Mengenal Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu

PT Jovindo Solusi Batam merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang perpajakan yang letaknya di Batam. Perusahaan ini telah terpercaya serta telah professional dan sudah memiliki sertifikat. Dengan ini, kami siap membantu saat Anda mempunyai masalah pada bidang perpajakan. Pada artikel kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan menjelaskan tentang Mengenal Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu. Berikut ini penjelasannya.

Didalam dunia perpajakan, terdapat sebuah istilah ‘Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu’ yang merupakan Wajib Pajak (WP) yang sudah memenuhi persyaratan untuk bisa diberi pengembalian pendahuluan atas kelebihan dari pembayaran pajak ataupun restitusi dipercepat atas Pajak Penghasilan (PPh) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Didalam proses pengembalian kelebihan pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan melakukan sebuah penelitian terlebih dahulu terkait tentang permohonan restitusi ataupun pengembalian kelebihan pajak yang diajukan WP dengan kriteria tertentu, setelahnya DJP akan menerbitkan sebuah Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) didalam jangka waktu paling lama 3 bulan yang berkaitan sama PPh dan juga jangka waktu 1 bulan yang berkaitan sama PPN sejak permohonan yang diajukan telah diterima secara lengkap oleh DJP.

Jangka waktu yang ditetapkan untuk restitusi lebih cepat bagi WP dengan kriteria tertentu dibanding sama jangka waktu pada umumnya yang mencapai 12 bulan, dikarenakan restitusi dipercepat hanya akan dilakukan dengan berdasar sama penelitian tanpa melalui tahap pemeriksaan terlebih dahulu. Perbedaan lainnya juga ada pada surat keputusan yang dikeluarkan DJP. Dalam rangka penerbitan surat Keputusan ini dipercepat, surat yang diterbitkan adalah SKPPKP, sedangkan untuk restitusi biasa, surat yang diterbitkan adalah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

Namun, DJP juga bisa melakukan pemeriksaan yang dilakukan pada WP dengan kriteria tertentu yang sudah menerima restitusi dari DJP sesuai sama kebijakan pada Pasal 17C ayat (4) UU KUP. Apabila didalam pemeriksaan tersebut menunjukkan bahwa hasil WP adalah kurang bayar, maka WP yang bersangkutan diwajibkan untuk bisa melunasi jumlah besaran pajak yang masih kurang dibayar dan juga disertai sama penambahan sanksi administrasi berupa kenaikan 100%.

Cakupan untuk WP dengan Kriteria Tertentu

  1. Merupakan WP orang pribadi yang tidak menjalankan usaha ataupun pekerjaan bebas dan menyampaikan sebuah Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh lebih bayar restitusi
  2. Merupakan WP orang pribadi yang ingin menjalankan sebuah usaha ataupun pekerjaan bebas dengan menyampaikan sebuah SPT PPh yang lebih bayar restitusinya sama jumlah yang lebih bayarnya paling banyak sekitar Rp 100.000.000
  3. Merupakan WP badan yang menyampaikan sebuah SPT PPh yang lebih bayar restitusinya sama jumlah yang lebih bayarnya paling banyak sekitar Rp 1.000.000.000
  4. Merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang ingin menyampaikan sebuah SPT Masa atas PPN yang lebih bayar restitusinya sama jumlah yang lebih bayarnya paling banyak sekitar Rp 1.000.000.000.

Syarat untuk menjadi WP dengan Kriteria Tertentu

  1. WP harus tepat waktu saat ingin menyampaikan sebuah SPT
  2. WP menyampaikan sebuah SPT dalam jangka waktu 3 tahun terakhir dan juga wajib disampaikan sampai akhir tahun sebelum tahun penetapan WP dengan kriteria tertentu dilakukan dengan tepat waktu
  3. WP menyampaikan sebuah SPT Masa pada Masa Pajak di bulan Januari – November didalam tahun pajak terakhir ini sebelum tahun penetapan WP dengan kriteria tertentu
  4. Apabila terdapat keterlambatan saat ingin penyampaikan sebuah SPT Masa, maka jangka waktu keterlambatan tersebut tidak boleh lebih dari 3 Masa Pajak untuk setiap jenis pajaknya dan tidak boleh berturut-turut, serta tidak boleh lewat dari batas jangka waktu untuk penyampaikan SPT Masa ke Masa Pajak selanjutnya.
  5. WP yang bersangkutan tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak di per tanggal 31 Desember di tahun terakhir, kecuali tunggakan untuk pajak yang sudah diperoleh izin untuk menunda ataupun untuk mengangsurkan pembayaran pajaknya
  6. Terkait sama laporan keuangan WP, harus diaudit akuntan publik ataupun lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat yang wajar dengan tanpa adanya pengecualian selama 3 tahun berturut-turut
  7. WP yang bersangkutan tidak pernah dipidana pada tindak pidana di bidang perpajakan denagn berdasar sama keputusan pengadilan dalam jangka waktu 5 tahun terakhir.

Proses Penetapan WP Kriteria Tertentu

WP yang ingin ditetapkan sebagai WP dengan kriteria tertentu, sebelumnya diharuskan untuk mengajukan permohonan ke KPP setempat paling lambat disetiap tanggal 10 Januari. Kemudian, dari permohonan tersebut DJP akan melakukan sebuah penelitian atas pemenuhan semua kriteria ataupun persyaratan dari WP dengan kriteria tertentu. Setelah itu, DJP akan menerbitkan sebuah surat keputusan atas penetapan WP dengan kriteria tertentu atau pemberitahuan yang berkaitan sama penolakan didalam jangka waktu paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima dengan secara lengkap.

WP kriteria tertentu berlaku semenjak ditetapkan oleh DJP hingga ada pencabutan penetapan dari DJP. Pencabutan tersebut akan dilakukan jika WP sudah tidak memenuhi kriteria yang sedang berlaku.

PT Jovindo Solusi Batam merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang perpajakan yang letaknya di Batam. Perusahaan ini telah terpercaya serta telah professional dan sudah memiliki sertifikat. Dengan ini, kami siap membantu saat Anda mempunyai masalah pada bidang perpajakan. Pada artikel kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan menjelaskan tentang Mengenal Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu. Berikut ini penjelasannya.

Didalam dunia perpajakan, terdapat sebuah istilah ‘Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu’ yang merupakan Wajib Pajak (WP) yang sudah memenuhi persyaratan untuk bisa diberi pengembalian pendahuluan atas kelebihan dari pembayaran pajak ataupun restitusi dipercepat atas Pajak Penghasilan (PPh) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Didalam proses pengembalian kelebihan pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan melakukan sebuah penelitian terlebih dahulu terkait tentang permohonan restitusi ataupun pengembalian kelebihan pajak yang diajukan WP dengan kriteria tertentu, setelahnya DJP akan menerbitkan sebuah Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) didalam jangka waktu paling lama 3 bulan yang berkaitan sama PPh dan juga jangka waktu 1 bulan yang berkaitan sama PPN sejak permohonan yang diajukan telah diterima secara lengkap oleh DJP.

Jangka waktu yang ditetapkan untuk restitusi lebih cepat bagi WP dengan kriteria tertentu dibanding sama jangka waktu pada umumnya yang mencapai 12 bulan, dikarenakan restitusi dipercepat hanya akan dilakukan dengan berdasar sama penelitian tanpa melalui tahap pemeriksaan terlebih dahulu. Perbedaan lainnya juga ada pada surat keputusan yang dikeluarkan DJP. Dalam rangka penerbitan surat Keputusan ini dipercepat, surat yang diterbitkan adalah SKPPKP, sedangkan untuk restitusi biasa, surat yang diterbitkan adalah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

Namun, DJP juga bisa melakukan pemeriksaan yang dilakukan pada WP dengan kriteria tertentu yang sudah menerima restitusi dari DJP sesuai sama kebijakan pada Pasal 17C ayat (4) UU KUP. Apabila didalam pemeriksaan tersebut menunjukkan bahwa hasil WP adalah kurang bayar, maka WP yang bersangkutan diwajibkan untuk bisa melunasi jumlah besaran pajak yang masih kurang dibayar dan juga disertai sama penambahan sanksi administrasi berupa kenaikan 100%.

Cakupan untuk WP dengan Kriteria Tertentu

  1. Merupakan WP orang pribadi yang tidak menjalankan usaha ataupun pekerjaan bebas dan menyampaikan sebuah Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh lebih bayar restitusi
  2. Merupakan WP orang pribadi yang ingin menjalankan sebuah usaha ataupun pekerjaan bebas dengan menyampaikan sebuah SPT PPh yang lebih bayar restitusinya sama jumlah yang lebih bayarnya paling banyak sekitar Rp 100.000.000
  3. Merupakan WP badan yang menyampaikan sebuah SPT PPh yang lebih bayar restitusinya sama jumlah yang lebih bayarnya paling banyak sekitar Rp 1.000.000.000
  4. Merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang ingin menyampaikan sebuah SPT Masa atas PPN yang lebih bayar restitusinya sama jumlah yang lebih bayarnya paling banyak sekitar Rp 1.000.000.000.

Syarat untuk menjadi WP dengan Kriteria Tertentu

  1. WP harus tepat waktu saat ingin menyampaikan sebuah SPT
  2. WP menyampaikan sebuah SPT dalam jangka waktu 3 tahun terakhir dan juga wajib disampaikan sampai akhir tahun sebelum tahun penetapan WP dengan kriteria tertentu dilakukan dengan tepat waktu
  3. WP menyampaikan sebuah SPT Masa pada Masa Pajak di bulan Januari – November didalam tahun pajak terakhir ini sebelum tahun penetapan WP dengan kriteria tertentu
  4. Apabila terdapat keterlambatan saat ingin penyampaikan sebuah SPT Masa, maka jangka waktu keterlambatan tersebut tidak boleh lebih dari 3 Masa Pajak untuk setiap jenis pajaknya dan tidak boleh berturut-turut, serta tidak boleh lewat dari batas jangka waktu untuk penyampaikan SPT Masa ke Masa Pajak selanjutnya.
  5. WP yang bersangkutan tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak di per tanggal 31 Desember di tahun terakhir, kecuali tunggakan untuk pajak yang sudah diperoleh izin untuk menunda ataupun untuk mengangsurkan pembayaran pajaknya
  6. Terkait sama laporan keuangan WP, harus diaudit akuntan publik ataupun lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat yang wajar dengan tanpa adanya pengecualian selama 3 tahun berturut-turut
  7. WP yang bersangkutan tidak pernah dipidana pada tindak pidana di bidang perpajakan denagn berdasar sama keputusan pengadilan dalam jangka waktu 5 tahun terakhir.

Proses Penetapan WP Kriteria Tertentu

WP yang ingin ditetapkan sebagai WP dengan kriteria tertentu, sebelumnya diharuskan untuk mengajukan permohonan ke KPP setempat paling lambat disetiap tanggal 10 Januari. Kemudian, dari permohonan tersebut DJP akan melakukan sebuah penelitian atas pemenuhan semua kriteria ataupun persyaratan dari WP dengan kriteria tertentu. Setelah itu, DJP akan menerbitkan sebuah surat keputusan atas penetapan WP dengan kriteria tertentu atau pemberitahuan yang berkaitan sama penolakan didalam jangka waktu paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima dengan secara lengkap.

WP kriteria tertentu berlaku semenjak ditetapkan oleh DJP hingga ada pencabutan penetapan dari DJP. Pencabutan tersebut akan dilakukan jika WP sudah tidak memenuhi kriteria yang sedang berlaku.

PT Jovindo Solusi Batam merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang perpajakan yang letaknya di Batam. Perusahaan ini telah terpercaya serta telah professional dan sudah memiliki sertifikat. Dengan ini, kami siap membantu saat Anda mempunyai masalah pada bidang perpajakan. Pada artikel kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan menjelaskan tentang Mengenal Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu. Berikut ini penjelasannya.

Didalam dunia perpajakan, terdapat sebuah istilah ‘Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu’ yang merupakan Wajib Pajak (WP) yang sudah memenuhi persyaratan untuk bisa diberi pengembalian pendahuluan atas kelebihan dari pembayaran pajak ataupun restitusi dipercepat atas Pajak Penghasilan (PPh) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Didalam proses pengembalian kelebihan pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan melakukan sebuah penelitian terlebih dahulu terkait tentang permohonan restitusi ataupun pengembalian kelebihan pajak yang diajukan WP dengan kriteria tertentu, setelahnya DJP akan menerbitkan sebuah Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) didalam jangka waktu paling lama 3 bulan yang berkaitan sama PPh dan juga jangka waktu 1 bulan yang berkaitan sama PPN sejak permohonan yang diajukan telah diterima secara lengkap oleh DJP.

Jangka waktu yang ditetapkan untuk restitusi lebih cepat bagi WP dengan kriteria tertentu dibanding sama jangka waktu pada umumnya yang mencapai 12 bulan, dikarenakan restitusi dipercepat hanya akan dilakukan dengan berdasar sama penelitian tanpa melalui tahap pemeriksaan terlebih dahulu. Perbedaan lainnya juga ada pada surat keputusan yang dikeluarkan DJP. Dalam rangka penerbitan surat Keputusan ini dipercepat, surat yang diterbitkan adalah SKPPKP, sedangkan untuk restitusi biasa, surat yang diterbitkan adalah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

Namun, DJP juga bisa melakukan pemeriksaan yang dilakukan pada WP dengan kriteria tertentu yang sudah menerima restitusi dari DJP sesuai sama kebijakan pada Pasal 17C ayat (4) UU KUP. Apabila didalam pemeriksaan tersebut menunjukkan bahwa hasil WP adalah kurang bayar, maka WP yang bersangkutan diwajibkan untuk bisa melunasi jumlah besaran pajak yang masih kurang dibayar dan juga disertai sama penambahan sanksi administrasi berupa kenaikan 100%.

Cakupan untuk WP dengan Kriteria Tertentu

  1. Merupakan WP orang pribadi yang tidak menjalankan usaha ataupun pekerjaan bebas dan menyampaikan sebuah Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh lebih bayar restitusi
  2. Merupakan WP orang pribadi yang ingin menjalankan sebuah usaha ataupun pekerjaan bebas dengan menyampaikan sebuah SPT PPh yang lebih bayar restitusinya sama jumlah yang lebih bayarnya paling banyak sekitar Rp 100.000.000
  3. Merupakan WP badan yang menyampaikan sebuah SPT PPh yang lebih bayar restitusinya sama jumlah yang lebih bayarnya paling banyak sekitar Rp 1.000.000.000
  4. Merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang ingin menyampaikan sebuah SPT Masa atas PPN yang lebih bayar restitusinya sama jumlah yang lebih bayarnya paling banyak sekitar Rp 1.000.000.000.

Syarat untuk menjadi WP dengan Kriteria Tertentu

  1. WP harus tepat waktu saat ingin menyampaikan sebuah SPT
  2. WP menyampaikan sebuah SPT dalam jangka waktu 3 tahun terakhir dan juga wajib disampaikan sampai akhir tahun sebelum tahun penetapan WP dengan kriteria tertentu dilakukan dengan tepat waktu
  3. WP menyampaikan sebuah SPT Masa pada Masa Pajak di bulan Januari – November didalam tahun pajak terakhir ini sebelum tahun penetapan WP dengan kriteria tertentu
  4. Apabila terdapat keterlambatan saat ingin penyampaikan sebuah SPT Masa, maka jangka waktu keterlambatan tersebut tidak boleh lebih dari 3 Masa Pajak untuk setiap jenis pajaknya dan tidak boleh berturut-turut, serta tidak boleh lewat dari batas jangka waktu untuk penyampaikan SPT Masa ke Masa Pajak selanjutnya.
  5. WP yang bersangkutan tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak di per tanggal 31 Desember di tahun terakhir, kecuali tunggakan untuk pajak yang sudah diperoleh izin untuk menunda ataupun untuk mengangsurkan pembayaran pajaknya
  6. Terkait sama laporan keuangan WP, harus diaudit akuntan publik ataupun lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat yang wajar dengan tanpa adanya pengecualian selama 3 tahun berturut-turut
  7. WP yang bersangkutan tidak pernah dipidana pada tindak pidana di bidang perpajakan denagn berdasar sama keputusan pengadilan dalam jangka waktu 5 tahun terakhir.

Proses Penetapan WP Kriteria Tertentu

WP yang ingin ditetapkan sebagai WP dengan kriteria tertentu, sebelumnya diharuskan untuk mengajukan permohonan ke KPP setempat paling lambat disetiap tanggal 10 Januari. Kemudian, dari permohonan tersebut DJP akan melakukan sebuah penelitian atas pemenuhan semua kriteria ataupun persyaratan dari WP dengan kriteria tertentu. Setelah itu, DJP akan menerbitkan sebuah surat keputusan atas penetapan WP dengan kriteria tertentu atau pemberitahuan yang berkaitan sama penolakan didalam jangka waktu paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima dengan secara lengkap.

WP kriteria tertentu berlaku semenjak ditetapkan oleh DJP hingga ada pencabutan penetapan dari DJP. Pencabutan tersebut akan dilakukan jika WP sudah tidak memenuhi kriteria yang sedang berlaku.

Mengenal Apa Itu Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PT Jovindo Solusi Batam adalah perusahaan yang bergerak di bidang perpajakan yang ada di Batam. Perusahaan ini juga sudah terpercaya serta professional dan sudah memiliki sertifikat. Dengan ini, kami siap membantu saat Anda mempunyai masalah dibidang perpajakan. Pada artikel kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan menjelaskan tentang Mengenal Apa Itu Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Berikut ini penjelasannya.

PPN sebuah pajak yang dikenai atas:

  1. Penyerahan berupa Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan pengusaha;
  2. Impor BKP;
  3. Penyerahan berupa Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan pengusaha;
  4. Pemanfaatan pada BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dalam Daerah Pabean;
  5. Pemanfaatan pada JKP dari luar Daerah Pabean dalam Daerah Pabean;
  6. Melakukan ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP);
  7. Melakukan ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP; dan
  8. Melakukan ekspor JKP oleh PKP

PPN diatur didalam UU No 8 Tahun 1983 berisi tentang PPN atas barang dan jasa serta Pajak Penjualan dan Barang Mewah (PPnBM) semenjak 1 April tahun 1985. PPN menjadi salah satu cara pemugutan pajak pada konsumsi masyarakat.

PPN yang berlaku berdasar pada UU No 42 Tahun 2009 merupakan perubahan pada UU No. 12 Tahun 2000. Berdasar pada pengertiannya, dapat disimpulkan kalau PPN diberlakukan pada factor produksi sebuah perusahaan yang memproduksi, menyalurkan serta memperdagangkan barang ataupun jasa. Semua biaya yang berkaitan sama hal itu merupakan dasar dari pengenaan PPN.

Subyek & Objek PPN

Subyek pada PPN merupakan mereka yang menjadi penanggung jawab pada hutang pajak yang bertanggung jawab untuk penyetorkan pajak kepada kas Negara. Menurut UU No. 18 Tahun 2000, pengusaha menurut UU yang harus dikukuhkan untuk menjadi PKP pengusaha ataupun Wajib Pajak (WP) yang otomatis adalah:

  • Pabrikan ataupun produsen termasuk dalam pengusaha real estate, industrial estate, developer ataupun pengusaha yang menghasilkan BKP.
  • Pengusaha yang mengimpor BKP.
  • Pengusaha yang memiliki hubungan istimewa sama pabrikan ataupun importer.
  • Agen utama serta penyaluran utama dari pabrikan ataupun importer.
  • Pemegang hak patent dan juga merk dagang dari BKP.
  • Pemborong atau kontraktor ataupun subkontraktor bangunan serta harta tetap lainnya
  • Pengusaha yang tidak termasuk dalam pengenaan pajak akan tetapi tetap menyatakan untuk dikukuhkan menjadi PKP seperti: a) Eksportir; b) Pedagang yang menjual BKP.

Berikut beberapa barang yang tidak dikenai PPN adalah:

  1. Barang dari hasil pertambangan ataupun hasil pengeboran yang diambil secara langsung dari sumbernya;
  2. Barang untuk kebutuhan pokok yang dibutuhkan rakyat;
  3. Makanan serta minuman yang diberi pada hotel, warung, restoran, rumah makan, dan lainnya, meliputi pada makanan dan juga minuman yang baik untuk dikonsumsi di tempat ataupun tidak di tempat, termasuk juga dalam makanan dan juga minuman yang diserahkan dari usaha jasa boga ataupun katering; dan
  4. Uang, emas batangan, serta surat berharga.

Sedangkan untuk Jasa yang tidak dikenai PPN adalah:

  • Jasa yang memberi pelayanan kesehatan medis;
  • Jasa yang memberi pelayanan sosial;
  • Jasa yang memberi pelayanan untuk pengiriman surat dengan perangko;
  • Jasa yang memberi pelayanan dalam keuangan;
  • Jasa yang memberi pelayanan dalam asuransi;
  • Jasa yang memberi pelayanan dalam keagamaan;
  • Jasa yang memberi pelayanan dalam pendidikan;
  • Jasa yang memberi pelayanan dalam kesenian dan hiburan;
  • jasa yang memberi pelayanan dalam penyiaran yang tidak bersifat iklan;
  • Jasa angkutan umum pada darat serta air dan jasa angkutan udara didalam negeri serta jasa angkutan udara untuk luar negeri;
  • Jasa yang memberi pelayanan dalam tenaga kerja;
  • Jasa yang memberi pelayanan dalam perhotelan;
  • Jasa yang disediakan pemerintah untuk dapat menjalankan pemerintahan secara umum;
  • Jasa yang memberi tempat untuk penyediaan parkir;
  • Jasa berupa telepon umum dengan menggunakan sebuah uang logam;
  • Jasa yang memberi pelayanan dalam pengiriman uang dengan menggunakan wesel pos; dan
  • Jasa boga ataupun katering.

Mekanisme Pemungutan PPN

Menurut Direktorat Jendral Pajak (DJP) RI, secara umum, mekanisme pemungutan PPN adalah:

  1. PKP yang melakukan penyerahan pada BKP ataupun JKP wajib untuk memungut PPN dari pembeli, penerima BKP ataupun JKP yang bersangkutan dengan sebesar 10% dari harga jual ataupun penggantian, dan membuat sebuah Faktur Pajak sebagai bukti pemungutan.
  2. Apabila pembeli BKP atau JKP memiliki status Pemungut PPN (BUMN, kontraktor serta pemegang izin kontrak kerja sama, bendaharawan pemerintah, dan juga Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara), PPN yang terutang pada transaksi penyerahan BKP atau JKP tidak dipungut PKP Penjual, melainkan untuk disetor langsung kedalam kas negara oleh Pemungut PPN. Dengan itu, Pemungut PPN hanya akan membayar ke PKP penjual sebesar harga jualnya, sedangkan untuk PPN sebesar 10% disetor secra langsung kedalam kas negara.
  3. PPN yang tercantum didalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Keluaran bagi PKP Penjual BKP atau JKP, yang bersifat sebagai pajak yang harus dibayar atau hutang pajak.
  4. Pada waktu PKP di atas melakukan pembelian atau perolehan BKP atau JKP yang dikenakan pada PPN, PPN tersebut merupakan sebuah Pajak Masukan, yang bersifat sebagai pajak yang dibayar di muka, sepanjang BKP atau JKP yang dibeli tersebut berhubungan secara langsung dengan kegiatan usaha.
  5. Untuk setiap masa pajak atau setiap bulan, apabila jumlah dari Pajak Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetorkan kepada Kas Negara paling lama di akhir bulan selanjutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan juga sebelum Surat Pemberitahuan Masa (SPT) PPN disampaikan. Dan sebaliknya, kalau jumlah dari Pajak Masukan lebih besar dari pada Pajak yang Keluar, maka selisihnya bisa di kompensasi ke masa pajak yang selanjutnya. Restitusi hanya bisa diajukan pada akhir tahun buku.
  6. PKP yang di atas wajib untuk disampaikan kalau SPT Masa PPN disetiap bulan ke Kantor Pelayanan Pajak yang terkait paling lama hingga akhir bulan selanjutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

Mengenal Apa Itu Koreksi Fiskal Positif dan Negatif Serta Perbedaannya

PT Jovindo Solusi Batam adalah perusahaan bergerak pada bidang perpajakan dan sudah bersertifikat, yang ada di Batam. Perusahaan ini pula telah terpercaya dan juga professional. Dengan ini, kami siap membantu Anda saat memiliki masalah dibidang perpajakan. Pada artikel kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan menjelaskan tentang Mengenal Apa Itu Koreksi Fiskal Positif dan Negatif Serta Perbedaannya. Berikut ini penjelasannya.

Pengertian Koreksi Fiskal

Menurut para ahli:

  • Setiawan dan Musri (2006)

Koreksi fiskal sebagai penyesuaian ketentuan menurut dari pembukuan secara komersial yang harus disesuaikan menurut dari perpajakan.

  • Pohan (2014)

Koreksi fiskal merupakan teknik pencocokan yang dilakukan untuk meniadakan perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan peraturan perUU perpajakan, sehingga memunculkan penyesuaian baik positif maupun negatif.

  • Menurut Suandy (2016)

Koreksi fiskal dilaksanakan karena ada perbedaan perlakukan pada pendapatan atau biaya yang berbeda antara akuntansi dengan peraturan perpajakan.

Perbedaan antara perhitungan pada pendapatan serta biaya dapat direkonsiliasi, dinamakan sebagai rekonsiliasi ataupun koreksi fiskal. Koreksi fiskal adalah kegiatan dalam pembetulan, pencatatan, dan penyesuaian yang harus dilakukan wajib pajak (WP).

Koreksi fiskal biasa muncul karena adanya perbedaan dalam penempatan serta pengakuan penghasilan atau biaya di laporan keuangan akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.

Umumnya, dilakukan kalau draft laporan tidak sesuai sama format yang menjadi standar pajak. Koreksi fiskal telah tercantum di peraturan perpajakan UU No. 36 tentang PPh Koreksi Fiskal.

