Perbedaan Koreksi Fiskal Positif dan Negatif

Perbedaan Koreksi Fiskal Positif dan Negatif

Konsultan Pajak Batam (PT Jovindo Solusi Batam) merupakan perusahaan yang bertujuan untuk memberikan edukasi dan pelayanan khususnya dibidang perpajakan dan pembukuan (Tax and Accounting Service). Konsultan pajak batam sudah memiliki pengalaman, keahlian, serta pemahaman yang baik dibidang perpajakan dan pembukuan. Kami selalu siap membantu anda dalam hal yang berhubungan dengan perpajakan dan pembukuan.

Adapun jasa-jasa kami yaitu, Jasa Konsultan Pajak Batam ( jasa pengurusan pajak, jasa konsultasi pajak, jasa pelaporan pajak, jasa pengampunan pajak / jasa tax amnesty ), jasa pembukuan dan jasa lainnya sesuai kebutuhan anda.

Nah, Kali ini PT Jovindo Solusi Batam akan memberikan informasi terkait Koreksi Fiskal. Nah, Pada artikel kali kita ini akan memberikan  informasi mengenai ‘’ Perbedaan Koreksi Fiskal Positif dan Negatif ’’

 

Masalah disebabkan oleh adanya perbedaan dalam pelaporan keuangan dari sisi standar akuntansi yang berlaku dan sisi perpajakan Indonesia.

Dalam perpajakan, jenis pajak yang dikenakan kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah sebagai berikut:

  1. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, 22, 23, 4 ayat 2 (Final), dan Pasal 26.
  2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan apabila terjadi pertukaran barang atau jasa antara penjual dan pembeli.
  3. Pajak Penghasilan atas Barang Mewah (PPnBM). Pajak yang dikenakan apabila melakukan pembelian atau impor barang yang menurut peraturan perpajakan termasuk barang mewah.

Koreksi fiskal Positif Negatif

Fungsi akuntansi perpajakan yaitu mengoreksi laba dari laporan komersial menjadi laba fiskal. Perbedaan perhitungan atas pendapatan dan biaya bisa direkonsiliasi, dimana hal ini yang dinamakan rekonsiliasi atau koreksi fiskal.

Koreksi fiskal sendiri merupakan kegiatan pencatatan, pembetulan dan penyesuaian yang dilakukan oleh Wajib Pajak (WP). Koreksi fiskal muncul karena adanya perbedaan dalam penempatan atau pengakuan penghasilan dan biaya dalam laporan keuangan akuntansi komersial dengan akuntansi pajak. Mengenai koreksi fiskal sendiri diatur dalam Peraturan Perpajakan UU no. 36 tentang PPh Koreksi fiskal.

Koreksi fiskal terbagi menjadi dua, yaitu :

  1. koreksi positif
  2. koreksi negatif.

Perbedaan Koreksi Fiskal Positif Negatif

  1. Koreksi Fiskal Positif

Koreksi yang terjadi karena adanya biaya yang tidak diperbolehkan oleh pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU PPh.

Jenis Koreksi Fiskal Positif antara lain:

  • Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan demi kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
  • Dana Cadangan.
  • Penggantian atau imbalan berhubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan.
  • Jumlah lebih yang di bayarkan kepada pihak yang memiliki hubungan istimewa berhubungan dengan pekerjaan.
  • Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan.
  • Pajak penghasilan.
  • Gaji yang dibayarkan kepada pemilik.
  • Sanksi administrasi.
  • Selisih penyusutan/amortisasi komersial diatas penyusutan/amortisasi fiskal.
  • Biaya mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenakan PPh Final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.
  • Penyesuaian fiskal positif lainnya.

Tujuan koreksi positif yaitu menambah laba komersial atau laba Penghasilan Kena Pajak (PhKP). Koreksi positif dapat menambahkan pendapatan dan mengurangi atau mengeluarkan biaya yang kiranya harus diakui secara fiskal.

  1. Koreksi Fiskal Negatif

Koreksi fiskal negatif menyebabkan laba kena pajak berkurang atau pengurangan PPh terutang. Ini disebabkan karena pendapatan lebih tinggi daripada pendapatan fiskal dan biaya komersial yang lebih kecil daripada biaya-biaya fiskal.

Adanya koreksi negatif disebabkan oleh hal-hal berikut ini :

  1. Penghasilan dikenakan PPh Final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak tetapi termasuk dalam peredaran usaha.
  2. Selisih penyusutan/amortisasi komersial di bawah dari penyusutan/amortisasi fiskal.
  3. Penyesuaian fiskal negatif lainnya

Jenis Koreksi Fiskal Negatif yaitu :

  • Penghasilan yang dikenakan PPh Final :
  • Penghasilan bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
  • Penghasilan dari hadiah/undian.
  • Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas, transaksi derivatif yang diperdagangkan bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya diterima oleh perusahaan modal ventura.
  • Penghasilan transaksi pengalihan harta berupa tanah atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah atau bangunan.
  • Penghasilan dari WP Tertentu yang masuk kriteria PP Nomor 46 Tahun 2013 (mulai 1 Juli 2018 telah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018).
  • Penghasilan yang bukan termasuk objek pajak antara lain : 
  • Bantuan/sumbangan, termasuk zakat yang diterima badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk/disahkan oleh pemerintah dan diterima oleh penerima zakat.
  • Harta hibah diterima oleh keluarga kandung yang satu garis keturunan, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, ketentuannya diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan selama tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
  • Harta setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.
  • Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan/jasa yang diterima dari WP atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit).
  • Pembayaran perusahaan asuransi kepada orang pribadi berhubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
  • Iuran yang diterima/diperoleh dana pensiun yang pendiriannya disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
  • Penghasilan modal yang diinvestasikan oleh dana pensiun yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
  • Bagian laba yang diterima/diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
  • Sisa lebih yang diterima suatu badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan atau bidang penelitian dan pengembangan, ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan atau penelitian dan pengembangan, jangka waktu paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebihnya.
  • Bantuan/santunan dibayar oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak.
  • Simpanan yang jumlahnya kurang dari jumlah berdasarkan metode penghitungan yang berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
  • Penyusutan besarnya melebihi jumlah penyusutan berdasarkan metode penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh.
  • Penghasilan diterima/diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia.
  • Dividen atau bagian laba yang diterima/diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara (BUMD), dari penyertaan modal badan usaha di Indonesia. Syarat dan kondisi penerimaan Deviden :
  • Dividen dari cadangan laba yang ditahan.
  • Perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *