Biaya Yang Boleh Mengurangi Penghasilan Bruto Menurut Pajak Penghasilan

Biaya Yang Boleh Mengurangi Penghasilan Bruto Menurut Pajak Penghasilan

Konsultan Pajak Batam-Sangat banyak masyarakat yang berminat untuk menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN,  pelaporan pajak online atau layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan di Surabaya, dan juga di daerah lain yang terkait pajak. Nah, dibawah ini ada pembahasan tentang “Biaya Yang Boleh Mengurangi Penghasilan Bruto Menurut Pajak Penghasilan”

Pasal 6 Undang-undang Pajak Penghasilan mengatur  mengenai biaya pengurang penghasilan bruto. Namun beberapa jenis biaya itu diatur tersendiri seperti di dalam Pasal 5 untuk BUT, di Pasal 11 dan juga 11A untuk penyusutan dan juga amortisasi.

Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan tersebut mengatur tentang kaidah umum bolehnya biaya dikurangkan dari penghasilan bruto:

Lalu Pasal 6 ayat (1) memberikan contoh biaya-biaya yang diperbolehkan, seperti berikut ini:

  1. biaya yang secara langsung ataupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha;
  2. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan juga amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan juga atas biaya lain yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun;
  3. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya sudah disahkan oleh Menteri Keuangan;
  4. kerugian karena penjualan ataupun pengalihan harta yang dimiliki dan juga digunakan dalam perusahaan ataupun yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan juga memelihara penghasilan;
  5. kerugian selisih kurs mata uang asing;
  6. biaya penelitian dan juga pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
  7. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
  8. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih;
  9. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya itu diatur dengan Peraturan Pemerintah;
  10. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
  11. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
  12. sumbangan dalam rangka penelitian dan juga pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya itu diatur dengan Peraturan Pemerintah;
  13. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga sesuai dengan ketentuan;
  14. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk Wajib Pajak orang pribadi.
  15. kerugian yang dikompensasikan dengan penghasilan mulai dari tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 tahun;

Pengeluaran-pengeluaran yang ada kaitannya dengan pekerjaan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto wajib dilakukan dalam bentuk uang. Pengeluaran yang dilakukan dalam bentuk natura ataupun kenikmatan, contohnya fasilitas menempati rumah dengan cuma-cuma, tidak dapat dibebankan sebagai biaya, dan juga bagi pihak yang menerima ataupun menikmati bukan merupakan penghasilan.

Berdasarkan Pasal 6 Undang-undang Pajak Penghasilan menegaskan bahwa pengeluaran-pengeluaran yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto wajib dilakukan dalam batas-batas yang sewajarnya sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik.

Jika pengeluaran yang melampaui batas kewajaran tersebut dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka jumlah yang melampaui batas kewajaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.

Syarat Piutang Macet Boleh Dibiayakan

Istilah yang digunakan oleh Undang-undang Pajak Penghasilan yakni piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih. Namun tidak semua piutang macet itu boleh dibiayakan.

Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih merupakan piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang sewajarnya sesuai dengan bidang usahanya, yang nyata-nyata tidak bisa ditagih meskipun telah dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh Wajib Pajak (WP).

Persyaratan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih adalah sebagai berikut:

  1. telah dibebankan sebagai biaya pasa laporan laba rugi komersial;
  2. Wajib Pajak (WP) harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam bentuk hard copydan juga soft copy; dan
  3. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagihtersebut harus memenuhi salah satu kriteria ini:
  • telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri ataupun instansi pemerintah yang menangani piutang negara;
  • Ada perjanjian tertulis tentang penghapusan piutang atau pembebasan utang antara kreditur dan juga debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut;
  • telah dipublikasikan dalam penerbitan umum ataupun khusus; atau
  • adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya sudah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.

Persyaratan yang disebutkan di nomor 3 tidak berlaku untuk piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil ataupun debitur kecil yang lainnya.

Tata cara untuk penyampaian daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pajak wajib mencantumkan identitas debitur yakni berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), alamat, jumlah plafon utang yang diberikan, dan juga jumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, yakni dengan cara melampirkan beberapa dokumen:

  1. fotokopi bukti penyerahan perkara penagihannya ke Pengadilan Negeri ataupun instansi pemerintah yang menangani piutang negara;
  2. fotokopi perjanjian tertulis tentang penghapusan piutang atau pembebasan utang usaha yang sudah dilegalisir oleh notaris;
  3. fotokopi bukti publikasi dalam penerbitan umum ataupun penerbitan khusus; dan
  4. surat yang isinya pengakuan dari debitur bahwa utangnya sudah dihapuskan yang telah disetujui oleh kreditur mengenai penghapusan piutang untuk jumlah utang tertentu, yang telah disetujui oleh kreditur.

Daftar diatas wajib disampaikan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan.

Adapun piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil adalah piutang debitur kecil yang jumlahnya tidak melebihi Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), yang merupakan gunggungan jumlah piutang dari beberapa kredit yang diberikan oleh suatu institusi bank atau lembaga pembiayaan dalam negeri sebagai akibat adanya pemberian:

  • Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra)
  • Kredit Usaha Tani (KUT)
  • Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS)
  • Kredit Usaha Kecil (KUK)
  • Kredit Usaha Rakyat (KUR)
  • Kredit kecil yang lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia dalam mengembangkan usaha kecil dan juga koperasi.

Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil lainnya yakni  piutang debitur kecil lainnya dengan jumlah tidak melebihi Rp 5.000.000,00.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *