4 Perkara yang Dapat Digugat oleh Wajib Pajak, Berikut Rinciannya.

4 Perkara yang Dapat Digugat oleh Wajib Pajak, Berikut Rinciannya.

4 Perkara yang Dapat Digugat oleh Wajib Pajak, Berikut Rinciannya.

PT Jovindo Solusi Batam,  konsultan pajak, pembukuan dan manajemen berpengalaman di Batam, akan membahas mengenai 4 perkara yang dapat digugat oleh wajib pajak, Berikut Rinciannya.

Secara umum, gugatan dapat diajukan atas hal-hal yang timbul terkait pelaksanaan penagihan pajak atau keputusan tertentu.

Dengan demikian, sengketa terkait perbedaan persepsi dalam penghitungan pajak terutang tidak termasuk substansi yang dapat digugat. Ketentuan mengenai gugatan diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan serta Undang-Undang Pengadilan Pajak.

Berdasarkan Pengertian tersebut, gugatan ternyata tidak hanya dapat diajukan oleh wajib pajak. Gugatan dapat diajukan oleh Wajib Pajak. Selain itu, gugatan juga dapat diajukan oleh Penanggung Pajak dan ahli waris penggugat.

Secara lebih terperinci, sesuai dengan pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), wajib pajak atau penanggung pajak dapat mengajukan gugatan atas empat hal. Yaitu, pertama, pelaksanaan surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, dan pengumuman lelang.

Kedua, keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak. Ketiga, keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam proses keberatan (Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan / UU KUP).

Keempat, penerbitan surat ketetapan pajak (SKP) atau surat keputusan keberatan yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan.

Contoh hal yang dapat diajukan gugatan adalah apabila penanggung pajak tidak setuju dengan pelaksanaan penagihan pajak. Pelaksanaan penagihan pajak meliputi pelaksanaan surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, atau pengumuman lelang.

Untuk mengajukan gugatan, wajib pajak harus menyusun surat gugatan sesuai dengan syarat dan ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Pengadilan Pajak. Salah satu ketentuan yang perlu diperhatikan adalah jangka waktu pengajuan gugatan.

Jangka waktu pengajuan gugatan adalah 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan atau 30 hari sejak tanggal diterimanya keputusan yang digugat. Jangka waktu ini dapat diperpanjang jika terjadi keadaan kahar atau kejadian di luar kekuasaan penggugat. Perpanjang waktu maksimal yang diberikan adalah 14 hari sejak berakhirnya keadaan kahar. Gugatan harus ditulis dalam Bahasa Indonesia, disertai alasan yang jelas, dan dilampiri salinan dokumen yang digugat.

 

 

Kewajiban Pajak Perusahaan Manufaktur

Kewajiban Pajak Perusahaan Manufaktur

Kewajiban Pajak Perusahaan Manufaktur

 

PT Jovindo Solusi Batam akan mengulas mengenai Kewajiban Pajak Perusahaan Manufaktur.

 

Kewajiban pajak perusahaan manufaktur adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan atau badan usaha kepada Negara sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku. Pembayaran pajak yang tepat waktu dan sesuai aturan dapat meningkatkan kredibilitas usaha di mata klien.

Setiap perusahaan, baik perorangan maupun badan usaha, yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) memiliki kewajiban perpajakan. Hal ini diatur dalam pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983.

Berikut beberapa Kewajiban Pajak Perusahaan Manufaktur yang Wajib Dibayar

Kewajiban pajak perusahaan terdiri dari kewajiban bulanan dan tahunan. Pemerintah memberikan kepercayaan kepada setiap wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajaknya secara mandiri.

Berikut adalah jenis-jenis pajak pajak yang wajib dibayar:

  1. Pajak Bulanan Perusahaan

Kewajiban bulanan atau SPT masa merupakan kewajiban perusahaan untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak bulanan, seperti:

  1. PPh Pasal 21

PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa upah, gaji, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan bentuk apapun yang terkait dengan pekerjaan, kegiatan, atau jasa wajib pajak dalam negeri.

Perusahaan yang memiliki pegawai wajib membayar Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. Umumnya, perusahaan memungut pajak ini dengan memotong langsung dari gaji karyawan.

  1. Besarnya pajak tiap karyawan tergantung dari PKP

Jumlah PPh Pasal 21 yang terutang dihitung dengan mengalikan Penghasilan Kena Pajak (PKP) dan tarif pajak sesuai Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh )

Tarif pajak berdasarkan PKP per tahun adalah sebagai berikut:

  • 0- Rp 50.000.000:5%
  • Rp 50.000.001- Rp 250.000.000:15%
  • Rp 250.000.001- Rp 500.000.000:25%
  • Di atas Rp 500.000.000:30%
  1. Pajak Penghasilan Pasal 22 atau PPh 22

Perusahaann yang melakukan kegiatan ekspor impor barang mewah dikenakan PPh 22. PPh 22 diberlakukan pada transaksi yang menguntungkan kedua belah pihak, dengan ketentuan yang lebih kompleks daripada PPh 21.

  1. PPh 23

PPh 23 merupakan kewajiban pajak bagi perusahaan manufaktur yang beroperasi. Pajak ini dikenakan pada transaksi-transaksi berikut:

Daftar Transaksi PPh 23:

  • Pembayaran royalti
  • Pembayaran hadiah, penghargaan, dan bonus.
  • Pembayaran imbalan atas jasa teknik, kontruksi, manajemen, konsultasi, dan jasa lain yang diatur dalam peraturan menteri keuangan.
  • Pembayaran bunga pinjaman selain bank
  • Pembayaran sewa harta
  • Pembayaran dividen atau pembagian keuntungan kepada pemegang saham perusahaan dengan kepemilikan 25%.

Tarif PPh 23 untuk dividen adalah 15% dari jumlah bruto, kecuali dividen yang dibagikan kepada orang pribadi yang dikenakan pajak final, Tarif yang sama juga berlaku untuk hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh 21.

Tarif PPh 23 sebesar 2% dari jumlah bruto dikenakan atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta (selain tanah dan bangunan). Tarif 2% juga berlaku untuk imbalan jasa teknik, jasa konstruksi, manajemen, dan konsultasi.

  1. Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh 25)

PPh 25 adalah mekanisme pembayaran pajak penghasilan dengan cara mengangsur, yang bertujuan untuk meringankan beban pembayaran pajak tahunan bagi badan usaha.

PPh 25 dihitung berdasarkan pajak penghasilan terutang menurut SPT Tahunan PPh, dikurangi dengan PPh yang telah dipungut. Selain itu, PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan juga diperhitungkan.

  1. Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh 26)

PPh 26 dikenakan pada perusahaan Indonesia yang melakukan transaksi dengan wajib pajak luar negeri. Transaksi tersebut umumnya meliputi bonus, tunjangan, gaji karyawan, bunga, jasa, royalti, pension, dividen, dan penghasilan lainnya.

Perbedaan utama antara PPh 26 dengan PPh 21 dan PPh 23 terletak pada penerima penghasilan, yaitu Wajib Pajak luar negeri, baik perusahaan asing maupun warga Negara asing (WNA).

Tarif pemotongan PPh 26 dalah 20% dari penghasilan bruto yang diterima oleh badan asing atau orang asing. Namun, tarif ini dapat lebih rendah jika Negara penerima penghasilan memiliki perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau Tax Treaty dengan Indonesia.

 

 

  1. PPh 29

Perusahaan manufaktur juga wajib membayar PPh Pasal 29, yaitu PPh kurang bayar. PPh ini tercantum dalam SPT Tahunan, dan wajib dilunasi sebelum SPT PPh dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak.

  1. PPh 4 ayat 2

PPh Pasal 4 ayat 2 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas transaksi persewaan bangunan atau tanah, penghasilan usaha jasa kontruksi, penghasilan dividen perushaan, dan penghasilan hak atas tanah.

Pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 bersifat final, artinya penghasilan yang telah dipotong tidak diperhitungkan lagi dalam perhitungan SPT Tahunan Badan.

  1. Pajak Perusahaan PPh Pasal 15

PPh Pasal 15 adalah pajak yang menggunakan Norma perhitungan khusus untuk golongan wajib pajak tertentu. Perusahaan atau badan usaha yang berprofesi sebagai pengusaha termasuk dalam kategori wajib pajak badan yang dikenakan PPh Pasal 15.

Perusahaan manufaktur wajib membayar PPh Pasal 15. Jenis pajak ini tercantum dalam Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Wajib pajak PPh Pasal 15 meliputi perusahaan penerbangan Internasional, perusahaan pelayaran dan penerbangan domestic, perusahaan perdagangan asing, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan Investasi berbentuk BOT ( Build-Operate-Transfer),dan perusahaan pengeboran minyak, panas bumi, dan gas.

Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) Perusahaan

PPN terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

 

 

  1. PPN

Perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib memungut PPN. PPN adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di dalam negeri, baik oleh pribadi, badan usaha, maupun pemerintah. PPN dikenakan pada setiap penyerahan barang atau jasa kena pajak di Indonesia, termasuk impor, ekspor, dan transaksi jual beli. Tarif PPN dalam negeri adalah 10%, sedangkan tarif ekspor adalah 0%. PPN umumnya dihitung dengan mengalikan tarif dengan harga jual atau penggantian jasa.

  1. PPnBm (Pajak Penjualan atas Barang Mewah).

PPnBM dikenakan pada barang yang bukan kebutuhan pokok dan hanya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi. Barang-barang ini memiliki kategori tertentu sesuai dengan peraturan tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Kewajiban pajak perusahaan manufaktur disesuaikan dengan aktivitas bisnis perusahaan.

Panduan Pajak Perusahaan Cabang dan Ketentuannya

Panduan Pajak Perusahaan Cabang dan Ketentuannya

Panduan Pajak Perusahaan Cabang dan Ketentuannya

PT Jovindo Solusi Batam akan mengulas  definisi perusahaan cabang, ketentuan pajak yang harus dipatuhi, dasar hukum yang mendasarinya, jenis pajak yang relevan, serta tips pengelolaan pajak cabang yang efektif.

Perusahaan dengan cabang perlu memahami regulasi perpajakan yang berlaku. Pelajari ketentuan penerapan pajak perusahaan cabang berikut ini.

Apa itu Perusahaan Cabang?

Perusahaan cabang adalah unit usaha yang merupakan bagian dari perusahaan induk dan beroperasi di lokasi yang berbeda.

Meskipun terpisah secara geografis, cabang tetap dikendalikan oleh manajemen perusahaan pusat.

Pembukaan cabang bertujuan untuk memperluas jangkauan pasar dan meningkatkan efisiensi operasional.

Ketentuan Kewajiban Pajak Perusahaan Cabang

Setiap cabang perusahaan memiliki kewajiban perpajakan. Sebelumnya, setiap cabang diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP ) sendiri.

Namun, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/2022, NPWP Cabang digantikan oleh Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU).

NITKU berfungsi sebagai identitas tempat kegiatan usaha yang terpisah dari kantor pusat.

Dasar Hukum Pajak Cabang

Dasar hukum yang mengatur perpajakan perusahaan cabang di Indonesia antara lain:

Jenis Perpajakan yang Dikelola Perusahaan Cabang

Perusahaan cabang bertanggung jawab atas beberapa jenis pajak, Berikut ini:

  1. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21: Pajak atas penghasilan yang diterima karyawan. Cabang wajib memotong, menyetor, dan melaporkan PPh Pasal 21 atas gaji dan tunjangan karyawan.
  2. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23: Pajak atas penghasilan dari modal, jasa, atau hadiah dan penghargaan. Cabang wajib memotong, menyetor, dan melaporkan PPh Pasal 23 jika melakukan pembayaran yang merupakan objek pajak ini.
  3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN): Cabang wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang jika melakukan penyerahan Barang Kena Pajak ( BKP ) atau Jasa Kena Pajak ( JKP ).

Cara Kelola Pajak Perusahaan Cabang

Berikut adalah cara untuk memastikan kepatuhan dan efisiensi dalam pengelolaan pajak perusahaan cabang:

  • Pahami Regulasi Terkini: Selalu ikuti peraturan perpajakan terbaru terkait  operasional cabang.
  • Administrasi yang Tertib:Catat dan dokumentasikan semua transaksi dengan rapi untuk mempermudah pelaporan pajak.
  • Manfaatkan Teknologi: Gunakan aplikasi perpajakan untuk mempermudah proses administrasi dan pelaporan pajak.
  • Konsultasi dengan Ahli Pajak: Bekerja sama dengan konsultan pajak jika diperlukan untuk memastikan semua kewajiban perpajakan terpenuhi dengan benar.
  • Evaluasi Berkala: Lakukan audit internal rutin untuk memastikan kepatuhan dan mengidentifikasi potensi perbaikan dalam pengelolaan pajak.

Kesimpulan

Pengelolaan Pajak Perusahaan cabang membutuhkan pemahaman mendalam tentang regulasi yang berlaku, termasuk kewajiban perpajakan dan perubahan kebijakan terbaru. Dengan diterapkannya NITKU sebagai pengganti NPWP Cabang, perusahaan perlu menyesuaikan administrasi perpajakannya agar tetap mematuhi ketentuan yang berlaku.

Berbagai jenis pajak, seperti PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, dan PPN, wajib diperhatikan oleh setiap cabang. Pengelolaan pajak yang baik membantu perusahaan menghindari resiko sanksi dan memastikan kelancaran operasional cabang.

Tips dan Trik untuk Wajib Pajak: Cara Menghitung Pajak Cafe

Tips dan Trik untuk Wajib Pajak: Cara Menghitung Pajak Cafe

Tips dan Trik untuk Wajib Pajak: Cara Menghitung Pajak Cafe

 

PT Jovindo Solusi Batam,  konsultan pajak, pembukuan dan manajemen berpengalaman di Batam, akan membahas cara menghitung pajak cafe, faktor yang mempengaruhinya, dan beberapa tips dalam melakukan perhitungannya. Mari kita simak selengkapnya!

Faktor-faktor lain yang Mempengaruhi Perhitungan Pajak cafe

Sebelum membahas lebih lanjut tentang cara menghitung pajak kafe, penting untuk memahami Faktor-Faktor yang memengaruhi perhitungan pajak tersebut. Faktor-faktor ini meliputi aspek-aspek terkait pendapatan, operasional, dan kondisi usaha kafe. Berikut adalah pejelasan mengenai faktor-faktor utama yang perlu diperhatikan:

Omzet Cafe

Omzet, atau total pendapatan yang dihasilkan kafe, merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perhitungan pajak kafe. Merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perhitungan pajak kafe. Semakin besar omzet yang dihasilkan, semakin besar pula pajak yang harus dibayarkan. Hal ini disebabkan perhitungan pajak kafe umumnya didasarkan pada persentase tertentu dari omzet.

Lokasi Cafe

Lokasi kafe mempengaruhi perhitungan pajak, terutama Pajak Bumi da Bangunan (PBB). Lokasi yang strategis, seperti di pusat kota, meningkatkan Nilai Jual Objek Pajak ( NJOP) dan PBB kafe.

Sistem Operasional Cafe

Sistem operasional kafe, seperti penjualan di tempat, pesan antar, atau aplikasi online, mempengaruhi perhitungan pajak. Perbedaan pencatatan Omzet dan perlakuan pajak untuk setiap jenis penjualan menjadi penyebabnya.

Penggunaan Fasilitas Promosi

Media promosi seperti baliho, spanduk, dan media digital lainnya dapat mempengaruhi pajak kafe secara tidak langsung. Biaya promosi dapat mengurangi laba bersih dan dikenakan pajak reklame.

