Mengenal PPh Pasal 26

PT Jovindo Solusi Batam merupakan perusahaan yang melayani jasa konsultan pajak, jasa manajemen dan jasa pembukuan. Kami bekerja dengan professional dan telah bersertifikat asli, maka dari itu kami siap dalam menangani berbagai permasalahan perpajakan Anda. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas informasi terkait tentang Mengenal PPh Pasal 26. Berikut ini pembahasannya.

Pengertian Dari PPh Pasal 26

Menurut UU Nomor 36 tahun 2008, PPh Pasal 26 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang akan diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia sebagai bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

Menentukan seorang individu atau perusahaan yang dikategorikan sebagai wajib pajak luar negeri adalah:

  • Seorang individu yang tidak tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan ataupun berada di Indonesia, dapat mengoperasikan usahanya melalui sebuah bentuk usaha tetap di Indonesia.
  • Seorang individu yang tidak tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan ataupun berada di Indonesia, dapat menerima penghasilan dari Indonesia dengan tidak menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.

 

Semua badan usaha yang melakukan transaksi pembayaran dengan (gaji, bunga, dividen, royalti dan sejenisnya) kepada Wajib Pajak Luar Negeri, diwajibkan untuk melakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas transaksi tersebut. Dengan berdasarkan PMK RI Nomor 9/PMK.03/2018 berisi tentang SPT, pelaporan SPT PPh pasal 26 wajib e-Filing sejak 1 April 2018.

 

Adapun tarif umum untuk PPh pasal 26 adalah 20%. Namun kalau mengikuti tax treaty/Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), maka tarif dapat berubah.

 

Tarif untuk PPh Pasal 26

Tarif 20% (final) atas jumlah bruto yang dapat dikenakan atas:

  1. Suatu dividen
  2. Suatu bunga, termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan adanya jaminan pembayaran pinjaman
  3. Suatu royalti, sewa, dan pendapatan lain yang juga terkait dengan penggunaan aset
  4. Suatu insentif yang berkaitan pada jasa, pekerjaan, dan kegiatan
  5. Suatu hadiah dan sebuah penghargaan
  6. Suatu pensiun dan juga pembayaran berkala
  7. Suatu premi swap dan juga transaksi lindung lainnya
  8. Suatu perolehan berupa keuntungan dari penghapusan utang

 

Tarif 20% (final) dari laba bersih yang dapat diharapkan dari:

  1. Sebuah pendapatan yang di dapat dari penjualan aset di Indonesia.
  2. Sebuah premi asuransi, premi reasuransi yang akan dibayarkan langsung maupun melalui sebuah pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.

 

Tarif 20% (final) didapat dari laba bersih yang diharapkan selama penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara perusahaan media ataupun perusahaan tujuan khusus yang dapat didirikan atau bertempat di negara yang memberikan sebuah perlindungan pajak yang memiliki hubungan khusus untuk suatu entitas ataupun bentuk usaha tetap (BUT) didirikan di Indonesia.

 

Tarif 20% yang didapat dari penghasilan kena pajak yang sudah dikurangi dengan pajak, suatu bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia, kecuali pada penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.

 

Adapun tingkat berdasarkan tax treaty (perjanjian pajak) yang juga dikenal sebagai JGI Penghindaran Pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan negara-negara lain yang berada dalam perjanjian tersebut, mungkin berbeda satu sama lain. Tarif mereka biasanya dapat mengurangi tingkat dari tarif biasa 20%, dan beberapa mungkin memiliki tarif 0%.

Pemalsuan SPT Dapat Dikenakan Sanksi

PT Jovindo Solusi Batam adalah perusahaan konsultan pajak dengan pengalaman yang luas dibidang perpajakan. Kami siap menangani permasalahan perpajakan Anda. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas informasi terkait tentang Pemalsuan SPT Dapat Dikenakan Sanksi. Berikut ini pembahasannya.

Pasal Perpajakan yang Berlaku

Sebagaimana didalam peraturan perundang-undangan pajak, Surat Pemberitahuan Tahunan atau SPT merupakan sebuah laporan wajib yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia yang sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk melakukan pelaporan harta dan kewajiban perpajakan yang ada.

Wajib Pajak juga harus menyetor laporan SPT Tahunan yang berisikan segala perhitungan dan pembayaran pajak untuk suatu objek pajak maupun bukan pajak. Hal ini merupakan sebuah keharusan bagi para Wajib Pajak di Indonesia untuk dapat melaporkan SPT Tahunan mereka setiap tahunnya.

Adapun jenis pelanggaran perpajakan yang terdapat didalam UU No. 28/2007, antara lain:

  1. Dengan tidak mendaftarkan diri untuk bisa mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak atau juga tidak melaporkan usahanya untuk dapat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
  2. Dengan menyalahgunakan atau menggunakan tanpa mendapatkan hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
  3. Dengan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
  4. Dengan menyampaikan suatu Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar ataupun tidak lengkap;
  5. Dengan melakukan penolakan untuk dipemeriksa sebagaimana dalam Pasal 29;
  6. Dengan memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau sudah dipalsukan jadi seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya
  7. Dengan tidak menyelenggarakan suatu pembukuan atau pencatatan di Indonesia, juga tidak memperlihatkan ataupun tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;
  8. Dengan tidak adanya penyimpanan buku, catatan, atau dokumen yang telah menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain juga termasuk dalam hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola menggunakan elektronik ataupun diselenggarakan secara program aplikasi online di Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11);
  9. Dengan tak menyetorkan pajak yang sudah terpotong atau terpungut sehingga juga dapat menimbulkan suatu kerugian pada pendapatan negara dapat  dipidana dengan pidana penjara paling cepat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan mendapat denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak ataupun kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak ataupun kurang dibayar.

Himbauan untuk wajib pajak

Wajib Pajak harus dilaporkan secara rinci atas kepemilikan hartanya. Apa saja harta yang diwajibkan untuk kita lapor? Ada 6 kelompok, sebagi berikut:

  1. Sebuah Kas dan Setara Kas
  2. Sebuah Harta yang berbentuk Piutang
  3. Sebuah Investasi
  4. Sebuah Alat Transportasi
  5. Sebuah Harta Bergerak
  6. Sebuah Harta Tidak Bergerak

Jika melihat sebuah kewajaran, setiap wajib pajak, termasuk ASN tentu saja juga memiliki harta. Oleh karena itu, mustahil jika tidak mengisikan kolom harta pada SPT Tahunan. Mungkin selama ini hanya dapat melaporkan beberapa item saja supaya bisa dapat tersimpan ketika pengisian e-filing. Bukannya tidak mungkin tapi masih ada harta lain yang tidak terlapor.

Apa Akibatnya?

Salah satu konsep yang harus dapat kita pahami adalah dengan penghasilan yang kita terima dapat habis melalui 2 hal, yaitu dengan konsumsi dan juga investasi. Jika penghasilan tersebut tidak dapat habis dalam konsumsi, maka akan ada budget untuk melakukan investasi ke dalam aset, misalnya berupa tabungan, membeli kendaraan atau tanah.

Adapun jika harta yang kita miliki tersebut tidak terlapor dalam SPT Tahunan, maka bisa jadi dapat menimbulkan masalah pada kemudian hari. Salah satu masalah yang mungkin dapat timbul adalah jika harta tersebut sudah terpantau oleh DJP melalui mekanisme pemeriksaan atau ekstensifikasi pajak.

Direktorat Jenderal Pajak juga telah menjalin kerjasama dalam berbagai lembaga, berupa instansi maupun asosiasi lain terkait dengan data transaksi wajib pajak. Saat ini telah tercatat ada setidaknya 69 lembaga yang dengan secara rutin mengirimkan data kepada DJP.

Mengenal Apa Itu Akuntansi

PT Jovindo Solusi Batam bisa menjadi pilihan yang tepat untuk berkonsultasi dengan anda di bidang perpajakan, karena perusahaan ini sudah terjamin professional dan terpercaya di Batam. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas informasi terkait tentang Mengenal Apa Itu Akuntansi. Berikut ini pembahasannya.

Hanya beberapa dari kita yang mengetahui tentang banyaknya fungsi dan jenis akuntansi yang digunakan dalam suatu industri atau perusahaan. Adapun kita seringkali menganggap akuntasi yang digunakan di sebuah perusahaan akan sama saja jenis akuntansi yang digunakan di perusahaan lain. Akan tetapi, penggunaan suatu jenis akuntasi biasanya akan didasarkan pada jenis dan bidang industri dari suatu perusahaan.

Pengertian Dari Akuntansi

Secara sederhananya, akuntansi merupakan sebuah proses mencatat, mengelompokkan, menganalisis, dan mengkomunikasikan informasi keuangan suatu entitas kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Baik itu untuk perusahaan, organisasi nirlaba, ataupun individu.

Adapun menurut American Accounting Association (AAA), akuntansi merupakan suatu sistem yang digunakan untuk pengidentifikasian dan pengukuran untuk memberikan sebuah laporan informasi ekonomi dan penilaiannya. Tujuannya adalah untuk melakukan sebuah perhitungan secara periodik pada suatu usaha atau pengeluaran terhadap hasil yang dicapai.

Manfaat Dari Akuntansi

Akuntansi berupa umum dan banyak digunakan didalam dunia bisnis, baik digunakan oleh perusahaan kecil hingga perusahaan besar. Adapun sejumlah fungsi dari Akuntansi untuk bisnis antara lain, sebagai berikut:

  1. Data Untuk Kepentingan Internal

Akuntansi juga dapat menyajikan sejumlah data yang penting untuk keperluan internal sebuah perusahaan seperti dengan melakukan perencanaan mengenai strategi perusahaan, pertumbuhan perusahaan dan pertumbuhan keuangan perusahaan.

  1. Data Untuk Investor

Akuntansi dapat digunakan untuk menunjukkan posisi perusahaan, serta bagaimana kinerjanya, sehingga pihak investor dapat memberikan keputusan yang benar.

  1. Dasar Penilaian untuk Mendapat Pinjaman

Memiliki kemiripan dengan data untuk investor, adapun data dan kinerja yang tercermin dalam laporan akuntansi untuk perusahaan juga menjadi sebuah dasar penilaian dari bank apabila perusahaan tersebut hendak mengajukan bantuan berupa modal atau pinkaman.

  1. Melacak Pembayaran

Akuntansi juga dapat membantu perusahaan dalam melakukan pencatatan piutang dan hutang usaha dalam penjualan yang terjadi. Dengan adanya akuntansi ini serta dilakukannya pencatatan keuangan, perusahaan atau bisnis dapat mempertanggungjawabkan keuangannya terhadap pihak yang berkepentingan.

Fungsi dan Jenis Akuntansi

Adapun penggunaan suatu jenis akuntasi biasanya akan didasarkan pada jenis dan bidang industri pada suatu perusahaan. Berikut ini ada beberapa jenis akuntansi yakni:

  1. Akuntansi Keuangan (General Accounting / Financial Accounting)

Jenis akuntansi ini merupakan yang paling umum dan banyak digunakan dalam suatu perusahaan. Pada akuntansi jenis ini terdapat sebuah aktivitas pencatatan dan penyajian laporan keuangan dalam satu periode. Jenis akuntansi ini juga berfokus pada penyusunan sebuah laporan keuangan, seperti laporan laba rugi, neraca, dan laporan arus kas.

  1. Akuntansi Manajemen (Management Accounting)

Akuntansi manajemen ini berfokus dengan menyediakan sebuah informasi keuangan dan non-keuangan yang relevan bagi suatu manajemen dalam pengambilan keputusan internal. Adapun laporan keuangan dan non keuangan pada akuntansi manajemen bersifat rahasia dan juga hanya diperuntukkan pada pihak internal perusahaan / manajemen saja.

  1. Akuntansi Biaya (Cost Accounting)

Akuntansi biaya merupakan sebuah jenis akuntansi yang dapat digunakan untuk mengelola berbagai hal yang terkait akan biaya perusahan. Dengan adanya akuntansi ini pula, sebuah perusahaan dapat mengendalikan dan merencanakan biaya operasionalnya.

Perusahaan yang menjalankan sebuah usaha dalam bidang produksi umumnya menggunakan jenis akuntansi ini untuk mencatat biaya produksinya seperti biaya bahan baku, overhead sampai biaya tenaga kerja.

  1. Akuntansi Pajak (Tax Accounting)

Akuntansi pajak merupakan jenis akuntansi yang berhubungan dengan perhitungan pada pajak. Akuntansi ini juga digunakan untuk menghitung dan menetapkan jumlah pajak terutang yang akan ditanggung sebuah perusahaan.

  1. Akuntansi Pemeriksaan (Auditing)

Jenis akuntansi ini merupankan jenis yang akan digunakan untuk audit ataupun untuk melakukan pemeriksaan transaksi dan laporan keuangan. Adapun hasil pemeriksaan dari akuntansi ini nantinya dijadikan dasar untuk memberikan penilaian dan opini atas kelayakan pada laporan keuangan yang akan diperiksa.

Demikianlah penjelasan mengenai pengertian, fungsi, serta jenis-jenis dari akuntansi yang umumnya terdapat dan digunakan oleh suatu perusahaan dalam dunia bisnis dan usaha.

Apa Perbedaan Skema TER Pajak Pegawai Tetap, Tidak Tetap, dan Bukan Pegawai

PT Jovindo Solusi Batam bisa menjadi pilihan yang tepat untuk berkonsultasi dengan anda di bidang perpajakan , karena perusahaan ini sudah terjamin professional dan terpercaya di Batam. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas informasi terkait tentang Apa Perbedaan Skema TER Pajak Pegawai Tetap, Tidak Tetap, dan Bukan Pegawai, dan Bukan Pegawai. Berikut ini pembahasannya.

Pemerintah menetapkan adanya tarif efektif rata-rata (TER) yang digunakan untuk perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 maupun untuk PPh Pasal 26 bagi pegawai mulai 1 Januari 2024 dengan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 dan juga Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023. Secara umum, adanya penggolongan pegawai dalam beleid tersebut, yaitu pegawai tetap, tidak tetap, dan bukan pegawai. Apa perbedaan dari ketiga jenis pegawai itu dalam skema TER pajak?

Apa itu PPh Pasal 21?

PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, honorarium, tunjangan, upah, uang pensiun, dan pembayaran lain adapun dengan nama dan dalam bentuk apa saja yang berhubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang akan dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 21 Undang – Undang PPh.

Apa itu PPh Pasal 26?

PPh Pasal 26 yang berhubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, yaitu sebuah pajak atas penghasilan yang berupa gaji, honorarium, tunjangan, upah, pensiun, dan pembayaran berkala lainnya, serta pembayaran lain dengan menggunakan nama dan dalam bentuk apa saja yang berhubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang akan dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi luar negeri, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 26 Undang-Undang PPh.

Apa itu skema TER Pajak Penghasilan Pasal 21?

Tarif menghitung PPh Pasal 21 dengan adanya dua skema pilihan, yaitu berupa TER bulanan dan harian. Adapun TER bulanan yang dikategorikan berdasarkan adanya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang sesuai status perkawinan dan juga jumlah tanggungan Wajib Pajak terhadap pada awal tahun pajak. Tarif efektif bulanan terbagi menjadi tiga kategori, yaitu:

  • Kategori A, yang diterapkan atas penghasilan bruto bulanan yang akan diterima atau diperoleh penerima penghasilan dengan status PTKP tidak kawin tanpa adanya tanggungan (TK/0), tidak kawin dengan adanya jumlah tanggungan berupa 1 orang (TK/1), dan kawin tanpa adanya tanggungan (K/0). TER bulanan dengan kategori A sebesar 0 persen untuk penghasilan bulanan yang sampai Rp 5,4 juta, hingga tarif 34 persen terhadap penghasilan bulanan yang ada diatas Rp 1,4 miliar;
  • Kategori B, yang diterapkan atas penghasilan bruto bulanan yang akan diterima atau diperoleh penerima penghasilan dengan status PTKP tidak kawin dengan adanya tanggungan berupa 2 orang (TK/2), tidak kawin dengan adanya jumlah tanggungan berupa 3 orang (TK/3), kawin dengan adanya jumlah tanggungan berupa 1 orang (K/1), dan kawin dengan adanya jumlah tanggungan berupa 2 orang (K/2). TER dengan kategori B dimulai dengan sebesar 0 persen untuk penghasilan bulanan yang sampai Rp 6,2 juta, hingga tarif 34 persen terhadap penghasilan bulanan yang ada diatas Rp 1,405 miliar; dan
  • Kategori C, yang diterapkan atas penghasilan bruto bulanan yang akan diterima atau diperoleh penerima penghasilan dengan status PTKP kawin dengan adanya jumlah tanggungan berupa 3 orang (K/3). TER dengan kategori C yang telah ditetapkan sebesar 0 persen untuk penghasilan bulanan yang sampai dengan Rp 6,6 juta, hingga tarif 34 persen terhadap penghasilan bulanan yang ada diatas Rp 1,419 miliar;

Sementara itu, TER harian telah ditetapkan sebesar 0 persen untuk penghasilan yang sampai dengan Rp 450 ribu dan 0,5 persen terhadap penghasilan yang ada di atas Rp 450 ribu hingga Rp 2,5 juta.

Apa itu pegawai tetap?

PMK Nomor 168 Tahun 2023 mendefinisikan tentang pegawai tetap sebagai pegawai yang akan  menerima atau memperoleh penghasilan denga secara teratur, termasuk dalam anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta pegawai yang akan bekerja berdasarkan kontrak untuk sesuai dengan jangka waktu tertentu—sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh dalam pekerjaan tersebut.

Bagaimana pengenaan skema TER Pajak Penghasilan Pasal 21 terhadap pegawai tetap?

Adapun pada Pasal 15 ayat (1) dan (2) PMK Nomor 168 Tahun 2023, tentang TER bulanan untuk pegawai tetap yang diterapkan untuk penghitungan PPh Pasal 21 per masa, sedangkan pada tarif Pasal 17 UU PPh yang digunakan untuk penghitungan PPh Pasal 21 pada masa pajak terakhir. Ketentuan ini juga diberlakukan untuk pensiunan atau pegawai yang sudah berhenti di pertengahan tahun.

Dengan demikian, TER bulanan yang digunakan untuk setiap masa pajak dan penghitungan ulang dapat menggunakan tarif progresif yang dilakukan pada masa pajak terakhir, yakni pada masa saat pegawai tersebut sudah berhenti bekerja (resign).

Apa itu pegawai tidak tetap?

Pegawai tidak tetap merupakan pegawai yang termasuk dengan tenaga kerja lepas, yang hanya akan menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, dengan berdasarkan jumlah harinya bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan.

Bagaimana pengenaan skema TER PPh Pasal 21 terhadap pegawai tidak tetap?

PPh Pasal 21 untuk pegawai yang tidak tetap dengan adanya penghasilan rata-rata harian yang sampai dengan Rp 2.500.000, maka dihitung dengan menggunakan TER harian. Apabila melebihi dari Rp 2.500.000, maka PPh Pasal 21 terutang akan dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh yang dikalikan dengan 50 persen dari jumlah penghasilan bruto sehari atau rata-rata jumlah penghasilan bruto sehari.

Apa itu bukan pegawai?

Bukan pegawai merupakan orang pribadi yang selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap yang telah memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa saja sebagai imbalannya atas pekerjaan yang bebas atau jasa yang telah dilakukan berdasarkan dengan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.

Bagaimana pengenaan skema TER PPh Pasal 21 terhadap bukan pegawai?

Pada PPh Pasal 21 skema TER yang dihitung menggunakan tarif progresif yang sesuai dengan Pasal 17 UU PPh. Berdasarkan pengenaan pajak yang digunakan adalah 50 persen dari pada penghasilan bruto.

DJP Mengingatkan Perusahaan Segera Berikan Bukti Potong Pajak ke Karyawan

PT Jovindo Solusi Batam bisa menjadi pilihan yang tepat untuk berkonsultasi dengan anda di bidang perpajakan , karena perusahaan ini sudah terjamin professional dan terpercaya di Batam. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas informasi terkait tentang DJP Mengigatkan Perusahaan Segera Berikan Bukti Potong Pajak ke Karyawan. Berikut ini pembahasannya.

Menjelang batas akhir pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2023, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengimbau para pemberi kerja untuk segara menyerahkan bukti potong pajak kepada karyawannya. Dirjen Pajak menyatakan pihaknya akan mengirimkan pengingat kepada pemberi kerja untuk segera menyerahkan bukti potong kepada karyawan melalui email blast.

Pihak Dirjen Pajak telah mewajibkan pemberi kerja untuk memberikan bukti potong pajak kepada karyawannya. Hal ini sesuai dengan PER-16/PJ/2016 yang menyebutkan pemberi kerja sebagai pemotong PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 26 harus memberikan bukti pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima pekerja paling lama 1 bulan setelah tahun kalender berakhir.

Dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pepajakan (KUP), diatur batas akhir penyampaian SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak atau 31 Maret 2024. Sementara itu, untuk SPT Tahunan wajib pajak badan paling lambat 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak atau 30 April 2024.

Jika wajb pajak orang pribadi sudah menerima bukti potong pajak dari pemberi kerja, wajib pajak orang pribadi tersebut dapat melakukan pelaporan SPT Tahunan baik secara manual maupun online yaitu melalui e-filing atau e-form. Electronic filing identification number (EFIN) merupakan hal yang wajib dimiliki terlebih dahulu, Untuk wajib pajak orang pribadi yang baru saja terdaftar dan ingin melaporkan SPT Tahunannya secara online

EFIN sendiri merupakan nomor identitas elektronik yang terdiri dari 10 digit angka yag diterbitkan oleh DJP dengan tujuan agar wajib pajak dapat melakukan transaksi elektronik perpajakan. Bagi wajib pajak yang ingin mendapatkan nomor EFIN, dapat melakukan pengajuan pembuatan EFIN ke alamat email kantor pajak terdekat dengan tempat tinggal.

Jika penyampaian SPT Tahunan telambat, maka akan dikenai sanksi administrasi berupa denda. Untuk wajib pajak orang pribadi, jika terlambat menyampaikan SPT Tahunan akan dikenakan denda senilai Rp100.000, sementara untuk wajib pajak badan dikenakan denda senilai Rp1 juta.

Mengenal Apa Itu Tax Planning

PT Jovindo Solusi Batam merupakan sebuah Perusahaan yang bergerak dibidang perpajakan di Batam. PT Jovindo bisa menjadi pilihan yang tepat untuk anda bisa berkonsultasi, karena PT Jovindo merupakan peusahaan terpercaya dan professional. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas informasi terkait tentang Tax planning. Berikut ini pembahasannya

Tax planning adalah suatu strategi yang digunakan untuk mengatur perhitungan pajak. Tak jarang orang merasa keberatan dalam membayar pajak karena mereka menganggap pajak sebagai beban pada penghasilan mereka.

Tax planning adalah sebuah strategi yang digunakan untuk mengatur perhitungan pajak. Tak jarang orang merasa keberatan dalam membayar pajak karena mereka menganggap pajak sebagai beban pada penghasilan mereka. Jika Anda ataupun orang sekitar Anda merasakan hal ini, berarti mereka belum mengenal apa itu tax planning.

Adapun Tax planning memiliki beberapa tujuan yang dapat nantinya menguntungkan, terutama bagi Anda yang memiliki usaha. Untuk dapat memahami apa tujuan tax planning dan bagaimana cara menerapkannya, mari kita simak penjelasan sebagai berikut:

Definisi & Tujuan Tax Planning

Tax planning atau disebut sebagai perencanaan pajak adalah suatu Upaya yang dilakukan agar Wajib Pajak dapat membayar pajak seminimal mungkin dan juga tidak melebihi jumlah yang sebenarnya. Hal ini juga bermanfaat agar pengusaha memperoleh keuntungan yang maksimal.

Adapun tujuan utama dari perencanaan pajak adalah:

  • Meningkatkan efisiensi keuangan dengan mengurangi biaya yang berdampak pada penghasilan.
  • Menghindari sanksi dan denda dengan menghitung dan mempersiapkan pembayaran pajak yang sesuai dengan aturan yang berlaku.
  • Meningkatkan kepercayaan masyarakat dan pemerintah pada usaha Anda.

Tax planning bukanlah suatu upaya untuk kita bisa menghindar dari kewajiban perpajakan. Perencanaan ini justru dapat meningkatkan efisiensi pembayaran pajak sehingga tidak terjadi kurang atau lebih bayar.

Menerapkan tax planning dengan sah dapat Wajib Pajak lakukan asal sesuai dengan mengikuti peraturan pajak yang sedang berlaku. Oleh karena itu pula, Wajib Pajak perlu mengetahui apa saja yang menjadi syarat-syarat berikut untuk menjalankan perencanaan pajak.

Syarat untuk Menjalankan Tax Planning

Adapun Wajib Pajak yang menjalankan sebuah tax planning dengan tanpa memperhatikan syarat-syarat di bawah ini, justru nantinya akan memperoleh kerugian, dimulai dari penghasilan yang tidak optimal hingga bisa mendapatkan sanksi dan denda dari kantor pajak.

Berikut adalah syarat-syarat sebelum menerapkan perencanaan pajak:

  1. Bagi Wajib Pajak yang ingin menjalankan perencanaan pajak tidak diperbolehkan melanggar peraturan perpajakan yang sedang berlaku berlaku.
  2. Tidak boleh memalsukan bukti maupun data pendukung lain untuk membayar dan melaporkan pajak.
  3. Wajib Pajak dapat menerapkan perencanaan pajak dalam bisnis asalkan masuk akal untuk bisnis itu sendiri dan tidak beresiko melemahkan strategi perencanaan pajak.

Jenis dan Strategi Tax Planning

Adapu berdasarkan bentuk transaksinya, perencanaan pajak terbagi menjadi 2 jenis, sebagai berikut:

  1. National Tax Planning

Apabila Anda memiliki usaha di Indonesia dan melakukan transaksi yang terbatas di dalam negeri, maka Anda dapat menerapkan national tax planning. Adapun aturan yang berkaitan dengan perencanaan pajak nasional antara lain:

  • UU No. 28 Th. 2007 tentang KUP dan aturan pelaksanaannya
  • UU No. 36 Th. 2008 tentang PPh dan aturan pelaksanaannya
  • UU No. 42 Th. 2009 tentang PPN dan PPnBM serta aturan pelaksanaannya
  1. International Tax Planning

Apabila Anda memiliki usaha yang juga melakukan transaksi di mancanegara, maka Anda dapat menerapkan international tax planning. Adapun aturan yang berkaitan dengan perencanaan pajak internasional antara lain:

  • UU No. 28 Th. 2007 berisi tentang KUP dan aturan pelaksanaannya
  • UU No. 36 Th. 2008 berisi tentang PPh dan aturan pelaksanaannya
  • UU No. 42 Th. 2009 berisi tentang PPN dan PPnBM serta berisi aturan pelaksanaannya.
  • Juga berisi Tax Treaty atau P3B (Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda).

Selain terdapat jenis-jenisnya, berikut ini adalah skema perencanaan pajak yang akan bisa Anda terapkan.

  1. Tax Avoidance

Tax avoidance merupakan suatu strategi untuk kitab isa menghindari kewajiban perpajakan dengan melakukan sebuah transaksi yang bukan termasuk objek pajak. Contoh, perusahaan mengubah tunjangan karyawan yang tadinya berbentuk uang menjadi natura yang dikecualikan dari objek pajak.

  1. Tax Saving

Strategi tax saving dapat Anda gunakan untuk bisa menghemat biaya pajak dengan cara memilih alternatif biaya yang lebih rendah. Contoh, UMKM yang memiliki keuntungan di bawah 4,8 M per tahun bisa memanfaatkan tarif PPh final 0,5% hingga jangka waktu tertentu.

  1. Kredit Pajak Dioptimalkan

Skema lain yang bisa digunakan dalam melakukan perencanaan pajak adalah dengan mengoptimalkan pengkreditan pajak asal tidak melewati batas tertentu dalam peraturan perpajakan.  Adapun pajak yang bisa dikreditkan antara lain:

  • PPh pasal 22 terhadap pembelian solar atau impor
  • PPh pasal 23 terhadap penghasilan jasa atau sewa
  • PPN terhadap faktur pajak masukan
  • Pajak fiskal luar negeri terhadap perjalanan dinas pegawai
  1. Menunda Pembayaran Pajak

Wajib Pajak juga dapat menerapkan penundaan pembayaran pajak. Misalnya, Anda bisa menunda pembayaran PPN dengan menangguhkan penerbitan faktur pajak hingga batas waktu tertentu.

  1. Menghindari dari Pelanggaran Pajak

Adapun strategi yang tak kalah penting adalah Wajib Pajak perlu mengetahui tentang regulasi pajak yang berlaku, termasuk juga regulasi yang berubah karena adanya peraturan perpajakan di Indonesia sering sekali mengalami yang namanya pembaruan atau perubahan. Hal ini perlu diperhatikan agar Wajib Pajak terhindar dari sanksi dan denda.

Langkah-langkah Pelaksanaan Tax Planning

Kini, Anda sudah dapat memahami apa itu pengertian hingga strategi apa saja yang dapat diterapkan dalam melakukan tax planning. Lalu, bagaimana cara menerapkannya? Dibawah ini Anda dapat mengikuti langkah-langkah berikut ini:

  1. Lakukan banyak riset terkait peraturan perpajakan. Tujuannya, agar Anda dapat mengetahui berapa besar pajak yang harus ditanggung oleh perusahaan.
  2. Pilih strategi perencanaan pajak yang sesuai dengan bentuk transaksi perusahaan Anda. Pilihlah strategi yang paling menguntungkan dan sesuai dengan peraturan perpajakan yang ada.
  3. Setelah menjalankan strategi perencanaan pajak, lakukan evaluasi secara berkala terkait efisiensi pembayaran pajak dan pengaruhnya terhadap omzet Anda.
  4. Apabila terdapat kelemahan pada perencanaan, maka lakukan perbaikan. Jangan lupa, Anda juga harus terus update dengan perubahan peraturan perpajakan sehingga strategi bisa diperbaharui.

 

Itulah definisi, jenis, hingga cara menjalankan tentang tax planning. Juga membuat perencanaan pajak terkadang memang susah-susah gampang. Pasalnya, salah sedikit saja, Wajib Pajak bisa mendapatkan SP2DK dari kantor pajak. Untuk bisa menghindari hal ini, Anda bisa mengkonsultasikan perencanaan pajak agar matang dan detail dengan PT Jovindo Solusi Batam! PT Jovindo Solusi Batam sekarang!

Tarif Pemotongan PPh 21

PT Jovindo Solusi Batam merupakan Perusahaan yang profesional dan terpercaya di Batam. PT Jovindo bisa menjadi pilihan yang tepat untuk berkonsultasi dengan anda di bidang perpajakan. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas informasi terkait tentang Perubahan Tarif Pemotongan PPh 21. Berikut ini pembahasannya.

Adapun Pemerintah mengambil langkah penting penyesuaian terhadap tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) di tahun 2024. Dengan melakukan pen erbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023, Wajib Pajak resmi menggunakan tarif baru, yang mulai diberlakukan pada tanggal 1 januari 2024 yakni tarif efektif atau TER.

TER PPh 21terbaru tercantum pada PP 58/2023 memperhatikan pengurang penghasilan bruto, adapun contohnya seperti biaya jabatan atau biaya pensiun, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Tujuan tarif pemotongan PPh 21 ini untuk memberikan kemudahan dan kesederhanaan. bagi para pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota TNI/Polri, dan pensiunan. termasuk dalam teknis perhitungan serta administrasi pemotongan PPh Pasal 21 bagi Wajib Pajak.

Jenis Tarif Efektif PPh 21

Menurut Pasal 2 PP 58/2023, tarif efektif PPh 21 dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

  1. Tarif efektif bulanan (TER bulanan).

penghasilan bruto yang diterima bulanan pada satu masa pajak merupakan penghasil bruto yang dikenakan TER bulanan oleh Wajib Pajak orang pribadi dengan status pegawai tetap.

