Kepastian Hukum bagi Investor P2P Lending

Konsultan Pajak Batam-Saat ini banyak sekali masyarakat yang ingin menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN,  pelaporan pajak online, atau juga untuk layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya serta untuk di daerah lain yang terkait pajak. Nah, kali ini Konsultan Pajak Batam akan membahas tentang “Kepastian Hukum bagi Investor P2P Lending

Adakah dari kalian yang menjadi investor P2P Lending? Masih bingung dengan tata cara pelaporan penghasilan untuk investasi ini? tak perlu khawatir karna DJP mempersembahkan: Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 (PMK 69)! Peraturan Menteri Keuangan (PMK) ini menjadi salah satu aturan pelaksana Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2022 mengenai Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) sekaligus memberikan kepastian hukum untuk investor dan juga penyedia jasa layanan finansial teknologi termasuk P2P Lending.

Apa itu P2P Lending?

Pernah berhutang atau diutangin? Nah, P2P Lending (Peer-to-Peer Lending) ini memiliki konsep yang sama. Pihak yang memberikan pinjaman tersebut dinamakan lender dan kemudian pihak yang meminjam disebut borrower. Nantinya Lender  itu mendapatkan keuntungan yakni berupa bunga pinjaman atau bagi hasil dari borrower.

P2P Lending ini identik dengan Peer-to-Peer Marketplace (P2P Marketplace) yang menjadi wadah untuk mempertemukan antara lender dan borrower. Serupa dengan pasar, transaksi dilakukan di sini tetapi bukan jual beli barang melainkan pinjam meminjam.

Pelaporan SPT Tahunan Investor P2P Lending

Penghasilan bunga sudah diatur dalam peraturan perpajakan, pajaknya masuk ke dalam ranah Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23). Pajak itu dipotong oleh pihak pemberi penghasilan atau dalam hal ini disebut dengan lender. Tetapi, tidak semua lender adalah pemotong PPh Pasal 23. Di sisi lain, P2P Marketplace itu hanya menjadi perantara antara lender dan borrower yang tidak ditunjuk sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 sebelum adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 69.

Lantas, bagaimanakah perlakuan perpajakan investasi ini dan juga pelaporannya dalam SPT Tahunan lender?

Hadirnya PMK 69

Pada tanggal 30 Maret 2022, sudah hadir PMK 69 yang menyebutkan P2P Lending untuk pertama kalinya pada Pasal 1 angka 12 yang menyebutnya dengan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Definisi P2P Lending pada PMK ini ialah sebagai penyelenggaraan layanan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam secara langsung lewat sistem elektronik dengan jaringan internet, termasuk juga yang menerapkan prinsip syariah.

Untuk konsep penghasilan dijelaskan dalam Pasal 2, yakni pemberi pinjaman menerima ataupun memperoleh penghasilan dalam bentuk bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman lewat Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam. Penghasilan itu adalah bunga dengan nama dan juga dalam bentuk apapun itu atau imbal hasil berdasarkan atas prinsip syariah.

Dalam Pasal 3 ayat (4) menyebutkan bahwa Penyelenggara Layanan Pinjaman ditunjuk untuk melakukan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2). Pajak penghasilan (PPh) yang dimaksud itu adalah PPh Pasal 23 dengan tarif 15 persen untuk penerima penghasilan WP dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) atau PPh Pasal 26 dengan tarif 20 persen atau sesuai dengan ketentuan dalam persetujuan penghindaran pajak berganda bagi wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT).

Pasal-pasal yang disebutkan di atas menjadi kejelasan hukum perpajakan untuk investasi P2P Lending. P2P Marketplace ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23, jadi disini sudah jelas mengenai mekanisme pelaporan SPT Tahunan lender pada tahun pajak 2022.

Jangan Lupa Lapor SPT Tahun Depan!

Penghasilan bunga P2P Lending adalah penghasilan yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan pemberi pinjaman, keterangan tersebut merupakan bunyi Pasal 3 PMK 69. Dalam Pasal 4 disebutkan Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam wajib membuat Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan dan kemudian memberikan Bukti Pemotongan tersebut kepada pemberi pinjaman.

Jadi artinya pada pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan untuk Tahun Pajak 2022, penghasilan P2P Lending tersebut dimasukkan lender pada bagian pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 sesuai dengan data bukti potong dari P2P Marketplace.

Untuk Anda yang masih bingung tentang pelaporan pajak P2P Lending, jawabannya tercantum pada PMK 69. Jangan ragu lagi untuk berinvestasi. Selain untuk membantu borrower, adanya potongan PPh Pasal 23 tersebut menandakan bahwa uang investasi kita ikut berkontribusi dalam membangun Indonesia!

 

 

Berapa Lama Pemeriksaan Pajak Dilakukan? Begini Ketentuannya

Konsultan Pajak Batam–Kini makin banyak saja orang yang ingin memakai jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN, pelaporan pajak online dan untuk layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya serta untuk daerah lain yang terkait pajak. Nah,Kali ini kami akan berikan Anda informasi tentang “Berapa Lama Pemeriksaan Pajak Dilakukan? Begini Ketentuannya

Ketentuan tentang jangka waktu pemeriksaan pajak diatur pada Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.03/2013 mengenai Tata Cara Pemeriksaan yang sudah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 184/PMK.03/2015 (PMK 184/2015).  Peraturan Menteri Keuangan 184/2015 tersebut kemudian diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 18/PMK/03/2021 (PMK 18/2021) yang merupakan aturan pelaksana UU Cipta Kerja.

Berdasarkan Pasal 15 PMK 184/2015, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam jangka waktu pengujian dan juga  jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan pelaporan.

a. Jangka Waktu Pengujian

Jika pemeriksaan tersebut dilakukan dengan jenis pemeriksaan lapangan, maka jangka waktu pengujian dilakukan paling lama enam bulan. Jangka waktu tersebut dihitung sejak surat pemberitahuan pemeriksaan lapangan disampaikan kepada wajib pajak, sampai dengan tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) disampaikan kepada wajib pajak.

Tetapi, jika pemeriksaan tersebut dilakukan dengan jenis pemeriksaan kantor, maka jangka waktu pengujian dilakukan paling lama empat bulan. Jangka waktu tersebut dihitung sejak tanggal wajib pajak dating untuk memenuhi surat panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) disampaikan kepada wajib pajak,

Berdasarkan Pasal 16 dan 17 ayat (1) PMK 18/2015 jo PMK 18/2021, untuk jangka waktu pengujian pemeriksaan lapangan dan kantor tersebut bisa diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua bulan. Perpanjangan waktu tersebut bisa dilakukan jika terjadi hal-hal seperti berikut:

  1. Pemeriksaan kantor diperluas ke masa pajak, bagian tahun pajak, ataupun tahun pajak yang lainnya
  2. Terdapat konfirmasi ataupun permintaan data dan/atau keterangan kepada pihak ketiga
  3. Ruang lingkup pemeriksaan kantor meliputi seluruh jenis pajak
  4. Berdasarkan atas pertimbangan kepala unit pelaksana pemeriksaan.

Jika pemeriksaan lapangan dilakukan sehubungan dengan wajib pajak kontraktor kontrak kerja sama minyak dan gas bumi, maka wajib pajak dalam 1 grup ataupun wajib pajak yang terindikasi melakukan transaksi transfer pricing dan juga transaksi khusus lainnya yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan, maka jangka waktu pengujian bisa diperpanjang paling lama enam bulan dan bisa dilakukan paling banyak 3x sesuai dengan kebutuhan waktu untuk melakukan pengujian.

Untuk hal dilakukannya perpanjangan jangka waktu pengujian pemeriksaan lapangan ataupun pemeriksaan kantor, kepala unit pelaksana pemeriksaan perlu menyampaikan pemberitahuan perpanjangan jangka waktu pengujian secara tertulis kepada wajib pajak (WP).

Selanjutnya, jika pemeriksaan atas keterangan lain yakni berupa data konkret dilakukan dengan pemeriksaan kantor sesuai dengan Pasal 5 ayat (3) huruf a PMK 18/2015 jo PMk 18/2021, maka jangka waktu pengujian dilakukan paling lama satu bulan. Jangka waktu tersebut dihitung sejak tanggal wajib pajak datang untuk memenuhi surat panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) disampaikan kepada wajib pajak (WP). Untuk jangka waktu pemeriksaan ini tidak bisa diperpanjang.

b. Jangka Waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan Pelaporan

Kemudian, berdasarkan dengan Pasal 15 ayat (5) PMK 18/2015 jo PMK 18/2021, jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan pelaporan, baik itu pemeriksaan lapangan ataupun kantor, dilakukan paling lama dua bulan. Jangka waktu tersebut dihitung sejak tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) disampaikan kepada wajib pajak sampai dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan (LHP).

Selanjutnya, jika pemeriksaan atas keterangan lain yakni berupa data konkret dilakukan dengan pemeriksaan kantor, maka jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan pelaporan dilakukan paling lama sepuluh hari kerja. Jangka waktu tersebut dihitung sejak tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) disampaikan kepada wajib pajak sampai dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan (LHP).

Sesuai Pasal 19 PMK 18/2015 jo PMK 18/2021, jika jangka waktu perpanjangan pengujian pemeriksaan lapangan ataupun perpanjangan jangka waktu pemeriksaan kantor sudah berakhir, maka Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) harus disampaikan kepada wajib pajak.

Harus dipahami juga bila pemeriksaan tersebut dilakukan karena wajib pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, maka jangka waktu sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17 PMK 18/2015 wajib memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang telah diatur pada Pasal 17B Undang-Undang KUP.

 

Kewajiban Perusahaan Asuransi Sebagai Pemungut PPN, Apa Saja?

Konsultan Pajak Batam-kini banyak sekali masyarakat yang ingin menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN,  pelaporan pajak online, atau layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan di Surabaya serta di daerah lainnya yang terkait dengan pajak. Nah, kali ini Konsultan Pajak Batam akan berikan penjelasan mengenai “Kewajiban Perusahaan Asuransi Sebagai Pemungut PPN, Apa Saja?

Ketentuan mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa asuransi saat ini diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 67/PMK.03/2022 mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Penyerahan Jasa Agen Asuransi, Jasa Pialang Asuransi, dan Jasa Pialang Reasuransi.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 67/2022 diatur penyerahan jasa agen asuransi yang dilakukan oleh agen asuransi kepada perusahaan asuransi merupakan penyerahan jasa yang terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tersebut dipungut oleh agen asuransi yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN.

Berikutnya, perusahaan asuransi tersebut wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada saat pembayaran komisi atau imbalan kepada agen asuransi. Besarnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut adalah sebesar 10 persen dari tarif PPN dikalikan dengan komisi atau imbalan yang dibayarkan kepada agen asuransi. Dengan kata lain, tarif efektifnya adalah sebesar 1,1 persen dikali jumlah komisi atau imbalan yang dibayarkan.

Ada pula besaran komisi atau imbalan yang dibayarkan kepada agen asuransi mengacu pada bukti pembayaran komisi yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi tersebut. Bukti pembayaran komisi yang dimaksud tersebut merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak, yang harus dibuat oleh perusahaan asuransi paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah diterimanya pembayaran komisi atau imbalan tersebut.

Setelah melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kemudian perusahaan asuransi menyetorkannya setiap masa pajak menggunakan SSP ataupun menggunakan sarana yang lainnya. Tetapi, berbeda dengan penyetoran atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut oleh pemungut PPN pada umumnya, khusus untuk penyetoran atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut atas jasa agen asuransi ini dilakukan atas nama perusahaan asuransi selaku pemungut PPN tersebut, yang mewakili seluruh agen asuransi yang dipungut PPN-nya.

Terakhir, perusahaan asuransi tersebut wajib untuk melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa agen asuransi yang sudah dipungut dan juga disetor dalam SPT Masa PPN Pemungut (SPT 1107 PUT), paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak dilakukannya pemungutan.

 

Apa Saja Jenis Jasa Perhotelan yang Tidak Dikenakan PPN?

Konsultan Pajak Batam-Saat ini sangat banyak masyarakat yang mau menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN,  pelaporan pajak online, atau juga layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya, dan di daerah lain yang terkait dengan pajak. Nah, kali ini akan berikan informasi mengenai “Apa Saja Jenis Jasa Perhotelan yang Tidak Dikenakan PPN?

Secara umum, jasa perhotelan adalah jenis jasa tertentu yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ketentuan itu diatur pada Pasal 4A ayat (3) huruf l Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) s.t.d.t.d Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 mengenai Harmonisasi Peraturan Perpajakan ( UU PPN s.t.d.t.d UU HPP).

Terdapat jasa tertentu dalam kelompok jasa perhotelan yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) meliputi:

  1. Jasa penyewaan kamar, termasuk tambahannya di hotel, hostel, motel, losmen, rumah penginapan, dan juga fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap; dan
  2. Jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara ataupun pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan juga hostel.

Selanjutnya, yang dimaksud dengan fasilitas tambahannya yaitu fasilitas penunjang yang terkait secara langsung dengan jasa penyewaan kamar tersebut. Antara lain sebagai berikut:

  1. Pelayanan kamar (room service),
  2. Pendingin udara (air conditioning),
  3. Binatu (laundry and dry cleaning) ,
  4. Kasur tambahan (extra bed),
  5. Furnitur dan perlengkapan tetap (fixture),
  6. Telepon, brankas (safety box),
  7. Internet,
  8. Televisi satelit/kabel, dan
  9. Minibar.

Sedangkan, fasilitas untuk tamu yang menginap ialah fasilitas yang mempunyai hubungan secara langsung dengan kegiatan jasa penyewaan kamar dan juga hanya diperuntukkan untuk tamu yang menginap. Misalnya, fasilitas olahraga dan hiburan, teleks, fotokopi, faksimile, dan juga transportasi hotel.

Tetapi, tidak semua kegiatan penyerahan jasa yang dilakukan oleh pengusaha perhotelan tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Berdasarkan Pasal 6 ayat 6) PMK 70/2020, ada tiga jenis jasa yang disediakan oleh pihak hotel yang ditetapkan sebagai objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Ketiga jenis jasa yang dimaksud tersebut yakni sebagai berikut:

  1. Jasa penyewaan ruangan untuk selain kegiatan acara ataupun pertemuan di hotel, hostel dan lain sejenisnya,
  2. Jasa penyewaan unit dan/atau ruangan, termasuk tambahannya dan fasilitas penunjang terkait lainnya, di apartemen, kondominium, dan lain sejenisnya; dan
  3. Jasa biro perjalanan ataupun perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh pengelola jasa perhotelan.

Demikian informasi yang bisa disampaikan. Semoga informasi diatas bisa bermanfaat untuk Anda.

Aset Kripto Mulai Dikenai PPN Bulan Ini, Begini Cara Penghitungannya

Konsultan Pajak Batam-Saat ini semakin banyak masyarakat yang mau menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN,  pelaporan pajak online, atau layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya, dan juga di daerah yang terkait dengan pajak. Nah, kali ini Konsultan Pajak Batam akan berikan ulasan mengenai “Aset Kripto Mulai Dikenai PPN Bulan Ini, Begini Cara Penghitungannya

Untuk transaksi aset kripto telah resmi dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) dan juga pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 bersifat final mulai bulan ini.

Sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 68/2022, ketentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas aset kripto baru berlaku pada 1 Mei 2022. Dengan begitu, terdapat Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan tarif sebesar 0,11 persen bila transaksi dilakukan pada bulan ini.

Bunyi Pasal 5 ayat (2) huruf a PMK 68/2022, “Besaran tertentu … ditetapkan 1 persen dari tarif PPN dikali dengan nilai transaksi aset kripto dalam hal penyelenggara perdagangan lewat sistem elektronik merupakan pedagang fisik aset kripto.”

Jika transaksi dilakukan lewat bursa atau exchanger aset kripto yang tak terdaftar di bursa efek, maka tarif PPN yang akan dikenakan atas penyerahan kripto tersebut naik 2 kali lipat menjadi 0,22 persen.

Tidak Hanya terkait dengan tarif PPN atas penyerahan BKP tak berwujud berupa aset kripto, exchanger pun mengenakan PPN atas jasa kena pajak (JKP) yaitu berupa sarana elektronik yang digunakan sebagai transaksi aset kripto.

Sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 68/2022, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan dikenakan atas JKP jasa penyediaan sarana elektronik yaitu sesuai dengan tarif umum, yakni sebesar 11 persen dan juga dikenakan atas komisi atau imbalan yang diterima oleh exchanger.

Sedangkan untuk tarif PPh Pasal 22 bersifat final yang terutang atas kripto yaitu sebesar 0,1 persen. Tarif tersebut dikenakan ketika ada penghasilan baik itu berupa pembayaran dalam bentuk mata uang fiat ataupun penghasilan dari aktivitas tukar menukar aset kripto.

Jika exchanger yang digunakan oleh pedagang aset kripto adalah exchanger yang tak terdaftar di Bappebti maka untuk tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 final atas penghasilan dari transaksi aset kripto tersebut naik 2 kali lipat menjadi 0,2 persen.

Berdasarkan atas PMK 68/2022, untuk PPN final sebesar 0,11 persen dan juga PPh Pasal 22 final sebesar 0,2 persen yang terutang atas aktivitas perdagangan aset kripto wajib dipungut, disetor, dan juga dilaporkan oleh exchanger kepada Direktorat jenderal Pajak (DJP).

Sekian informasi dari Konsultan Pajak Batam, semoga ulasan di atas dapat bermanfaat untuk anda.

 

Benarkah Bukti Setor Zakat Bisa Menjadi Pengurang Pajak?

Konsultan Pajak Batam–Saat ini banyak orang ingin memakai jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN, pelaporan pajak online atau layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya, serta di daerah yang terkait pajak. Nah, Kali ini akan berikan informasi tentang “Benarkah Bukti Setor Zakat Bisa Menjadi Pengurang Pajak?

Zakat adalah kewajiban bagi umat Islam jika mempunyai harta di atas batas nisab. Selain mempunyai manfaat sebagai bekal di akhirat, zakat pun bisa bermanfaat untuk mengurangi pembayaran pajak.

Banyak dari masyarakat yang belum paham tentang manfaat zakat untuk mengurangi pajak. Padahal hal tersebut telah tercantum di dalam UU nomor 23 tahun 2011 mengenai Pengelolaan Zakat.

Zakat menurut UU 23 tahun 2019 ataupun UU Pajak disebutkan bahwa zakat dapat mengurangi pendapatan kena pajak (PKP).
Menurut aturannya, zakat itu sendiri bukan termasuk objek pajak. Jadi membayar zakat dapat mengurangi Pendapatan Kena Pajak (PKP).

Untuk caranya sendiri, wajib pajak yang ingin membayar zakat harus membayar di lembaga amil zakat yang disahkan oleh pemerintah contohnya seperti Baznas. Kemudian pembayar zakat akan mendapatkan bukti bayar zakat.

Nah bukti setor zakat tersebut yang dapat mengurangi Pendapatan Kena Pajak. Maka semakin besar zakat tersebut maka semakin besar juga mengurangi Pendapatan Kena Pajak.

Bukti Setor Zakat

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sudah memberikan fasilitas untuk para orang yang berzakat baik itu secara perorangan ataupun badan yang sudah membayarkan zakat ataupun sumbangan keagamaan yang lainnya untuk mendapatkan bukti setor zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak. BAZNAS dan Direktorat Jenderal Pajak akan bekerjasama menyosialisasikan kabar tersebut kepada masyarakat.

Ketua BAZNAS pun memastikan bahwa bukti setor zakat dari BAZNAS maupun dari Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang telah disahkan pemerintah bisa menjadi pengurang penghasilan kena pajak.

BAZNAS juga memberikan jaminan bahwa mereka akan mengatur dan juga memperkuat kerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak karena hal ini merupakan suatu kewajiban agama dan negara.

Dengan demikian, untuk wajib pajak yang sudah menuntaskan zakat ataupun sumbangan keagamaan yang lainnya lewat BAZNAS, Anda bisa mendapatkan bukti setor zakat yang akan digunakan sebagai pengurang pajak dengan menghubungi layanan resmi Whatsapp (087877373555) atau email: layananmuzaki@baznas.go.id

Bagaimana Perlakuan PPN Terhadap Jasa Keagamaan?

Konsultan Pajak Batam–Banyak orang mau memakai jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN,  pelaporan pajak online atau juga layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya serta daerah yang terkait pajak. Nah, Kali ini Konsultan Pajak Batam akan berikan ulasan tentang “Bagaimana Perlakuan PPN Terhadap Jasa Keagamaan?

Apakah Jasa Keagamaan Kena PPN?

Bicara tentang jasa kena pajak, regulasi terbaru yang mengatur mengenai jasa yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71 Tahun 2022 mengenai PPN atas Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) Tertentu.

Beleid tersebut mengatur mengenai besar tarif  Pajak Pertambahan Nilai atas jasa tertentu dan juga penegasan jasa keagamaan yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Direktur Penyuluh, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor memberi penjelasan tentang penerbitan PMK tersebut, “Untuk meluruskan, dalam UU PPN jasa ibadah keagamaan adalah jasa yang tidak dikenakan PPN, sehingga umroh maupun ibadah lainnya tetap tidak dikenakan PPN. Namun pada praktiknya, penyelenggara jasa perjalanan ibadah keagamaan juga memberikan jasa layanan wisata (tur) ke berbagai negara, sehingga atas jasa perjalanan ke tempat lain dalam perjalanan ibadah tersebut dikenai PPN.”

a. Jenis Jasa Keagamaan Tidak Kena PPN

Berikut ini jasa perjalanan ibadah keagamaan sebagaimana yang telah diatur dalam PMK No. 71 Tahun 2022 yang tidak kena Pajak Pertambahan Nilai atau bukan merupakan Jasa Kena Pajak:

1. Jasa Keagamaan

Jasa keagamaan yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau jasa keagamaan yang bukan merupakan jasa kena pajak (Non-JKP) adalah sebagai berikut:

  1. Jasa pelayanan rumah ibadah
  2. Pemberian kotbah
  3. Penyelenggaraan kegiatan keagamaan
  4. Jasa lainnya dalam bidang keagamaan

2. Jasa Perjalanan Ibadah Umroh dan lainnya

Jasa perjalanan ibadah umroh dan lainnya merupakan jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau karena jasa perjalanan umroh dan ibadah lainnya ini bukan merupakan jasa kena pajak.

b. Jasa Perjalanan Ibadah Keagamaan yang Dikenakan PPN

Seperti yang sudah diketahui bahwa jasa perjalanan haji, umroh dan ibadah lainnya tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, namun jenis jasa perjalanan keagamaan sebagaimana yang diatur dalam PMK 71/2022 berikut ini dikenakan pajak pertambahan nilai, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. PPN Jasa Perjalanan 1,1 persen

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Jasa perjalanan ke tempat lain dalam perjalanan ibadah keagamaan sebesar 1,1 persen dari harga jual paket penyelenggaraan perjalanan bila tagihan dirinci antara perjalanan ibadah keagamaan dengan perjalanan ke tempat lain

2. Tarif PPN Jasa Perjalanan 0,55 persen

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jasa perjalanan ke tempat lain dalam perjalanan ibadah keagamaan sebesar 0,55 persen dari keseluruhan tagihan bila tidak dirinci.

Dengan begitu, ketentuan taif PPN berdasarkan atas PMK 71/2022 tersebut bukanlah jasa keagamaan untuk ibadah keagamaannya, tetapijasa perjalanan ke tempat lain dalam hal tersebut perjalanan wisata di sela-sela perjalanan pada saat ibadah keagamaan.

Apa sajakah Kewajiban Pemotong/Pemungut PPN?

Bicara tentang pajak pertambahan nilai (PPN), sebagai penyedia jasa perjalanan ke tempat lain dari perjalanan keagamaan maka wajib untuk memungut/memotong Pajak Pertambahan Nilai dari penjualan tiket perjalanan tersebut.

Selanjutnya Pengusaha Kena Pajak (PKP) pemungut Pajak Pertambahan Nilai jasa perjalanan tersebut harus menyetorkan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai tersebut ke kas negara.

Lalu, Bagaimana cara bayar atau setor PPN Terutang?

Dalam proses pembayaran pajak,Anda harus membuat Kode Billing terlebih dahulu.

Selanjutnya , baru Anda bisa membayarkan PPN Terutang tersebut sesuai jumlah yang tertera dalam Surat Setoran Pajak (SSP) yang sebelumnya dibuat pada saat pembuatan Kode Billing tersebut.

Sejumlah PPN Terutang itu bisa dibayarkan lewat bank persepsi ataupun saat ini sudah bisa dilakukan pembayaran lewat virtual account bank dan juga dompet digital (e-Wallet).

 

Apa Itu Advance Ruling dan Bagaimana Manfaatnya Bagi Wajib Pajak?

Konsultan Pajak Batam–Banyak orang ingin memakai jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN,  pelaporan pajak online atau layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya serta daerah yang terkait dengan pajak. Nah,Kali ini Konsultan Pajak Batam akan berikan penjelasan tentang “Apa Itu Advance Ruling dan Bagaimana Manfaatnya Bagi Wajib Pajak?

Sengketa pajak adalah suatu hal yang sulit udihindari dalam sistem pajak suatu negara. Pada umumnya, sengketa pajak ini terjadi akibat adanya perbedaan penghitungan pajak ataupun perbedaan interpretasi aturan antara wajib pajak dan otoritas pajak.

Dalam beberapa kasus yang terjadi, sengketa pajak yang serius bisa saja menghambat sistem pengumpulan pajak. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa dibutuhkannya suatu mekanisme pencegahan dan juga penyelesaian untuk sengketa pajak yang berfungsi secara efektif dan efisien.

Nah, salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah sengketa pajak ini yaitu dengan menerapkan sistem yang bisa menginformasikan dan juga membantu wajib pajak dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya. Contoh, dengan menerapkan advance ruling.

Definisi

Merujuk pada OCED Glossary of Tax Terms, advance ruling merupakan pernyataan tertulis yang berisi interpretasi dan juga aplikasi dari suatu peraturan perpajakan terkait dengan keadaan tertentu yang diterbitkan oleh otoritas pajak untuk wajib pajak.

Untuk lebih lengkapnya, advance ruling ialah suatu prosedur yang diberlakukan pada banyak negara yakni berupa konfirmasi tertulis dari otoritas pajak yang bisa diperoleh wajib pajak sebelum melakukan transaksi-transaksi khusus. Konfirmasi tertulis tersebut memuat tentang konsekuensi pajak yang akan timbul pada pelaksanaan transaksi tersebut.

Pada implementasinya, otoritas pajak memberikan fasilitas yakni berupa konsultasi kepada wajib pajak mengenai aspek perpajakan yang timbul atas transaksi yang akan dilakukan oleh wajib pajak. Artinya, advance ruling ini digunakan untuk memberikan early certainty kepada Wajib Pajak (WP).

Advance ruling pun bisa membantu otoritas pajak untuk mempersiapkan penyelesaian jawaban dari isu-isu perpajakan yang kemungkinan bisa timbul pada proses pemeriksaan dan juga bisa memberikan respons secara positif untuk menyesuaikan peraturan apabila ada identifikasi anomali ataupun penyimpangan.

Penyebutan untuk istilah “advance ruling” bisa berbeda di setiap negara. Ada pula yang menyebutnya sebagai private ruling maupun letter ruling.

Tetapi, hal tersebut tidak menjadi masalah jika masih memiliki pengertian pemberian interpretasi resmi oleh otoritas pajak terkait dengan konsekuensi pajak yang akan dihadapi oleh wajib pajak terhadap transaksi yang akan dilakukannya.

Main Aset Kripto? Begini Ketentuan Pajaknya!

Konsultan Pajak Batam-Saat ini sangat banyak masyarakat yang mau menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN, pelaporan pajak online, untuk layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan di Surabaya, dan di daerah lain yang terkait dengan pajak. Nah, kali ini Konsultan Pajak Batam akan memberikan uraian tentang “Main Aset Kripto? Begini Ketentuan Pajaknya!

Anda adalah seorang investor ataupun trader aset kripto? Selama ini bertanya-tanya seperti apa perlakuan pajak atas aset kripto? Mau patuh pajak, namun bingung dengan kepastian hukumnya?

Pertanyaan-pertanyaan di atas sering kali menggelayuti benak para pemain aset kripto yang ada di Indonesia. Padahal, perkembangan dunia aset kripto di tanah air dalam beberapa tahun terakhir ini luar biasa pesat. Untuk  gambarannya, pada tahun 2020, nilai transaksi dari aset digital berbasis teknologi blockchain ini hanya sebesar Rp69,9 triliun. Pada tahun 2021, nilainya melonjak tinggi  menjadi sebesar Rp859,4 triliun. Selanjutnya, selama Januari sampai Maret 2022 saja, nilai transaksinya sudah mencapai Rp130,2 triliun, dengan 11,2 juta investor (Kemendag, 2022).

Tetapi, saat ini segala kerisauan di atas tampaknya telah terjawab. Ya, baru-baru ini pemerintah telah menerbitkan peraturan yang mengatur tentang perlakuan pajak atas aset kripto. Peraturan yang dimaksud tersebut adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2022 mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto (PMK-68/PMK.03/2022). Beleid ini diharapkan bisa memberikan keadilan, kepastian hukum, dan juga kesederhanaan bagi para pemain aset kripto terkait dengan kewajiban perpajakannya.

Objek PPN dan PPh

Perlu untuk dipahami, bahwa pengaturan mengenai pajak atas aset kripto ini bukan merupakan jenis pajak baru. Melainkan pengenaan pajaknya tetap saja berdasarkan atas jenis pajak yang sudah ada selama ini, contohnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan juga Pajak Penghasilan (PPh). Yang diatur di sini adalah mekanisme pemungutan pajaknya saja. Jadi, tujuannya adalah untuk memberikan kepastian hukum dan juga kesederhanaan tadi.

Berdasarkan Pasal 1 angka 14 PMK-68/PMK.03/2022, aset kripto merupakan komoditi tidak berwujud yang bentuk-nya berupa aset digital, dengan menggunakan kriptografi, jaringan peer-to-peer, dan juga buku besar yang terdistribusi, guna mengatur penciptaan unit baru, memverifikasi transaksi, dan untuk mengamankan transaksi tanpa adanya campur tangan pihak lain. Berdasarkan atas definisi tersebut, aset kripto ini memenuhi kriteria sebagai objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yakni berupa Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud sebagaimana yang telah diatur pada Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 mengenai Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 mengenai Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU PPN beserta dengan perubahannya).

Berikutnya, pada pasal 5 PMK-68/PMK.03/2022 mengatur bahwa atas penyerahan aset kripto dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan besaran tertentu, yaitu sebesar 1 persen (bila transaksi tersebut dilakukan lewat exchanger yang terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Kementerian Perdagangan), atau sebesar  2 persen (bila transaksi tersebut dilakukan lewat exchanger yang tidak terdaftar di Bappebti) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagaimana yang telah diatur dalam UU PPN beserta dengan perubahannya. Jadi dengan kata lain, untuk sekarang ini, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan aset kripto yakni sebesar 0,11 persen atau sebesar 0,22 persen dari nilai transaksi aset kripto, tergantung pada transaksi yang dilakukan, apakah lewat exchanger yang terdaftar di Bappebti atau tidak.

Ada pula penghasilan dari perdagangan aset kripto tersebut yakni objek Pajak Penghasilan (PPh). Karena, di sana ada tambahan kemampuan ekonomis yang memenuhi definisi penghasilan sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 mengenai Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 mengenai Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU PPh beserta dengan perubahannya).

Kemudian, pada pasal 21 PMK-68/PMK.03/2022 mengatur bahwa penjual aset kripto dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 22 Final atas penghasilan dari perdagangan aset kripto yang dilakukan tersebut, baik itu jual beli dengan mata uang fiat, swap, ataupun tukar-menukar dengan barang lain atau jasa. Untuk besarannya, yaitu sebesar 0,1 persen (bila transaksi tersebut dilakukan lewat exchanger yang terdaftar di Bappebti) atau sebesar 0,2 persen (jika transaksi tersebut dilakukan lewat exchanger yang tidak terdaftar di Bappebti) dari nilai transaksi aset kripto.

Pajak Pertamabhan Nilai dan Pajak Penghasilan Pasal 22 Final di atas harus dipungut oleh exchanger yang menjadi fasilitator dalam transaksi perdagangan aset kripto tersebut. Atas pemungutan ini, exchanger harus menerbitkan bukti pemotongan atau pemungutan unifikasi kepada para pihak yang bertransaksi, dalam hal tersebut pembeli dan juga penjual aset kripto.

Kemudian, exchanger wajib untuk menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Pasal 22 Final tersebut ke kas negara paling lambat-nya pada tanggal 15 bulan berikutnya. Selanjutnya, exchanger wajib untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN 1107 Put (Modifikasi) dan juga SPT Masa PPh Unifikasi paling lambat-nya 20 hari setelah masa pajak berakhir (pada tanggal 20 bulan berikutnya).