Penyebab Terjadinya Koreksi Fiskal

  1. Perbedaan Waktu

Hal ini terjadi saat perbedaan waktu masuk penghasilan yang dicatat pada cash basis untuk periode lama.

Contohnya seperti lebih dari 1 tahun. Penyebabnya pun bervariasi, bisa terjadi karena lambatnya penagihan piutang ataupun terjadinya penyusutan pada laba.

  1. Beda Tetap

Beda tetap yang dimaksud adalah dengan ditemukannya transaksi perusahaan yang sebenarnya tidak menjadi sebuah standar WP.

Contohnya seperti sumbangan dan lainnya. Apabila hal ini dipaksa untuk masuk ke draft, maka akan terjadi perbedaan di pajak, sehingga koreksi pun harus dilakukan.

Namun, ada transaksi beda tetapi masih harus dibayar pajaknya. Seperti dari penghasilan berupa perpindahan harta, sewa tanah, bunga deposito, dan lainnya.

Jenis Koreksi Fiskal

Terdapat 2 jenis koreksi fiskal yaitu:

  1. Koreksi fidkal positif merupakan sebuah perbaikan yang dilakukan pada catatan penghasilan serta pada biaya yang memiliki sebuah efek untuk menaikkan biaya WP.
  2. Koreksi fiskal negatif merupakan sebuah perbaikan yang dilakukan serta hasilnya untuk mengurangi beberapa biaya pajak, sehingga beban dari pajak menjadi ringan.

Tujuan Koreksi Fiskal

Tujuannya untuk melakukan penyesuaian antara penghasilan dengan wajib pajak. Sehingga, tidak terjadi kesalahan penghitungan.

Tujuan lainnya untuk memenuhi sebuah draf laporan sesuai dengan regulasi yang dikeluarkan Dirjen Pajak.

Perbedaan antara Koreksi Fiskal Negatif dan Positif

Koreksi fiskal positif biasa terjadi karena biaya yang tidak diperkenankan pajak sesuai dengan yang diatur Pasal 9 UU PPh. Sedangkan, koreksi fiskal negatif akan menyebabkan laba kena pajak berkurang ataupun pengurangan pada PPh terutang. Karena, biaya komersial yang lebih kecil dibandingkan biaya fiskal dan juga pendapatan lebih tinggi daripada pendapatan fiskal.

Penyebab Adanya Koreksi Fiskal Negatif

Penyebabnya karena penghasilan yang dikenakan ke PPh Final dan juga penghasilan yang tidak termasuk objek pajak, namun termasuk ke peredaran usaha. Selanjutnya, selisih penyusutan atau amortisasi komersial di bawah penyusutan ataupun amortisasi fiskal. Dengan itu, penyesuaian fiskal negatif yang lain yang tidak berasal dari yang disebutkan di atas.

Jenis Koreksi Fiskal Negatif

Contoh koreksi ini adalah dengan terjadinya selisih penyusutan yang disebut amortisasi komersial. Namun, syarat penyusutan harus di bawah nominal amortisasi fiskal. Untuk penghitungannya menggunakan sistem saldo baik tegak lurus maupun naik turun.

Hal ini berlaku untuk penyusutan dari aset perusahaan. Namun, diantara aset bangunan dan aset non bangunan harus dipisahkan. Hal in perlu dilakukan untuk menyesuaikan draft pajak.

Berikut jenis koreksi fiskal negatif, diantaranya:

  1. Penghasilan dikenakan PPh final
  • Penghasilan dari hadiah ataupun undian
  • Penghasilan dari bunga deposito, surat utang pada negara, tabungan yang lain bunga obligasi, serta bunga simpanan yang dibayarkan koperasi pada anggota koperasi orang pribadi
  • Penghasilan dari WP yang sesuai sama PP Nomor 46 Tahun 2013 yang diganti PP Nomor 23 Tahun 2018
  • Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan juga bangunan, usaha jasa konstruksi, persewaan tanah atau bangunan, dan usaha real estate
  • Penghasilan dari transaksi derivative yang diperdagangkan di bursa, transaksi saham serta sekuritas, transaksi penjualan saham ataupun pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
  1. Penghasilan bukan objek pajak
  • Berupa warisan
  • Berupa bantuan ataupun sumbangan, termasuk juga zakat
  • Berupa harta hibahan yang diterima keluarga kandung dengan satu garis keturunan, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, koperasi, atau orang pribadi yang memiliki UMKM
  • Berupa harta setoran tunai yang diterima badan pengganti saham ataupun pengganti penyertaan modal
  • Berupa pengantian ataupun imbalan
  • Berupa pembayaran dari perusahaan asuransi
  • Berupa iuran yang diterima dari dana pensiun
  • Berupa penghasilan dari modal
  • Berupa bagian laba yang diterima dari perseroan komanditer.

Jenis Koreksi Fiskal Positif

Contoh fiskal ini adalah pembagian laba ataupun penghasilan. Setiap penghasilan pasti dikenakan WP.

Berikut ini beberapa contoh fiskal positif yaitu: sanksi administrasi berupa denda; harta hibahan, bantuan, dan sumbangan; asuransi beasiswa; premi asuransi kesehatan dwiguna; biaya untuk kepentingan pribadi wajib pajak; imbalan pekerjaan yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan; dana cadangan; pajak penghasilan; gaji yang dibayarkan pada pemilik; selisih penyusutan atau amortisasi komersial di atas penyusutan atau amortisasi fiskal; biaya untuk menagih, mendapatkan, dan memelihara penghasilan yang dikenakan PPh Final dan juga penghasilan yang tidak termasuk objek pajak; dan lainnya.

Tujuannya untuk menambah laba komersial ataupun laba Penghasilan Kena Pajak (PhKP). Dengan ini, koreksi Fiskal positif akan bisa menambahkan pendapatan serta dapat juga mengurangi maupun mengeluarkan biaya yang bisa saja diakui secara fiskal.

Mengenal Apa Itu Jurnal Penutup

PT Jovindo Solusi Batam adalah perusahaan bergerak dibidang perpajakan yang sudah memiliki sertifikat, yang ada di Batam. Perusahaan ini pula sudah terpercaya dan juga professional. Dengan ini, kami siap membantu Anda jika mempunyai masalah dibidang perpajakan. Pada artikel kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan menjelaskan tentang Mengenal Apa Itu Jurnal Penutup. Berikut ini penjelasannya.

Pengertian Jurnal Penutup

Jurnal penutup (Closing entries) merupakan jenis jurnal yang digunakan untuk menutup akun didalam akuntansi. Menutup akun yang dimaksud adalah dengan cara menyesuaikan saldo di akun sampai jumlahnya nol.

Jurnal ini juga merupakan laporan keuangan yang disusun di akhir periode pembukuannya. Akun yang ditutup berupa akun nominal serta pembantu modal seperti akun pribadi serta akun kliring.

Pendapatan serta beban merupakan sebuah akun nominal yang perlu di-nol-kan di jurnal penutup. Sedangkan yang termasuk dalam akun pembantu modal yakni seperti prive serta ikhtisar laba atau rugi (ILR).

Jurnal penutup disusun sesuai dengan bentuk perusahaan. Penyusunan jurnal ini fleksibel agar pihak yang berkepentingan mudah dalam mempelajari dan juga menyusunnya.

Secara umum, jurnal ini bertujuan untuk menutup semua akun pada nominal akhir sementara agar saldonya menjadi nol. Tujuannya agar saldo di akun modal menunjukkan kondisi yang sebenarnya di  akhir periode.

Penutupan akun ini berdasar pada nominal akhir yang akan membuat saldo modal pada perusahaan berjumlah sama dengan neraca di akhir periode. Saldo modal tersebut juga menjadi salah satu patokan saat membuka pembukuan di periode berikutnya.

Tujuan Jurnal Penutup

Berikut ini tujuan dan fungsinya:

  1. Memisahkan Akun Pendapatan dan Beban
    Jurnal ini disusun untuk memisahkan akun pendapatan serta beban supaya tidak bercampur pada pembukuan di periode berikutnya. Setelah 2 akun dipisahkan, perusahaan bisa mulai menyusun pembukuan untuk periode yang berikutnya.
  2. Memudahkan Proses Auditing
    Penyusunan jurnal ini memudahkan proses auditing. Jurnal ini memisahkan setiap transaksi pada setiap periode. Dengan begitu, auditor perusahaan bisa lebih mudah dalam mengaudit transaksi di beberapa periode transaksi secara bersamaan.
  3. Menyajikan Laporan Keuangan Secara Riil

Tujuan terakhir adalah untuk membantu dalam menyajikan sebuah laporan keuangan dari perusahaan secara riil setelah periode akhir pembukuan. Di akhir periode tersebut, laporan keuangan hanya akan memuat aset, liabilitas, dan juga ekuitas perusahaan.

Contoh Jurnal Penutup

  1. Jurnal Penutup Akun Pendapatan
    Jumlah dari ringkasan pendapatan sebuah perusahaan kecuali biaya dividen tercantum di saldo akun. Ringkasan di saldo ini hanya dicatat di jurnal penutup sehingga akun pendapatan terakhir ini berisi nol.
    Cara menutup akun pendapatan dalam jurnal penutup adalah dengan memindahkan seluruh akun pendapatan ke akun ikhtisar laba rugi agar hasilnya nol.

Berikut contohnya:

Tanggal Nama Akun Debit Kredit
31 Des Pendapatan jasa Servis Rp600.000  
  Ikhtisar laba rugi   Rp600.000

 

  1. Jurnal Penutup Akun Beban
    Didalam operasionalnya, perusahaan mengeluarkan biaya atau beban. Akun beban usaha mencatat pengeluaran yang terkait sama operasional perusahaan yakni seperti gaji karyawan, listrik, biaya sewa, dan lainnya.

Pada jurnal penutup akun beban dipasangkan dengan ikhtisar laba/rugi. Cara menutup akun beban adalah dengan memindahkan akun beban (kredit) ke ikhtisar laba/rugi (debit).

Berikut contohnya:

Tanggal Nama Akun Debit Kredit
31 Des Ikhtisar laba rugi Rp7.500.000  
  Beban gaji   Rp1.000.000
  Beban sewa   RP2.400.000
  Beban penyusutan mesin   Rp3.600.000
  Beban perlengkapan   Rp500.000

 

  1. Jurnal Penutup Akun Ikhtisar Laba/Rugi

Ada 2 cara membuat jurnal penutup akun ikhtisar laba atau rugi yang sesuai sama kondisi Perusahaan:

  1. Jika perusahaan memperoleh sebuah laba, maka ikhtisar laba atau rugi ditaruh pada debit dan modalnya di kredit

Berikut contohnya:

Tanggal Nama Akun Debit Kredit
31 Des Ikhtisar laba rugi Rp15.000.000  
  Modal   Rp15.000.000

 

  1. Jika perusahaan rugi, maka ikhtisar laba atau rugi ditaruh pada kredit dan modalnya didebit

Berikut contohnya:

Tanggal Nama Akun Debit Kredit
31 Des Modal Rp15.000.000  
  Ikhtisar laba rugi   Rp15.000.000

 

  1. Jurnal Penutup Akun Prive (Saldo Debit)
    Akun prive merupakan akun pribadi pemilik perusahaan yang tidak terjadi di semua bisnis atau perusahaan. Meskipun jumlahnya minimal, akun prive tetap ini harus dicantumkan di jurnal penutup.

Berikut contohnya:

Tanggal Nama Akun Debit Kredit
31 Des Modal Rp5.000.000  
  Prive   Rp5.000.000

Mengenal Hak Serta Kewajiban Dari Pihak Yang Dipotong PPh Pasal 21

PT Jovindo Solusi Batam adalah perusahaan ini letaknya di Batam yang professional dan terpercaya. Perusahaan ini juga telah memiliki sertifikat. Maka dari itu, jika Anda memiliki permasalahan di bidang perpajakan, kami akan siap membantu Anda. Pada artikel kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas terkait tentang Mengenal Hak Serta Kewajiban Dari Pihak Yang Dipotong PPh Pasal 21. Simak Berikut ini penjelasannya.

PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

Berikut hak dan kewajiban bagi pihak yang potong, seperti berikut:

  1. Jumlah dari PPh Pasal 21 yang dipotong adalah kredit pajak bagi penerima penghasilan untuk tahun pajak yang dilakukannya pemotongan, kecuali pada PPh Pasal 21 yang memiliki sifat final.
  2. Atas penghasilan yang dipotong Oleh pemotong pajak, pihak yang dipotong berhak mendapat bukti potong PPh Pasal 21 dan Pasal 26, termasuk dalam hal pemotongan yang dikenakan tarif sebesar 0%.
  3. Dalam hal pada masa pajak terakhir, atas penghitungan pajak setahun ternyata terdapat kelebihan pemotongan PPh Pasal21 pada masa sebelumnya, berhak menerima pengembalian kelebihan pemotongan pajak dari pemotong pajak, paling lambat akhir bulan selanjutnya setelah masa pajak terakhir, kecuali atas PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah.
  4. Wajib melaporkan seluruh penghasilan yang telah diterima, baik yang sudah dipotong ataupun yang tidak dipotong PPh, yang memiliki sifat final atau tidak final, dan yang bukan merupakan objek pajak penghasilan, dalam SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi.

Mengenal Apakah WNA Perlu Mempunyai NPWP

PT Jovindo Solusi Batam adalah perusahaan yang terletak di Batam yang professional dan juga telah terpercaya pada bidang perpajakan. Perusahaan ini telah mempunyai sertifikat. Maka dari itu, jika Anda memiliki sebuah permasalahan pada bidang perpajakan, kami akan siap membantu. Pada artikel kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas terkait tentang Mengenal Apakah WNA Perlu Mempunyai NPWP. Simak Berikut ini penjelasannya.

Apakah WNA Yang Bekerja Sebagai karyawan di Indonesia Perlu mempunyai NPWP?

Warga Negara Asing (WNA) yang bekerja sebagai karyawan di Indonesia dan telah memenuhi persyaratan menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN), maka penghasilannya akan dikenakan pada PPh Pasal 21 seperti karyawan yang pada umumnya. Makanya, WNA perlu untuk mempunyai NPWP.

Adapun WNA dapat dikatakan sebagai SPDN kalau sudah tinggal di Indonesia lebih dari 12 bulan, sudah di Indonesia selama Tahun Pajak, dan juga memiliki minat untuk tinggal lama di Indonesia. Ketentuan ini diatur di Peraturan Direktur Jenderal Pajak pada Nomor PER-43/PJ/2011.

Apakah WNA Menjalankan Usaha ataupun Melakukan Kegiatan Melalui BUT di Indonesia Perlu mempunyai NPWP?

Menteri Keuangan mewajibkan untuk WNA, untuk mempunyai NPWP. Ketentuan ini berlaku untuk semua orang pribadi asing dan juga badan asing yang menjalankan usahanya ataupun melakukan kegiatan dengan melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

Ketentuan ini berada di Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) pada Nomor 35/PMK.03/2019 berisi tentang Penetapan Bentuk Usaha Tetap yang ditetapkan semenjak 1 April 2019.

Merujuk pada Pasal 2 ayat (3) berisi tentang pendaftaran diri untuk memmemiliki NPWP dilakukan paling lama selama 1 bulan setelah menjalankan usaha ataupun melakukan kegiatan dengan melalui BUT di Indonesia.

Jika orang pribadi asing ataupun badan asing yang menjalankan usaha maupun melakukan kegiatan dengan melalui BUT tidak menjalankan kewajibannya, maka DJP akan menerbitkan NPWP dengan secara jabatan.

Mengenal Perbedaan Antara Pemotongan dan Pemungutan Pajak

PT Jovindo Solusi Batam adalah perusahaan yang berada di Batam yang sudah professional dan juga terpercaya pada bidang perpajakan. Perusahaan ini sudah memiliki sertifikat. Maka dari itu, jika Anda memiliki permasalahan pada bidang perpajakan, kami siap membantu Anda. Pada artikel kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas terkait tentang Mengenal Perbedaan Antara Pemotongan dan Pemungutan Pajak. Simak Berikut ini penjelasannya.

Secara umum, istilah dari pemotongan digunakan oleh Pajak Penghasilan (PPh), sementara terminologi pemungutan berlaku pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan juga pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Apa itu pemotongan pajak?

Pemotongan pajak bisa diartikan sebagai kegiatan memotong pada sejumlah pajak yang terutang dari keseluruhan pembayaran yang telah dilakukan. Berdasarkan pada ketentuan per UU perpajakan di Indonesia, istilah dari pemotongan ini digunakan untuk pengenaan pada PPh Pasal 21, Pasal 23, dan juga Pasal 26.

Apa itu pemungutan pajak?

Pemungutan pajak merupakan sebuah kegiatan memungut pada sejumlah pajak yang masih terutang pada suatu transaksi. Pemungutan pajak ini akan menambah pada besarnya jumlah pembayaran atas perolehan pada barang. Istilah dari pemungutan pajak ini digunakan untuk pengenaan pada PPh Pasal 22, PPN, dan juga PPnBM.

Apa persamaan antara pemotongan dan pemungutan pajak?

Persamaan dari istilah pemotongan ataupun pemungutan pajak adalah sebuah kegiatannya sama-sama dilakukan pihak ketiga dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pihak ketiga ini memiliki tugas untuk menghimpun dan juga menyetorkan pajak kedalam kas negara. Bila pemotongan pajak ini dilakukan oleh pemberi kerja, maka pemungutan pajak ini akan dilakukan pengusaha kena pajak (PKP) ataupun pemungut yang memang ditunjuk atas penyerahan barang dan juga jasa kena pajak, seperti pada bendaharawan pemerintah. Adapun PKP yang ditunjuk untuk memungut adalah seorang pengusaha yang memiliki peredaran bruto ataupun omzet yang lebih dari Rp 4,8 miliar didalam 1 tahun dan sudah resmi dikukuhkan sebagai seorang PKP oleh DJP.

Dalam Pasal 20 ayat (1) UU PPh juga menyebutkan kedua istilah tersebut.

Mengenal Apa Itu SPT Kurang Bayar Dan SPT Lebih Bayar

PT Jovindo Solusi Batam adalah perusahaan yang professional dan juga terpercaya pada bidang perpajakan. Perusahaan ini ada di Batam serta sudah mempunyai sebuah sertifikat. Maka, jika Anda memiliki banyak permasalahan pada bidang perpajakan kami siap membantu Anda. Nah pada artikel kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas terkait Mengenal Apa Itu SPT Kurang Bayar Dan SPT Lebih Bayar. Simak Berikut ini penjelasannya.

Pengertian SPT Kurang Bayar

Pada Pasal 29 UU PPh, SPT ini terjadi karena pajak yang terutang untuk suatu Tahun Pajak ternyata lebih besar dari pada kredit pajaknya. Maka, pada kekurangan pembayaran pada pajak yang terutang harus dilunasi sebelum SPT Tahunan PPh ini dapat disampaikan.

Apabila Wajib Pajak menerima status kurang bayar didalam SPT-nya, maka Wajib Pajak tersebut harus segera melunasi kekurangan pembayaran pajaknya yang masih terutang sebelum SPT Tahunan akan disampaikan, dengan jangka waktu paling lama pada akhir penyampaian SPT Tahunan.

Kalau tahun buku sama dengan tahun kalender. Maka, kekurangan pajak tersebut wajib dilunasi paling lama 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak pada tanggal 30 April. Jika tanggal tersebut adalah hari libur ataupun tanggal merah, maka dilaksanakan pada hari kerja selanjutnya.

Sedangkan, kalau tahun buku berbeda sama tahun kalender, seperti dimulai pada tanggal 1 Juli sampai 30 Juni, kekurangan pada pajak wajib dilunasi paling lama sampai tanggal 31 Oktober. Untuk Wajib pajak orang pribadi, utang PPh harus dilunasi paling lama pada tanggal 31 Maret.

Setelah melakukan pembayaran barulah SPT bisa dilaporkan. Hal ini terjadi bukan karena ada jumlah pajak yang belum dibayar. Status ini cuman menjelaskan kondisi SPT bukan pembayaran pajak. Jadi, saat pembayaran dan juga pelaporan telah dilakukan maka kewajiban pada pajak sudah selesai.

Pengertian SPT Lebih Bayar

Pada Pasal 28 UU PPh, SPT Lebih Bayar terjadi kalau pajak yang terutang untuk suatu Tahun Pajak ternyata lebih kecil dari pada kredit pajaknya, maka setelah dilakukannya pemeriksaan oleh Direktur Jenderal Pajak (DJP) ataupun pejabat yang ditunjuk, pada kelebihan pembayaran pajak akan dikembalikan setelah diperhitungkan kembali sama utang pajak.

Pada SPT ini, Wajib Pajak dapat memilih 2 opsi, yaitu Wajib Pajak boleh mengkompensasikan dengan tahun pajak selanjutnya, ataupun Wajib Pajak dapat dipersilahkan untuk mengajukan restitusi atau pengembalian pajak.

DJP menaikkan batasan minumun lebih bayar pada PPh badan, PPh orang pribadi, serta PPN untuk PKP yang bisa mengajukan sebuah restitusi. Untuk PPh badan maksimalnya sebesar Rp 1 miliar, orang pribadi lebih bayar PPh maksimalnya sebesar Rp 100 juta, dan PPN untuk PKP maksimalnya sebesar 1 miliar.

Penyebab Adanya SPT Kurang Bayar

Berdasarkan pada Pasal 29 UU PPh, kalau pajak yang terutang untuk suatu Tahun Pajak lebih besar dari pada kredit pajaknya, maka kekurangan pada pembayaran pajak yang masih terutang harus dilunasi sebelum SPT Tahunannya disampaikan.

Ketentuan ini mengharuskan untuk Wajib Pajak segera melunasi kekurangan pada pembayaran pajak yang terutang sebelum SPT Tahunannya disampaikan serta waktu paling lamanya ada di batas akhir penyampaian SPT Tahunan.

Umumnya, penyebab SPT ini adalah karena Wajib Pajak didalam 1 tahun pindah bekerja ke beberapa perusahaan dan memperoleh penghasilan yang lebih dari 1 pemberi kerja yang masing-masingnya termasuk dalam penghasilan tidak kena pajak (PTKP).

Kalau Wajib Pajak sudah melakukan pembayaran, namun SPT nya masih berstatus kurang bayar, kemungkinan jumlah nominal yang dibayarkan masih kurang dari nilai Kurang Bayar pada SPT.

SPT ini bisa ada dikarenakan penghasilan yang diterima Wajib Pajak masih belum melebihi lapisan PTKP yang pertama, Mungkin di karenakan Wajib Pajak yang bekerja dilebih dari 1 perusahaan. sehingga, dapat terkena tarif 5%. Namun, jika telah digabungkan, lapisan PTKP akan naik ke lapisan kedua sehingga terkena tarif 15%.

Untuk menghindari masalah yang ada diatas, sebaiknya saat ingin pindah bekerja, Wajib Pajak meminta sebuah Bukti Potong 1721-A1 dari perusahaan lama sehingga dapat diperhitungkan perusahaan yang baru pada saat melakukan penghitungan pada PPh Pasal 21.

Penyebab Adanya SPT Lebih Bayar

Umumnya disebabkan karena jumlah PPh yang telah dipotong pihak lain lebih besar dari pada hasil hitung ulang PPh terutang yang dilakukan saat melakukan pengisian SPT Tahunan PPh. Penyebabnya karena penggunaan SPT yang masih salah.

SPT ini juga dapat disebabkan karena salah dalam mengisi jumlah tanggungan serta status pernikahan. Kesalahan dalam mengisi jumlah tanggungan serta status pernikahan dapat menyebabkan perbedaan dengan data PTKP yang diperhitungkan untuk pemberi kerja yang terdapat pada bukti potong 1721-A1 ataupun pada bukti potong 1721-A2.

Kesalahan diatas juga dapat terjadi dikarenakan perusahaan pemberi kerja tidak melakukan pemutakhiran pada data, sehingga menimbulkannya kelebihan pembayaran pada pajak akibat perbedaan pada nilai PTKP dari pemberi kerja dengan data yang dimasukkan oleh Wajib Pajak.

Tata Cara yang Dilakukan Saat SPT Kurang Bayar

Kalau SPT yang Wajib Pajak isi sudah benar, namun muncul lagi karena kurang bayar, berarti ada kekurangan pada saat pembayaran pajak yang harus diselesaikan. Kekurangan saat bayar ini bisa dilakukan dengan cara membuat kode billing serta membayar kekurangannya. Dengan berdasarkan pada ketentuan yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), berikut ini tata caranya:

  1. Membuat Kode Billing

Pertama, Wajib Pajak login dulu pada situs DJP Online di www.pajak.go.id dengan mengisikan NPWP, kata sandi, serta kode keamanan. Setelah melakukan login, klik pada ikon “Bayar” di halaman utama DJP Online. Selanjutnya, klik pada e-Billing untuk membuat sebuah kode billing.

Silakan isi sesuai jenis pajak, jenis setoran, tahun pajak, masa pajak, jumlah setor, dan uraian. Lalu, klik pada ikon “Buat Kode Billing”. Terakhir, cek data didalam preview kemudian klik pada “Cetak” agar kode billing tercetak.

  1. Bayar

Setelah membuat kode billing, berikut ini cara yang dapat dilakukan Wajib Pajak:

  • Wajib Pajak dapat menggunakan ID Billing yang sudah tercetak untuk dapat melakukan pembayaran pajak didalam jangka waktu yang telah ditentukan
  • Pembayarannya dapat dilakukan dengan melalui teller bank, mobile banking, ATM, ataupun EDC
  • Masukkan NTPN nya yang ada di Bukti Penerimaan Negara (BPN) ke dalam e-Filling 

Tata Cara yang Dilakukan Saat SPT Kurang Bayar

Kalau SPT Lebih Bayar berarti ada kelebihan pada pembayaran pajak yang berhak Wajib Pajak terima. Syaratnya, Wajib Pajak harus mengirimkan sebuah dokumen yang dipersyaratkan serta diunggah pada format PDF.