  1. Tarif efektif harian (TER harian).

penghasilan bruto yang diterima harian, mingguan, satuan, maupun borongan merupakan penghasilan bruto yang dikenakan TER harian oleh Wajib Pajak orang pribadi dengan status pegawai tidak tetap.

Tarif Efektif Bulanan PPh 21

Tarif pemotongan PPh 21 bulanan terdiri dari TER bulanan yang digunakan untuk perhitungan PPh 21 pada setiap masa pajak dan tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a, digunakan untuk selain masa pajak terakhir, dan masih digunakan pada perhitungan PPh 21 seperti ketentuan saat ini.

Tarif efektif bulanan PPh 21 akan dibagi tiga kategori, adapun kategori ini berdasarkan pada Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang disesuaikan dengan status perkawinan dan jumlah tanggungan Wajib Pajak pada awal tahun pajak. Tiga kategori tersebut yaitu kategori A, B, dan C.

  1. Tarif Efektif Bulanan Kategori A (TER A)

Penghasilan bruto bulanan orang pribadi dengan status PTKP, diterapkan atas Tarif Efektif Bulanan Kategori A:

  • Tanpa tanggungan (TK/0) untuk yang belum menikah
  • Tanggungan sebanyak 1 orang (TK/1) untuk yang belum menikah
  • Tanpa tanggungan (K/0) untuk yang sudah menikah

Tarif efektif bulanan kategori A memiliki tarif PPh 21 yang dimulai dari 0% untuk menghasilkan  penghasilan bruto bulanan sampai dengan Rp5,4 juta sampai 34% untuk penghasilan bruto bulanan di atas Rp1,4 miliar.

Berdasarkan masing-masing lapisan penghasilan bruto bulanan terdapat Rincian seluruh tarif efektif bulanan kategori A dapat dilihat pada tabel berikut:

No. Tarif Efektif Bulanan Kategori A (TER A)
Lapisan Penghasilan Bruto Bulanan Tarif Pajak
1 Rp0 – Rp5,4 juta 0%
2 Di atas Rp5,4 juta – Rp5,65 juta 0%
3 Di atas Rp5,65 juta – Rp5,95 juta 1%
4 Di atas Rp5,95 juta – Rp6,3 juta 0,75%
5 Di atas Rp6,3 juta – Rp6,75 juta 1%
6 Di atas Rp6,75 juta – Rp7,5 juta 1,25%
7 Di atas Rp7,5 juta – Rp8,55 juta 1,5%
8 Di atas Rp8,55 juta – Rp9,65 juta 1,75%
9 Di atas Rp9,65 juta – Rp10,05 juta 2%
10 Di atas Rp10,05 juta – Rp10,35 juta 2,25%
11 Di atas Rp10,35 juta – Rp10,7 juta 2,5%
12 Di atas Rp10,7 juta – Rp11,05 juta 3%
13 Di atas Rp11,05 juta – Rp11,6 juta 3,5%
14 Di atas Rp11,6 juta – Rp12,5 juta 4%
15 Di atas Rp12,5 juta – Rp13,75 juta 5%
16 Di atas Rp13,75 juta – Rp15,1 juta 6%
17 Di atas Rp15,1 juta – Rp16,95 juta 7%
18 Di atas Rp16,95 juta – Rp19,75 juta 8%
19 Di atas Rp19,75 juta – Rp24,15 juta 9%
20 Di atas Rp24,15 juta – Rp26,45 juta 10%
21 Di atas Rp26,45 juta – Rp28 juta 11%
22 Di atas Rp28 juta – Rp30,05 juta 12%
23 Di atas Rp30,05 juta – Rp32,4 juta 13%
24 Di atas Rp32,4 juta – Rp35,4 juta 14%
25 Di atas Rp35,4 juta – Rp39,1 juta 15%
26 Di atas Rp39,1 juta – Rp43,85 juta 16%
27 Di atas Rp43,85 juta – Rp47,8 juta 17%
28 Di atas Rp47,8 juta – Rp51,4 juta 18%
29 Di atas Rp51,4 juta – Rp56,3 juta 19%
30 Di atas Rp56,3 juta – Rp62,2 juta 20%
31 Di atas Rp62,2 juta – Rp68,6 juta 21%
32 Di atas Rp68,6 juta – Rp77,5 juta 22%
33 Di atas Rp77,5 juta – Rp89 juta 23%
34 Di atas Rp89 juta – Rp103 juta 24%
35 Di atas Rp103 juta – Rp125 juta 25%
36 Di atas Rp125 juta – Rp157 juta 26%
37 Di atas Rp157 juta – Rp206 juta 27%
38 Di atas Rp206 juta – Rp337 juta 28%
39 Di atas Rp337 juta – Rp454 juta 29%
40 Di atas Rp454 juta – Rp550 juta 30%
41 Di atas Rp550 juta – Rp695 juta 31%
42 Di atas Rp695 juta – Rp910 juta 32%
43 Di atas Rp910 juta – Rp1,4 miliar 33%
44 Di atas Rp1,4 miliar ke atas 34%
  1. Tarif Efektif Bulanan Kategori B (TER B)

Penghasilan bruto bulanan orang pribadi dengan status PTKP, diterapkan atas Tarif Efektif Bulanan Kategori B:

  • Dengan tanggungan sebanyak 2 orang (TK/2) untuk yang belum menikah
  • Dengan tanggungan sebanyak 3 orang (TK/3) untuk yang belum menikah
  • Dengan tanggungan sebanyak 1 orang (K/1) untuk yang sudah menikah
  • Dengan tanggungan sebanyak 2 orang (K/2) untuk yang sudah menikah

Tarif efektif bulanan kategori B memiliki tarif PPh 21 yang dimulai dari 0% untuk menghasilkan  penghasilan bruto bulanan sampai dengan Rp6,2 juta sampai 34% untuk penghasilan bruto bulanan di atas Rp1,405 miliar.

Berdasarkan masing-masing lapisan penghasilan bruto bulanan terdapat Rincian seluruh tarif efektif bulanan kategori B dapat dilihat pada tabel berikut:

No. Tarif Efektif Bulanan Kategori B (TER B)
Lapisan Penghasilan Bruto Bulanan Tarif Pajak
1 Rp0 – Rp6,2 juta 0%
2 Di atas Rp6,2 juta – Rp6,5 juta 0,25%
3 Di atas Rp6,5 juta – Rp6,85 juta 0,50%
4 Di atas Rp6,85 juta – Rp7,3 juta 0,75%
5 Di atas Rp7,3 juta – Rp9,2 juta 1%
6 Di atas Rp9,2 juta – Rp10,75 juta 1,5%
7 Di atas Rp10,75 juta – Rp11,25 juta 2%
8 Di atas Rp11,25 juta – Rp11,6 juta 2,50%
9 Di atas Rp11,6 juta – Rp12,6 juta 3%
10 Di atas Rp12,6 juta – Rp13,6 juta 4%
11 Di atas Rp13,6 juta – Rp14,95 juta 5%
12 Di atas Rp14,95 juta – Rp16,4 juta 6%
13 Di atas Rp16,4 juta – Rp18,45 juta 7%
14 Di atas Rp18,45 juta – Rp21,85 juta 8%
15 Di atas Rp21,85 juta – Rp26 juta 9%
16 Di atas Rp26 juta – Rp27,7 juta 10%
17 Di atas Rp27,7 juta – Rp29,35 juta 11%
18 Di atas Rp29,35 juta – Rp31,45 juta 12%
19 Di atas Rp31,45 juta – Rp33,95 juta 13%
20 Di atas Rp33,95 juta – Rp37,1 juta 14%
21 Di atas Rp37,1 juta – Rp41,1 juta 15%
22 Di atas Rp41,1 juta – Rp45,8 juta 16%
23 Di atas Rp45,8 juta – Rp49,5 juta 17%
24 Di atas Rp49,5 juta – Rp53,8 juta 18%
25 Di atas Rp53,8 juta – Rp58,5 juta 19%
26 Di atas Rp58,5 juta – Rp64 juta 20%
27 Di atas Rp64 juta – Rp71 juta 21%
28 Di atas Rp71 juta – Rp80 juta 22%
29 Di atas Rp80 juta – Rp93 juta 23%
30 Di atas Rp93 juta – Rp109 juta 24%
31 Di atas Rp109 juta – Rp129 juta 25%
32 Di atas Rp129 juta – Rp163 juta 26%
33 Di atas Rp163 juta – Rp211 juta 27%
34 Di atas Rp211 juta – Rp374 juta 28%
35 Di atas Rp374 juta – Rp459 juta 29%
36 Di atas Rp459 juta – Rp555 juta 30%
37 Di atas Rp555 juta – Rp704 juta 31%
38 Di atas Rp704 juta – Rp957 juta 32%
39 Di atas Rp957 juta – Rp1,405 miliar 33%
40 Di atas Rp1,405 miliar 34%
  1. Tarif Efektif Bulanan Kategori C (TER C)

Penghasilan bruto orang pribadi dengan status PTKP kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak 3 orang (K/3), diterapkan atas Tarif Efektif Bulanan Kategori C:

Tarif efektif bulanan kategori C memiliki tarif PPh 21 yang dimulai dari 0% untuk menghasilkan  penghasilan bruto bulanan sampai dengan Rp6,6 juta sampai 34% untuk penghasilan bruto bulanan di atas Rp1,419 miliar.

Berdasarkan masing-masing lapisan penghasilan bruto bulanan terdapat rincian seluruh tarif efektif bulanan kategori C dapat dilihat pada tabel berikut:

No. Tarif Efektif Bulanan Kategori C (TER C)
Lapisan Penghasilan Bruto Bulanan Tarif Pajak
1 Rp0 – Rp6,6 juta 0%
2 Di atas Rp6,6 juta – Rp6,95 juta 0,25%
3 Di atas Rp6,95 juta – Rp7,35 juta 0,50%
4 Di atas Rp7,35 juta – Rp7,8 juta 0,75%
5 Di atas Rp7,8 juta – Rp8,85 juta 1%
6 Di atas Rp8,85 juta – Rp9,8 juta 1,25%
7 Di atas Rp9,8 juta – Rp10,95 juta 2%
8 Di atas Rp10,95 juta – Rp11,2 juta 1,75%
9 Di atas Rp11,2 juta – Rp12,05 juta 2%
10 Di atas Rp12,05 juta – Rp12,95 juta 3%
11 Di atas Rp12,95 juta – Rp14,15 juta 4%
12 Di atas Rp14,15 juta – Rp15,55 juta 5%
13 Di atas Rp15,55 juta – Rp17,05 juta 6%
14 Di atas Rp17,05 juta – Rp19,5 juta 7%
15 Di atas Rp19,5 juta – Rp22,7 juta 8%
16 Di atas Rp22,7 juta – Rp26,6 juta 9%
17 Di atas Rp26,6 juta – Rp28,1 juta 10%
18 Di atas Rp28,1 juta – Rp30,1 juta 11%
19 Di atas Rp30,1 juta – Rp32,6 juta 12%
20 Di atas Rp32,6 juta – Rp35,4 juta 13%
21 Di atas Rp35,4 juta – Rp38,9 juta 14%
22 Di atas Rp38,9 juta – Rp43 juta 15%
23 Di atas Rp43 juta – Rp47,4 juta 16%
24 Di atas Rp47,4 juta – Rp51,2 juta 17%
25 Di atas Rp51,2 juta – Rp55,8 juta 18%
26 Di atas Rp55,8 juta – Rp60,4 juta 19%
27 Di atas Rp60,4 juta – Rp66,7 juta 20%
28 Di atas Rp66,7 juta – Rp74,5 juta 21%
29 Di atas Rp74,5 juta – Rp83,2 juta 22%
30 Di atas Rp83,2 juta – Rp95,6 juta 23%
31 Di atas Rp95,6 juta – Rp110 juta 24%
32 Di atas Rp110 juta – Rp134 juta 25%
33 Di atas Rp134 juta – Rp169 juta 26%
34 Di atas Rp169 juta – Rp221 juta 27%
35 Di atas Rp221 juta – Rp390 juta 28%
36 Di atas Rp390 juta – Rp463 juta 29%
37 Di atas Rp463 juta – Rp561 juta 30%
38 Di atas Rp561 juta – Rp709 juta 31%
39 Di atas Rp709 juta – Rp965 juta 32%
40 Di atas Rp965 juta – Rp1,419 miliar 33%
41 Di atas Rp1,419 miliar 34%

Tarif Efektif Harian PPh 21

Tarif efektif harian atau TER harian yang menerima penghasilan bruto harian, mingguan, satuan, maupun Borongan adalah pegawai tidak tetap.

Jumlah rata-rata penghasilan sehari berdasarkan dari rata-rata upah mingguan, satuan, atau borongan yang diterima. diterapkan dengan menggunakan Tarif efektif harian penghasilan untuk diterima secara mingguan, satuan, atau borongan.

Adapun, tarif efektif harian PPh 21 adalah sebesar 0% untuk menghasilkan penghasilan sampai dengan Rp450 ribu dan 0,5% untuk penghasilan di atas Rp450 ribu sampai Rp2,5 juta.

Penegasan DJP Terhadap Resminya Diterapkan Tarif Baru PPh 21

PT Jovindo Solusi Batam bisa menjadi pilihan yang tepat untuk berkonsultasi dengan anda di bidang perpajakan , karena perusahaan ini sudah terjamin professional dan terpercaya di Batam. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas informasi terkait tentang Penegasan DJP Terhadap Resminya Diterapkan Tarif Baru PPh 21. Berikut ini pembahasannya.

Bukan Pajak Baru, Tidak Ada Tambahan Beban

Pada hari Senin (08/01/2024) dilakukannya Media Briefing yang berisi penegas dari Dwi Astuti, selaku, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, tentang adanya penerapan tarif efektif (TER) yang rata-rata bukanlah pajak baru. “Bukankah kalau tidak ada pajak baru, maka tidak ada tambahan beban baru. Ini hanyalah semata-mata kemudahan yang diberi pemerintah dalam menghitung PPh Pasal 21,” tegas Dwi Astuti.

Pemotongan PPh Pasal 21 terhadap tarif Pasal 17 dan tarif yang ditetapkan berdasarkan peraturan pemerintah, yakni PP 58/2023, pemotongan kepada kedua tarif ini dapat dilakukan kalau sesuai dengan Pasal 21 ayat 5 UU PPh. TER dalam penghitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap, digunakan untuk menghitung pajak pada masa pajak Januari sampai dengan November. Menggunakan PPh Pasal 21 menggunakan tarif progresif sesuai Pasal 17 UU PPh, dilakukan untuk penghitungan pada masa pajak terakhir, atau masa Desember.

Dwi mengatakan “Jadi ini lebih mudah. Yang ngitung ribetnya cuma sekali saja selama setahun, di bulan Desember. Tapi dari Januari sampai November akan dimudahkan dengan adanya tabel itu,”. Dengan adanya tabel ini, diharapkan melakukan penghitungan pada masa Januari–November bisa lebih sederhana.

Adapun penerapan TER tidak akan menambahkan beban pajak baru, memiliki arti tidak ada tambahan atau perluasan objek pajak, hal ini ditegaskan oleh Dwi. Komponen penghasilan masih sama dengan ketentuan yang sebelumnya, yaitu dengan mempertimbangkan penghasilan teratur dan tidak ter Jika dibandingkan dengan ketentuan yang sebelumnya, namun, beban pajak pada masa terakhir akan tetap sama.

Tarif Tetap Mempertimbangkan Pengurang

Penghasilan bruto bulanan merupakan sebuah dasar penerapan TER untuk menghitung pajak terutang. Namun hal ini malah menimbulkan asumsi bahwa TER telah menghilangkan hak-hak wajib pajak yang berupa pengurang penghasilan bruto, adapun seperti biaya jabatan, iuran pensiun, jaminan hari tua, dan PTKP.

Namun, tarif tersebut sebenarnya tetap mempertimbangkan komponen pengurang hal ini dijelaskan oleh Dian Anggraeni, selaku penyuluh ahli madya DJP. Sesuai dengan penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP 58/2023, dengan bunyi sebagai berikut:

“Dalam hal mempertimbangkan biaya jabatan ataupun biaya pensiun, iuran pensiun, dan Penghasilan yang nantinya Tidak Kena Pajak harusnya akan menjadi pengurang penghasilan bruto, adapun nantinya akan menjadi penentuan tarif efektif bulanan”

Ia mengatakan bahwa “Adapun secara implisit sudah mengandung PTKP, juga sudah mengandung biaya jabatan”. Ia mencontohkan, pegawai dengan status TK/0 berarti memiliki PTKP Rp54.000.000 per tahun, atau Rp4.500.000 per bulan. Dalam tabel TER, tarif yang berlaku untuk penghasilan tersebut adalah 0% dengan lapisan penghasilan Rp0 sampai dengan Rp5.400.000. Menurutnya, jika lapisan tersebut tidak mempertimbangkan pengurang lainnya, lapisan penghasilan untuk tarif 0% seharusnya adalah Rp4.500.000, yang merupakan unsur PTKP per bulan.

Ketentuan Bagi Pebisnis Untuk Setor dan Bayar Pajak

PT Jovindo Solusi Batam bisa menjadi pilihan yang tepat untuk berkonsultasi dengan anda di bidang perpajakan , karena perusahaan ini sudah professional dan terpercaya. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas informasi terkait tentang Setor Pajak dan Bayar Pajak. Berikut ini pembahasannya.

Melakukan kegiatan pembayaran dan penyetoran pajak dapat dilakukan dengan melampirkan Surat Setoran Pajak (SSP), kegiatan ini biasa dilakukan di Indonesia. Adapun kegunaannya untuk melanjutkan proses pembayaran pajak atau penyetoran pajak ke kas melalui bank penagihan. Dokumen perpajakan atau disebut juga deangan SSP adalah dokumen yang berisi informasi tentang jumlah nominal pajak yang harus dibayar dan kode billing.

SSP juga dikenal sebagai bukti pembayaran pajak. Adapun bank yang digunakan untuk menerima pembayaran pajak ke negara tersebut ditunjuk oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Indonesia.

Pasal 3 Ayat (3a) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 berisi tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 16 Tahun 2009 yang berisi tentang membayar PPh Pasal 25 untuk beberapa masa pajak untuk hanya menggunakan satu SSP. Maka dari itu diberlakukan satu formulir SSP yang hanya ditujukan dalam kegiatan membayaran,

Terdapat dua jenis SSP yaitu sebagai berikut:

  • SSP Standar

SSP standar adalah surat yang berisi bukti pembayaran dengan bentuk, ukuran dan isi yang sudah ditentukan, adapun fungsi lainnya sebagai pembayaran atau penyetoran pajak yang berisi utang kepada kantor penerima pembayaran. Biasanya ini digunakan oleh Wajib Pajak.

  • SSP Khusus

SSP khusus adalah surat bukti utang dari kantor yang isinya sudah sesuai dan telah disahkan melalui pembayaran atau penyetoran pajak yang dicetak oleh Kantor penerima dengan menggunakan bantuan mesin transaksi dan bantuan alat lain. Fungsi lainnya sama dengan Standar SSP dalam administrasi pajak. Adapun kegunaan dari Satu formulir SSP sebagai berikut:

  • Satu jenis pajak saja
  • Satu masa pajak atau tahun pajak atau bagian dari tahun pajak
  • Satu berisi surat ketetapan pajak, berisi surat ketetapan, berisi ketetapan PBB atau berisi slip ketetapan PBB atau berisi ketetapan pajak (seperti keberatan/banding/peninjauan kembali).

Adapun bentuknya yang baku dimiliki oleh formulir SSP. Hal ini pula telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. Per-38/PJ/2009 berisi tentang bentuk formulir uang muka pajak yang sebagaimana sudah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER -24/PJ/2013 berisi tentang adanya Perubahan Kedua atas Dirjen Pajak No. Per-38/PJ/2009 tentang Formulir SSP.

Adapun tentang formulir SSP menurut ayat (1) berisi tentang dibuatnya rangkap empat untuk keperluan sebagai berikut:

  • Lembar 1: berisi tentang sebuah arsip wajib pajak.
  • Lembar 2: berisi tentang sebuah Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
  • Lembar 3: berisi tentang sebuah wajib pajak yang menginformasikan ke kantor pajak.
  • Lembar 4: berisi tentang sebuah arsip Kantor Penerima.

Dalam beberapa kondisi tertentu, SSP juga dapat dibuat rangkap 5, Dimana biasanya lembar ke-5 berisi berkas untuk Pemungut Wajib atau orang lain. Secara umum, hal-hal berikut ini harus dipertimbangkan lagi dan juga disesuaikan dengan peraturan perpajakan yang berlaku saat menyelesaikan SSP:

  • Dalam peraturan DJP formulir SSP diatur dalam Pengisian Kode Rekening Pajak (KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS). Hal ini dapat dilakukan berdasarkan Tabel Rekening Pajak dan KJS.
  • formulir SSP sendiri dapat dibuat di WP. Hanya saja karena bentuk dan isinya ini sudah baku, maka harus disesuaikan  dengan ketetapan DJP,
  • Adapun mengajukan dokumen perpajakan berhubungan dengan impor, dan juga mengajukan tunggakan pajak atas impor, bagi Wajib Pajak selain yang dibebani dalam surat retribusi atau surat ketetapan, maka akan menggunakan Formulir Bea Cukai dan Uang Muka Pajak (SSPCP). Formulir ini sudah mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2009.

Tata Cara Pengisian SSP Untuk Bayar dan Setor Pajak 

Melalui Aplikasi DJP Billing atau ASP (Application Service Provider) atau PJAP, rekanan resmi DJP e-Billing Pajakku, kita dapat membuat SSP secara online. Namun, jika anda akan melakukan sebuah deposit over the counter, ada beberapa hal yang perlu anda pertimbangkan:

  • Mengisi format formulir SSP dapat disesuaikan dengan Annex A PER-09/PJ/2020
  • Adapun formulir SSP dibuat rangkap 2:
  • Lembar 1: berisi tentang yang akan disampaikan kepada Bank/Kantor Pos Penerima atau Lembaga Penerima lainnya
  • Lembar 2: berisi tentang arsip wajib pajak.
  • Kalau perlu dapat membuat lebih dari 2 rangkap SSP disesuaikan dengan kebutuhan
  • Bisa juga membuat SSP sendiri jika bentuk dan isinya disesuaiin dengan PER-09/PJ.2020
  • Adapun tata cara pengisian SSP juga harus sesuai dengan petunjuk yang diberi untuk pengisian formulir SSP
  • Rincian kode rekening pajak dan kode jenis setoran juga bisa dilihat di sini
  • Untuk alamat NOP dan NOP dalam SSP diisi hanya jika merupakan transaksi yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan, yaitu transaksi pengalihan tanah dan/atau bangunan dan PPN untuk kegiatan konstruksi sendiri.
  • Alamat ini dapat hanya diisi jika berkaitan dengan transaksi tanah dan/atau bangunan, atau disebut juga transaksi pengalihan tanah dan/atau bangunan dan PPN untuk melakukan kegiatan konstruksi sendiri, adapun didalam SSP Alamat ini disebut Alamat NOP.

Bentuk Lain Sejenis SSP Untuk Bayar Pajak

Terdapat juga sarana administrasi lain selain SSP. Sarana ini pula memiliki fungsi yang sama dengan SSP, yaitu sebagai berikut:

  • Bukti Penerimaan Negara (BPN) 

Adapun jika melakukan pembayaran dan penyetoran pajak melalui elektronik ataupun langsung ke Bank Persepsi, maka dari itu Wajib Pajak (WP) akan menggunakan opsi BPN ini.

  • Surat Setoran Bea Cukai dan Pajak (SSPCP) 

Sesuai dengan PPh Pasal 22 melakukan pembayaran dan pembayaran uang muka selama melakukan impor, PPN impor dan PPnBM impor dan PPN atas hasil tembakau di dalam negeri, akan menggunakan SSPCP ini. Dengan demikian pula, SSP yang digunakan untuk importir atau diwajibkan membayar impor adalah SSPCP.