Seperti yang sudah diuraikan di atas, transaksi perdagangan aset kripto ini mencakup jual beli aset kripto dengan mata uang fiat, swap (tukar-menukar) antar-aset kripto, dan juga tukar-menukar aset kripto dengan barang lain atau jasa. Dengan begitu, Pajak Pertambahan Nilai itu dikenakan kepada pihak yang menerima (pembeli) aset kripto. Kemudian, untuk Pajak Penghasilan Pasal 22 Final dikenakan kepada pihak yang melepas (penjual) aset kripto.

 

Pajak Karbon untuk Media Sosial

Konsultan Pajak Batam-Saat ini semakin banyak saja masyarakat yang mau menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN mereka, pelaporan pajak online, juga untuk layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya, serta untuk di daerah lain yang terkait dengan perpajakan. Nah, kali ini konsultan pajak batam akan memberikan penjelasan mengenai “Pajak Karbon untuk Media Sosial

Polusi Sosial

Polusi sosial yang secara psikologis menyerang ataupun memberikan dampak untuk seorang individu ternyata bukanlah satu-satunya dampak akibat dari ketidakbijakan pengguna media social tersebut. Namun, ternyata penggunaan media sosial pun memberikan dampak untuk lingkungan lewat emisi karbon.

Sebuah situs perbandingan berasal dari Australia, menemukan jejak karbon dan jumlah emisi karbon (CO2) dari aktivitas ataupun kegiatan perusahaan penyedia aplikasi media sosial.

Hasilnya yakni, media sosial TikTok menempati urutan pertama sebagai penyumbang polusi karbon terbesar yakni di angka 2,63 (gCO2Eq). Kemudian diikuti dengan perusahaan pengembang Reddit di urutan ke 2 dan selanjutnya perusahaan pengembang Pinterest di urutan ke 3. Untuk penggunaan 10 besar aplikasi penyumbang jejak karbon terbanyak tersebut selama 5 menit bisa menghasilkan 20 kg CO2 selama satu tahun atau itu setara dengan mengemudi sepanjang 84,5 km.

Pajak Karbon

Dikutip dari UU Nomor 7 Tahun 2021 mengenai Harmonisasi Peraturan Perpajakan, “Pajak karbon dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif untuk lingkungan hidup” Pasal 13 ayat (1). Ada pula subjek pajak karbon yang tertuang dalam Pasal 13 ayat (5) yaitu orang pribadi ataupun badan yang membeli barang yang mengandung karbon atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dan juga saat terutangnya pajak karbon ditentukan pada saat pembelian, pada akhir periode tahun dari aktivitas dan saat lain yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Tujuan dari adanya pajak karbon ini pun tertuang dalam pasal yang sama dalam Undang-Undang ini pada ayat (12) yakni “Penerimaan pajak karbon bisa dialokasikan untuk pengendalian perubahan iklim”.

Emisi karbon tersebut menjadi dampak negatif yang sangat menghambat transisi menuju dekarbonisasi untuk menciptakan lingkungan hijau dan juga aktivitas ramah lingkungan. Pajak karbon ini menjadi solusi dalam membatasi jumlah dan juga sebagai alat barter untuk bisa memperbaiki dampak negatif yang masih tersisa. Lewat peraturan ini, Indonesia masuk dalam salah satu negara yang menerapkan pajak karbon yang bertujuan untuk kebaikan lingkungan hidup masyarakatnya dengan mengedepankan aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon.

Pada awal April, Kementerian Keuangan menunda penerapan Pajak Karbon dari tanggal 1 April 2022 menjadi 1 Juli 2022. Ada pula alasan mengapa dilakukan penundaan ini, alasan tersebut yakni untuk mematangkan regulasi dalam aturan teknis dan juga menunggu kesiapan sektor ketenagalistrikan sebagai sektor pertama yang akan dikenai pajak karbon. Aturan teknis yang disiapkan tersebut meliputi tarif, dasar pengenaan, cara penghitungan dan juga penyetoran, pelaporan, serta peta jejak karbon.

Emisi Karbon Media Sosial

Melihat dari tujuan adanya pajak karbon ini dengan sebab dibentuknya aturan tersebut, emisi karbon yang asalnyal dari aktivitas media sosial perlu menjadi pertimbangan ataupun masukan dibentuknya aturan teknis khusus atau tersendiri. Jumlah pengguna media sosial di Indonesia yang begitu banyak dan waktu akses yang cukup lama per harinya menjadi alasan di terapkannya pajak karbon ini.

Bukan semata hanya untuk membatasi ataupun bahkan menghalangi pengguna untuk mencari nafkah atau berkreasi. Tetapi, tujuan Utamanya yakni untuk menekan penyedia layanan untuk beralih menuju metode yang lebih ramah lingkungan. Di zaman sekarang yang serba canggih ini, sangat dibutuhkan penerapan pajak untuk pengendalian terjadinya kerusakan semakin fokus untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakatagar agar semakin baik lagi tanpa adanya polusi.