Peraturan Daerah

Setiap daerah memiliki aturan pajak daerah yang berbeda, termasuk pajak restoran, reklame, dan PBB untuk kafe. Peraturan ini mengatur tarif pajak yang berlaku di wilayah kafe.

Sistem Pencatatan Omzet  yang Digunakan

Sitem pencatatan omzet yang tidak tepat juga dapat mempengaruhi perhitungan pajak kafe. Data omzet yang tidak akurat dapat menyebabkan kesalahan perhitungan pajak, sehingga kafe berpotensi membayar pajak lebih atau kurang.

Cara Menghitung Pajak Cafe

Menghitung pajak kafe cukup rumit karena melibatkan berbagai jenis pajak, seperti pajak restoran dan lainnya. Berikut ini penjelasan cara menghitung masing-masing jenis pajak kafe:

Menghitung Pajak Restoran

Pajak restoran dalah bagian dari pajak daerah yang dikenakan pada setiap penjualan makanan dan minuman di kafe. Umumnya, tarif pajak restoran adalah 10% dari total penjualan. Namun, tarif ini dapat berbeda di setiap daerah.

Untuk menghitung pajak restoran kafe, gunakan rumus berikut:

Rumus ini berlaku jika peraturan pajak restoran di daerah tempat kafe anda beroperasi mengenakan tarif sebesar 10%. Jika tidak, anda dapat mengganti angka 10% dengan tarif pajak restoran yang berlaku di daerah tempat kafe anda berada.

Contoh Perhitungan Pajak Restoran:

Sebuah kafe bernama A  memiliki total omzet penjualan sebesar Rp 50.000.000 dalam sebulan. Jika peraturan pajak restoran di daerah tersebuat adalah 10%, maka perhitungan pajak restorannya sebagai berikut:

Dengan demikian, pajak restoran yang harus dibayarkan oleh kafe “A” adalah sebsar Rp 5.000.000.

Menghitung Pajak Penghasilan

Pajak ini dikenakan atas penghasilan yang diperoleh dari kegiatan operasional kafe, seperti penjualan. Besaran tarif pajak penghasilan yang dikenakan pada kafe bergantung pada status usaha cafe tersebut, apakah termasuk UMKM atau non UMKM.

Untuk cafe yang berstatus UMKM dengan omzet bruto tidak melebihi 4,8 miliar dalam setahun, dapat menggunakan rumus hitung pajak penghasilan sebagai berikut:

Atau, untuk kafe yang berstatus milik badan usaha dengan omzet bruto di atas 4,8 miliar dalam setahun, dapat menggunakan rumus hitung pajak penghasilan sebagai berikut:

Contoh perhitungan pajak penghasilan cafe:

Sebuah cafe A yang memiliki omzet bruto sebesar Rp 200.000.000 dan berstatus UMKM. Hitung pajak penghasilannya.

Dengan demikian, pajak penghasilan yang harus dibayarkan oleh kafe A sebesar Rp 1.000.000.

Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan pada tanah dan bangunan yang digunakan dalam operasional kafe. Berikut rumus yang digunakan untuk melakukan perhitungan PBB:

Contoh perhitungan PBB cafe:

Sebuah kafe bernama A beroperasional di pusat kota dengan NJOP tanah sebesar Rp 100.000.000, NJOP bangunan sebesar Rp 50.000.000, dan NJOPTKP sebesar Rp 30.000.000. Jika persentase tarif PBB di wilayah tersebut adalah  0,5%, maka perhitungan PBB-nya adalah sebagai berikut:

Dengan demikian, PBB yang harus dibayar oleh kafe A adalah Rp 600.000

Menghitung Pajak Reklame

Selain pajak restoran, kafe juga dikenakan pajak reklame jika menggunakan media promosi seperti spanduk atau baliho. Berikut adalah rumus untuk menghitung pajak reklame:

Tarif pajak reklame bervariasi dan ditetapkan oleh masing-masing pemerintah daerah.

Contoh perhitungan pajak reklame kafe:

Kafe A yang menggunakan spanduk sebagai media promosi dengan nilai sewa reklame sebesar Rp 10.000.000 per bulan. Jika  tarif pajak reklame di daerah  tersebut  adalah 20%, maka perhitungan pajak reklamenya adalah sebagai berikut:

Jadi, pajak reklame yang harus dibayarkan oleh kafe A adalah sebesar Rp 2.000.000.

Tips dan Trik Menghitung Pajak Café

Selain memahami cara mengitung pajak kafe yang benar, ada beberapa tips dan trik yang dapat anda ikuti untuk mempermudah perhitungan pajak kafe anda. Berikut adalah tips dan trik menghitung pajak kafe beserta penjelasannya:

 

Pencatatan Keuangan yang Rapi dan Akurat

Catat dengan jelas dan lengkap seluruh transaksi keuangan kafe anda, mulai dari penjualan, pembelian, hingga pengeluaran operasional. Anda dapat menggunakan perangkat lunak kasir yang terintegrasi dengan sistem pembukuan untuk melakukan pancatatan secara otomatis, akurat, dan efisien.

Pahami Jenis-Jenis Pajak

Kenali jenis pajak yang dikenakan pada bisnis kafe anda, seperti pajak restoran, pajak penghasilan, dan PBB. Dengan memahami setiap jenis pajak yang harus dibayarkan, anda dapat menghitung dan membayar pajak kafe dengan benar dan tepat waktu sesuai peraturan perpajakan yang berlaku.

 Periksa Perubahan Tarif dan Peraturan Pajak yang Terjadi

Selalu perbarui  informasi terkini mengenai perubahan tarif pajak yang berlaku, terutama tarif pajak restoran. Anda dapat mendaftarkan diri pada layanan notifikasi SMS dari Direktorat Jenderal Pajak atau mengikuti akun media sosial resmi mereka untuk mendapatkan informasi terbaru seputar perubahan tarif pajak.

Berkonsultasi dengan Ahli Pajak

Jika anda mengalami kesulitan dalam menghitung pajak bisnis kafe, pertimbangkan untuk menghubungi dan berkonsultasi dengan konsultan pajak yang ahli dibidangnya. Konsultan pajak dapat membantu anda memahami dan menghitung setiap jenis pajak dengan lebih baik.

Selalu Simpan Dokumen Pendukung Pajak

Simpan semua dokumen terkait  transaksi dan pajak, seperti faktur penjualan, bukti pembayaran pajak, dan laporan keuangan. Pengarsipan dokumen sacara digital lebih aman dan memudahkan pencarian dibandingkan pengarsipan fisik.

 

Jenis-Jenis Pajak yang Harus Dibayar Perusahaan

Jenis-Jenis Pajak yang Harus Dibayar Perusahaan

Jenis-Jenis Pajak yang Harus Dibayar Perusahaan

 

PT Jovindo Solusi Batam, , konsultan pajak, pembukuan dan manajemen berpengalaman di Batam. Kami  menyediakan solusi terpercaya untuk Jenis-Jenis Pajak yang Harus Dibayar Perusahaan.

Perusahaan merupakan salah satu subjek pajak di Indonesia yang memiliki kewajiban membayar pajak kepada Negara. Selain itu, perusahaan juga berkewajiban membayar pajak daerah di wilayah atau domisili perusahaan beroperasi. Mari kita kenali jenis-jenis pajak yang harus dibayar oleh perusahaan.

Secara garis besar, berdasarkan lembaga yang memungutnya, pajak terbagi menjadi dua jenis, yaitu pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat adalah pajak yang dipungut dan dikelola oleh pemerintah pusat, sedangkan pajak daerah adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota.

Lebih lanjut, pajak perusahaan yang harus dibayarkan kepada pemerintah pusat meliputi Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Bea Meterai, dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk sector Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan.

PPh perusahaan ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah mengalami beberapa kali perubahan dan terakhir disempurnakan melalui Undang-Undang Cipta Kerja dan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. (UU HPP). Beberapa jenis PPh meliputi:

  • PPh Pasal 21 (PPh 21)

PPh Pasal 21 adalah pajak yang harus dibayar oleh karyawan atas gaji dan penghasilan lainnya yang mereka terima dari perusahaan. Perusahaan akan memotong pajak ini dari gaji karyawan dan memberikan bukti pemotongan pajak.

  • PPh 23

PPh Pasal 23 adalah pajak atas penghasilan modal, jasa, hadiah dan penghargaan yang tidak dikenakan PPh Pasal 21.

  • PPh Pasal 26

PPh Pasal 26 adalah pajak atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak luar negeri dari Idonesia, kecuali penghasilan dari bentuk usaha tetap.

  • PPh Pasal 25

PPh Pasal 25 adalah angsuran pajak perusahaan berdasarkan pajak terutang tahun sebelumnya, untuk meringankan beban pembayaran pajak selama setahun.

  • PPh Pasal 29

PPh Pasal 29 adalah kekurangan pembayaran pajak penghasilan yang harus dilunasi berdasarkan SPT Tahunan PPh. Kekurangan ini dihitung dari selisih antara PPh terutang dan kredit pajak (PPh 21, 22, 23, 24, 25).

  • PPh Pasal 4 Ayat (2)

PPh Pasal 4 ayat (2) adalah pajak Final atas beberapa jenis penghasilan yang tidak dapat dikreditkan dengan PPh terutang.

  • PPN

Perusahaan juga wajib membayar PPN atas transaksi jual beli barang atau jasa kena pajak.

  • Pajak Daerah

Contoh pajak daerah adalah pajak kendaraan bermotor, bea balik nama, kendaraan, pajak rokok, pajak hotel, pajak restoran, dan pajak reklame.

 

Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22)

Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22)

Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22)

 

PT Jovindo Solusi Batam Menyajikan  Artikel tentang Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22)

 

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 92/PMK.03/yang merevisi Peraturan Menteri Keuangan No 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak, pemerintah memperluas cakupan pemungutan PPh Pasal 22. Perluasan ini mencakup badan usaha yang menjual barang barang mewah tertentu.

 

Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22)

Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) dikenakan pada badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta, yang bergera di bidang perdagangan ekspor, impor, dan re-impor.

Berdasarkan UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, PPh Pasal 22 merupakan pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak tertentu terhadap wajib pajak yang terkait dengan kegiatan perdagangan barang.