  • Bukti Pbk (pemindahbukuan) 

Adapun surat setoran pajak yang biasa diguankan untuk melakukan penyetoran serta pembayaran pajak melalui pemindahbukuan merupakan bukti Pbk.

  • Surat Pelunasan Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau Dalam Negeri

Pengusaha menggunakan SSP untuk cukai atas barang kena cukai dan menggunakan PPN untuk hasil tembakau yang telah diproduksi di dalam negeri.

  • Pendaftaran Penghasilan Pajak Lainnya 

Dengan memverifikasikan menggunakan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) Kelima fasilitas administrasi ini dapat dinyatakan sah. Namun, dengan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang berhak menerbitkan resi penagihan, maka melakukan transfer dan resi penagihan akan dinyatakan sah.

Ketentuan Mata Uang Untuk Setor Pajak

Biasanya, dalam pembayaran dan penyetoran pajak kita menggunakan mata uang rupiah. Namun ada beberapa pengecualian jika Anda memiliki kriteria sebagai berikut:

  • Dengan cara melakukan pembayaran PPh Pasal 25, PPh Pasal 29 dan PPh atas penghasilan final yang nantinya akan dibayar sendiri oleh wajib pajak, serta mendapatkan izin pembukuan dalam menggunakan bahasa inggris dan dolar Amerika Serikat (USD), dan juga mendapatkan surat ketetapan pajak dan Surat Tagihan pajak yang sudah diterbitkan dalam USD dan dalam dolar AS.
  • Adapun menyampaikan pemberitahuan tentang akuntansi tertulis dalam bahasa Inggris dan dolar AS dapat disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang sudah ada.

Namun, jika bagi Anda dapat memenuhi kriteria di atas , Anda juga bisa melakukan pembayaran dengan Pajak Penghasilan Pasal 25, Pajak Penghasilan Pasal 29 dan Pajak Penghasilan Final yang dapat Anda bayarkan dalam Rupiah.

Pembayaran pajak dalam USD dilakukan ke Departemen Keuangan yang akan melalui bank penerima mata uang asing, dalam hal ini, Anda harus mengkonversikan pembayaran dalam mata uang rupiah ke USD dengan kurs yang akan ditentukan dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) yang akan berlaku nantinya pada hari pembayaran.

 

 

Jenis Transaksi Yang Dikenakan Pajak

Jenis Transaksi Yang Dikenakan Pajak

PT Jovindo Solusi Batam telah terpercaya, dengan pengalaman serta pemahaman yang luas dalam bidang perpajakan. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan memberikan informasi terkait Jenis Transaksi Yang Dikenakan Pajak. Berikut informasinya.

Pengertian Objek dan Transaksi Pajak

Objek pajak adalah transaksi (biasanya sumber pendapatan) yang termasuk sebagai transaksi kena pajak berdasarkan aturan perpajakan. Menurut UU Pajak, Pasal 4 ayat (1) UU Pajak Penghasilan dan ayat (2) UU Pajak Penghasilan, yang menegaskan tujuan Pajak Penghasilan, yaitu: setiap tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, antara lain:

1. Imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh, termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, atau imbalan dalam bentuk lain

2. Imbalan atau hadiah sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh

3. Laba usaha

4. Keuntungan yang diperoleh dari penjualan atau pengalihan harta, meliputi:

a. Keuntungan yang dihasilkan dari pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lain dengan imbalan saham atau penyertaan modal;

b. Keuntungan yang diperoleh dari pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lain;

c. Keuntungan yang diperoleh dari likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemisahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan bentuk apa pun;

d. Keuntungan yang diperoleh dari pengalihan harta dalam bentuk bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada saudara sedarah dalam garis keturunan satu derajat dan pada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial (termasuk yayasan, koperasi, atau perseorangan yang menjalankan usaha mikro dan kecil), Ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang pihak-pihak yang terlibat tidak mempunyai hubungan pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan; dan

e. Keuntungan dari penjualan atau pengalihan seluruh atau sebagian hak pertambangan suatu perusahaan pertambangan, keterlibatan dalam pembiayaan, atau penyertaan modal pada perusahaan pertambangan;

5. Penerimaan pembayaran pajak yang dibayarkan sebagai biaya, serta pembayaran tambahan restitusi pajak

6. Bunga, termasuk premi, diskonto, dan imbalan sebagai jaminan pelunasan utang;

7. Dividen, dalam nama apapun dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian hasil usaha koperasi;

8. Royalti atau imbalan dalam bentuk lain atas penggunaan hak;

9. Sewa dan pendapatan lain yang diperoleh dari penggunaan properti;

10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berulang;

11. Penghasilan keringanan utang, kecuali sampai jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah;

12. Selisih nilai tukar mata uang asing;

13. Selisih lebih penilaian aktiva;

14. Premi asuransi;

15. Sumbangan yang dipungut atau diperoleh perkumpulan dari para anggotanya yang merupakan Wajib Pajak yang berusaha atau menjalankan usahanya secara mandiri;

16. Tambahan kekayaan neto yang diperoleh dari penghasilan tidak kena pajak;

17. Pendapatan perusahaan berbasis syariah;

18. Imbalan bunga sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang mengatur ketentuan umum dan proses perpajakan;

19. Surplus Bank Indonesia.

PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dipungut atas transaksi tertentu:

  1. Penyerahan barang kena pajak dalam Daerah Pabean oleh pemilik usaha;
  2. Impor Barang Kena Pajak;
  3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha;
  4. Penggunaan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
  5. Penggunaan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
  6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh pemilik usaha Kena Pajak;
  7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pemilik usaha Kena Pajak; dan
  8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pemilik usaha Kena Pajak.

Barang mewah dikenakan pajak penjualan

Menurut UU PPN Nomor 42 Tahun 2000, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong barang mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong barang mewah di daerah pabean. dalam kegiatan usaha atau pekerjaan, atau mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah. Berbeda dengan Pajak Pertambahan Nilai, PPnBM hanya dibayar satu kali dan tidak dapat diganti dengan PPN atau PPnBM yang dipungut.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) diharapkan dapat membantu daerah dalam membiayai pelaksanaan otonominya. Pada umumnya PBB dipungut atas objek pajak seperti tanah dan/atau bangunan. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) diproyeksikan dapat menjadi sumber pendanaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah dalam hal meningkatkan pemerataan kesejahteraan masyarakat.

Pajak Penghasilan (PPh)

Objek Pajak Penghasilan (PPh) adalah setiap tambahan uang yang diperoleh atau dipungut oleh Wajib Pajak, baik di Indonesia maupun di tempat lain, yang boleh dipergunakan untuk konsumsi atau untuk menambah pendapatan Wajib Pajak dengan nama dan bentuk apa pun.

Pajak Bea Meterai

Bea Meterai adalah pengenaan pajak terhadap dokumen yang bersifat perdata, dan memberikan kekuatan yang sempurna, dalam artian apabila bea meterai telah dilunasi, maka akta tersebut terlindungi dari sanksi administratif yang diatur dalam Undang-undang Bea Meterai, apabila diperhatikan bahwa pemungutan bea materai pemerintah memenuhi pajak dengan ciri-ciri:

  1. Walaupun bea materai dipungut oleh pemerintah pusat dan diterbitkan oleh Perum Peruri dan PT Pos Indonesia, namun kewenangan penerbitan, pengedaran, dan kemudahan pembayaran bea materai dengan cara lain tetap berada pada pemerintah pusat.
  2. Seluruh keuntungan pajak materai disetorkan ke kas pemerintah pusat.
  3. Tidak ada imbalan langsung (contra performance) atas pembayaran bea materai.
  4. Pendapatan pajak materai digunakan untuk mengelola pemerintahan dan pembangunan, yang merupakan contra performance yang luas atau tidak langsung.
  5. Bea Meterai terutang apabila seseorang atau badan hukum berbuat menurut Undang-undang Bea Meterai.
  6. Pemungutan bea materai diberlakukan.

Pajak Bea Perolehan Pajak Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan pajak yang dipungut atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 (disebut dengan UU BPHTB).

Jadi BPHTB sama saja dengan Pajak Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, dimana Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan adalah suatu perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan menurut UU BPHTB.