untuk teori ini sebenarnya tidak memberikan jawaban atas alasan mengapa negara melakukan pemungutan pajak. Namun, teori ini hanya untuk mengusulkan agar negara harus memerhatikan daya pikul dari wajib pajak (WP).

Jadi artinya, beban pajak yang dikenakan kepada warga negara itu harus sama besarnya dan juga harus sesuai dengan daya pikul dari masing-masing orang.

4. Teori Bakti, teori ini secara sederhananya menyatakan bahwa warga negara harus tunduk dan juga patuh kepada negara karena warga negara itu merupakan satu kesatuan dari suatu negara.

Oleh karenanya itu, warga negara terikat pada keberadaan Negara jadi wajib untuk membayar pemungutan pajak sebagai wujud baktinya kepada negara, tanpa ada mempertanyakan kenapa negara memungut pajak.

5. Teori Asas Daya Beli, teori ini berpendapat, alasan mengapa negara memungut pajak dari warga negaranya itu terletak pada akibat pemungutan pajak. Jadi artinya, memungut pajak itu berarti menarik daya beli dari rumah tangga penduduk ke rumah tangga negara.

Sekian penjelasan mengenai pertanyaan mengapa negara diperbolehkan memungut pajak dari warga negaranya? Apapun itu alasannya, pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah akan dinikmati juga oleh warga negaranya untuk meningkatkan kesejahteraan.

Asas dan Tiga Sistem Pemungutan Pajak Indonesia

Konsultan Pajak Batam-Sangat banyak sekali masyarakat yang ingin menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN mereka,  pelaporan pajak online dan juga untuk layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan di Surabaya, ataupun untuk di daerah lainnya yang terkait pajak. Nah, pada artikel berikut  ini akan dijelaskan mengenai Asas dan Tiga Sistem Pemungutan Pajak Indonesia”

Penerimaan pajak merupakan penyumbang pendapatan terbesar Negara, karena itu penerimaan pajak menjadi salah satu fokus utama bagi pemerintah Indonesia. Dari tahun ke tahun, berbagai upaya sudah dilakukan pemerintah supaya penerimaan pajak itu terus mengalami peningkatan. Tetapi apakah Anda sudah tahu bahwa dalam proses pemungutan pajak itu terdapat beberapa sistem pemungutan pajak.

Dibawah ini akan di bahas mengenai system pemungutan pajak antara lain: Self-Assessment System, Official Assessment System, dan juga Withholding Assessment System. Ayoo simak ulasan berikut ini!

Berikut Ini Asas Pemungutan Pajak di Indonesia

Sebelum kita membahas mengenai sistem pemungutan pajak di Indonesia, ada baiknya wajib pajak (WP) mengetahui terlebih dahulu mengenai asas-asas yang mendasari pemungutan pajak di Indonesia. Berikut ini adalah rinciannya:

1. Asas Finansial

Pada asas finansial ini, pemungutan pajak itu haruslah disesuaikan dengan pendapatan, omzet, maupun penghasilan dari wajib pajak (WP). Maka dari itu,untuk pemungutan pajak masing-masing wajib pajak (WP) akan berbeda.

2. Asas Ekonomis.

Pada asas ekonomis ini, untuk setiap nilai pajak yang dipungut dari wajib pajak (WP) secara keseluruhan haruslah memberikan dampak yang nyata pada kesejahteraan rakyat ataupun kepentingan umum. Pemungutan pajak itu haruslah mampu mencegah kemerosotan perekonomian rakyat.

3.Asas Yuridis

Untuk asas ini, pemungutan pajaknya haruslah diatur secara sah secara legalitas dan juga ketentuan hukum. Di Indonesia, pemungutan pajak sudah diatur dalam beberapa pasal utamanya dalam Pasal 23 ayat (2) UUD 1945.

4. Asas Umum.

Sesuai dengan namanya, pemungutan pajak ini haruslah didasarkan pada keadilan umum, bukan individu. Jadi hal ini berarti, pemungutan sekaligus penggunaan pajak haruslah dilakukan dari dan juga untuk rakyat Indonesia.

5. Asas Kebangsaan

Pada asas kebangsaan ini, perlu dipahami bahwa setiap orang yang lahir di Indonesia dan tinggal di negara ini wajib untuk membayar pajak sesuai dengan aturan yang telah berlaku. Nantinya hasil pemungutan pajak tersebut haruslah bermanfaat bagi rakyat Indonesia secara khusus.

6. Asas Sumber

Asas sumber ini menjelaskan bagaimana pemungutan pajak hanya dikenakan kepada wajib pajak (WP) yang sumber penghasilannya berasal dari Indonesia ataupun yang sesuai dengan tempat tinggalnya.

7. Asas Wilayah

Pada asas wilayah ini, pemungutan pajak diklasifikasikan berdasarkan atas keberadaan wajib pajak (WP), jika ia tinggal di luar negeri maka pemerintah Indonesia tidak bisa melakukan pemungutan pajak kepada wajib pajak tersebut.

Setelah mengatahui dan juga memahami apasaja asas-asas dalam pemungutan pajak di Indonesia berikut ini akan di jelaskan tiga sistem dalam pemungutan pajak di Indonesia.

1. Self-Assessment System

Sistem pemungutan pajak pada Self-Assessment System ini lebih menitikberatkan pada kemandirian wajib pajak (WP). Jadi artinya, untuk penentuan besar kecilnya pajak terutang yang harus dibayarkan nantinya dilakukan secara mandiri oleh wajib pajak (WP) tersebut.

Untuk secara detailnya, kegiatan seperti menghitung, memperhitungkan, membayar, dan juga  melaporkan pembayaran tersebut dilakukan secara aktif oleh wajib pajak (WP). Wajib pajak (WP) tersebut akan datang langsung ke kantor pelayanan pajak (KPP) dan juga bertanggung jawab menginputnya lewat sistem pembayaran daring yang telah tersedia saat ini.

Dengan peran aktif dari para wajib pajak (WP) tersebut, jadi fungsi dari pemungut pajak hanyalah untuk mengawasi, memeriksa, dan juga melakukan penyidikan pajak.

Untuk sistem pemungutan pajak ini, biasanya diterapkan untuk pajak penghasilan (PPh) ataupun pajak pertambahan nilai (PPN). Sistem pemungutan pajak secara mandiri oleh wajib pajak (WP)  ini tentunya akan lebih memudahkan pekerjaan para fiskus tetapi tetap fokus dalam mengawasi pemungutan tersebut.

2. Official Assessment System

Sangat berbeda dengan Self-Assessment SystemOfficial Assessment System ini lebih menitikberatkan pada petugas institusi pemungut pajak untuk menentukan besar kecilnya pajak yang harus disetorkan oleh wajib pajak (WP) tersebut.

Pada system pemungutan pajak ini, untuk nominal pajak terutang akan lebih akurat besarannya tanpa adanya tujuan untuk memperkecil ataupun memperbesar pajak terutang-nya. Official assessment system ini diterapkan pada pajak daerah yakni  seperti Pajak Bumi Bangunan (PBB) dan juga jenis pajak daerah yang lainnya.

Secara umumnya ada beberapa ciri-ciri dari Official Assessment System yakni:

  • Wajib pajak (WP) akan bersifat pasif dikarenakan sepenuhnya akan dibantu oleh fiskus yang ditunjuk untuk pengelolaan pajak-nya.
  • Pajak yang terutang tersebut akan muncul setelah dilakukannya penghitungan oleh fiskus yang diterbitkan lewat Surat Ketetapan Pajak. Terakhir, dengan wajib pajak (WP) yang bersifat pasif, maka pemerintah lewat institusi pemungutan pajak akan mempunyaii hak penuh untuk menentukan besaran pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak (WP).

3. Withholding Assessment System

Sistem yang terakhir dari sistem pemungutan pajak di Indonesia yakni Withholding Assessment System. Pada Withholding Assessment System ini, pihak ketiga ialah pihak yang paling aktif dan juga mempunyai wewenang untuk menentukan besar kecilnya penyetoran pajak terutang yang harus dibayarkan oleh wajib pajak (WP). Para pihak ketiga tersebut biasanya adalah para bendahara ataupun divisi perpajakan perusahaan yang bertugas memotong penghasilan karyawan untuk pembayaran pajak.

Untuk jenis pajaknya itu sendiri yakni Pajak Penghasilan Pasal 21, 22, 23, PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan juga PPN. pada pemotongannya akan dibuatkan bukti potong yang akan menjadi lampiran Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan wajib pajak (WP) yang bersangkutan.

Nah, demikian ulasan singkat tentang sistem pemungutan pajak yang ada di Indonesia sekaligus membahas tentang asas pemungutannya.

 

Wajib Pajak Yang Sudah Tidak Bekerja… dan Juga Tidak Memiliki Penghasilan… Apakah Harus Tetap Bayar Pajak?

Konsultan Pajak Batam-Banyak sekali masyarakat yang ingin menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN mereka,  pelaporan pajak online dan layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan juga di Surabaya, ataupun di daerah-daerah lainnya yang terkait dengan pajak. Nah, pada artikel ini kami akan memberikan anda penjelasan tentang “Wajib Pajak Yang Sudah Tidak Bekerja… dan Juga Tidak Memiliki Penghasilan… Apakah Harus Tetap Bayar Pajak?

Tidak dapat dipungkiri, kegiatan membayar dan juga melapor pajak itu menjadi perhatian banyak wajib pajak (WP). Tetapi bagaimana jika sumber penghasilan ataupun kegiatan usaha yang menjadikan anda wajib pajak, terhenti ataupun tidak lagi beroperasi? Ternyata anda bisa merubah status pajak anda menjadi status wajib pajak non efektif (NE).

Anda bisa mengajukan perubahan status pajak anda meniadi status wajib pajak agar anda tidak perlu lagi setor dan juga lapor pajak sementara waktu sampai anda kembali memenuhi syarat subjektif dan juga objektif sebagai wajib pajak (WP). Namun tidak semudah itu status anda bisa diubah, terdapat beberapa persyaratan yang berguna sebagai pertimbangan apakah anda pantas untuk menjadi wajib pajak ‘NE’ atau belum pantas.

Apa yang dimaksud dengan wajib pajak Non Efektif (NE)?

Wajib pajak non efektif ialah status ketika wajib pajak (WP) dikecualikan dari pengawasan administrasi rutin dan juga dari kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Jika sudah berstatus ‘NE’, maka wajib pajak (WP) yang biasanya kena pajak penghasilan tidak lagi diwajibkan untuk melapor SPT tahunan karena kewajiban melapor pajaknya sudah gugur. Untuk penetapan wajib pajak sebagai wajib pajak non efektif bisa dilakukan berdasarkan atas permohonan wajib pajak (WP). Penetapan bisa dilakukan dengan cara mengajukan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Bagaimana caranya bisa menjadi wajib pajak Non Efektif (NE)?

Terdapat beberapa kondisi yang dapat membuat anda berstatus ‘NE’ sebagai wajib pajak (WP). Kondisi tersebut berdasarkan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013, wajib pajak (WP) bisa dikecualikan dari pengawasan rutin oleh Kantor Pelayanan Pajak apabila:

  • Untuk wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha ataupun pekerjaan bebas tetapi secara nyata tidak lagi menjalankankegiatan usaha ataupun tidak lagi melakukan pekerjaan bebas.
  • Untuk wajib pajak orang pribadi yang tidak lagi menjalankanusaha ataupun pekerjaan bebas dan juga penghasilannya di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
  • Untuk wajib pajak orang pribadi yang bertempat tinggal ataupun berada di luar negeri lebih dari 183 hari dalam setahundan juga tidak bermaksud meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
  • Untuk wajib pajak yang mengajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan juga belum diterbitkan keputusan sebagai wajib pajak (WP).
  • Untuk wajib pajak yang tidak lagi memenuhi persyaratansubjektif dan juga objektif tetapi belum dilakukan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Contohnya yakni wajib pajak (WP) yang merupakan bendahara pemerintah tetapi tidak lagi melakukan pembayaran dan juga belum melakukan penghapusan NPWP.

Tahapan Untuk Pengajuan Status ‘NE’

  1. Untuk Wajib Pajak (WP) yang sudah memenuhi kriteria sebagai wajib pajak non efektif bisa datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak dimana wajib pajak tersebut terdaftar, jika wajib pajak tersebut berbentuk badan sebaiknya sekalian membawa cap perusahaan.
  2. Setelah sampai di Kantor Pelayanan Pajak wajib pajak (WP) menuju ke tempat pelayanan dan wajib pajak meminta formulir permohonan sebagai wajib pajak ‘NE’.
  3. Berikutnya Wajib pajak (WP) mengisi formulir permohonan wajib pajak non efektif. Dan jangan lupa untuk cantumkan nomor telpon anda yang aktif digunakan.
  4. Setelah selesai diisi, selanjutnya formulir tersebut disampaikan ke bagian penerima surat di tempat pelayanan dengan disertai lampiran yang akan diperlukan sebagai berikut:
  • Bagi wajib pajak yang secara nyata tidak lagi menunjukkan adanya kegiatan usaha dengan melampirkan surat pernyataan sudah tidak lagi melakukan kegiatan usaha.
  • Bagi wajib pajak badan yang sudah bubar namun belum ada akte pembubarannya ataupun belum ada penyelesaian likuidasi (bagi badan yang sudah mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang) melampirkan surat keterangan pada proses pembubaran ataupun likuidasi dari notaris.
  • Bagi wajib pajak orang pribadi yang bertempat tinggal ataupun berada atau bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan melampirkan fotokopi passpor dan juga kontrak kerja ataupun dokumen yang menyatakan bahwa wajib pajak tersebut berada di luar negeri lebih dari 183 hari dalam dalam jangka waktu 12 bulan.
  • Dokumen lainnya yang diperlukan.
  1. Setelah sudah menyampaikan surat permohonan untuk wajib pajak non efektif jangan lupa untuk meminta tanda terima surat.
  2. Wajib pajak (WP) tinggal menunggu jawaban dari KPP.
  3. Jika sudah satu bulan ataupun lebih belum juga ada diterima keputusan atas permohonan tersebut, maka segera hubungi KPP.

Cara untuk mengaktifkan kembali status Wajib Pajak dari ‘NE’

Bagaimana jika anda mendapat kerja lagi ataupun perusahaan anda kembali berjalan? Tidak perlu khawatir, anda bisa mengaktifkan kembali status ‘NE’ sebagai wajib pajak dengan cara mengajukan permohonan yang dilakukan langsung oleh wajib pajak (WP). Pihak yang dapat menetapkan status aktif wajib pajak tersebut hanyalah KPP.

Status wajib pajak (WP) bisa diaktifkan kembali jika ada data yang menunjukkan bahwa wajib pajak tersebut tidak lagi memenuhi kriteria sebagai wajib pajak non efektif. Hal tersebut akan dibuktikan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dengan cara melakukan penelitian administrasi perpajakan.

 

Kenali Pajak Royalti yang Berlaku di Indonesia Di sini!

Konsultan Pajak Batam-Banyak sekali masyarakat yang ingin menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN mereka,  pelaporan pajak online dan layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali ataupun di Surabaya, dan juga di daerah yang lainnya yang terkait pajak. Nah, kami akan memberikan anda penjelasan tentang Kenali Pajak Royalti yang Berlaku di Indonesia Di sini!”

Musisi, penulis, ataupun pekerja kreatif yang lainnya sewajarnya mempunyai passive income yakni berupa penerimaan royalti. Tetapi apakah Anda juga tahu bahwa royalti yang diterima itu juga dikenakan pajak?

Pungutan pajak atas royalti yang diterima oleh para pekerja tertentu itu disebut dengan pajak royalti yang diatur di dalam PPh Pasal 23/26.

Lalu, bagaimana pengaturan untuk pajak royalti di Indonesia dan juga bagaimanakah cara perhitungannya?

Sekilas Mengenai Royalti

Sebelum lebih jauh memahami tentang pajak royalti, ayo pahami tentang apa itu royalti berdasarkan dari tiga sumber definisi.

1. menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, royalti merupakan uang jasa yang dibayarkan oleh orang atas barang yang diproduksi kepada orang yang mempunyai hak paten terhadap barang tersebut.

Sementara hak paten itu merupakan hak kepemilikan yang diberikan pemerintah secara eksklusif untuk individu atas hasil karya dari individu tersebut.

2. menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 mengenai Hak Cipta, royalti merupkan imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi dari suatu ciptaan ataupun produk hal terkait yang diterima oleh pencipta ataupun pemilik hak terkait tersebut.

3. Berdasarkan atas UU PPh Pasal 4 ayat 1 huruf h, royalti merupakan suatu jumlah yang dibayar ataupun terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik itu dilakukan secara berkala ataupun tidak, sebagai imbalan atas beberapa hal berikut ini:

Pertama,penggunaan atau hak menggunakan hak cipta dalam bidang kesusastraan, kesenian, karya ilmiah, paten, desain, model, rencana, formula ataupun proses rahasia, merek dagang, dan juga bentuk hak kekayaan intelektual yang serupa;

Kedua, Hak penggunaan peralatan ataupun perlengkapan industrial, komersial,dan ilmiah;

Ketiga, pemberian pengetahuan atas informasi dalam bidang ilmiah, teknik, industri, ataupun komersial;

Keempat, Penerimaan ataupun hak menerima rekaman gambar atau rekamanan suara atau juga keduanya atas poin sebelumnya (baca pada poin 1, 2, 3) yang disalurkan kepada masyarakat lewat satelit, kabel, serat optik, ataupun teknologi serupa.

Kelima, Penggunaan ataupun hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau juga keduanya atas poin sebelumnya (pada poin 1, 2, 3) untuk siaran televisi ataupun radio yang disiarkan atau dipancarkan lewat satelit, kabel, serat optik, ataupun teknologi serupa.

Keenam, Penggunaan ataupun hak menggunakan sebagian atau juga seluruh spektrum radio komunikasi.

Ketujuh, Penggunaan ataupun hak menggunakan film atau juga sinematografi, ataupun pita video untuk siaran televisi, atau juga pita suara untuk siaran radio.

Kelapan, Pelepasan seluruhnya ataupun sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau juga pemberian hak kekayaan intelektual atau industrial atau hak-hak yang lainnya yang telah disebutkan pada poin-poin di atas.

Jadi bisa disimpulkan bahwa royalti itu adalah upah yang didapatkan  seseorang atas karya intelektualnya.

Contohnya, Joni adalah seorang pencipta lagu sekaligus musisi. Lagu yang diciptakan oleh Joni ternyata diputar oleh salah satu stasiun radio swasta dengan izin dan juga sepengetahuan Joni.

Atas dasar itu, maka stasiun radio yang memutar lagu Joni harus membayar royalti kepada Joni dan juga berhak atas upah berdasarkan atas ketentuan yang berlaku.

Nah di saat Joni dan juga stasiun radio tersebut melakukan perjanjian atas royalti, maka Joni mempunyai pajak terutang yakni berupa pajak royalti ataupun PPh 23/26.

Tarif Pajak Royalti di Indonesia

Lalu berapakah tarif pajak royalti terutang untuk pemiliknya?

Jika mengacu pada Undang-Undang PPh, imbalan royalti itu dikenai pajak atas PPh 23.

Berdasarkan atas PMK No.141/PMK.03/2015, untuk tarif pajak PPh 23 dikenai atas nilai dasar pengenaan pajak ataupun jumlah bruto dari penghasilan yakni sebesar 15% dari penghasilan bruto.

Sampai sekarang ini besaran tarif tersebut tidak bersifat final dan juga bisa berubah sewaktu-waktu.

Catatan untuk teman-teman wajib pajak (WP) adalah jika wajib pajak yang dikenai tidak mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka tarif-nya naik menjadi sebesar 30%.

Siapa subjek pemotongan PPh 23 atas royalti?

Subjek pemotongan PPh 23 atas royalti ialah subjek dalam negeri baik itu orang pribadi ataupun badan termasuk yang dikenai Badan Usaha Tetap (BUT).

Kapan saat terutang?

Wajib Pajak (WP) terutang di saat penandatanganan kontrak atau perjanjian ataupun faktur atas royalti.

Bagaimana dengan jenis imbalan royalti yang diterima Wajib Pajak (WP) Luar Negeri?

Untuk objek intelektual dalam negeri yang digunakan oleh wajib pajak (wp) luar negeri, hal tersebut diatur juga di dalam PPh pasal 26 dengan penyesuaian aturan pajak negara tersebut ataupun disesuaikan dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B).

Selain dari itu pemotongan pajak royalti ini mempunyai pengecualian yang tercantum di dalam Pasal 23  ayat 4 UU PPh yakni pemotongan pajak kepada pihak bank sebagai subjek pajak dalam negeri.

Tata Cara Pemotongan dan Juga Pelaporan

Ada pula cara untuk pemotongan dan juga pelaporan pajak penghasilan atas royalti adalah sebagai berikut ini:

1. Membuat Bukti Potong

Yang pertama, pembayar royalti harus melakukan pemotongan PPh 23 dengan bukti potong yang dilakukan pada akhir bulan.

Ketika pembayar royalti itu mendapatkan penghasilannya, maka disediakan untuk dibayarkan penghasilan, ataupun jatuh tempo pembayaran penghasilan yang bersangkutan tersebut tergantung dari kapan peristiwa itu terjadi terlebih dahulu.

2. Melakukan Penyetoran

Melakukan penyetoran Pajak Penghasilan dengan membuat kode billing 411124 dan juga kode jenis setoran 103 untuk pembayaran Pajak Penghasilan pasal 23 yang tercantum di dalam SPT PPh 23.

3. Lapor SPT Masa PPh 23

Untuk pelaporan SPT Masa PPh 23 paling lamanya dilakukan pada tanggal 20 bulan berikutnya.

Perbedaan Antara Royalti dan Jasa Teknik 

Sering kali para wajib pajak (WP) keliru antara pajak atas royalti dan juga jasa teknik. Padahal keduanya itu sangat jelas berbeda. Pengenaan pajaknya saja berbeda.

Pada Undang-Undang Pajak Penghasilan, jasa teknik itu dikenakan pajak sebesar 2% sedangkan untuk royalti sebesar 15% dan juga tidak bersifat final.

Lalu apa lagi perbedaan antara keduanya?

  • Royalti itubersifat passive income sedangkan jasa teknik itu active income.
  • Royalti adalah transfer pengetahuan teknik yang berhubungan dengan intelektual sedangkan jasa teknik merupakan pemberian bantuan teknis lewat penyediaan royalti yang berhubungan dengan keahlian tertentu yang bisa diberikan dalam bentuk training ataupun metode produksi tertentu.
  • Pemegang royalty itutidak bertanggungjawab atas hasil yang diperoleh atas pengaplikasian intelektualitas sedangkan untuk penyedia jasa teknis ikut bertanggungjawab atas hasil yang didapat.
  • Hubungan antara pemberi royalti dan juga penerimanya hanya sebatas persentase penjualan, sedangkan jasa teknikitu terdapat hubungan efektif antara kedua belah pihak-nya.

Contoh kasus Penerapan Pajak Royalti

Untuk lebih memahami mengenai pajak royalti, berikut ini adalah contoh kasus penerapannya:

Yovie Widianto adalah seorang musisi yang mempunyai hak intelektual atas karyanya yang berjudul Mantan Terindah. Atas penjualan rekaman lagunya yang dibawakan oleh Kahitna dan juga Raisa tersebut, Yovie pun memperoleh royalti pada bulan Januari 2020 yakni sebesar  Rp400.000.000. Maka besar pajak royalti atas pendapatan di atas adalah:

15% x Rp400.000.000 = Rp60.000.000

Siapakah pihak yang memotong pajak atas karya Yovie?

Pihak manajemen, label musik, dan yang lainnya. Saat terutang pajak atas royalti adalah pada saat yang ditentukan di dalam kontrak.

411124 adalah Kode akun pajak untuk pajak ini dan juga Kode Jenis Setorannya 103

 

Jenis- Jenis Jasa Konstruksi Yang Dikenai PPh Final

Konsultan Pajak Batam-Banyak masyarakat yang mau menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN mereka,  pelaporan pajak online dan juga layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan di Surabaya, maupun di daerah-daerah lain yang terkait dengan pajak. Nah, kami akan memberikan anda informasi tentang “Jenis- Jenis Jasa Konstruksi Yang Dikenai PPh Final”

Jenis Jasa Konstruksi yang Dikenai PPh Final

Pemerintah lewat peraturan pemerintah (PP) No. 9/2022 telah mengubah perincian jasa usaha konstruksi yang dikenai PPh final. Sekarang layanan usaha jasa konstruksi itu meliputi konsultansi konstruksi, pekerjaan konstruksi, dan juga pekerjaan konstruksi terintegrasi. Berikut ini adalah perinciannya:

1.Konsultansi Konstruksi

Layanan jasa konsultansi konstruksi ini mencakup layanan keseluruhan ataupun sebagian kegiatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, perancangan, pengawasan, dan juga manajemen penyelenggaraan konstruksi suatu bangunan.

2.Pekerjaan Konstruksi

Layanan jasa pekerjaan konstruksi ini adalah kegiatan yang meliputi, pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan juga pembangunan kembali suatu bangunan.

3.Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi

Yang dimaksud dengan layanan jasa pekerjaan konstruksi terintegrasi adalah gabungan dari pekerjaan konstruksi dan juga jasa konsultansi konstruksi, di dalamnya termasuk penggabungan fungsi layanan pada model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan juga pembangunan serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan.

Apa itu E-Bupot Unifikasi?

Konsultan Pajak Batam-Banyak masyarakat yang mau menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN mereka,  pelaporan pajak online ataupun layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan di Surabaya, maupun di daerah-daerah yang terkait dengan pajak. Nah, artikel ini akan membahas mengenai “Apa itu E-Bupot Unifikasi?”

Aplikasi e-Bupot Unifikasi merupakan perangkat lunak yang disediakan di laman milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ataupun di saluran tertentu yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang bisa digunakan untuk membuat Bukti Pemotongan ataupun Pemungutan Unifikasi, untuk mengisi, dan juga untuk menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi. Sama halnya seperti e-Bupot PPh 23, tetapi e-Bupot Unifikasi ini di dalamnya memuat pelaporan berbagai jenis pajak yakni Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2), Pajak Penghasilan Pasal 15, Pajak Penghasilan Pasal 22, Pajak penghasilan Pasal 23 dan juga Pajak Penghasilan Pasal 26.

Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (DJP) Nomor PER-24/PJ/2021, untuk penerapan SPT Masa PPh Unifikasi ini terbagi menjadi 2 fase yakni sebagai berikut:

  1. Mulai masa Pajak Januari 2022, diwajibkan bagi Pemotong atau Pemungut PPh yang sudah membuat Bukti Pemotongan atau Pemungutan Unifikasi dan juga menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi berdasarkan atas PER 23/PJ/2020.
  2. Dapat dimulai masa pajak Januari 2022 dan juga harus dimulai masa pajak April 2022 untuk yang belum pernah membuat Bukti Pemotongan atau Pemungutan Unifikasi dan juga menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi berdasarkan atas PER-23/PJ/2020. Pengertian “dapat” di atas itu, berarti Wajib Pajak (WP) tersebut masih diberikan kesempatan untuk memilih apakah ingin membuat Bukti Pemotongan atau Pemungutan Unifikasi dan juga menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi berdasarkan atas PER 24/PJ/2021 ataupun masih mau menggunakan ketentuan yang lama.