Selain itu, Wajib Pajak juga harus menyiapkan SPT dan juga dokumen pendukung, seperti sebuah bukti potong pajak. Pastikan juga keseluruhan penghasilan, PTKP, pengurang, dan PPh yang dipotong pihak lain saat pembuatan SPT sudah diisi dengan benar, sesuai dan lengkap. Setelah dokumen dikirim, DJP akan melakukan sebuah pemeriksaan. Adapun, mekanisme pengembalian lebih bayar yang pertama dengan melalui pemeriksaan yang diatur sesuai pada Pasal 17B ayat (1) UU KUP.

Melalui ini, setelah melapor SPT Tahunan yang berstatus Lebih Bayar, Wajib Pajak harus melakukan pengajuan permohonan restitusi terhadap kelebihannya pembayaran pajak. Setelah permohonannya diterima secara lengkap, KPP akan melakukan pemeriksaan pada permohonan yang diajukan Wajib Pajak. Jangka waktu pemeriksaannya paling lama selama 12 bulan.

Melalui hasil pemeriksaannya, DJP akan menerbitkan sebuah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak (SKPLB). Selanjutnya, DJP akan melakukan sebuah perhitungan kelebihan pembayaran pajak pada utang pajak yang dimiliki Wajib Pajak. Apabila ada sisa lebih bayar pajak, lebih bayar tersebut akan dikembalikan ke Wajib Pajak dengan melalui penerbitan pada Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP). SKPKPP akan diterbitkan paling lama selama 1 bulan sejak tanggal penerbitannya SKPLB.

Mengenal Batas Waktu Untuk Penyetoran dan Pelaporan Pajak

PT Jovindo Solusi Batam adalah perusahaan yang professional dan juga sudah terpercaya di bidang perpajakan. Perusahaan ini berada di Batam dan sudah mempunyai sertifikat. Maka, jika Anda mempunyai banyak permasalahan di bidang perpajakan kami siap membantu. Nah pada artikel kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas terkait Mengenal Batas Waktu Untuk Penyetoran dan Pelaporan Pajak. Simak Berikut ini penjelasannya.

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan setiap wajib pajak, baik orang pribadi atau badan. Melaporkan SPT sudah menjadi sebuah kewajiban karena diatur didalam UU, sehingga kalau tidak melakukannya atau telat maka akan terkena sanksi administratif yang sesuai dengan jenis SPT nya.

  1. Pelaporan SPT Tahunan PPh Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (OP)
  2. Batas waktu melaporkannya SPT paling lama sekitar 3 bulan setelah akhir tahun pajak

–  Tahun pajak merupakan sebuah jangka waktu yang lamanya 1 tahun kalender. Kecuali wajib pajak yang menggunakan tahun buku yang tidak sama tahunnya sama tahun di kalender.

–  Wajib Pajak Orang Pribadi yang dikecualikan saat melapor SPT Tahunan adalah mereka yang dalam 1 tahun ini Pajaknya memiliki penghasilan neto yang tidak lebih dari Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

  1. Sebelum melapor SPT PPh, Saat Wajib Pajak Orang Pribadi ingin membayar pajak namun masih ada yang terutang, maka berdasarkan SPT Tahunan PPh harus dilunasi terlebih dahulu pajak yang masih terutang tersebut
  2. Pelaporan SPT Tahunan PPh Untuk Wajib Pajak Badan
  3. Batas waktu melaporkannya paling lama sekitar 4 bulan setelah akhir tahun pajak
  4. Sebelum melapor SPT PPh, saat ingin membayar pajak namun masih ada yang terutang, maka berdasarkan SPT Tahunan PPh harus dilunasi terlebih dahulu pajak yang masih terutang tersebut.
  5. Pelaporan SPT Masa
  6. Batas waktu melaporkannya paling lama sekitar 20 hari setelah akhir tahun pajak.
  7. Menteri Keuangan menetapkan kalau tanggal jatuh tempo dalam pembayaran serta penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat maupun di Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling lama sekitar 15 hari setelah terutangnya pajak ataupun pada berakhirnya Masa Pajak.

Batas akhir melaporkan PPh masa yakni pada tanggal 10 dan tanggal 15 pada bulan berikutnya. Pada tanggal 15 itu sendiri untuk bukti setornya, sedangkan pada tanggal 10 untuk bukti pemotongan dan pemungutan.

  1. Tanggal jatuh tempo untuk pembayaran, penyetoran, dan pelaporan pajak pada SPT Masa:
  2. Apabila pada tanggal jatuh tempo pembayaran pajak ada di hari libur termasuk juga hari sabut ataupun hari libur nasional, maka pembayarannya akan dilakukan di hari kerja berikutnya.
  3. Apabila pada tanggal batas akhir dari pelaporan ada di hari libur termasuk juga hari sabtu ataupun hari libur nasional, maka untuk pelaporannya akan dilakukan di hari kerja berikutnya.
  4. Hari libur nasional termasuk dalam hari yang diliburkannya penyelenggaraan Pemilihan umum yang akan ditetapkan Pemerintah dan untuk cuti bersama nasional yang ditetapkan Pemerintah dan juga cuti bersama yang secara nasional ditetapkan Pemerintah.
  5. Batas waktu untuk pembayaran, penyetoran, serta pelaporan pajak pada SPT masa sesuai dengan jenis pajak:
No. Jenis Pajak Batas Pembayaran Batas Pelaporan
(Pasal 2 PMK 242/PMK.03/2014) UU di bidang perpajakan
1. PPh pasal 4 ayat (2) setor sendiri Tanggal 15 pada bulan selanjutnya Tanggal 20 pada bulan selanjutnya
2. PPh pasal 4 ayat (2) pemotongan Tanggal 10 pada bulan selanjutnya
3. PPh pasal 15 setor sendiri Tanggal 15 pada bulan selanjutnya
4. PPh pasal 15 pemotongan Tanggal 10 pada bulan selanjutnya
5. PPh pasal 21 Tanggal 10 pada bulan selanjutnya
6. PPh pasal 23/26 Tanggal 10 pada bulan selanjutnya
7. PPh pasal 25 Tanggal 15 pada bulan selanjutnya
8. PPh pasal 22 merupakan impor setor sendiri (dapat dilunasi bersamaan sama bea PPN, masuk, PPnBM) Jika sudah menyelesaikan dokumen PIB  
9. PPh pasal 22 merupakan impor yang pemungutannya dilakukan Bea Cukai Di 1 hari kerja berikutnya Di hari kerja terakhir pada minggu selanjutnya
10. PPh pasal 22 merupakan pemungutan yang dilakukan bendaharawan Hari yang sama, sama pembayarannya  saat melakukan penyerahan barang Di 14 hari setelah masa pajaknya berakhir
11. PPh pasal 22 tentang migas Pada tanggal 10 dibulan berikutnya Tanggal 20 pada bulan selanjutnya
12. PPh pasal 22 merupakan pemungutan yang dilakukan oleh WP badan tertentu
13. PPN & PPnBM Pada akhir bulan selanjutnya, setelah masa pajak berakhir dan sebelum SPT masa PPN akan disampaikan Pada akhir bulan selanjutnya setelah masa pajak berakhir
14. PPN atas semua kegiatan membangun sendiri Pada tanggal 15 dibulan berikutnya, setelah Masa Pajaknya berakhir Di akhir bulan berikutnya setelah masa pajaknya berakhir
15. PPN pada pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari Luar Daerah Pabean
16. PPN & PPnBM Pemungutan Bendaharawan Tanggal 7 dibulan berikutnya
17. PPN dan PPnBM dipemungut Pejabat Penandatanganan Surat Perintah Membayar termasuk sebagai Pemungut PPN Harus disetor dihari yang sama, sama dengan pelaksanaannya pembayaran ke PKP Rekanan Pemerintah dengan melalui KPPN  
18. PPN dan PPnBM dipemungut sama selain bendaharawan Tanggal 15 pada bulan selanjutnya setelah Masa Pajak berakkhir Akhir bulan selanjutnya setelah masa pajak berakhir
19. PPh 25 WP merupakan kriteria yang bisa melaporkan beberapa Masa Pajak didalam 1 SPT Masa. (pada Pasal 3 ayat (3B) UU KUP) Harus segera dibayar, dengan jangka waktu paling lama di akhir Masa Pajak terakhir Di 20 hari setelah berakhirnya Masa Pajak yang terakhir
20. Pembayaran masa selain PPh 25 WP kriteria tertentu yang dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa (Pasal 3 ayat (3B) UU KUP) Harus segera dibayar paling lama sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak 20 hari setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir+B23:E27

 

  1. Ketentuan dalam SPT Masa PPh Pasal 25:
  2. Terkecualikan dari kewajiban melaporkan SPT Masa PPh Pasal 25:

–  WP OP yang tidak menjalankan usaha ataupun tidak melakukan suatu pekerjaan bebas.

–  WP OP yang dalam 1 tahun Pajak ini menerima penghasilan neto yang tidak melebihi PTKP (kepada WP ini mendapatkan pengecualian kewajiban saat melaporkan SPT Tahunan)

  1. Wajib Pajak yang melaporkan PPh Pasal 25 dengan melalui bank persepsi ataupun kantor pos persepsi dengan sistem pembayarannya secara onlinedan juga Surat Setoran Pajak (SSP)-nya sudah ter validasi dengan Nomor Transaksi Pembayaran Negara (NTPN), maka SPT Masa PPh Pasal 25 sudah dianggap telah disampaikan kepada KPP sesuai dengan tanggal validasinya yang ada di SPP.

Batas waktu pelaporan pajak serta batas waktu pelaporan PPN nya diatur didalam PMK-242/PMK.03/2014 dan PMK-243/PMK.03/2014. Perlu diketahui kalau PMK-243/PMK.03/2014 sudah mengalami perubahan dan juga sudah direvisi menjadi PMK-9/PMK.03/2018 berisi tentang Surat Pemberitahuan.

Adapun, Sanksi kalau Wajib Pajak terlambat melaporkan SPT. Sanksi berupa Dendanya, seperti berikut ini:

  • Denda terlambat lapor SPT untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yakni sebesar Rp100.000 per SPT Masa Pajaknya
  • Denda terlambat lapor SPT untuk Wajib Pajak Badan yakni sebesar Rp1.000.000 per SPT Tahunan Pajaknya
  • Sanksi administrasi bagi SPT Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp500.000 per SPT Masa Pajaknya dan sebesar Rp100.000 per SPT Masa Pajaknya untuk SPT dengan masa lainnya.
  • Denda terlambat membayar pajak sekitar sebesar 2% per bulannya dimulai sejak waktu biaya pajaknya belum dibayar. Denda untuk terlambat bayar pajak mempunyai jangka waktu yang terhitung sejak tanggal jatuh temponya sampai pada tanggal pembayaran pajaknya. Jika terlambat membayar hingga batas waktunya, maka hitungan dendanya akan terhitung untuk 1 bulan penuh.

Mengenal Apa Itu NTPN

PT Jovindo Solusi Batam adalah sebuah perusahaan yang professional di bidang perpajakan dan terpercaya yang berada di Batam. Telah bersertifikat. Maka dari itu, jika Anda memiliki banyak permasalahan di bidang perpajakan kami siap membantu. Nah pada artikel kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas terkait Mengenal Apa Itu NTPN. Simak Berikut ini penjelasannya.

Setiap Wajib Pajak yang telah melakukan transaksi atau pembayaran pajak tentunya mendapat kode NTPN. kode NTPN tersebut akan menjadi bukti pembayaran pajak akan tertera dilembar SSP (Surat Setoran Pajak) serta BPN (Bukti Penerimaan Negara).

Apabila wajib pajak mendapatkan NTPN, maka petugas pajak akan melakukan sebuah pengecekan mengenai nomor NTPN yang tercantum dilembar SSP (Surat Setoran Pajak), dilanjut SSE (Surat Setoran Elektronik), BPN (Bukti Penrimaan Negara), sampai dokumen lainnya, baik berbentuk fisik atau berbentuk digital.

Hal ini menjadi sebuah syarat ataupun ketentuan penting yang harus dipastikan disetiap proses pelaporan pajak yang dilakukan. NTPN kepanjangan dari Nomor Transaksi Penerimaan Negara. Nomor ini akan diperolah kalau seorang wajib pajak telah membayar pajak.

Dalam Perdirjen Pajak pada Nomor PER-05/PJ/2017, NTPN didefinisikan sebagai tanda ataupun bukti pembayaran ke kas negara yang ada pada BPN (Bukti Penerimaan Negara) serta diterbitkan oleh sistem settlement, dimana sistem tersebut dikelola Direktorat Jendral Perbendaharaan.

Secara umum, Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) terdiri dari 16 digit. Yang mana digit-digit tersebut tergabungan dari angka dan huruf. Fungsi umum dari NTPN sebagai sarana maupun alat bukti yang digunakan saat memvalidasi transaksi perpajakan yang telah dilakukan wajib pajak. Lalu, NTPN tersebut akan diterbitkan dengan melalui Modul Penerimaan Negara (MPN).

NTPN hanya diterbitkan langsung dari pihak yang memiliki sebuah wewenang dalam perpajakan. Untuk memastikan pembayaran pajak yang dilakukan sudah tervalidasi, Wajib Pajak diharuskan untuk melakukan sebuah pengecekan ataupun konfirmasi pada NTPN yang diterima.

Lantaran beberapa dari nomor maupun kode NTPN tidak tercetak atau tidak terlihat jelas pada bukti pembayaran pajak serta pada dokumen perpajakan lainnya. Jika hal itu terjadi, maka yang harus dilakukan adalah segera melakukan pengecekan langsung dilaman resmi DJP ataupun saluran tertentu lainnya.

Fungsi Dari NTPN

NTPN memiliki fungsi sebagai salah satu syarat yang harus ada saat ingin melaporkan pajak. Selain itu, NTPN juga berfungsi sebagai sebuah bukti pembayaran untuk memvalidasi transaksi pajak yang sudah dilakukan. Kalau sudah tervalidasi, maka NTPN yang ada di BPN (Bukti Penerimaan Negara), SSE (Surat Setoran Elektronik), SSP (Surat Setoran Pajak), maupun pada dokumen lain yang dinyatakan sah oleh petugas perpajakan ataupun DJP.

Didalam proses validasi terkadang wajib pajak akan menemukan sebuah masalah, yaitu seperti ketidaksesuaian ataupun sesuatu yang tidak jelas di NTPN, pada saat seperti itu wajib pajak tidak perlu panik ataupun takut melainkan sesegera mungkin melakukan pengecekan pada NTPN yang terkait.

Cara Mendapatkan NTPN

Sebenarnya untuk bisa memiliki NTPN tidak sulit, karena nomor tersebut akan secara otomatis didapat wajib pajak kalau sudah melakukan sebuah transaksi pembayaran pajak. Biasanya, NTPN akan tercantum di BPN (Bukti Penerimaan Negara), SSE (Surat Setoran Elektronik), SSP (Surat Setoran Pajak) sampai pada dokumen perpajakan lain yang dapat dianggap sah oleh petugas pajak ataupun DJP.

Cara Mengecek NTPN

NTPN yang diterima wajib pajak diwajibkan untuk melakukan pengecekan, karena ada beberapa kasus yang NTPN nya mengalami masalah seperti tidak dapat terbaca ataupun tidak jelas sampai tidak bisa divalidasi. Hal itu, sudah menjadi keharusan wajib pajak untuk mengecek nomor NTPN yang diterima.

Untuk bisa melakukan pengecekan, terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan wajib pajak. Berikut ini beberapa caranya:

  • Melalui DJP Online
    • pertama, salin kode ID Billing yang sudah tertera,
    • Lalu, menggunakan pajak.go.id untuk dapat mengakses laman resmi DJP
    • Login akun anda dengan memasukan NPWP nya serta kata sandi
    • selanjutnya, pilih menu ‘Layanan’, lalu di klik menu ‘Rumah Konfirmasi Dokumen’
    • Setelah itu, klik dibagian kolom ‘Konfirmasi NTPN’, lalu pilih dengan berdasarkan Kode Billing yang diterima
    • Lalu, masukkan ID Billing yang sebelumnya disalin dikolom kata kunci. Jangan lupa untuk isi captcha, setelah itu, klik kolom cari
    • Jika data pembayaran pajak yang wajib pajak miliki sudah valid, maka data SSP yang berisikan NTPN, kode billing, kode jenis pajak, sampai data lainnya akan ditampilkan juga.
  • Melalui SSP e-Billing

Dilembar SSP terdapat status validasi NTPN yang telah tercetak secara jelas dengan menggunakan mesin cetak, sehingga memudahkan bagi wajib pajak saat membaca NTPN tersebut.

  • Melalui SSE Pajak
  • Pertama akses dulu laman resmi di http://sse.pajak.go.id, lalu login.
  • Setelah itu, klik bagian “View Data” serta pilih menu “Konfirmasi NTPN”.
  • selanjutnya, laman itu akan menampilkan semua data dari wajib pajak.
  • Lakukanlah filter dengan berdasarkan “Billing atau NTPN”, dengan begitu wajib pajak bisa memeriksa NTPN yang tidak dapat terbaca ataupun tidak valid.

Contoh Dokumen NTPN

Berikut contoh dokumen NTPN.