Berlaku Mulai Maret Aturan Diskon PPnBM Mobil Baru

Berlaku Mulai Maret Aturan Diskon PPnBM Mobil Baru

Konsultan Pajak Batam-Semakin banyak orang yang mengandalkan konsultan pajak untuk menyelesaikan masalah accountant service, accountant tax services, accounting & tax services, accounting & taxation services, accounting and tax, dan accounting and tax service yang tersedia di berbagai kota besar seperti Batam, Medan, Surabaya, Jakarta, Bali dan kota lannya yang berhubungan dengan pajak. Pembahasan kali ini adalah Berlaku Mulai Maret Aturan Diskon PPnBM Mobil Baru, mari disimak informasinya agar menambah wawasan kita tentang perpajakan.

Menkeu mengesahkan aturan baru tentang diskon PPnBM mobil baru sampai 100% atau pemberlakuan PPnBM-nya sebesar 0%. Diskon PPnBM terutang terdapat pada PMK Nomor 20 Tahun 2021 mengenai PPnBM Atas BPKP yang termasuk dalam Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Yang Ditanggung Pemerintah 2021.

Baca juga : Wajib Pajak Diminta Ajukan Permohonan Ulang sesuai Insentif PMK 9/2021

Berdasarkan Pasal 5 PPnBM pemerintahlah yang menanggung atas penyerahan kendaraan bermotor sebesar 100% yang mulai berlaku Maret sampai Mei, masa pajak Juni – Agustus sebesar 50%.

Pasal 2 menjelaskan bahwa diskon PPnBM berlaku untuk kendaraan bermotor sedan atau station wagon saja dengan bakar cetus api atau diesel atau semi diesel dengan kapasitas isi silinder hingga 1.500 cc.

Baca juga : Ini Cara Mengajukan Permohonan Ulang Insentif PPh Pasal 22 Impor

Kendaraan bermotor yang digunakan untuk mengangkut tidak kurang dari 10 orang termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau diesel atau semi diesel dengan sistem 1 gardan penggerak 4×2 dengan kapasitas isi silindernya hingga 1.500 cc.

Pasal 3 menegaskan bahwa kendaraan bermotor yang mendapat diskon PPnBM wajib untuk memenuhi persyaratan dalam pembelian lokal atau local purchase. Persyaratan jumlah pembelian lokal mencakup pemenuhan jumlah penggunaan komponen yang berasal dari hasil produksi dalam negeri yang dimanfaatkan kegiatan produksi kendaraan bermotor paling sedikit sebesar 70%.

Di Aturan Pinjaman Online, DJP Memastikan Tidak Ada Jenis Pajak Baru

Di Aturan Pinjaman Online, DJP Memastikan Tidak Ada Jenis Pajak Baru

Konsultan Pajak Batam-Semakin banyak orang yang mengandalkan konsultan pajak untuk menyelesaikan masalah konsultan pajak, konsultan pajak murah, konsultan pajak online, konsultan pajak perorangan, konsultan pajak terbaik, konsultan pajak terbaik di indonesia, dan konsultan pajak terdekat yang tersedia dibeberapa kota seperti Batam, Jakarta, Bali, Medan, Surabaya dan kota lain yang erat kaitannya dengan dunia perpajakan. Tema kali ini yang akan dibahas adalah mengenai Di Aturan Pinjaman Online, DJP Memastikan Tidak Ada Jenis Pajak Baru, mari disimak informasi dibawah ini agar menambah ilmu dan wawasan kita mengenai suatu hal yang ada dalam dunia perpajakan.

DJP tengah menyusun regulasi untuk mengatur administrasi pemajakan ini berkaitan dengan P2P atau peer-to-peer lending atau biasa disebut pinjaman online. Ini menjadi salah satu pembahasan media nasional pada hari Jumat 26 Februari 2021.

Kasubdit PPN Perdagangan DJP menyatakan bahwa kebijakan ini diperuntukkan bagi bisnis financial technology yang berfokus pada penataan administrasi perpajakan, khususnya PPN dan PPh.

“Dalam perpajakan di fintech, netral saja. Isu yang terpenting adalah isu administrasi. Yang sedang dalam tahap pemrosesan penyusunan aturan yang mengatur segala aspek perpajakan PPh dan PPN,” katanya.

Rencana regulasi yang disusun ini berlaku untuk semua pihak yang berada pada ekosistem bisnis fintech, misalnya penyedia platform, pemberi pinjaman, dan peminjam.

Mengenai penyusunan aturan terkait pemajakan bisnis fintech, ada pembahasan lain yang berhubungan dengan kinerja penerimaan pajak. Masih ada pembahasan lain tentang ketentuan yang diatur PP 9/2021.

Dibawah ini ulasan berita selengkapnya :

  • Tidak Ada Jenis Pajak Baru

Bonarsius Sipayung Kasubdit PPN Perdagangan, Jasa & Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP memastikan tidak ada jenis pajak baru dalam aturan yang disusun. Bonarsius Sipayung juga menjelskan bahwa kebijakan ini akan memperjelas pajak terutang transaksi dari pelaku usaha fintech.

Misalnya penyedia platform melakukan penyerahan jasa, mereka harus menerbitkan faktur pajak. Menurut Bonarsius Sipayung, aturan yang disusun ini akan memudahkan dalam pemenuhan aspek administrasi perpajakan dari sisi PPN dan juga penghasilan dari transaksi peminjaman terutang PPh.

Bonarsius menegaskan bahwa regulasi ini menjadi bagian dari cara Ditjen Pajak untuk memastikan pajak terutang dari transaksi fintech yang disetorkan itu tepat dan benar. Memberi kesetaraan level pada playing field antara jasa keuangan digital dengan konvensional.

“Fasilitator, lender, atau peminjam masuk terutang PPh. Jika ada penyerahan jasa termasuk terutang PPN. Nanti akan dibuat administrasinya sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam melaksanakannya,” tutur Bonarsius.

Baca juga : Cara Memanfaatkan Insentif Pajak Covid-19

  • Peran Penyedia Platform

Bawono Kristiaji menuturkan bahwa konteks ekosistem bisnis digital seperti peer to peer lending, administrasi perlu dilakukan. Ada beberapa negara yang menggunakan skema kerja sama dengan penyedia platform yang berhubungan dengan pelaporan data dan pemungutan pajak.

“Peran digital platform sebagai intermediaries yang strategis,” ungkapnya.

Menurut Bawono Kristiaji, ada tiga aspek dalam penyusunan regulasi. Pertama, pengaturan yang memberi kepastian untuk pelaku usaha. Kedua, pengaturan yang menjamin pada level playing field, baik bisnis digital maupun konvensional dan antarplatform dalam ekosistem bisnis digital. Ketiga, pengaturan yang menjamin kepatuhan si pelaku usaha.

Karena jadi bagian dalam jasa keuangan, pemajakan yang berhubungan dengan fintech lebih banyak terkait dengan pajak penghasilan. Ketentuan UU PPN, jasa keuangan termasuk jasa yang tidak akan dikenai PPN.

Menteri Keuangan mengatakan tercatat penerimaan pajak pertambahan nilai pada Januari 2021 terkontraksi sebesar 14,9% akibat adanya pandemi Covid-19.

  • Penerimaan PPN Dalam Negeri

Menteri Keuangan  menyatakan bahwa realisasi penerimaan PPN pada Januari 2021 sebesar Rp.26,3 triliun atau 5,1% dari target APBN sebesar Rp.518,5 triliun. Penerimaan pajak pertambahan nila di dalam negeri secara neto terkontraksi sebesar 17,08%, tak jauh beda dengan kinerja pada kuartal IV/2020.

Kontraksi dalam penerimaan PPN dalam negeri Januari 2021 berbeda dengan Januari 2019 yang tumbuh positif sebesar 16,3%. Secara umum, kontraksi dipengaruhi karena sebab melemahnya aktivitas produksi dan permintaan masyarakat akibat pembatasan kegiatan di masa pandemi Covid-19.

Baca juga : Penjelasan Resmi DJP Soal Perpanjangan 6 Insentif Pajak

  • PKP Pedagang Eceran

Pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) dapat dikategorikan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) pedagang eceran (PE). Akan diterbitkan faktur sesuai dengan ketentuan PKP PE.

Ketentuan ini diatur dalam PP 9/2021. PKP yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak (JKP) kepada pembeli atau penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir, termasuk dilakukan melalui PMSE, yang merupakan PKP PE.

Kasubdit PPN Perdagangan, Jasa & Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Bonarsius Sipayung menyatakan bahwa revisi ketentuan PKP PE dalam PP 9/2021 bertujuan untuk menciptakan level playing field antara pedagang eceran konvensional dan PMSE.

  • NIB untuk Usaha Mikro dan Kecil

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah ikut aktif dalam membantu usaha mikro dan kecil (UMK) berusaha untuk memperoleh perizinan seiring dengan terbitnya PP 7/2021. Pemerintah pusat dan pemda dituntut turut aktif dalam melaksanakan identifikasi dan memetakan UMK yang ada berdasarkan tingkat risiko usaha masing-masing.

Setelah melakukan pendataan UMK akan didaftarkan melalui sistem perizinan berusaha untuk memperoleh nomor induk berusaha (NIB).

Perbedaan Formulir SPT 1770 S dan 1770 SS

Perbedaan Formulir SPT 1770 S dan 1770 SS

Untuk jasa Konsultan Pajak yang menyediakan layanan accountant service, accountant tax services, accounting & tax services, accounting & taxation services, accounting and tax, accounting and tax service, company accounting services, company income tax registration, company income tax returns, fee konsultan pajak, financial and tax services yang tersedia diberbagai macam kota seperti Batam, Bali, Medan, Surabaya, Jakarta dan kota lainnya yang tentunya masih berhubungan dengan dunia perpajakan. Tema yang akan dibahas kali ini adalah Perbedaan Formulir SPT 1770 S dan 1770 SS, mari disimak bersama informasinya.

Surat pemberitahuan atau biasa disebut SPT adalah sarana yang digunakan bagi wajib pajak untuk melaporkan penghitungan atau pembayaran pajaknya. Untuk mengisi SPT dengan benar, lengkap dan jelas merupakan kewajiban tiap wajib pajak.

Wajib pajak wajib menyampaikan SPT ke Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar atau ditempat lain yang telah ditetapkan Dirjen Pajak. Kewajiban itu tercantum dalam Pasal 3 ayat (1) UU mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi paling lama disampaikan 31 Maret. Ada 3 jenis formulir yang dapat digunakan wajib pajak orang pribadi yaitu 1770 SS, 1770 S, dan 1770. Lalu, apakah Formulir SPT 1770 SS, 1770 S, dan 1770 itu dan apa perbedaannya?

Pengertian

Berdasarkan Pasal 3 Perdirjen Pajak No.PER – 19/PJ/2014, Formulir SPT PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Sangat Sederhana (Formulir 1770 SS) adalah bentuk formulir SPT yang diperuntukkan pada wajib pajak yang memiliki penghasilan lain dari usaha atau pekerjaan bebas lainnya yang jumlah penghasilan brutonya tidak lebih dari Rp.60 juta dalam kurn waktu setahun.

Kemudian, Pasal 2 PER-19/2014 menjelaskan bahwa Formulir SPT PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Sederhana (Formulir 1770 S) adalah formulir SPT yang diperuntukkan pada wajib pajak yang mempunyai penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja dalam negeri atau yang dikenakan PPh final yang bersifat final.

Tak hanya itu, mengacu pada Pasal 1 PER-19/2014, Formulir SPT PPh Wajib Pajak Orang Pribadi (Formulir 1770) adalah bentuk formulir SPT yang diperuntukkan pada wajib pajak yang memiliki penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas, dari satu atau lebih pemberi kerja yang dikenakan PPh Final yang bersifat Final di dalam negeri/luar negeri.

Bentuk dan petunjuk dalam pengisian tiap-tiap jenis formulir SPT Tahunan PPh wajib pajak orang pribadi tercantum pada lampiran PER-19/2014. Ketentuan lebih lanjut dan lebih lengkap tentang bentuk formulir SPT Tahunan PPh wajib pajak orang pribadi terdapat dalam PER-34/2010 s.t.d.t.d PER – 30/2017.

Perbedaan

Merujuk pada pengertian yang dijelaskan diatas, Formulir SPT 1770 SS merupakan jenis SPT tahunan bagi wajib pajak orang pribadi yang jumlah penghasilan tahunannya kurang dari atau sama dengan Rp.60 juta. Formulir jenis ini diperuntukkan bagi karyawan yang hanya bekerja pada 1 perusahaan/instansi.

Berarti apabila wajib pajak berstatus sebagai karyawan yang bekerja hanya pada 1 perusahaan dengan penghasilan brutonya setahun tidak lebih dari Rp.60 Juta, dan tidak memiliki penghasilan selain bunga koperasi atau bunga bank, maka cukup dengan mengisi SPT 1770 SS.

Formulir yang merupakan jenis formulir paling sederhana karena hanya terdiri 1 lembar. Pengisian formulir ini paling sederhana karena cukup memindahkan semua data yang telah tertulis pada formulir 1712-A1 atau A2 yang diberikan oleh pemberi kerja.

Formulir SPT 1770 S merupakan SPT tahunan hanya untuk pribadi yang mempunyai penghasilan tahunan lebih dari Rp.60 juta. Formulir 1770 S ini digunakan pegawai yang bekerja di 2 atau lebih perusahaan dalam waktu setahun.

Meski penghasilan bruto seorang pegawai di bawah Rp.60 juta per tahunnya, apabila pegawai ini bekerja lebih dari 2 perusahaan maka tetap menggunakan formulir 1770 S.

Formulir ini mempunyai isian yang lebih kompleks daripada formulir 1770 SS. Hal ini dikarenakan adanya lampiran yang harus diisi. Data yang harus diisi seperti bukti potong, anggota keluarga, harga, dan data penghasilan dalam negeri seperti sewa dan bunga.

Formulir SPT Tahunan 1770 merupakan formulir yang dapat digunakan wajib pajak perseorangan dengan status pekerjaan sebagai pemilik bisnis atau pekerja yang mempunyai keahlian tertentu dan tidak memiliki ikatan pekerjaan.

Kata kunci formulir ini adalah ‘penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas’. Contohnya kegiatan usaha/pekerjaan bebas seperti usaha toko, usaha persewaan kendaraan, salon kecantikan, praktik dokter, pengacara dan lain sebagainya.

Berarti jika wajib pajak mempunyai penghasilan jenis ini wajib menggunakan formulir 1770. Meski wajib pajak mempunyai penghasilan lain misalnya dari pekerjaan atau penghasilan pasif seperti dividen atau bunga, tetap menggunakan formulir 1770.

Sementara itu, penggunaan formulir 1770 diperuntukkan untuk orang pribadi yang bekerja lebih dari satu perusahaan dengan PPh final, penghasilan dari dalam negeri (royalti, bunga, penghasilan dari perbedaan kurs mata uang), dan penghasilan yang diperoleh dari bekerja di  luar negeri.

Kesimpulan

Secara ringkas, Formulir 1770 SS adalah formulir yang hanya diperuntukkan bagi wajib pajak orang pribadi yang statusnya sebagai karyawan dengan jumlah penghasilan brutonya tidak lebih dari Rp.60 juta dan hanya bekerja pada satu perusahaan dalam kurun waktu setahun.

Kemudian, Formulir 1770 S merupakan formulir yang hanya ditujukan untuk wajib pajak orang pribadi yang statusnya sebagai karyawan dengan jumlah penghasilan brutonya lebih dari Rp.60 juta atau bekerja di dua atau lebih perusahaan dalam kurun waktu setahun.

Sementara itu, Formulir 1770 hanya diperuntukkan bagi wajib pajak yang mempunyai penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas, penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja, penghasilan yang dikenakan PPh final, atau penghasilan dari dalam dan luar negeri.

Tarif PPh Pasal 26 Bunga Obligasi Turun Jadi 10% pada PP Baru

Tarif PPh Pasal 26 Bunga Obligasi Turun Jadi 10% pada PP Baru

Selaku jasa Konsultan Pajak yang menyediakan layanan fee konsultan pajak, financial and tax services, harga jasa konsultan akuntansi, harga jasa konsultan pajak, harga jasa konsultan pajak dan laporan keuangan, harga jasa konsultasi pajak, harga jasa pelaporan pajak, harga konsultan pajak, dan jasa akuntansi yang tersedia dibeberapa macam kota seperti kota Batam, Jakarta, Medan, Surabaya, Bali dan kota lainnya yang tentu saja masih dalam dunia perpajakan. Nah, tema kali ini adalah tentang Tarif PPh Pasal 26 Bunga Obligasi yang Turun Jadi 10% pada PP Baru, yuk disimak dengan seksama informasi dibawah ini.

Pemerintah menciptakan Peraturan Pemerintah (PP) 9/2021 mengenai Perlakuan Perpajakan agar Mendukung Kemudahan dalam Berusaha. Terbitnya aturan tersebut merupakan turunan dari UU 11/2020 mengenai Cipta Kerja yang menjadi pembahasan media nasional pada hari ini Senin 22/2/2021.

Pengaturan yang terdapat dalam PP salah satunya adalah ruang penurunan tarif PPh Pasal 26 atas bunga obligasi yang sesuai dengan amanat UU PPh yang diubah melalui UU Cipta Kerja. Didalam PP ini, tarif sebesar 20% bisa turun menjadi 10%.

Penurunan tarif PPh 26 ini berlaku mulai 6 bulan terhitung sejak PP 9/2021 berlaku. Ada pula ketentuan tentang bunga obligasi atas obligasi yang diterbitkan, ini menurut prinsip syariah yang mulai diberlakukan secara mutatis mutandis terhadap ketentuan dalam PP.

Selain mengenai ruang penurunan tarif PPh Pasal 26 atas bunga obligasi saja, adapun pembahasan mengenai haruskah diversifikasikan struktur penerimaan pajak.

Berikut ini penjelasan berita selengkapnya:

  • Bunga Obligasi

Bunga obligasi bisa mendapat penurunan tarif PPh Pasal 26 yaitu sebagai berikut pertama, apabila sesuai dengan masa kepemilikan obligasi bunga dari obligasi kupon sebesar jumlah bruto bunga.

Kedua, diskonto dari obligasi dengan kupon selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi, itu tidak termasuk kedalam bunga berjalan. Ketiga, diskonto dari obligasi tanpa bunga selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi.

  • Pemotong PPh

Pemotongan PPh Pasal 26 ini dilaksanakan oleh pertama, penerbit obligasi atau kustodian yang merupakan agen pembayaran yang ditunjuk. Ini diberlakukan untuk bunga atau diskonto yang diterima oleh pemegang obligasi dengan kupon bunga obligasinya.

Kedua, perusahaan efek, dealer, atau bank selaku pedagang perantara atau pembeli. Ketentuan ini berlaku untuk bunga dan diskonto yang diterima penjual obligasi pada saat transaksi.

  • Diversifikasi Struktur Penerimaan

Bawono Kristiaji menyebutkan bahwa masa resesi ekonomi, diversifikasi struktur penerimaan pajaknya perlu dilaksanakan untuk menutup celah tax gap pada tiap sektor ekonomi. OECD sudah mengingatkan bahwa pandemi Covid-19 akan menggerus penerimaan dan tax ratio.

OECD menyampaikannya mengacu pada dampak krisis 2008. Di kawasan Asia Pasifik rata-rata tax rationya berkurang satu poin. Penyebab besarnya yaitu ketergantungan negara Asia Pasifik terhadap penerimaan PPh badan.

Adapun pengaruh dari jatuhnya harga komoditas ini. Hal ini dikonfirmasi dari besaran penurunan tax ratio di negara yang penerimaannya banyak bergantung pada sumber daya alam.

  • Penerimaan Perpajakan 2021

Sri Mulyani Indrawati yang merupakan Menteri Keuangan mengatakan tidak akan memberi ruang penerimaan perpajakan tahun 2021 meleset dari target yang sudah ditentukan.

Sri Mulyani juga menyatakan bahwa pengelolaan keuangan negara akan menghadapi tantangan yang berat karena pandemi Covid-19 ini. Dia berharap kinerja penerimaan perpajakan 2021 lebih baik lagi dibanding dengan tahun lalu.

  • Perluasan Insentif

Pemerintah membuka peluang untuk memperluas insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) ditanggung pemerintah (DTP) sampai pada kendaraan bermotor kapasitasnya lebih dari 1.500 cc.

Susiwijono Moegiarso yang merpakan Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menyebutkan pemerintah saat ini baru merancang insentif PPnBM DTP untuk kendaraan bermotor yang kapasitasnya sampai 1.500 cc, yaitu sedan dan mobil tipe 4×2.

Pemerintah akan memutuskan kendaraan di atas 1.500 cc bisa memperoleh insentif serupa atau tidak setelah evaluasi 3 bulan pertama kebijakan itu.

Ini Dia Cara Memperpanjang Waktu Pelaporan SPT Tahunan bagi WP Badan

Ini Dia Cara Memperpanjang Waktu Pelaporan SPT Tahunan bagi WP Badan

Selaku jasa Konsultan Pajak yang menyediakan layanan konsultan pajak terdaftar, konsultan pajak terdekat, konsultasi pajak, konsultasi pajak di kantor pajak, konsultasi pajak online, konsultasi pajak online gratis, Jasa pelaporan pajak jasa konstruksi, Jasa pelaporan pajak online pribadi, Jasa pelaporan pajak perusahaan, Jasa pelaporan pajak ppn, dan Jasa pelaporan pajak pribadi yang tersedia diberbagai macam kota seperti Medan, Batam, Jakarta, Bali, Surabaya dan masih banyak lagi, tentunya berkaitan dengan dunia perpajakan. Tema kali ini yang akan dibahas adalah Cara Memperpanjang Waktu Pelaporan SPT Tahunan bagi WP Badan, mari disimak bersama informasi dibawah ini.

Otoritas pajak menetapkan jatuh tempo untuk Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Untuk wajib pajak orang pribadi, penyampaian SPT batas akhirnya paling lama Maret. Bagi wajib pajak badan, SPT dilaporkan paling lama akhir April.

Jika penyampaian SPT sudah melewati jatuh tempo, wajib pajak akan dikenai sanksi denda sebesar Rp100.000 bagi wajib pajak orang pribadi dan Rp1 juta bagi wajib pajak badan. Dengan begitu, otoritas pajak akan memberi kelonggaran dalam pelaporan SPT tersebut.

Kelonggarannya berupa perpanjangan jangka waktu dalam penyampaian SPT tahunan paling lama selama 2 bulan. Penjelasan bagaimana cara mengajukan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan bagi wajib pajak badan.

Mulanya pastikan terlebih dahulu kita sudah memenuhi persyaratan yang diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak No. 21/PJ/2009 mengenai Cara Penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

Pertama, bualaht surat pemberitahuan perpanjangan waktu penyampaian SPT secara tertulis dan sampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak sebelum batas waktu penyampaian SPT tersebut berakhir. Kedua, pada surat pemberitahuan perlu menyebutkan apa alasan perpanjangan waktu penyampaian SPT.

Ketiga, menyampaikan perhitungan sementara mengenai PPh yang terutang dan dilampiri dengan bukti laporan keuangan sementara tahun pajak yang berkenaan. Keempat, lampirkan dengan bukti pelunasan atas kekurangan pajak yang terutang.

Kelima, melampirkan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang kedudukannya sama dengan SSP dalam batas waktu penyampaian SPT.

Keenam, lampirkan surat pernyataan dari akuntan publik yang menyatakan bahwa audit laporan keuangan belum terselesaikan dalam laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik. Ketujuh, menggunakan formulir 1770-Y/1771-Y/1771-$Y atau berupa data elektronik (e-SPT) untuk surat permohonan SPT tersebut.

Kedelapan, diwajibkan bagi wajib pajak atau kuasa wajib pajak untuk menandatangani pemberitahuan perpanjangan waktu penyampaian SPT. Apabila ditandatangani kuasa wajib pajak maka, pemberitahuan perpanjangan waktunya wajib dilampiri surat kuasa khusus.

Jika tidak memenuhi delapan poin seperti di atas maka pemberitahuannya dianggap bukan merupakan pemberitahuan perpanjangan waktu SPT. Kemudian, Dirjen Pajak akan memberitahu wajib pajak paling lama sampai 7 hari kerja sejak pemberitahuan lengkap diterima KPP.

Apabila Kepala KPP tidak memberikan pemberitahuan kepada wajib pajak dalam waktu 7 hari kerja sejak pemberitahuan lengkap diterima di KPP, maka pemberitahuan perpanjangan SPT dianggap diterima.

Sebagai Pemungut PPN yang Ditunjuk BUMN, Ini Kewajiban Anak Perusahaan

Sebagai Pemungut PPN yang Ditunjuk BUMN, Ini Kewajiban Anak Perusahaan

Sebagai jasa Konsultan Pajak yang menyediakan layanan taxation advisory, taxation advisory services, taxation and accounting services, taxes and accounting, taxes and bookkeeping, taxes and bookkeeping services, tentang transfer pricing, tp doc, transfer pricing akuntansi manajemen, dan transfer pricing consultant Service yang tersedia dibeberapa maacam kota seperti Medan, Batam, Bali, Jakarta, Surabaya dan kota lainnya yang tentu saja masih berkaitan dengan dunia perpajakan. Nah, kali ini kita akan membahas mengenai Kewajiban Anak Perusahaan Sebagai Pemungut PPN yang Ditunjuk BUMN, mari disimak bersama informasi dibawah ini.

Aturan mengenai anak perusahaan yang ditunjuk BUMN sebagai pemungut PPN diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 8/PMK.03/2021 tentang bagaimana Tata Cara dalam melakukan Pemungutan dan Penyetoran serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah oleh Badan Usaha Milik Negara, Pajak Pertambahan Nilai dan Perusahaan Tertentu yang Dimiliki Secara Langsung sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai oleh Badan Usaha Milik Negara.

Menurut Ketentuan PMK 8/2021 yang sudah berlaku mulai 1 Februari 2021 bahwa anak perusahaan BUMN ditunjuk menjadi pemungut PPN dengan kriteria tertentu. Kriterianya diatur dalam Pasal 3 ayat (2) PMK 8/2021 bahwa kepemilikan sahamnya dimiliki secara langsung oleh BUMN di atas 25%.

Berdasarkan Pasal 3 ayat (3) PMK 8/2021 bahwa anak perusahaan BUMN yang ditunjuk sebagai pemungut PPN ditetapkan atas keputusan menteri keuangan. Dengan begitu, perusahaan sekalipun dimiliki secara langsung oleh BUMN dengan kepemilikan sahamnya di atas 25% tidak secara otomatis menjadi pemungut PPN.

Sampai saat ini ada 28 anak perusahaan BUMN yang ditunjuk sebagai pemungut PPN berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 30/KMK.03/2021 mengenai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai Penetapan Perusahaan Tertentu yang Dimiliki Secara Langsung oleh Badan Usaha Milik Negara.

Sebagai pemungut PPN yang ditunjuk BUMN adapula kewajiban anak perusahaan yang dilihat pada Pasal 2 ayat (1) PMK 8/2021, yakni melakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN yang terutang atas penyerahan BKP dan JKP oleh rekanan. Jumlah PPN yang dipungut oleh pemungut PPN yakni sebesar 10% dikalikan dengan dasar pengenaan pajak (DPP).

Tidak seluruh PPN yang terutang atas penyerahan BKP dan JKP oleh rekanan dipungut oleh pemungut PPN. Pasal 5 ayat (1) PMK 8/2021 menyebutkan PPN tidak dipungut oleh pemungut PPN dalam hal-hal berikut seperti:

  • Pembayaran yang jumlahnya paling besar sebanyak Rp10 juta itu sudah termasuk jumlah PPN dan bukan sebagai pembayaran yang dipecah dari transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp10 juta
  • Pembayaran atas penyerahan BKP dan JKP sesuai ketentuan akan mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN
  • Pembayaran atas bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak yang diserahkan oleh PT Pertamina
  • Pembayaran atas jasa telekomunikasi yang diserahkan oleh perusahaan telekomunikasi
  • Pembayaran atas jasa angkutan udara yang penyerahannya dilakukan oleh perusahaan penerbangan
  • Pembayaran untuk penyerahan barang atau jasa sesuai ketentuan tidak dikenai PPN

Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) PMK 8/2021, pemungutan tersebut dilakukan ketika dalam hal:

  • Penyerahan BKP dan JKP
  • Penerimaan pembayaran yang terjadi sebelum penyerahan BKP dan JKP
  • Penerimaan pembayaran termin yang merpakan sebagian tahap pekerjaan

Sesudah selesai dipungut, pada ketentuan Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) PMK 8/2021 bahwa pemungut PPN diwajibkan menyetorkan PPN dan PPnBM yang telah dipungut dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi yang disamakan dengan SSP paling lambat tanggal 15 di bulan berikutnya. SSP ini dibuat dengan mencantumkan:

  • Kartu NPWP, nama, alamat rekanan dikolom NPWP, kolom nama, dan alamat
  • Pada kolom uraian masukkan kode dan nomor seri Faktur Pajak

Pemungut PPN wajib memberikan cetakan, salinan, atau fotokopi SSP serta sarana administrasi  yang disamakan dengan SSP kepada rekanan menurut Pasal 7 ayat (4) PMK 8/2021.

Sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (5), ayat (6) dan ayat (7) PMK 8/2021, pemungut PPN diwajibkan melapor PPN yang dipungut dan disetor dengan menggunakan SPT Masa PPN bagi pemungut PPN, paling lambat pada akhir di bulan berikutnya sesudah masa pajak ketika dilakukan pemungutan.

SPT Masa PPN bagi pemungut PPN harus dilampiri dengan daftar nominatif faktur pajak dan SSP atau sarana administrasi yang disamakan dengan SSP, yang dibuat menggunakan format seperti yang tercantum dalam Lampiran PMK 8/ 2021.

Pengertian Harta Tak Berwujud

Pengertian Harta Tak Berwujud

Selaku jasa Konsultan Pajak yang menyediakan layanan kantor akuntan, kantor akuntan pajak, kantor audit, kantor kap, kantor konsultan, kantor konsultan pajak, kantor konsultan pajak terbaik, dan kantor konsultan pajak terdekat yang tersedia di beberapa macam kota seperti Jakarta, Surabaya, Bali, Batam, Medan dan kota lainnya yang erat kaitannya dengan dunia perpajakan. Tema kali ini adalah apa itu Pengertian Harta Tak Berwujud, mari disimak infromasinya.

Pengujian Kewajaran dan Kelaziman Usaha Terhadap Transaksi Harta Tak Berwujud

1. Pengertian

Untuk tujuan analisis penentuan harga transfer harta tak berwujud di artikan sebagai aset yang bukan merupakan aset fisik atau aset keuangan. Harta tak berwujud terbagi menjadi 2 macam bagian besar antara lain Harta Tak Berwujud Manufaktur (Manufacturing Intangibles) dan Harta Tak Berwujud Pemasaran (Marketing Intangibles).

(SE – 50/PJ/2013)

2. Pengujian kewajaran bagi pemanfaatan atau pengalihan harta tak berwujud perlu dipertimbangkan perspektifnya dari pihak yang menyerahkan (transferor) dan pihak yang menerima (transferee) harta tak berwujud tersebut. Pihak yang menyerahkan juga wajib memastikan akan manfaat yang diperoleh lebih besar dari penyerahan atau pemanfaatan harta tak berwujud daripada biaya yang sudah dikeluarkan. Selan itu, penerima harta tak berwujud akan melihat apakah ia akan memperoleh manfaat yang lebih besar jika menggunakan atau memperoleh harta tak berwujud dibandingkan dengan biaya yang akan dikeluarkan.

3. Metode yang bisa digunakan dalam menilai kewajaran transfer harta tak berwujud adalah sebagai berikut.

  1. Metode perbandingan harga antara pihak independen (CUP method)
  2. Metode harga penjualan kembali (resale price method)
  3. Metode biaya-plus (cost-plus method)
  4. Metode pembagian laba (profit split method)
  5. Metode transaksional laba bersih (transactional net margin method)
  6. Metode lainnya:
      • Metode Berdasarkan Pendekatan Biaya (Cost-Based Approach)
      • Metode Berdasarkan Pendekatan Pasar (Market-Based Approach)
      • Metode Berdasarkan Pendekatan Pendapatan (Income-Based Approach)

Chapter VI of the OECD Transfer Pricing Guidelines for Multinational Enterprises and Tax Administrations in July 2017       

Special Considerations for Intangibles

Peraturan Lokal

S – 153/PJ.04/2010

Bagian D No. 3b

Pada transaksi dalam menggunakan harta tidak berwujud dan imbalan royalti, mengenai penelitian kewajarannya adalah sebagai berikut:

1. Keberadaan harta tidak berwujud yang ditunjukkan dengan adanya:

    • Bukti kepemilikan atas harta tidak berwujud
    • Nilai dari harta tidak berwujud

2. Keberadaan penyerahan hak untuk digunakan harta tidak berwujud suatu harta tidak berwujud telah                             diserahkan hak pemanfaatannya oleh pihak afiliasi, jika harta tidak berwujud itu  memberikan manfaat bagi                 Wajib Pajak

3. Kewajaran nilai imbalan royalti

SE – 50/PJ/2013

LAMPIRAN I BAB II

  1. Langkah-langkah dalam melakukan pengujian transaksi Harta Tak Berwujud sebagai berikut:
    • Mengidentifikasi dimana keberadaan harta tak berwujud yang mempunyai kontribusi dalam kesuksesan produk di pasaran. Identifikasi ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan cara analisis fungsi. Di dalam analisis fungsi, diharapkan pemeriksa pajak mempunyai sedikit pemahaman yang baik mengenai usaha Wajib Pajak.
    • Mengidentifikasi nilai harta tak berwujud dan menentukan pihak mana yang telah berkontribusi atas pembentukan harta tak berwujud tersebut. Ini harus dilakukan agar dapat mengetahui apakah Wajib Pajak di Indonesia sudah mengikuti kontribusi terhadap pembentukannya sehingga berhak menerima hasil atas eksploitasi harta tak berwujud.
    • Mempelajari apakah sudah benar terjadi proses transfer harta tak berwujud di dalam transaksi. Analisis dilakukan saat terjadinya transfer harta tak berwujud dalam transaksi independen dan dapat dijadikan pedoman.
    • Menentukan kompensasi untuk setiap harta tak berwujud yang ditransfer secara wajar. Ini dilakukan karena mengacu pada pasar dimana harta tak berwujud tersebut digunakan dan dibandingkan dengan transaksi pembanding.
  1. Ketika melakukan pengujian kewajaran transaksi harta tak berwujud harus memahami tipe dan karakteristiknya. Pemahaman inilah yang akan mempermudahkan kita dalam menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai lisensi dari harta tak berwujud dan dalam menentukan transaksi pembanding.
  2. Faktor-faktor yang dijadikan dasar dalam pertimbangan menentukan nilai lisensi harta tak berwujud antara lain sebagai berikut:
    • Proteksi dan jangka waktu

Sebagian jenis harta tak berwujud seperti paten dilindungi oleh jangka waktu secara hukum. Hal inilah                         yang membuat perlindungan dari pesaing yang menduplikasi. Semakin lama jangka waktu                                                 perlindungan harta tak berwujud tersebut manfaat yang diharapkan nantinya akan diterima semakin                             besar.

    • Eksklusivitas

Hal ini berkaitan dengan pemanfaatan harta tak berwujud yang dilindungi oleh hak eksklusif atau tidak.                       Pihak yang memanfaatkan harta tak berwujud secara eksklusif diharuskan membayar biaya royalti yang                       lebih tinggi dari pihak yang memanfaatkan harta tak berwujud tanpa hak eksklusif.

    • Cakupan Geografis

Semakin luas cakupan geografisnya yang diberikan manfaat yang diperoleh juga semakin besar.

    • Masa manfaat harta tak berwujud (useful life)

Harta tak berwujud mempunyai beberapa masa manfaat yang terbatas. Masa manfaat ini tidak                                         dipengaruhi oleh perlindungan hukum saja sama halnya seperti di atas yang dipengaruhi oleh tingginya                         tingkat penemuan teknologi dari suatu industri tersebut. Adanya persaingan ketat pada tiap industri                               yang dapat membuat masa manfaat harta tak berwujud menjadi lebih pendek.

    • Hak untuk mengembangkan, merevisi, dan melakukan perbaikan

Proteksi suatu harta tak berwujud akan usang ketika ditemukan teknologi baru. Untuk dapat bersaing                           dengan pihak pemanfaat maka harta tak berwujud diberikan hak untuk ikut mengembangkan, merevisi                         dan melakukan perbaikan. Hak ini diberikan dengan harus  mempertimbangkan kembali dalam                                       menentukan nilai lisensi harta tak berwujud.

    • Adanya harta tak berwujud atau jasa yang melekat dalam penyerahan atau pemanfaatan harta tak berwujud

Dalam pemanfaatan harta tak berwujud seringkali disertai pemberian jasa secara berlanjut oleh pihak                            yang memberikan lisensi. Ini menjadi pertimbangan dalam menentukan besarnya royalti yang harus                              dibayarkan dalam menentukan pembanding.

    • Adanya hak untuk melisensikan (sublicence) kembali ke pihak ketiga.
    • Faktor lainnya yang akan mempengaruhi secara ekonomis besarnya nilai lisensi harta tak berwujud.

4. Wajib Pajak adalah pihak yang memanfaatkan (licencee) atau pembeli dari harta tidak berwujud maka perlu                memperhatikan hal-hal antara lain:

    1. Pembayaran yang dilakukan akan memperoleh tingkat pengembalian yang sepadan dibandingkan dengan royalti yang dibayarkan. Dapat ditunjukkan dengan analisis keuangan transaksi tersebut.
    2. Pembayaran yang dilakukan akan memberikan manfaat secara ekonomis atas penggunaan harta tak berwujud dari pihak afiliasi.
Langkah dalam Menganalisis Kewajaran dalam Restrukturisasi Bisnis

Langkah dalam Menganalisis Kewajaran dalam Restrukturisasi Bisnis

Sebagai jasa Konsultan Pajak yang menyediakan layanan insurance and tax services, international tax advisory, jasa akuntansi, jasa konsultan pajak, jasa konsultan pajak dan pembukuan, jasa konsultan pajak murah, jasa konsultan pajak online, jasa konsultan pajak pribadi, jasa konsultasi pajak, dan jasa lapor spt tahunan diberbagai kota seperti kota Medan, Surabaya, Bali, Batam, Jakarta dan kota-kota lainnya yang masih berhubungan dengan dunia perpajakan. Nah, kali ini kita akan membahas mengenai Langkah dalam Menganalisis Kewajaran dalam Restrukturisasi Bisnis, mari disimak informasi dibawah ini.

Restrukturisasi usaha adalah aksi korporasi untuk merespons perubahan di lingkungan bisnis. Pada konteks transfer pricing, restrukturisasi diartikan sebagai realokasi fungsi, aset, dan risiko dari satu entitas ke entitas lain di dalam suatu grup perusahaan multinasional. Aksi ini bisa memengaruhi alokasi laba dan potensi pajak di perusahaan.

Restrukturisasi bisnis ini merupakan salah satu materi yang dibahas dalam WU—TA Advanced Transfer Pricing Programme tanggal 30 September – 3 Oktober 2019 di Singapura.

Restrukturisasi bisnis sebagai metode untuk memaksimalkan sinergi, merampingkan lini bisnis, meningkatkan efisiensi supply chain, serta menjadi media dalam suatu perencanaan pajak.

Tidak hanya itu, restrukturisasi bisnis juga memiliki risiko yang besar karena melibatkan transfer atas kepemilikan aset, baik aset berwujud maupun tidak berwujud dan restrukturisasi bisnis ini bisa mengubah rantai suplainya.

Hal ini berpengaruh pada perubahan fungsi yang dilakukan, aset yang dimiliki, dan risiko yang akan ditanggung perusahaan sampai terjadinya perubahan karakterisasi perusahaan. Dengan begitu, pengujian transaksi terkait restrukturisasi usaha penting untuk dilaksanakan.

Pembahasan tentang restrukturisasi usaha telah diperbarui yang terdapat dalam Bab IX OECD TP Guidelines 2017. Bahasan yang lebih jelas dalam dokumen ini adalah menekankan penggambaran pada transaksi melalui pre-restructuring dengan post-restructuring.

Penggambaran ini yang akan memengaruhi kompensasi dari prinsip arm’s length principle, penilaian risiko antarpihak, serta dari pemilihan metode penetapan harga transfer yang sesuai dengan transaksi ini.

Analisis restrukturisasi bisnis ini dimulai dengan penggambaran transaksi yang akurat yakni melalui kesepakatan formal antarpihak sebelum dan sesudah restrukturisasi tersebut. Hasil dari kesepakatan ini memberikan bukti bahwa peran dan tanggung jawab perusahaan itu multinasional.

Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah menentukan model kompensasi seperti perubahan apa saja  yang terjadi, bagaimana restrukturisasi mempengaruhi analisis fungsionalnya, alasan bisnis dan manfaat yang didapatkan dalam penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha tersebut.

Penentuan Remunerasi

Ada empat langkah yang dilaksanakan dalam menentukan remunerasi transaksi restrukturisasi bisnis. Pertama, analisis transaksi afiliasi (delineation of transaction). Dalam melakukan analisis aspek transfer pricing, langkah awalnya adalah menganalisis detail transaksi dari restrukturisasi.

Melaksanakan analisisnya terlebih dahulu dengan mengidentifikasi kondisi komersial atau keuangan dan kondisi lainnya yang tentunya masih mengarah pada transfer nilai, ini juga termasuk alasan daripada bisnis dan aturan dari sinergi dalam grup perusahahaan multinasional.

Kedua, mengalokasikan kembali risiko dan laba potensial. Pada konteks ini, laba potensial adalah laba yang diharapkan untuk masa depan. Laba potensial digunakan sebagai tujuan penilaian dalam menentukan kompensasi dalam transfer aset atau kewajaran atas ganti rugi pada penghentian atau negosiasi ulang pada perjanjian sebelumnya. Apabila pihak independen yang bersangkutan mengalami kompensasi ganti rugi, maka kompensasi itu dinyatakan sebanding.

Ketiga, transfer nilai. Restrukturisasi bisnis juga berkaitan dengan pemindahan atau transfer aset baik berwujud maupun tidak berwujud. Diisukan berkaitan dengan aset berwujud yakni mengenai penilaian dalam persediaan atau aset lain yang membuat perubahan pada karakterisasi bisnis.

Contohnya, PT W merupakan full fledge manufacturer yang melaksanakan restrukturisasi sehingga karakterisasinya menjadi toll manufacturer dan limited distributor dengan melakukan transfer aset berupa persediaan kepada pihak afiliasi.

Kondisi ini dapat menyebabkankan kebingungan tentang penilaian persediaan saat pengalihan dilakukan. Dengan begitu, dalam transisi model bisnis harus ada penyesuaian mengenai analisis kewajaraan terhadap transaksi restrukturisasi sesudah restrukturisasi dilakukan.

Selanjutnya, pengalihan aset tidak berwujud adalah objek yang mempunyai intensitas yang cukup tinggi untuk jadi objek sengketa. Aset tidak berwujud tergolong “mobile asset” yang artinya dapat dipindahkan kepemilikannya antar lintas yurisdiksi.

Proses pemindahannya, identifikasi dan penilaian mengenai aset tidak berwujud lebih sulit dibandingkan dengan aset berwujud. Sebab berdasarkan kepemilikan legalnya, tidak semua aset yang tidak berwujud dapat diakui begitu saja.

Sementara itu, dalam menganalisis kewajaran dalam restrukturisasi usaha, faktor utamanya yakni  berangkat dari kepemilikan yang legal dan kesesuaian antara substansi ekonomi dengan bentuk hukum.

Keempat, penggantian atas kerugian dalam perubahan perjanjian (indemnification for change in arrangement). Berdasarkan Paragraf 9.75 OECD TP Guidelines 2017, indemnification atau yang disebut ganti rugi adalah segala jenis kompensasi yang dapat dibayarkan untuk kerugian yang dialami oleh entitas yang di restrukturisasi.

Jenis kompensasinya baik berbentuk pembayaran di muka, pembagian dalam biaya restrukturisasi, pembelian yang lebih rendah, harga dalam konteks operasi sesudah restrukturisasinya, atau bentuk-bentuk lain sebagainya. Kerugiannya juga dapat berupa provisi dan kontinjensi misalnya pemberhentian karyawan, piutang tak tertagih, penghapusan aset, pemutusan kontrak kerja, serta biaya konversi ulang dan biaya-biaya lainnya.

Sebagian negara ada yang sudah mulai menerapkan peraturan mengenai restrukturisasi bisnis ini, yaitu Jerman, China, India, Swiss, Inggris. dan Amerika Serikat. Di Jerman, terdapat pengenaan terhadap exit charges untuk mengantisipasi adanya restrukturisasi bisnis. Exit charge sebagai upaya dalam mengakomodir laba potensial yang di alihkan oleh grup perusahaan multinasional.

Berdasarkan peraturan dari berbagai negara mengenai restrukturisasi bisnis yang mengacu pada OECD TP Guidelines 2017 dan sudah diperbarui melalui Pasal IX, transaksi restrukturisasi bisnis perlu diuji terlebih dahulu baik pengalihan aset sebelum restrukturisasi maupun penyesuaian sesudah restrukturisasi.

Grup perusahaan multinasional diwajibkan untuk mempertimbangkan dan meninjau kembali keputusannya pada saat melaksanakan restrukturisasi bisnis. Grup perusahaan multinasional juga wajib memastikan bahwa restrukturisasi yang dilaksanakan mempunyai substansi ekonomi yang sama dengan bentuk hukumnya.

Tidak hanya itu, pihak independen akan menerima struktur atau skema yang ditetapkan. Hal ini  dilakukan karena perubahan bisnis model yang dilakukan melalui restrukturisasi bisnis memiliki konsekuensi pajak masing-masing.

Jangan Lupa Lapor Realisasi di DJP Online Jika Mendapat Insentif Pajak

Jangan Lupa Lapor Realisasi di DJP Online Jika Mendapat Insentif Pajak

Untuk jasa Konsultan Pajak yang menyediakan layanan accountant service, accountant tax services, accounting & tax services, accounting & taxation services, accounting and tax, accounting and tax service, accounting and taxation services, harga jasa konsultan akuntansi, harga jasa konsultan pajak, harga jasa konsultan pajak dan laporan keuangan, harga jasa konsultasi pajak, dan harga jasa pelaporan pajak yang tersedia diberbagai macam kota seperti kota Jakarta, Bali, Medan, Surabaya dan kota-kota lainnya yang masih didalam dunia perpajakan. Tema kali ini yang akan kita bahas adalah mengenai Jangan Lupa Lapor Realisasi di DJP Online Jika Mendapat Insentif Pajak, mari disimak dengan seksama informasi dibawah ini untuk menambah ilmu dan wawasan kita mengenai dunia perpajakan.

Otoritas menghimbau kepada seluruh wajib pajak untuk tidak lupa dalam menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif pajak, terutama yang tercantum dalam PMK 9/2021. Imbauan ini menjadi pembahasan media nasional pada hari Kamis 11/2/2021.

Yon Arsal yang merupakan Staf Ahli Menkeu diBidang Kepatuhan Pajak mengungkapkan bahwa otoritas telah membuka pintu selebar-lebarnya kepada wajib pajak untuk memanfaatkan insentif pajak yang diberikan tahun lalu dan tahun ini. Namun, pemanfaatannya harus diikuti dengan kepatuhan dalam melakukan pelaporan realisasinya.

Yon Arsal juga mengatakan banyak wajib pajak yang tidak melaporkan pemanfaatan insentif pajak  tahun lalu. Oleh sebab itu, Yon Arsal menghimbau kepada wajib pajak untuk melaporkan realisasi pemanfaatan insentif pada tahun 2020 terlebih dahulu sebelum mengajukan kembali tahun ini.

Tidak hanya tentang pemanfaatan insentif pajak saja, ada juga pembahasan mengenai perlunya kestabilan penerimaan pajak agar dapat mendukung upaya dalam pengembalian defisit anggaran menjadi di bawah 3% atas produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2023.

Berikut ini beberapa ulasan berita selengkapnya.

  • Deadline Pelaporan Realisasi Pemanfaatan

Berdasarkan pada Pasal 19 PMK 9/2021 dalam memberikan penegasan ketentuan kepada pemberi kerja yang sudah menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentifnya yang berlandaskan kepada PMK 23/2020, PMK 44/2020, dan PMK 86/2020 s.t.d.d. PMK 110/2020 akan tetapi belum menyampaikan laporan realisasinya.

“Paling lama dalam menyampaikan laporan realisasi pada tanggal 28 Februari 2021 agar dapat memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah tahun pajak 2020,” Pasal 19 ayat (2) PMK 9/2021.

  • Tata Kelola Pemanfaatan Dana PEN

Yon Arsal menuturkan bahwa pelaporan realisasi pemanfaatan insentif ini perlu dilakukan dikarenakan ini menjadi bagian dari tata kelola pemanfaatan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN). Pelaporannya juga merupakan objek pemeriksaan dari berbagai macam lembaga.

Berikut ini yang mengawasi dalam pemanfaatan insentif pajak ada 3 entitas antara lain yaitu, Inspektorat Jenderal Kemenkeu, BPKP dan BPK.

“Pemanfaatan insentif fiskal namun belum melaporkan realisasi pemanfaatannya. Kepada seluruh wajib pajak yang belum melapor segera dilaporkan agar tata kelolanya menjadi baik,” ungkap Yon Arsal Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak.

  • Defisit Fiskal di Bawah 3% PDB

Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak menyebutkan bahwa upaya dalam menciptakan penerimaan pajak yang stabil dan mengembalikan defisit di bawah 3% PDB itu tidaklah mudah. Baginya, tantangan utama pemerintah adalah memastikan bahwa transisi menuju disiplin fiskal tidak memberikan guncangan untuk dunia usaha.

Oleh sebab itu, pada tahun ini, pemerintah masih memberi berbagai macam fasilitas dan insentif perpajakan untuk mendukung pemulihan ekonomi dan kegiatan usaha. Secara bertahap aktivitas ekonomi akan mulai pulih dan akan berkorelasi pada peningkatan penerimaan pajak.

  • Perpanjangan BMAD Impor Bopet

Pemerintah pada saat ini akan memperpanjang bea masuk antidumping (BMAD) untuk produk impor seperti produk biaxially oriented polyethylene terephthalate (Bopet) dari berbagai negara seperti India, Republik Rakyat Tiongkok, dan Thailand.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 11/PMK.010/2021, perpanjangan BMAD ini terjadi karena hasil penyelidikan Komite Anti Dumping Indonesia menilai pengenaan BMAD masih diperlukan. Pengenaan BMAD akan diperpanjang sampai 5 tahun ke depan.

  • BMTP Impor Karpet

Pemerintah pada saat ini akan mengenakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) untuk produk impor seperti produk karpet dan tekstil penutup lantai lainnya. Pengenaan BMTP ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 10/PMK.010/2021.

Kebijakan ini dibuat setelah hasil penyelidikan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) membuktikan bahwa adanya kerugian serius yang dialami industri dalam negeri. BMTP terhadap impor produk karpet dan tekstil penutup lantai lainnya akan dikenakan selama 3 tahun ini dengan tarif yang berbeda-beda ditiap periodenya.

 

Alokasi Insentif untuk Dunia Usaha yang Naik Lagi

Alokasi Insentif untuk Dunia Usaha yang Naik Lagi

Selaku Konsultan Pajak yang menyediakan layanan tax and consulting services, tax bookkeeping services, tax compliance companies, tax consultant business, tax consultant companies, tax consulting services, tax for consulting services, tax prep service near me, tax preparation accountant near me, taxation advisory, taxation advisory services, dan taxation and accounting services yang tersedia diberbagai kota seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Bali dan kota lainnya yang tentunya masih dalam dunia perpajakan. Nah, tema kali ini yang akan dibahas adalah Alokasi Insentif untuk Dunia Usaha yang Naik Lagi, mari disimak informasi dibawah ini agar membuka wawasan kita mengenai dunia perpajakan.

Untuk Alokasi anggaran insentif pada dunia usaha tahun ini naik lagi sesudah pemerintah memutuskan akan merelaksasi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor. Topik ini menjadi salah satu pembahasan media nasional pada hari ini Selasa 16/2/2021.

Alokasi anggaran insentif yang diperuntukkan dunia usaha pada tahun ini senilai Rp53,86 triliun, naik dari perbandingan yang lalu senilai Rp47,27 triliun.

“Insentif fiskal juga membantu ketahanan dunia usaha,” tuturnya.

Sri Mulyani juga mengatakan alokasi insentif tersebut hampir sama dengan realisasi pada tahun  2020 hingga mencapai Rp56,12 triliun. Melalui insentif fiskal, pemerintah akan membantu pelaku usaha untuk segera pulih dari tekanan pandemi Covid-19 ini.

Selain itu, mengenai alokasi anggaran insentif untuk dunia usaha, ada juga pembahasan terkait dengan performa elastisitas penerimaan pajak terhadap laju PDB yang justru makin tinggi saat terjadi resesi ekonomi. Berikut ini merupakan ulasan berita selengkapnya.

  • 9 Jenis Insentif untuk Dunia Usaha

Menteri Keuangan menjelaskan 9 jenis insentif untuk dunia usaha pada tahun ini. Berikut ini ada PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), PPh final DTP untuk UMKM, serta pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) DTP untuk kendaraan bermotor.

Tak hanya itu, ada juga insentif untuk pembebasan bea masuk, pembebasan PPh Pasal 22 impor, restitusi PPN yang dipercepat, diskon angsuran PPh Pasal 25, penurunan tarif PPh badan, serta PPN tidak dipungut bagi perusahaan penerima fasilitas kawasan berikat atau KITE.

  • Anggaran PEN 2021 Naik Lagi

Menteri Keuangan mengubah besaran anggaran untuk program penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN) tahun 2021. Anggarannya mencapai Rp688,33 triliun, lebih besar dari Rp627,9 triliun. Alokasi tersebut juga melampaui realisasi PEN tahun 2020 yang senilai Rp579,78 triliun.

  • Makin Elastis

Dengan adanya realisasi penerimaan pajak tahun 2020 sesuai dengan data APBN KiTA minus 19,7% dan realisasi pertumbuhan ekonomi minus 2,07%, tax buoyancy pada tahun lalu sebesar 9,5. Jadi, setiap 1% kontraksi ekonomi akan berdampak pada penurunan penerimaan pajak sebesar 9,5%.

Bawono Kristiaji berpendapat bahwa saat ekonomi dalam kondisi normal seperti dalam satu dekade terakhir yaitu tahun 2010-2019, tax buoyancy Indonesia rata-rata adalah 0.83 atau kurang dari 1.

Namun, saat resesi tahun 2020, tax buoyancy justru meningkat dengan pesat. Elastisitas yang semakin tinggi ini merupakan sesuatu yang sangat lazim pada masa krisis dan masa pemulihan. Sebab, pada saat resesi umumnya penerimaan pajak terdampak 2 aspek.

Pertama, karena pelemahan ekonomi yang membuat penerimaan pajak terkontraksi. Kedua, adanya berbagai relaksasi atau insentif. Akan berakibat pada pola penurunan penerimaan pajak pada masa pandemi akan jauh lebih besar dari pola penurunan PDB.

  • Respons Gaikindo

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia atau yang biasa disebut Gaikindo menyambut positif rencana relaksasi PPnBM yang nantinya akan diterapkan pemerintah mulai dari Maret 2021. Ketua Gaikindo Yohannes Nangoi mengatakan bahwa kebijakan ini sangat berdampak positif dan akan membantu pada kinerja industri di bidang otomotif.

  • Neraca Dagang Surplus

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat neraca perdagangan di Indonesia mengalami surplus US$1,96 miliar pada Januari tahun 2021. Kepala BPS menerangkan bahwa surplus ini melanjutkan tren yang terjadi tahun lalu, misalnya surplus neraca perdagangan US$2,1 miliar pada Desember tahun 2020. Sementara di Januari tahun 2020, neraca perdagangan mengalami defisit US$640 juta.

  • Jumlah Penduduk Miskin Bertambah

BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2020 tercatat mencapai 27,55 juta jiwa. Suhariyanto yang merupakan kepala BPS mengungkapkan bahwa jumlah kemiskinan mencapai double digit, yaitu 10,19% dari total populasi nasionalnya. Sementara itu, pada Maret tahun 2020 jumlah penduduk miskin tercatat mencapai 26,42 juta atau 9,78% dari total populasi.

  • Sanksi Penolak Vaksin

Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden 14/2021. Kebijakan ini mengubah Perpres 99/2020 mengenai Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.

Melalui peraturan itu, ada 3 ancaman sanksi bagi para warga yang termasuk dalam sasaran vaksinasi tetapi menolak. Pemerintah akan menggunakan data dan penetapan sasaran penerima vaksin Covid-19 dari Kementerian Kesehatan.

“Seluruh warga negara Indonesia diharuskan mengikuti vaksinasi Covid-19, dan bagi warga yang tidak ingin mengikuti vaksinasi akan mendapatkan sanksi administratif, seperti penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial da juga layanan administrasi pemerintahan dan juga dikenakan denda”, potongan bunyi pasal 13A Perpres.

  • Diskon Angsuran PPh Pasal 25

Besaran angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum SPT Tahunan 2020 disampaikan sebelum deadline merupakan sama dengan angsuran untuk bulan terakhir tahun pajak 2020 setelah pemanfaatan insentif.

Pengurangan angsuran berlaku mulai dari masa pajak SPT Tahunan 2020 dilaporkan. Ketentuan ini berlaku ketika pemberitahuan diskon telah disampaikan sebelum atau bersamaan dengan SPT Tahunan 2020 dilaporkan sampai dengan deadline.