Apa Itu Keberatan Pajak?

Apa Itu Keberatan Pajak?

Keberatan pajak merupakan cara yang dapat digunakan untuk menyelesaikan perselisihan perpajakan antara wajib pajak dengan aparat pajak maupun pihak ketiga atas pemotongan atau pemungutan pajak dan menjadi hak dari seorang wajib pajak untuk mengutarakan keberatan kepada Direktur Jendral Pajak.

Wajib pajak mempunyai hak dan kewajiban dalam keberatan pajak, maka wajib pajak tentunya harus memahami dengan seksama setiap prosedur yang sudah ditetapkan jika ingin mengajukan keberatan pajak untuk melindungi hak wajib pajak.

 

Alasan Wajib Pajak Menyatakan Keberatan Pajak?

Beberapa hal yang mengakibatkan wajib pajak untuk mengajukan keberatan pajak terhadap hasil pemeriksaan pajak yaitu:

  • Total pajak yang terutang: tentunya wajib pajak akan mengeluh keberatan jika merasa bahwa total pajak yang telah dihitung oleh petugas pajak terlalu tinggi atau adanya ketidaksesuaian antara peraturan perpajakan yang berlaku.
  • Total rugi yang disengketakan: wajib pajak mengajukan keberatan pajak, sebab wajib pajak merasa jumlah rugi yang ditetapkan oleh petugas pajak tidak sesuai dari yang sebenarnya.
  • Total potongan pajak: wajib pajak dapat mengajukan keberatan pajak jika jumlah potongan pajak yang dikenakan seharusnya lebih rendah atau bisa saja realitanya tidak dikenakan sama sekali.

 

Permohonan yang Dapat Diajukan Dalam Keberatan Pajak

Berdasarkan PMK Nomor 202 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak pada Pasal 2 ayat (1) bahwa wajib pajak dapat mengajukan keberatan kepada DJP melalui surat resmi seperti berikut:

  1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB): Surat ini dikeluarkan karena Wajib Pajak dianggap membayar kurang dari jumlah pajak dari yang seharusnya dibayarkan.
  2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT): Surat ini dikeluarkan karena terdapat kekurangan pembayaran pajak dan dikenakan sanksi tambahan.
  3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB): Surat ini dikeluarkan karena Wajib Pajak dianggap membayar lebih banyak pajak dari yang seharusnya.
  4. Surat Ketatapan Pajak Nihil (SKPN): Surat ini dikeluarkan karena ketika tidak adanya jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak.
  5. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam bidang perpajakan.

 

Syarat Mengajukan Keberatan Pajak

Tidak semua wajib pajak dapat mengajukan keberatan pajak. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi ketika wajib pajak hendak mengajukan keberatan pajak menurut Pasal 2 ayat (3) PER-14/PJ/2020, di antaranya yaitu:

  • Pengajuan keberatan pajak dilakukan secara tertulis dan menggunakan Bahasa Indonesia;
  • Wajib pajak harus menyertakan jumlah pajak terutang, jumlah pajak dipotong/dipungut, ataupun jumlah rugi menurut penghitungan wajib pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan;
  • Wajib pajak dapat mengajukan satu keberatan untuk satu surat ketetapan pajak;
  • Khusus bagi wajib pajak kurang bayar, harus melunasi pajak yang harus dibayar;
  • Keberatan pajak tersebut harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak surat ketetapan pajak dikirim atau sejak terjadi pemotongan/pemungutan pajak oleh pihak ketiga;
  • Surat keberatan pajak harus ditandatangani oleh wajib pajak sendiri, jika ingin memberi kuasa harus memberikan surat kuasa khusus.
  • Surat keberatan pajak dapat diberikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang berada dalam wilayah wajib pajak yang bersangkutan

Cara Mengajukan Keberatan Pajak secara Online

Selain dapat datang secara langsung ke kantor pajak, wajib pajak dapat mengajukan surat keberatan online melalui DJP Online. yakni dengan cara:

  1. Wajib Pajak dapat membuka laman resmi Ditjen Pajak dengan login menggunakan akun DJP Online yang bersangkutan.
  2. Setelah masuk ke halaman utama (Beranda), maka pilihlah E-Filling, lalu Wajib Pajak dapat klik E-Objection.
  3. Wajib Pajak kemudian mengisi nomor Surat Ketetapan Pajak (SKP).
  4. Lalu sistem akan melakukan validasi Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang terdiri dari nomor DKP, batas waktu pengajuan, jumlah pelunasan pajak, histori pengajuan pasal 36 UU KUP, histori pengajuan Pasal 25 KUP.
  5. Wajib Pajak dapat mengecek data SKP dan pastikan isinya sudah benar .
  6. Selanjutnya Wajib Pajak dapat mengisi data pengajuan keberatan secara lengkap.
  7. Jika, wajib pajak memiliki rekaman pembayaran bisa di cantumkan
  8. Wajib pajak dapat melengkapi tanda tangan elektronik dengan menggunakan Sertifikat Elektronik.
  9. Jikalau muncul notifikasi, maka hubungi di 1500200 atau KPP terdaftar untuk mendapatkan klarifikasi.
  10. Kemudian klik “Submit” maka pengajuan keberatan yang telah terkirim ke sistem DJP dan wajib pajak akan memperoleh Bukti Penerimaan Elektronik yang dikirim ke email wajib pajak yang bersangkutan.
  11. DJP akan memperoses pengajuan tersebut maksimal 12 bulan sejak permohonan disampaikan dan akan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.

 

PT.Jovindo menawarkan anda jasa konsultasi dan akuntasi perpajakan anda. Atasi masalah perpajakan anda bersama Jovindo. Bersama kami anda dapat berkonsultasi secara online ataupun offline dengan konsultan yang kompeten dan terpercaya. Untuk info lebih lanjut silahkan hubungi : 0778-4162512 /0811-7777088.

 

 

 

 

 

Pentingnya Akuntansi Sewa

Apasih itu Akuntansi Sewa?

Leasing merupakan di mana satu pihak, yang dikenal sebagai lessor, memberikan hak penggunaan aset kepada pihak lain, yang dikenal sebagai lessee, dengan imbalan pembayaran berkala selama periode waktu tertentu. Aset tersebut dapat berupa real estat, kendaraan, peralatan, atau jenis properti lainnya.

Akuntansi sewa guna usaha mengacu pada serangkaian aturan dan pedoman yang digunakan untuk mencatat dan melaporkan transaksi sewa guna usaha dalam laporan keuangan.

Adapun Pajak sewa bangunan merupakan pajak atas transaksi yang diperoleh dari persewaan tanah atau bangunan. Sebagai pihak penyewa maupun yang menyewakan, sebaiknya memahami ketentuan pengenaan pajaknya. Karna, baik pihak penyewa maupun yang menyewakan mempunyai kewajiban perpajakan atas sewa tanah dan bangunan yang harus dikelola

Bingung dengan permasalahan pajak dan akuntansi kamu? Bingung harus berbuat apa? Serahkan saja masalah pajak dan akuntansi kamu kepada Jovindo. Kami dapat membantu kamu dalam menyelesaikan masalah perpajakan dan akuntansi kamu secara cepat dan efisien loh. Untuk info lebih lanjut kamu dapat menghubungi: 0778-4162512 /0811-7777088

 

Penyewa dan Pemberi Sewa

Perjanjian sewa adalah pengaturan kontraktual antara dua pihak mengenai penggunaan properti atau aset. Kedua pihak dapat didefinisikan sebagai berikut:

Pemberi Sewa:  Pihak yang memiliki properti atau aset dan memberikan hak untuk menggunakan atau menempatinya kepada pihak lain, yang dikenal sebagai lessee, dengan imbalan pembayaran tertentu. Dalam istilah yang lebih sederhana, lessor adalah tuan tanah atau pemilik properti yang mengizinkan orang lain untuk menggunakannya selama jangka waktu tertentu dan dengan ketentuan tertentu yang diuraikan dalam perjanjian sewa. Lessor tetap memiliki kepemilikan atas properti tersebut tetapi menyerahkan kepemilikannya untuk sementara.

Penyewa:  Pihak ini menerima hak untuk menggunakan atau menempati properti atau aset yang dimiliki oleh pemberi sewa. Mereka adalah penyewa atau pengguna properti. Penyewa setuju untuk melakukan pembayaran rutin (sewa) kepada pemberi sewa untuk hak istimewa menggunakan properti sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam perjanjian sewa. Penyewa tidak memiliki properti tetapi memiliki hak untuk menggunakannya selama jangka waktu sewa.

 

Jenis-jenis Sewa

Dalam akuntansi dan keuangan, leasing merupakan cara umum bagi bisnis untuk memperoleh aset tanpa harus membelinya secara langsung. Ada dua jenis leasing: leasing pembiayaan dan leasing operasi. Perbedaan utama antara keduanya adalah bagaimana keduanya dicatat dalam laporan keuangan perusahaan.

1. Pembiayaan Sewa

Sewa pembiayaan adalah sewa jangka panjang atas aset mahal, di mana penyewa menanggung sebagian besar risiko dan manfaat kepemilikan. Penyewa mencatat aset tersebut di neraca mereka dan bertanggung jawab atas pemeliharaan, asuransi, dan biaya lainnya. Sewa pembiayaan biasanya digunakan untuk aset seperti bangunan, mesin, atau kendaraan.

2. Sewa Operasional

Sebaliknya, sewa operasi adalah sewa jangka pendek atas aset dengan tingkat perputaran tinggi, di mana pemilik aset memegang sebagian besar risiko dan manfaat kepemilikan. Dengan sewa operasi, penyewa aset tidak mencatat aset tersebut di neraca mereka, tetapi mencatat pembayaran sewa sebagai biaya sewa di laporan laba rugi mereka. Pemilik aset bertanggung jawab atas biaya perawatan, asuransi, dan biaya lainnya. Sewa operasi biasanya digunakan untuk aset seperti peralatan kantor atau kendaraan. Pilihan antara sewa pembiayaan dan sewa operasi bergantung pada persyaratan akuntansi dan pajak perusahaan, serta arus kas dan kebutuhan operasionalnya.