Batas Waktu Pelaporan, Penyetoran dan Pembayaran Pajak

Konsultan Pajak Batam–Kini makin banyak saja orang yang ingin menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN, pelaporan pajak online dan untuk layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan di Surabaya dan untuk di daerah-daerah yang terkait pajak. Nah, di artikel kali ini Konsultan Pajak Batam akan memberikan Anda penjelasan tentang “Batas Waktu Pelaporan, Penyetoran dan Pembayaran Pajak

Barangkali istilah surat pemberitahuan alias SPT sudah cukup akrab untuk sebagian besar orang Indonesia. Apalagi, istilah SPT itu kerap muncul pada media ketika memasuki bulan Maret setiap tahunnya.

Mengapa Maret? Karena pada maret sudah masuk batas akhir pelaporan SPT tahunan wajib pajak orang pribadi (WP OP). Sesuai aturannya, SPT OP wajib disampaikan paling lama 3 bulan setelah akhir tahun pajak.

Sebenarnya, istilah SPT ini tidak hanya tenar pada bulan Maret saja. Bagi wajib pajak badan, terdapat jenis SPT masa yang wajib dilaporkan setiap bulan.

Nah, untuk batas waktu pelaporan pajak dan juga batas waktu pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) itu diatur di dalam PMK-242/PMK.03/2014 dan PMK-243/PMK.03/2014.

SPT Tahunan PPh orang Pribadi

Di awal artikel ini, sudah disebut bahwa untuk penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) paling lama tiga bulan setelah akhir tahun pajak.

Tahun Pajak

Merupakan jangka waktu satu tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak tersebut menggunakan tahun buku yang tidak sama seperti tahun kalender.

Dikecualikan dari kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan ialah Wajib Pajak OP yang dalam satu tahun Pajak menerima ataupun memperoleh penghasilan neto yang tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Untuk kekurangan pembayaran pajak yang terutang tersebut berdasarkan atas SPT Tahunan PPh wajib dibayar lunas sebelum SPT PPh tersebut disampaikan.

SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan

Untuk batas waktu penyampaian SPT-nya paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak.

Pada wajib pajak badan, yang dimaksud dengan Tahun Pajak ialah jangka waktu satu tahun kalender. Kecuali, jika Wajib Pajak tersebut menggunakan tahun buku yang tidak sama seperti tahun kalender.

Untuk kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan ata Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh wajib dibayar lunas sebelum SPT PPh tersebut disampaikan.

Untuk SPT Masa

Untuk batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) nya yakni paling lama 20 hari setelah akhir Tahun Pajak. Menteri Keuangan menentukan untuk tanggal jatuh tempo pembayaran dan juga penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat ataupun Masa Pajak untuk masing-masing jenis pajak, paling lamanya 15 hari setelah saat terutangnya pajak atau saat berakhirnya Masa Pajak.

Untuk tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran pajak, dan juga pelaporan pajak untuk Surat Pemberitahuan (SPT) Masa, yakni sebagai berikut :

  • Bila tanggal jatuh tempo pembayaran pajak bertepatan pada hari libur termasuk hari sabtu ataupun hari libur nasional, maka untuk pembayaran pajak bisa dilakukan pada hari kerja berikutnya.
  • Bila tanggal batas akhir pelaporan bertepatan pada hari libur termasuk hari sabtu ataupun hari libur nasional, ,maka pelaporan bisa dilakukan pada hari kerja berikutnya.
  • Hari libur nasional itu termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan umum yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dan juga cuti bersama secara nasional yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.

 

Cara Buat Faktur Pajak atas Jasa Perjalanan Wisata di e-Faktur 3.2

Konsultan Pajak Batam–Kini semakin banyak orang yang ingin menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN, pelaporan pajak online dan layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan di Surabaya serta untuk di daerah-daerah yang terkait dengan pajak. Nah,di artikel kali ini Konsultan Pajak Batam akan mengulas tentang “Cara Buat Faktur Pajak atas Jasa Perjalanan Wisata di e-Faktur 3.2

Awal tahun ini, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 71/2022 yang mengatur mengenai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan jasa kena pajak (JKP) tertentu di antaranya adalah jasa biro perjalanan wisata dan agen perjalanan wisata.

Dalam beleid tersebut, diatur bahwa pengusaha kena pajak (PKP) yang menyerahkan jasa biro perjalanan wisata dan juga jasa agen perjalanan wisata harus memungut dan juga menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang dengan besaran tertentu.

Besaran tertentu yang dimaksud dalam ketentuan tersebut, yakni 10 persen dari tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Tarif PPN yang berlaku pada 2022 ini adalah sebesar 11 persen. Dengan begitu, tarif efektif  Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan JKP yang berupa jasa biro perjalanan wisata dan juga jasa agen perjalanan wisata sebesar 1,1 persen.

Lantaran menggunakan besaran tertentu dalam penghitungan PPN-nya, maka Pengusaha Kena Pajak (PKP) harus membuat faktur pajak dengan kode transaksi 05. Nah, Konsultan Pajak Batam kali ini akan mengulas mengenai cara membuat faktur pajak dengan kode transaksi 05.

  • Awalnya, buka dan kemudian lakukan login aplikasi e-faktur versi 3.2 lewat perangkat komputer.
  • Setelah itu, buka menu Faktur, lalu pilih submenu Pajak Keluaran, dan klik Administrasi Faktur. Nantinya, sistem akan menampilkan kotak dialog Daftar Faktur Pajak Masukan.
  • Dalam kotak dialog tersebut, klik Rekam Fakturdan kemudian kotak dialog Input Faktur akan tampil di layar.
  • Dalam kotak dialog tersebut, isilah Dokumen Transaksiyang terdiri dari detail transaksi, jenis faktur, tanggal dokumen, laporan SPT, nomor seri faktur pajak, dan juga referensi faktur.
  • Di kolom detail transaksi, pilih 5 – Besaran Tertentu (Pasal 9A ayat (1) UU PPN). Jika sudah, tekan tombol Lanjutkan.
  • Berikutnya, masukkan data lawan transaksi dan kemudian tekan tombol Lanjutkanapabila sudah selesai memasukkan data.
  • Seperti biasa, bila sudah selesai melengkapi data lawan transaksi, tekan tombol Lanjutkan.Nanti, Anda akan diarahkan ke bagian Detail Transaksi. Pada bagian itu, lengkapi kolom yang tersedia lalu tekan tombol Simpan.
  • Kemudian, nanti Anda akan diarahkan kembali ke kotak dialog Daftar Faktur Pajak Keluaran. Apabila Anda ingin memeriksa kembali faktur pajak yang sudah dibuat, maka pilih faktur pajak dalam daftar faktur pajak keluaran. Setelah dipilih, klik Preview. Selesai.

Semoga ulasan di atas bermanfaat untuk anda, khususnya untuk wajib pajak.

 

Bukan Sekadar Pengampunan Pajak, PPS Adalah Kesempatan

Konsultan Pajak Batam–Kini semakin banyak saja orang ingin menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN, pelaporan pajak online dan untuk layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan di Surabaya serta untuk di daerah-daerah lain yang terkait pajak. Nah,di artikel kali ini Konsultan Pajak Batam akan berikan informasi mengenai “Bukan Sekadar Pengampunan Pajak, PPS Adalah Kesempatan

Pemerintah telah menetapkan PMK-196/PMK.03/2021 mengenai Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) Wajib Pajak pada 22 Desember 2021 dan mengundangkan PMK tersebut pada tanggal 23 Desember 2021. Aturan tersebut adalah aturan pelaksanaan untuk Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Sebagaimana yang dinyatakan di dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), Program Pengungkapan Sukarela (PPS) akan berlaku pada tanggal 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengharapkan Wajib Pajak (WP) bisa mengikuti Program Pengungkapan Sukarela (PPS) karena program ini memiliki banyak manfaat untuk Wajib Pajak.

“PPS merupakan kesempatan yang diberikan kepada Wajib Pajak untuk mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum sempat dipenuhi secara sukarela lewat pembayaran PPh (Pajak Penghasilan) berdasarkan atas pengungkapan harta.

Banyak sekali manfaat yang akan didapat Wajib Pajak, di antaranya: terbebas dari sanksi administratif dan juga perlindungan data bahwa data harta yang diungkapkan tidak bisa dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, atau penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak. Program Pengungkapan Sukarela (PPS) ini diselenggarakan dengan asas kesederhanaan, kepastian hukum, dan juga kemanfaatan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak sebelum penegakan hukum dilakukan dengan basis data dari pertukaran data otomatis (AEoI) dan juga data ILAP yang dimiliki Ditjen Pajak,” kata Neil.

Tata Cara Pengungkapan

  • Pengungkapan tersebut dilakukan dengan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) yang disampaikan secara elektronik lewat laman https://pajak.go.id/pps. SPPH tersebut dilengkapi dengan:
    Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) induk;
    b. Bukti pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Final;
    c. Daftar rincian harta bersih;
    d. Daftar utang;
    e. Pernyataan repatriasi dan investasi.
  • Peserta Program Pengungkapan Sukarela (PPS) bisa menyampaikan SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya untuk membetulkan SPPH jika terdapat perubahan harta bersih ataupun kesalahan tulis, hitung, dan perubahan tarif.
  • Peserta Program Pengungkapan Sukarela (PPS) bisa mencabut keikutsertaan dalam PPS dengan cara mengisi SPPH selanjutnya dengan nilai 0. Peserta Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang mencabut SPPH tersebut dianggap tidak ikut PPS dan juga tidak bisa lagi menyampaikan SPPH berikutnya.
  • Pembayaran dilakukan dengan menggunakan Kode Akun Pajak (KAP) Pajak Penghasilan (PPh) Final 411128 dan Kode Jenis Setoran (KJS) untuk kebijakan I, 427, dan untuk kebijakan II, 428. Pembayaran tersebut tidak bisa dilakukan dengan Pemindahbukuan (Pbk).
  • Pajak Penghasilan (PPh) Final yang wajib dibayarkan sebesar tarif dikali dengan nilai harta bersih (harta dikurang utang).
  • Untuk kebijakan I, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2015, yakni sebagai berikut:

a. Nilai nominal, untuk harta kas/setara kas.
b. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk tanah atau bangunan dan juga Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) untuk kendaraan bermotor.
c. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk., untuk emas dan juga perak.
d. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk saham dan juga waran yang diperjualbelikan di PT BEI.
e. Nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia untuk SBN dan juga efek bersifat utang atau sukuk yang diterbitkan perusahaan.
f. Bila tidak ada pedoman, maka menggunakan hasil penilaian Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP).

  • Untuk kebijakan II, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2020, yakni sebagai berikut:

a. Nilai nominal, untuk kas/setara kas.
b. Harga perolehan, untuk selain kas/setara kas.
c. Bila tidak diketahui, maka menggunakan nilai wajar per 31 Desember 2020 dari harta sejenis/setara berdasarkan atas penilaian Wajib Pajak.

Apa itu Tax Planning?

Konsultan Pajak Batam–Kini semakin banyak orang menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN, pelaporan pajak online dan juga untuk layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya serta untuk daerah-daerah yang terkait pajak. Nah,Kali ini Konsultan Pajak Batam akan berikan penjelasan mengenai ”Apa itu Tax Planning?

Tax planning (perencanaan pajak) adalah suatu upaya yang gunanya untuk mengurangi ataupun membuat suatu beban pajak seminimal mungkin untuk bisa dibayarkan kepada negara sehingga nantinya pajak yang akan dibayarkan kepada negara tidak melebihi dari jumlah yang sebenarnya. Perencanaan pajak yang di maksud tersebut menjadi salah satu hal terpenting yang perlu dilakukan oleh perusahaan karena pada dasarnya untuk perusahaan, pajak merupakan beban yang bisa mengurangi laba bersihnya. Sehingga dengan dilakukannya suatu perencanaan pajak tersebut, suatu perusahaan bisa menjauhkan dirinya dari seluruh risiko ketidakpatuhan perpajakan yang akan sangat meminimalisir utang pajak yang tak terduga.

Menurut William H. Hoffman seorang ahli dan penulis buku menjelaskan bahwa tax planning merupakan suatu upaya wajib pajak untuk mendapat penghematan pajak /tax saving lewat prosedur penghindaran pajak/tax avoidance dengan secara sistematis sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Biasanya salah satu yang dilakukan pada manajemen perpajakan itu akan dilakukan dengan tetap mematuhi peraturan perpajakan yang ada alias legal. Legal yang dimaksud tersebut adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk penghematan pajak dengan cara memanfaatkan hal-hal yang tidak terdapat dan juga tidak diatur di dalam undang-undang sehingga tidak akan ada pelanggaran konstitusi ataupun UU Perpajakan yang berlaku.

Setidaknya ada dua tujuan untuk melakukan kegiatan perencanaan pajak ini, Berikut ini rinciannya:

  1. Untuk memperkecil pengeluaran perusahaan yang digunakan untuk membayar pajak sehingga biaya yang dikeluarkan tersebut lebih efisien.
  2. Untuk memperhitungkan dan juga menyiapkan pembayaran pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku supaya tidak timbul sanksi ataupun denda yang justru akan memperbeasr pengeluaran pajak. Tujuannya bukan untuk mengelak membayar pajak namun untuk mengatur agar pajak yang dibayar tersebut tidak lebih dari jumlah yang seharusnya.

Perencanaan pajak ini terbagi atas dua jenis yakni seperti berikut: 

  1. National Tax Planning yang dalam praktiknya berpedoman pada UU domestik. Pada national tax planning ini biasanya dilakukan oleh wajib pajak badan yang hanya mempunyai usahanya di Indonesia saja/dengan kata lain perusahaan yang hanya melakukan transaksi dengan wajib pajak dalam negeri.
  2. International Tax Planning yang dalam praktiknya biasanya sering dilakukan oleh wajib pajak badan yang mempunyai kegiatan ataupun usaha baik itu di dalam negeri ataupun di luar negeri. Dalam international tax planning ini umumnya dilakukan bila wajib pajak melakukan transaksi tak hanya dengan wajib pajak dalam negeri tetapi juga melakukan transaksi tersebut dengan wajib pajak dari luar negeri dan juga harus mendasar pada Undang-Undang/perjanjian pajak ataupun tax treaty yang berlaku.

Tetapi, untuk suatu perusahaan yang menjalankan tax planning atau perencanaan pajak ini sebaiknya perusahaan tersebut bisa memahami persyaratan-persyaratan yang terdapat pada tax planning.

Lalu apa saja persyaratan dari Tax Planning? Berikut ini rincian persyaratannya:

  • Tidak menyimpang dari peraturan perpajakan. Jika melanggar ketentuan perpajakan, maka akan beresiko untuk Wajib Pajak. Hal ini bisa mengancam keberhasilan dari Tax Planning tersebut.
  • Bukti transaksi dan juga data lainnya tidak fiktif (sesuai dengan keadaan yang sebenarnya)
  • Bisa diterima secara bisnis dan juga pajak. Hal ini berhubungan dengan perencaan perusahaan secara menyeluruh. Apabila pelaksaan Tax Planning itu tidak masuk akal secara bisnis, maka akan melemahkan perencanaan itu sendiri.

 

 

Transfer Pricing, Kenali Istilah Finansial Ini dan Tujuan Penerapannya!

Konsultan Pajak Batam–Sekarang ini semakin banyak orang yang mau menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN, pelaporan pajak online dan untuk layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya, juga untuk di daerah-daerah lainnya yang terkait dengan pajak. Nah, Kali ini ada informasi yang akan Konsultan Pajak Batam sampaikan tentang “Transfer Pricing, Kenali Istilah Finansial Ini dan Tujuan Penerapannya!

Transfer pricing merupakan suatu kebijakan yang diatur oleh perusahaan untuk menentukan harga transfer atas suatu transaksi, baik itu harga atas barang, jasa, harta tak berwujud, maupun transaksi finansial yang dilakukan oleh perusahaan. Transfer pricing itu dapat pula diartikan sebagai besaran harga yang dibebankan satuan usaha individu pada perseroan multi satuan terhadap transaksi yang terjadi di antara mereka.

Tujuan Penerapan Transfer Pricing

Apakah Anda tahu apa saja tujuan dari transfer pricing? Ada 7 hal yang menjadi tujuan dari transaksi ini, berikut ini rinciannya:

1. Untuk Pengoptimalan terhadap penghasilan global setelah dipotong pajak.

2. Untuk evaluasi kinerja cabang perusahaan mancanegara.

3. Untuk mengupayakan keamanan posisi kompetitif.

Tujuan dari Upaya keamanan ini adalah untuk memaksimalkan penghasilan global, mengamankan posisi kompetitif cabang perusahaan, mengevaluasi kinerja cabang perusahaan mancanegara, menghindari pengendalian devisa, untuk mengurangi risiko moneter, untuk mengatur arus kas cabang perusahaan, membina hubungan baik dengan administrasi setempat, untuk mengurangi risiko pengambilalihan oleh pemerintah, mengurangi beban pengenaan pajak dan juga bea masuk.

4. Untuk mengurangi risiko keuangan.

5. Untuk mengatur arus kas pada cabang perusahaan.

6. Untuk mengurangi risiko pengambilalihan pemerintah.

7. Untuk mengurangi beban tanggungan pajak dan juga bea masuk

Jenis dan Aspek Transfer Pricing

Berdasarkan atas pihak yang terlibat di dalamnya, transaksi ini bisa dikelompokan menjadi 2 jenis, yakni sebagai berikut:

1. Intercompany transfer pricing

Adalah transaksi yang terjadi antara 2 perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa.

2. Intracompany transfer pricing

Adalah transaksi yang terjadi antar divisi dalam suatu perusahaan.

Transfer pricing ini bisa dilakukan pada suatu perusahaan dalam suatu negara (domestic transfer pricing), ataupun dengan negara yang berbeda (international transfer pricing).

Transfer pricing itu meliputi beberapa aspek, seperti berikut:

  • Harta Berwujud

Harta berwujud itu merujuk pada seluruh aset fisik bisnis, yang bisa meliputi persediaan (bahan mentah, barang setengah jadi, barang jadi, dan barang dagangan lainnya), mesin dan peralatan, inventaris, tanah dan bangunan, barang modal dan juga bidang keperluan usaha yang lainnya.

  • Harta Tidak Berwujud

Harta tak berwujud dari aspek transfer pricing ini dibedakan antara manufacturing intangibles (yang timbul karena kegiatan pabrikasi ataupun upaya peneliatan dan juga pengembangan oleh produsen) dan marketing intangibles (yang berasal dari upaya pemasaran, distribusi dan juga jasa purna jual)

  • Penyerahan Jasa

Dari aspek harga transfer, penyerahan jasa kepada pihak yang memiliki hubungan istimewa bisa berkisar dari yang sederhana, yakni seperti jasa rutin akuntansi & legal, jasa teknis antar perusahaan, serta pengiriman karyawan.

Motivasi Transfer Pricing di Indonesia

Lantaran terdapat beberapa motif yang diketahui pemerintah mengenai manipulasi harga ini, maka perusahaan diwajibkan oleh Ditjen Pajak untuk melakukan transaksi afiliasi di dalam dan juga luar negeri. Hal tersebut dilakukan guna menyusun dan juga menyerahkan Dokumen Penetapan Harga Transfer sesuai dengan kebijakan pelaporan yang telah ditetapkan.

Terdapat beberapa hal yang menjadi motivasi untuk dilaksanakannya manipulasi harga ini di Indonesia, berikut rinciannya:

  1. Pengurangan objek pajak.
  2. Penurunan pengaruh depresiasi.
  3. Pelonggaran pengaruh pembatasan kepemilikan luar negeri.
  4. Menguatkan tuntutan kenaikan harga ataupun proteksi terhadap saingan impor.
  5. Memperkecil akibat pembatasan dan juga ketidakpastian terhadap risiko kegiatan usaha perusahaan luar negeri.

 

Perbedaan Antara PPN dan PPh 23 dalam Kewajiban Pajak

Konsultan Pajak Batam–Kini semakin banyak orang yang mau menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN, pelaporan pajak online dan juga untuk layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan di Surabaya serta di daerah-daerah lainnya yang terkait dengan pajak. Nah, Kali ini Konsultan Pajak Batam akan memberikan Anda ulasan mengenai “Perbedaan Antara PPN dan PPh 23 dalam Kewajiban Pajak

Pajak sudah sangat familiar di dalam kehidupan kita. Meskipun masih banyak orang awam yang belum memahami dengan baik segala peraturan pajak. Tetapi, untuk wajib pajak memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan segala kewajiban pajak. Untuk wajib pajak badan atau seorang pengusaha tentu saja sudah sangat familiar dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) 23 jasa yang merupakan 2 jenis pajak pusat.  Kedua jenis pajak ini sudah sangat lekat untuk seorang pengusaha ataupun pelaku bisnis.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan kepada setiap pertambahan nilai dari barang dan juga jasa yang diedarkan dari produsen ke konsumen. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ini ialah jenis pajak tidak langsung, lantaran pungutan pajaknya disetor oleh konsumen akhir bukan oleh pedagang ataupun produsen. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) 23 Jasa tentu saja merupakan jenis pajak yang berbeda. Oleh karena itu, anda perlu melihat penjelasan berikut ini.

Pada pajak tentu saja kita mengenal istilah objek pajak. Berdasarkan atas UU 42 Tahun 2009, objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) meliputi:

  1. Penyerahan Barang Kena Pajak dalam daerah pabean yang dilakukan pengusaha
  2. Penyerahan Jasa Kena Pajak dalam daerah pabean yang dilakukan pengusaha
  3. Impor Barang Kena Pajak
  4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud di dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
  5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
  6. Ekspor Barang Kena Pajak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
  7. Ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
  8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak

Sedangkan Pajak Penghasilan (PPh) 23 Jasa ialah pajak yang dibebankan pada penghasilan atas penyerahan jasa atau hadiah yang sudah dipotong PPh pasal 21. Secara garis besar, jenis penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) 23 Jasa diantaranya adalah imbalan sehubungan jasa teknik, jasa konstruksi, jasa manajemen, jasa konsultan dan juga jasa lain selain jasa yang sudah dipotong Pajak Penghasilan (PPh) sebagaimana yang di maksud di dalam pasal 21 UU PPh.

Dalam Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk dasar pengenaannya meliputi jumlah harga jual, penggantian, nilai ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan oleh menteri keuangan sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang. Untuk tarif yang dikenakan pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yaitu sebesar 11 persen. Lalu, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 0 persen dikenakan atas Ekspor BKP Berwujud & juga BKP Tidak Berwujud dan Ekspor Jasa Kena Pajak (JKP). Tarif tersebut bisa berubah menjadi 5 persen sampai 15 persen sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Sedikit berbeda dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pada Pajak Penghasilan (PPh) 23 Jasa pajak dibebankan pada penghasilan atas penyerahan jasa/ hadiah yang sudah dipotong Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21. Dengan ketentuan pelaporan dan juga penyetoran Pajak Penghasilan (PPh) 23 Jasa yang meliputi:

  1. Pajak Penghasilan (PPh) 23 Jasa terutang pada akhir bulan dilakukan pembayaran, disediakan untuk dibayar ataupun sudah jatuh tempo pembayarannya
  2. Pajak Penghasilan (PPh) 23 Jasa disetor pemotong pajak paling lambatnya pada tanggal 10 bulan berikutnya setelah saat terutang pajak
  3. SPT masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir

Untuk tarif Pajak Penghasilan (PPh) 23 Jasa dikenakan atas jumlah bruto dari penghasilan. Dalam Pajak Penghasilan (PPh) 23 Jasa berlaku 2 jenis tarif yakni 15 persen dan 2 persen tergantung dari objek pajak. Tarif PPh 15 persen dari jumlah bruto atas:

  1. Dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi yang dikenakan bunga dan juga royalti
  2. Hadiah danjuga penghargaan selain yang sudah dipotong Pajak Penghasilan (PPh) 21

Sedangkan untuk tarif PPh 2 persen dari jumlah bruto atas imbalan atas jasa seperti:

  1. Jasa perancang
  2. Jasa manajemen
  3. Jasa konstruksi
  4. Jasa teknik
  5. Jasa konsultan
  6. Jasa penambangan
  7. Jasa penebangan hutan
  8. Jasa pengeboran di bidang migas kecuali yang dilakukan Bentuk Usaha Tetap (BUT)
  9. Jasa penunjang di bidang penambangan selain migas
  10. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara

Sekian Informasi mengenai Perbedaan Antara PPN dan PPh 23 dalam Kewajiban Pajak. semoga ulasan di atas dapat bermanfaat untuk Anda, Khusus nya bagi Wajib Pajak (WP).

Jika Terjadi Hal Ini, Wajib Pajak Peserta PPS Bisa Diperiksa DJP

Konsultan Pajak Batam–Kini semakin banyak orang yang mau memakai jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN mereka, pelaporan pajak online dan layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya serta di daerah lain yang terkait dengan pajak. Nah, Kali ini akan berikan informasi tentang “Jika Terjadi Hal Ini, Wajib Pajak Peserta PPS Bisa Diperiksa DJP

Wajib pajak peserta kebijakan II Program Pengungkapan Sukarela (PPS) tidak serta merta dapat terbebas dari pemeriksaan oleh Ditjen Pajak (DJP).

Sesuai dengan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 196/2021, terhadap wajib pajak orang pribadi peserta Program Pengungkapan Sukarela (PPS) tidak diterbitkan ketetapan pajak atas kewajiban perpajakan untuk tahun pajak 2016 sampai tahun pajak 2020.

Kewajiban perpajakan yang dimaksud tersebut antara lain Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi, pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan (PPh), dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Tetapi, Ditjen Pajak bisa menerbitkan ketetapan pajak atas pajak yang telah dipotong ataupun dipungut, namun belum disetorkan.

Selain itu, Ditjen Pajak juga masih bisa menerbitkan ketetapan pajak atas harta yang belum ataupun kurang diungkap dalam surat pemberitahuan pengungkapan harta (SPPH).

Harta yang belum atau kurang diungkap tersebut adalah harta yang tak diungkapkan samapi 30 Juni 2022 ataupun harta yang terkena penyesuaian nilai dari Ditjen Pajak (DJP).

Jika wajib pajak mendapatkan informasi tentang harta yang belum atau kurang diungkap pada surat pemberitahuan pengungkapan harta (SPPH) maka harta itu diperlakukan sebagai penghasilan yang bersifat final pada tahun pajak 2022.

Penghasilan bersifat final itu dikenakan PPh final sebesar 30 persen sekaligus sanksi administrasi yakni berupa bunga sesuai dengan suku bunga acuan ditambah uplift factor 15 persen. Pengenaan pajak sekaligus bunga ini dilakukan lewat penerbitan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB).

Demikian informasi yang dapat kami sampaikan, semoga informasi di atas dapat bermanfaat untuk anda khususnya bagi wajib pajak.

 

Faktur Pajak: Pengertian, Jenis, dan Fungsi faktur pajak

Konsultan Pajak Batam–Kini semakin banyak orang yang ingin memakai jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN, pelaporan pajak online dan juga layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya serta di daerah yang terkait dengan pajak. Nah, Kali ini akan ada pembahasan tentang “Faktur Pajak: Pengertian, Jenis, dan Fungsi faktur pajak

Pengertian Faktur Pajak

Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak Pengusaha Kena Pajak (PKP), yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) ataupun penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP).

Jadi artinya, ketika Pengusaha Kena Pajak (PKP) menjual suatu barang ataupun jasa kena pajak, ia perlu menerbitkan Faktur Pajak untuk tanda bukti dirinya telah memungut pajak dari orang yang sudah membeli barang/jasa kena pajak tersebut.

Perlu diingat bahwa barang ataupun jasa kena pajak yang diperjualbelikan itu, sudah dikenai biaya pajak selain harga pokoknya.

Pengusaha Kena Pajak (PKP) ialah bisnis/perusahaan/pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) / Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pengusaha Kena Pajak (PKP) harus dikukuhkan terlebih dahulu oleh Ditjen Pajak (DJP), dengan beberapa persyaratan yang telah ditentukan.

Perlu untuk diingat, bahwa Faktur Pajak itu harus dibuat oleh PKP untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP), ekspor Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud, dan juga ekspor Jasa Kena Pajak (JKP).

Jenis-jenis Faktur Pajak

  • Faktur Pajak Keluaran merupakan faktur pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada saat melakukan penjualan terhadap Barang Kena Pajak (BKP), Jasa Kena Pajak (JKP), dan atau Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong dalam barang mewah;
  • Faktur Pajak Masukan merupakan faktur pajak yang didapatkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) saat melakukan pembelian terhadap barang kena pajak atau jasa kena pajak dari PKP yang lainnya;
  • Faktur Pajak Pengganti merupakan penggantian atas faktur pajak yang sudah terbit sebelumnya dikarenakan terdapat kesalahan pengisian, kecuali kesalahan pengisian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sehingga, perlu dilakukan pembetulan supaya sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
  • Faktur Pajak Gabungan merupakan faktur pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak (BKP)atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang sama selama satu bulan kalender;
  • Faktur Pajak Digunggung merupakan faktur pajak yang tidak diisi dengan identitas pembeli, nama, dan juga tandatangan penjual yang hanya boleh dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pedagang Eceran;
  • Faktur Pajak Cacat merupakan faktur pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan juga tidak ditandatangani termasuk juga kesalahan dalam pengisian kode dan juga nomor seri. Faktur pajak cacat bisa dibetulkan dengan membuat faktur pajak pengganti;
  • Faktur Pajak Batal merupakan faktur pajak yang dibatalkan lantaran adanya pembatalan transaksi. Pembatalan itu harus dilakukan ketika ada kesalahan pengisian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam faktur pajak.

Ada juga dokumen tertentu yang kedudukannya itu dipersamakan dengan faktur pajak. Yakni dokumen yang tidak memiliki format sebagaimana seperti faktur pajak pada umumnya, namun tetap dipersamakan kedudukannya.

Contohnya seperti tagihan listrik, tagihan telepon selular, tagihan pemakaian air, dan lain sebagainya.

Fungsi Faktur Pajak

Faktur Pajak ini sangat berguna untuk Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dengan adanya faktur pajak ini maka Pengusaha Kena Pajak (PKP) memiliki bukti bahwa PKP sudah melakukan penyetoran, pemungutan sampai dengan pelaporan SPT Masa PPN sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Faktur pajak bisa dibetulkan. Jadi bila PKP melakukan suatu kesalahan dalam proses pengisian, maka PKP bisa melakukan pembetulan. Bila tidak melakukan pembetulan sama sekali, maka hal ini akan sangat merugikan PKP yaitu pada saat auditor memeriksa pajak PKP tersebut.

 

Pajak Tangguhan, Pahami Definisi & Konsep Dasarnya dengan Mudah

Konsultan Pajak Batam–Kini sangat banyak orang yang memakai jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN, pelaporan pajak online dan juga layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya serta di daerah lain yang terkait pajak. Nah, isi artikel kali ini akan membahas tentang “Pajak Tangguhan, Pahami Definisi & Konsep Dasarnya dengan Mudah

Apa itu Pajak Tangguhan

Apakah Anda pernah mendengar istilah pajak tangguhan? jika belum, Anda menyimak artikel berikut ini yang akan memberikan Anda pemahaman dan juga konsep pajak tangguhan yang mudah untuk dimengerti.

Jika Dilihat dari aspek perpajakannya, pajak tangguhan adalah beban pajak atau deferred tax expense yang bisa memberikan pengaruh seperti menambah ataupun mengurangi beban pajak yang wajib dibayar di masa yang akan datang.

Sebenarnya jika dilihat secara definisi, pajak tangguhan pun bisa dilihat dari 2 sisi, yakni dari sudut pandang akuntansi sebagai akun aset, dan dari sisi liabilitas (utang yang wajib dilunasi atau pelayanan yang perlu dilakukan di masa mendatang pada pihak lain).

1. Definisi Berdasarkan Sudut Pandang Aset

Jika Dilihat dari sisi aset, pajak tangguhan adalah jumlah Pajak Penghasilan (PPh) yang bisa dipulihkan pada periode masa depan akibat akumulasi rugi pajak yang belum dikompensasi dan juga akumulasi kredit pajak yang belum dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam peraturan perpajakan.

2. Definisi Berdasarkan Sudut Pandang Liabilitas

Jika dilihat dari sisi liabilitas, Pajak tangguhan sebenarnya timbul lantaran perbedaan beban antara peraturan perpajakan (fiskal) dengan standar akuntansi keuangan (komersial). Perbedaan saat pengakuan ini mengakibatkan pendapatan ataupun beban yang diakui pada masing-masing periode berbeda, tetapi pada akhirnya, secara keseluruhan, jumlah total yang diakui antara peraturan secara fiskal dan juga komersial akan sama. Untuk Perbedaan ini biasa dikenal dengan istilah “temporary different”.

Konsep Dasar Pajak Tangguhan 

Untuk menghitung beban pajak ini di akhir tahun, biasanya menggunakan pendekatan komersial. Dalam hal ini ada empat kegiatan utama sesuai dengan PSAK yakni sebagai berikut:

1. Pengakuan

Pengakuan pajak tangguhan dalam akuntansi perpajakan ialah dengan pengakuan aktiva dalam kewajiban perpajakan yang ditunda pada financial reports (Laporan Keuangan).

2. Pengukuran

Pengukuran pajak tangguhan tidak dihitung dengan menggunakan tarif pajak yang berlaku saat ini, tetapi menggunakan tarif saat aset direalisasikan ataupun kewajiban dilunasi. Teknikalnya, pengakuan kewajiban dan juga aktiva pajak ini dilakukan terhadap kerugian fiskal yang masih dapat dikompensasikan. Kemudian, temporary difference antara laporan keuangan komersial dengan fiskal yang kena pajak akan dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku.

3. Penyajian

Untuk penyajian aset dan juga kewajiban pajak tangguhan harus dipisah dari aset dan kewajiban saat ini. Dan keduanya pun disajikan dalam unsur tidak lancar di dalam neraca. Hal Ini pun berlaku untuk beban ataupun penghasilan pajak ini.

4. Pengungkapan

Pengungkapan pajak tangguhan diatur di dalam PSAK No. 46 dimana di dalamnya dijelaskan tentang hal-hal yang berhubungan dengan pajak ini hingga diharuskannya untuk mengungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Perlu diingat, bila laba akuntansi lebih besar dari pada laba fiskal (pajak), maka akan muncul kewajiban pajak tangguhan. Kemudian, jika Saat laba fiskal lebih besar dari pada laba akuntansi, maka akan muncul aset pajak tangguhan. Perlu Anda ketahui bahwa pajak tangguhan ini tidak dapat dihindari.

Sekian penjelasan mengenai pajak tangguhan, semoga penjelasan di atas dapat bermanfaat untuk Anda.

Apa Itu Dividen: Pengertian, dan Jenis-jenisnya

Konsultan Pajak Batam–Kini makin banyak saja orang yang memakai jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN, pelaporan pajak online dan juga untuk layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya serta untuk daerah lain yang terkait pajak. Nah,Kali ini akan berikan ulasan tentang “Apa Itu Dividen: Pengertian, dan Jenis-jenisnya

Dividen merupakan istilah yang sudah tidak asing lagi, terutama untuk mereka yang berinvestasi saham. Dividen itu salah satu hal yang paling dinanti-nanti oleh para investor di pasar modal. Lantas, apakah yang dimaksud dengan dividen?

Apa itu Dividen                                                   

Secara umum, dividen merupakan pembagian laba ataupun hasil yang dibayarkan kepada pemegang saham berdasarkan atas jumlah saham yang dimiliki. Biasanya, dividen yang dibagikan tersebut bisa dalam bentuk uang tunai ataupun saham.

Sementara itu, Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) dividen ialah bagian laba ataupun pendapatan perusahaan yang besarnya ditetapkan oleh direksi dan disahkan oleh rapat pemegang saham untuk dibagikan kepada para pemegang saham.

Singkatnya, dividen ialah hak ataupun jatah dari perusahaan yang mendapatkan keuntungan kepada pihak yang menjadi investor atau pemegang saham.

Biasanya, dividen itu dibagikan oleh perusahaan selama setahun sekali ataupun 2 kali. Tetapi, ada juga perusahaan yang tidak membagikan dividen karena dana yang berasal dari pendapatan perusahaan tersebut akan diinvestasikan untuk modal usaha.

Kondisi itu disebut dengan laba ditahan. Selain itu, perusahaan yang mencatatkan rugi pun biasanya tidak membagikan dividen.

Jenis-jenis dividen

Dilihat dari Gramedia blog, terdapat 5 jenis dividen yang perlu Anda ketahui. Berikut ini rinciannya:

1. Dividen tunai

Dividen tunai ialah dividen yang dibagikan oleh sebuah perusahaan kepada para pemegang sahamnya dalam bentuk uang tunai atau cash.

2. Dividen saham

Dividen saham ialah pembagian dividen yang dilakukan dalam bentuk saham dari sebuah perusahaan yang diberikan untuk para investornya. Sesuai dengan namanya, investor tidak mendapatkan uang tunai dari pembagian dividen tersebut. Melainkan akan mendapatkan peningkatan pada jumlah sahamnya.

3. Dividen properti

Dividen properti  ialah dividen yang didistribusikan menjadi dalam bentuk aset. Dividen ini merupakan jenis dividen yang cukup jarang dilakukan, lantaran proses pembagiannya yang relatif tidak mudah.

4. Dividen likuidasi

Dividen likuidasi ialah dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham yang berupa sebagian laba dan juga sebagian pengembalian modal.

Perusahaan yang akan memberikan dividen likuidasi tersebut umumnya adalah perusahaan yang memiliki rencana untuk menghentikan perusahaannya ataupun perusahaan tersebut sedang mengalami kebangkrutan.

5. Dividen janji hutang

Dividen janji hutang ialah dividen yang dibagikan dari perusahaan kepada pemegang saham yang berupa surat janji hutang. Untuk jenis dividen ini, perusahaan berjanji kepada para investornya bahwa akan membayarkan dividen tersebut pada waktu yang telah ditentukan.