Sebelum bisa menggunakan aplikasi e-Bupot Unifikasi ini, Pemotong atau Pemungut PPh harus memenuhi persyaratan yakni memiliki EFIN untuk bisa menggunakan akun DJP Online dan juga memiliki Sertifikat Elektronik ataupun Kode Otorisasi Direktorat Jenderal Pajak untuk menandatangani Bukti Pemotongan atau Pemungutan Unifikasi dan juga SPT Masa PPh Unifikasi.

Lantas bagaimanakah alur pengunaan e-Bupot Unifikasi? Berikut ini adalah Langkah-langkah pengunaan e-Bupot Unifikasi:

  • Aplikasi e-Bupot Unifikasi bisa diakses dengan cara mengunjungi laman djp online, maka Anda harus login terlebih dahulu pada laman djp online (https://djponline.pajak.go.id) dan kemudian melakukan aktivasi fitur pada menu profil untuk menampilkan apliasi e-Bupot Unifikasi tersebut pada laman DJP Anda.
  • Setelah itu melakukan pengaturan penandatanganan, terdapat dua tipe pihak penandatangan yakni, Wakil Wajib Pajak (pengurus) dan juga Kuasa Wajib Pajak. Dua pilihan identitas yakni NPWP ataupun NIK.
  • Nantinya aplikasi e-Bupot Unifikasi akan berada pada menu pelaporan, kemudian di bagian pajak penghasilan didalam menu tersebut ada 5 sub menu utama,yakni PPh yang disetor sendiri, PPh Pasal 4 ayat (2),15,22,23, PPh Non Residen, Impor Data PPh dan juga Posting. Anda bisa membuat bukti potput, dan menyiapkan SPT pada menu tersebut.
  • Kemudian melakukan perekaman bukti penyetoran, anda bisa membuat Billing di aplikasi e-Bupot secara otomatis ataupun bisa membuat Billing lewat sarana lain seperti sse2.pajak.go.id ataupun aplikasi M-Pajak. Yang terpenting itu adalah memastikan bahwa Kode Akun Pajak (KAP) dan juga Kode Jenis Setor (KJS) sesuai antara yang terutang dengan yang dibayarkan itu sesuai.
  • Langkah yang terakhir yakni mengirim SPT, Anda harus memastikan kembali bahwa SPT Masa PPh Unifikasi tersebut selesai dilengkapi.

Pada SPT Masa PPh Unifikasi, untuk keterlambatan pelaporan akan dikenakan sanksi denda sebesar Rp100.000, sedangkan untuk keterlambatan penyetoran akan dikenakan sanksi berupa bunga Pasal 9 ayat (2a) UU KUP. Ada pula ketentuan setor dan juga pelaporan sama seperti jenis SPT sebelum unifikasi, yaitu Pemotong atau Pemungut PPh harus melakukan penyetoran PPh yang sudah dipotong atau dipungut paling lamanya 10 hari setelah Masa Pajak berakhir dan untuk penyetoran PPh yang wajib dibayar sendiri paling lamanya 15 hari setelah Masa Pajak berakhir. Lantas, untuk penyampaian SPT Masa PPh Unifikasi itu paling lamanya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Sekian untuk penjelasan mengenai E-bupot Unifikasi dan aplikasi ini diharapkan bisa mengurangi beban administrasi Wajib Pajak (WP) pada penyampaian SPT dan juga bisa meminimalisir timbulnya kekeliruan dalam pengisian yang dapat merugikan Wajib Pajak itu sendiri.