Jika Ortu Tidak Punya NPWP, Hibah ke Anaknya Tetap Tidak Kena Pajak?
PT Jovindo Solusi Batam memberikan pencerahan penting terkait status pajak atas hibah (pemberian sukarela) dari orang tua kepada anak, terutama jika orang tua tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Dasar Hukum Pengecualian Pajak Hibah: Ketentuan utama yang mengatur pengecualian hibah dari pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 90/PMK.03/2020. PMK ini adalah peraturan turunan dari Undang-Undang Pajak Penghasilan yang mengatur secara lebih detail mengenai jenis-jenis penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak, termasuk hibah.
Syarat Utama Agar Hibah Dikecualikan dari PPh:
- Hubungan Keluarga/Lembaga Penerima: Hibah harus diberikan kepada pihak-pihak tertentu yang memiliki hubungan khusus dengan pemberi hibah atau memiliki fungsi sosial/ekonomi tertentu. Mereka adalah:
- Keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat. Ini berarti hubungan darah langsung dari atas ke bawah atau sebaliknya. Contoh yang paling jelas dan disebutkan adalah dari orang tua kandung ke anak kandung, atau sebaliknya dari anak kandung ke orang tua kandung. Pengecualian ini didasarkan pada asumsi bahwa pemberian dalam keluarga inti semacam itu lebih bersifat dukungan pribadi daripada transaksi ekonomi yang menghasilkan keuntungan.
- Badan keagamaan.
- Badan pendidikan.
- Badan sosial (termasuk yayasan).
- Orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil (UMK).
- Tidak Ada Hubungan Usaha, Pekerjaan, Kepemilikan, atau Penguasaan: Ini adalah syarat krusial untuk mencegah penyalahgunaan skema hibah sebagai modus penghindaran pajak. Maksudnya adalah:
- Hubungan Usaha: Pemberi dan penerima hibah tidak sedang dalam kemitraan bisnis atau transaksi dagang.
- Pekerjaan: Pemberi hibah bukan merupakan pemberi kerja bagi penerima hibah, atau sebaliknya.
- Kepemilikan: Tidak ada hubungan kepemilikan yang signifikan (misalnya, salah satu pihak memiliki saham mayoritas di perusahaan pihak lain).
- Penguasaan: Tidak ada hubungan yang menunjukkan salah satu pihak mengendalikan atau menguasai pihak lain secara substantif.
- Tujuan dari syarat ini adalah memastikan bahwa hibah benar-benar merupakan pemberian sukarela dan bukan bentuk pembayaran atas jasa, keuntungan bisnis, atau transaksi terselubung lainnya yang seharusnya dikenakan pajak.
Bagaimana Jika Orang Tua (Pemberi Hibah) Tidak Punya NPWP?
Poin ini sering menjadi pertanyaan. Berdasarkan penjelasan dari Contact Center Ditjen Pajak (DJP) pada Kamis, 29 Mei 2025, disebutkan dengan jelas bahwa:
- “Sebenarnya untuk pemberi hibah tidak ada persyaratan untuk memiliki NPWP.”
- Ini berarti, selama syarat hubungan keluarga (orang tua kandung dan anak kandung) dan ketiadaan hubungan usaha/pekerjaan/kepemilikan/penguasaan terpenuhi, maka hibah tetap dikecualikan dari objek PPh, meskipun orang tua (pemberi) tidak memiliki NPWP.
Konsekuensi Jika Hibah Menjadi Objek PPh:
Apabila proses hibah tidak memenuhi salah satu atau lebih ketentuan di atas (misalnya, hibah dari paman ke keponakan, atau ada hubungan usaha antara pemberi dan penerima), maka penghasilan atas hibah tersebut akan menjadi objek Pajak Penghasilan (PPh).
- Kewajiban Penerima Hibah:
- Melaporkan sebagai Penghasilan: Penerima hibah wajib melaporkan nilai harta hibah tersebut dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh mereka sebagai penghasilan dalam negeri lainnya.
- Dikenakan Tarif PPh: Penghasilan dari hibah ini akan dikenakan tarif pajak sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang PPh, yaitu tarif progresif PPh Orang Pribadi (mulai dari 5% hingga 35%, tergantung besarnya penghasilan).
- Melaporkan Harta: Harta yang diterima sebagai hibah juga wajib dilaporkan sebagai penambahan daftar harta dalam SPT Tahunan penerima hibah.
Dokumen untuk Membuktikan Hibah:
Meskipun ketentuan perpajakan yang berlaku tidak secara spesifik menyebutkan jenis dokumen tertentu yang harus ada untuk hibah, DJP memberikan fleksibilitas.
- Prinsip DJP: Selama ada dokumen yang memang menunjukkan keabsahan hibah dari orang tua ke anak dan sah secara hukum, maka dokumen tersebut dapat digunakan sebagai bukti.
- Contoh Dokumen yang Dapat Digunakan (disarankan):
- Akta Hibah Notaris: Ini adalah dokumen terkuat dan paling sah secara hukum, terutama untuk hibah aset bernilai tinggi seperti tanah, bangunan, atau kendaraan.
- Surat Pernyataan Hibah: Sebuah surat pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh pemberi dan penerima hibah, dilengkapi saksi, dan mencantumkan detail harta yang dihibahkan serta tanggal hibah.
- Bukti Transfer Bank: Jika hibah berupa uang, bukti transfer bank yang jelas antara rekening orang tua dan anak bisa menjadi bukti pendukung yang kuat.
- Dokumen Kepemilikan (sebelum dan sesudah hibah): Misalnya, salinan sertifikat tanah atau BPKB kendaraan sebelum dan sesudah perubahan nama kepemilikan.
Intinya, yang terpenting adalah kejelasan dan keabsahan hukum dari proses hibah tersebut agar dapat dipertanggungjawabkan di hadapan otoritas pajak.