Karena sangat beragamnya objek, pemungutan dan tarifnya, ketentua PPh Pasal 22 tergolong lebih rumit dibandingkan jenis PPh lainnya, seperti PPh 21 atau PPh 23.

Pada umumnya, PPh Pasal 22 dikenakan atas transaksi perdagangan barang yang dianggap saling menguntungkan, baik bagi penjual maupun pembeli.

Oleh karena itu, PPh Pasal 22 dapat dikenakan pada saat transaksi penjualan maupun pembelian.

 

Pemungut PPh Pasal 22

Bendahara dan badan-badan yang berhak  memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari nilai pembelian adalah:

  1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)atas impor barang yang dikenakan PPh Pasal 22
  2. Bendahara pengeluaran melakukan pembayaran atas pembelian barang.
  3. Pembelian barang dibayar oleh bendahara pengeluaran.
  4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)  atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi wewenang oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), terkait dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga melalui mekanisme pembayaran langsung (LS).
  5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang modalnya sebagian besar atau seluruhnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan langsung dari kekayaan Negara yang dipisahlan, meliputi:
    • PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), PT PGN (Persero) Tbk., Telkom (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya , PT Hutama Karya, PT Krakatau Steel.
    • Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, terkait dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
  6. Industri dan eksportiryang bergerak di sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan,wajib memungut PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
  7. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau pribadi pemegang izin usaha pertambangan wajib memungut PPh Pasal 22.

perusahaan swasta yang terdaftar sebagai wajib pajak memiliki kewajiban untuk memungut PPh Pasal 22 saat penjualan adalah:

  1. Badan usahayang bergerak dibidang usaha usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;
  2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor wajib memungut PPh Pasal 22 atas penjualan kendaraan bermotor.
  3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas wajib memungut PPh Pasal 22 atas penjualannya.
  4. Badan usaha yang bergerak di bidang usaha industri bajayang merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan industri antara dan industri hilir, wajib memungut PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksinya.
  5. Pedagang pengumpul, baik badan usaha maupun orang pribadi, mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan dan perikanan, serta menjualnya kepada badan usaha industry dan ekportir di sektor terkait.
    • menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, wajib memungut PPh Pasal 22 atas penjualannya.
  6. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.  90/PMK.03/2015, pemerintah menambahkan pemungutan PPh Pasal 22 dengan wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

 

Pembayaran PPh Pasal 22

PPh Pasal 22 adalah pembayaran pajak yang dicicil setiap bulan selama setahun. Pada akhir tahun ini, cicilan ini akan diperhitungkan sebagai kredit pajak PPh badan atau PPh orang pribadi. PPh Pasal 22 yang berbentuk SSE ( Surat Setoran Elektronik ) berarti PPh Pasal 22 tersebut dibayar langsung ke bank presepsi oleh wajib pajak yang bersangkutan pada saat transaksi. Transaksi impor dan transaksi transaksi dengan bendahara harus dibayar langsung.

Kewajiban Membuat dan Melaporkan Bukti Potong PPh 22

Pemungut PPh Pasal 22  wajib membuat bukti pemungutan pajak,   menyetorkan  PPh dengan kode pajak 411122-900 ke bank persepsi, dan melaporkannya dalam SPT Masa PPh Pasal 22.

pihak yang dipungut mendapatkan bukti pungut dan dapat dikreditkan pada akhir tahun di SPT Tahunan.

Karena dikenakan PPh final, maka wajib pajak yang hanya memiliki usaha penjualan bahan bakar minyak dan gas ke agen atau penyalur, hanya wajib melaporkan SPT Tahunan yang dilampiri bukti potong PPh final.

 

cara membuat bukti potong PPh 22 di OnlinePajak:

  1. Daftar/Masuk: Jika belum punya akun OnlinePajak, daftar dulu. Jika sudah, langsung masuk.
  2. Tambah Bukti Potong:Buka Transaksi Pembelian, Unifikasi, klik, TAMBAH, Buat Pemotongan Pajak, Buat Bukti Pemotongan.
  3. Pilih vendor dengan NPWP (vendor local masukkan nomor telepon, dokumen referensi, dan fasilitasi yang valid.
  4. Input Objek Pajak:Masukkan Objek Pajak Pemotongan yang valid, lalu centang perjanjian.
  5. Simpan:Klik SIMPAN DAN SETUJU.
  6. Selesai: e-Bupot PPh 22 akan otomatis dibuat dan di tampilkan di daftar e-Bupot.

 

 

Panduan Perhitungan PPh 21 Terutang Karyawan Resign

Panduan Perhitungan PPh 21 Terutang Karyawan Resign

Panduan Perhitungan PPh 21 Terutang Karyawan Resign

PT Jovindo Solusi Batam, perusahaan, konsultan pajak, pembukuan dan manajemen. Menyajikan Panduan Perhitungan PPh 21 Terutang Karyawan Resign

Perusahaan memliki kewajiban untuk melakukan perhitungan PPh 21 terhadap karyawan yang mengundurkan diri. Hak-hak karyawan yang bersangkutan juga harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apakah Karyawan Resign Kena Pajak?
Sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, karyawan yang mengundurkan diri (resign) tetap dikenakan pajak penghasilan atas penghasilan yang telah diperoleh selama masa kerja di perusahaan.
Jenis Pajak yang Dikenakan pada Karyawan Resign
Pesangon karyawan yang mengundurkan diri dikenakan PPh 21 Final dengan tarif progresif sesuai ketentuan yang berlaku. Dasar perhitungan pajaknya adalah penghasilan bruto yang diterima, meliputi gaji, tunjangan, bonus dan pesangon.
Dasar Hukum Pajak Karyawan Resign
Dasar hukum yang menjadi acuan perhitungan PPh 21 karyawan yang mengundurkan diri di Indonesia meliputi:
• UU Nomor 36 Tahun 2008 menjelaskan tentang Pajak Penghasilan
• Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 menjelaskan tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang mengatur tarif pajak progresif.
• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010 mengenai Tata Cara Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26.
• Peraturan DJP Nomor PER-16/PJ/2016 mengatur tentang Pedoman Teknis Prosedur Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 21.

Komponen Penghitungan Pajak Karyawan Resign
Komponen-komponen yang mempengaruhi perhitungan pajak penghasilan karyawan yang mengundurkan diri;
Dalam melakukan perhitungan pajak penghasilan bagi karyawan yang mengundurkan diri, terdapat beberapa komponen yang perlu diperhatian, antara lain sebagai berikut:
• Gaji Pokok, yaitu gaji terakhir yang diterima oleh karyawan.
• Tunjangan dan Bonus:, termasuk bonus tahunan atau insentif lainnya yang diterima oleh karyawan.
• Pesangon, apabila ada, merupakan penghasilan tambahan bagi karyawan yang berhenti bekerja.
• Biaya Jabatan, merupakan pengurangan sebesar 5% dari penghasilan bruto, dengan batasan maksimal sebesar Rp500 ribu per bulan atau Rp6 juta per tahun.
• PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak), besarnya PTKP disesuaikan dengan status pernikahan dan jumlah tanggungan yang dimiliki oleh karyawan.
• Tarif Pajak Progresif, yaitu tariff pajak yang dikenakan berdasarkan lapisan penghasilan kena pajak (PKP).
Tahapan Penghitungan PPh 21 Karyawan Resign
Tahapan-tahapan berikut menjelaskan perhitungan pajak penghasilan yang berlaku bagi karyawan yang mengakhiri masa kerja karena pengunduran diri:
1. Hitung Penghasilan Bruto
gaji pokok, tunjangan, bonus, dan pesangon
2. Kurangi Biaya Jabatan ( 5% dari penghasilan bruto, maks. Rp 500 ribu/bulan atau Rp 6 juta/tahun ).
3. Hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Penghasilan Kena Pajak atau PKP adalah dasar untuk menghitung PPh 21 21. PKP dihitung dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya jabatan dan PTKP.
4. Penerapan Tarif Pajak Progresif
Hitung dan gunakan tarif pajak progresif sesuai dengan PKP yang telah dihitung.
5. Hitung PPh 21 Terutang
PPh 21 yang terutang dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak (PKP) yang telah dihitung sebelumnya.
6. Perhitungkan Masa Pajak Terakhir
Dalam hal karyawan berhenti bekerja sebelum bulan Desember, perhitungan PPh 21 akan disesuaikan secara proporsional dengan masa kerja karyawan yang bersangkutan.
Contoh Perhitungan PPh 21 Karyawan Resign
Tuan A merupakan seorang karyawan di PT BBB dengan rincian penghasilan sebagai berikut;
• Gaji Pokok: Rp20.000.000
• Tunjangan: Rp4.000.000
• Bonus: Rp10.000.000
• Biaya Jabatan: 5% x (Rp20.000.000 + Rp4.000.000 + Rp10.000.000) = Rp1.700.000 (sesuai ketentuan maksimal Rp500.000 per sebulan)
• PTKP (TK/0): Rp54.000.000 per tahun (status lajang, tanpa tanggungan)
Langkah Perhitungan
• Penghasilan Bruto: Rp20.000.000 + Rp4.000.000 + Rp10.000.000 = Rp34.000.000
• Pengurangan: Biaya Jabatan = Rp500.000
• Penghasilan Neto: Rp34.000.000 – Rp500.000 = Rp33.500.000
• PKP: Rp33.500.000 – Rp4.500.000 (PTKP per bulan) = Rp29.000.000
• PPh 21 Terutang: Tarif pajak 5% x Rp29.000.000 = Rp1.450.000
Apa Kewajiban Perusahaan terhadap Karyawan Resign?
Tanggung jawab perusahaan terhadap karyawan yang mengakhiri hubungan kerja karena pengunduran diri tercantum dalam peraturan perundang undangan di bidang ketenagakerjaan dan perpajakan. Perusahaan punya tanggung jawab soal pajak untuk karyawan yang keluar dari kerja, sesuai dengan aturan dari pemerintah tentang pajak penghasilan dan peraturan peraturan lainnya.
• Lakukan perhitungan dan pemotongan PPh 21 terakhir (Pasal 21 UU PPh).
• Berikan bukti potong PPh 21 kepada karyawan (PER-32/PJ/2015).
• Laporkan pajak yang telah dipotong ke DJP (PMK 16/PMK.03/2010).
• Setorkan pemotongan pajaknya (UU KUP)

Tips Menghitung Pajak Karyawan Mengundurkan Diri
Guna memastikan proses perhitungan pajak bagi karyawan yang mengakhiri hubungan kerja karena pengunduran diri berjalan dengan baik, anda dapat mengikuti panduan berikut;
• Lakukan verifikasi status PTKP karyawan sebelum memulai perhitungan.
• Kategorikan penghasilan reguler dan pesangon secara terpisah.
• Terapkan ketentuan biaya jabatan sesuai dengan peratiuran yang berlaku.
• Manfaatkan perangkat lunak akuntansi atau HR, seperti aplikasi HRIS Mekari Talenta, untuk memastikan akurasi perhitungan.
• Diskusikan dengan konsultan pajak apabila terdapat kasus-kasus yang kompleks atau memerlukan penanganan khusus.

Cara Mengatasi Kendala Pembuatan Kata Sandi (Password) dan Frasa Sandi (Passphrase) di Coretax DJP

Cara Mengatasi Kendala Pembuatan Kata Sandi (Password) dan Frasa Sandi (Passphrase) di Coretax DJP

Cara Mengatasi Kendala Pembuatan Kata Sandi (Password) dan Frasa Sandi (Passphrase) di Coretax DJP

 

PT Jovindo Solusi Batam selalu siap membantu anda mengenai konsultan pajak, pembukuan, dan manajemen. Dalam pembahasan kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan memberikan sebuah informasi mengenai  Cara Mengatasi Kendala Pembuatan Password dan Passphrase di Coretax DJP

Transformasi Digital Perpajakan dengan Coretax DJP

Pemerintah, melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP), telah meluncurkan sistem administrasi perpajakan digital bernama Coretax pada tanggal 1 Januari 2025. Sistem ini merupakan bagian dari Proyek Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2018.

Coretax bertujuan untuk meningkatkan efisiensi layanan perpajakan dengan menyediakan akses digital bagi wajib pajak untuk mengelola berbagai kebutuhan administrasi perpajakan. Meskipun Coretax akan menjadi sistem utama dalam proses perpajakan mulai tahun 2025, pelaporan SPT Tahunan pada tahun tersebut masih akan menggunakan sistem e-Filing. Penerapan Coretax dalam pelaporan SPT Tahunan baru akan dimulai pada awal Tahun 2026 untuk tahun pajak 2025. Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) tetap harus menyampaikan SPT Tahunan sebelum Tanggal 31 Maret 2025, sementara Wajib Pajak Badan memiliki batas waktu hingga tanggal 30 April 2025.

Proses Registrasi dan Kendala dalam Pembuatan Kata Sandi dan Frasa Sandi

Untuk dapat mengakses layanan Coretax, pengguna diwajibkan mendaftarkan akun melalui laman resmi Coretax DJP di coretaxdjp.pajak.go.id.Proses  Registrasi melibatkan pengisian data diri, seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Setelah itu, pengguna akan diminta untuk membuat kata sandi (password) baru dan frasa sandi (passphrase) yang akan digunakan sebagai tanda tangan elektronik.

Namun, tidak sedikit pengguna yang mengalami kendala dalam proses pembuatan kata sandi  dan frasa sandi ini. Masalah ini cukup sering terjadi dan membuat pengguna kesulitan untuk  menyelesaikan pendaftaran. Untuk mengatasi masalah tersebut, ada beberapa solusi yang dapat dilakukan agar pembuatan akun Coretax berjalan lancar.

Tips Mengatasi Kegagalan Membuat Kata Sandi (Password) dan Frasa Sandi (Passphrase) di Coretax

  1. Hindari Penggunaan Karakter Khusus
    Salah satu penyebab umum kegagalan pembuatan kata sandi dan frasa sandi adalah penggunaan karakter khusus yang tidak sesuai dengan ketentuan sistem. Beberapa karakter seperti garis miring (/), tanda kutip (‘), dan simbol plus (+) tidak diperbolehkan dalam kata sandi dan frasa sandi Coretax. Sebagai gantinya, dapat menggunakan karakter yang didukung seperti ampersand (&) dan simbol dollar ($).
  2. Pastikan Format kata sandi dan frasa sandi Sesuai
    Setiap sistem memiliki aturan tertentu dalam pembuatan kata sandi dan frasa sandi. Oleh karena itu, pengguna harus membaca dengan cermat ketentuan yang telah ditetapkan oleh Coretax DJP. Biasanya, sistem akan meminta kombinasi huruf besar, huruf kecil, angka, dan karakter khusus yang diperbolehkan agar kata sandi  aman.
  3. Menggunakan Email atau Nomor Telepon yang Terdaftar
    Saat melakukan pengaturan ulang kata sandi atau membuat frasa sandi, sistem akan mengirimkan tautan verifikasi ke email atau nomor telepon yang telah terdaftar. Pastikan alamat email atau nomor telepon yang dimasukkan masih aktif dan dapat diakses. Bila tidak  menerima email atau SMS verifikasi, periksa folder spam atau coba beberapa saat lagi.
  4. Periksa Koneksi Internet dan Coba Ulangi
    Terkadang, kegagalan dalam membuat kata sandi atau frasa sandi bisa terjadi akibat koneksi  internet yang tidak stabil. Pastikan koneksi internet anda berfungsi dengan baik, dan coba ulangi proses pembuatan kata sandi ( password) atau frasa sandi (passphrase).