Jenis Transaksi Yang Dikenakan Pajak

Jenis Transaksi Yang Dikenakan Pajak

PT Jovindo Solusi Batam telah terpercaya, dengan pengalaman serta pemahaman yang luas dalam bidang perpajakan. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan memberikan informasi terkait Jenis Transaksi Yang Dikenakan Pajak. Berikut informasinya.

Pengertian Objek dan Transaksi Pajak

Objek pajak adalah transaksi (biasanya sumber pendapatan) yang termasuk sebagai transaksi kena pajak berdasarkan aturan perpajakan. Menurut UU Pajak, Pasal 4 ayat (1) UU Pajak Penghasilan dan ayat (2) UU Pajak Penghasilan, yang menegaskan tujuan Pajak Penghasilan, yaitu: setiap tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, antara lain:

1. Imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh, termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, atau imbalan dalam bentuk lain

2. Imbalan atau hadiah sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh

3. Laba usaha

4. Keuntungan yang diperoleh dari penjualan atau pengalihan harta, meliputi:

a. Keuntungan yang dihasilkan dari pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lain dengan imbalan saham atau penyertaan modal;

b. Keuntungan yang diperoleh dari pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lain;

c. Keuntungan yang diperoleh dari likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemisahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan bentuk apa pun;

d. Keuntungan yang diperoleh dari pengalihan harta dalam bentuk bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada saudara sedarah dalam garis keturunan satu derajat dan pada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial (termasuk yayasan, koperasi, atau perseorangan yang menjalankan usaha mikro dan kecil), Ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang pihak-pihak yang terlibat tidak mempunyai hubungan pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan; dan

e. Keuntungan dari penjualan atau pengalihan seluruh atau sebagian hak pertambangan suatu perusahaan pertambangan, keterlibatan dalam pembiayaan, atau penyertaan modal pada perusahaan pertambangan;

5. Penerimaan pembayaran pajak yang dibayarkan sebagai biaya, serta pembayaran tambahan restitusi pajak

6. Bunga, termasuk premi, diskonto, dan imbalan sebagai jaminan pelunasan utang;

7. Dividen, dalam nama apapun dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian hasil usaha koperasi;

8. Royalti atau imbalan dalam bentuk lain atas penggunaan hak;

9. Sewa dan pendapatan lain yang diperoleh dari penggunaan properti;

10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berulang;

11. Penghasilan keringanan utang, kecuali sampai jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah;

12. Selisih nilai tukar mata uang asing;

13. Selisih lebih penilaian aktiva;

14. Premi asuransi;

15. Sumbangan yang dipungut atau diperoleh perkumpulan dari para anggotanya yang merupakan Wajib Pajak yang berusaha atau menjalankan usahanya secara mandiri;

16. Tambahan kekayaan neto yang diperoleh dari penghasilan tidak kena pajak;

17. Pendapatan perusahaan berbasis syariah;

18. Imbalan bunga sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang mengatur ketentuan umum dan proses perpajakan;

19. Surplus Bank Indonesia.

PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dipungut atas transaksi tertentu:

  1. Penyerahan barang kena pajak dalam Daerah Pabean oleh pemilik usaha;
  2. Impor Barang Kena Pajak;
  3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha;
  4. Penggunaan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
  5. Penggunaan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
  6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh pemilik usaha Kena Pajak;
  7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pemilik usaha Kena Pajak; dan
  8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pemilik usaha Kena Pajak.

Barang mewah dikenakan pajak penjualan

Menurut UU PPN Nomor 42 Tahun 2000, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong barang mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong barang mewah di daerah pabean. dalam kegiatan usaha atau pekerjaan, atau mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah. Berbeda dengan Pajak Pertambahan Nilai, PPnBM hanya dibayar satu kali dan tidak dapat diganti dengan PPN atau PPnBM yang dipungut.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) diharapkan dapat membantu daerah dalam membiayai pelaksanaan otonominya. Pada umumnya PBB dipungut atas objek pajak seperti tanah dan/atau bangunan. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) diproyeksikan dapat menjadi sumber pendanaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah dalam hal meningkatkan pemerataan kesejahteraan masyarakat.

Pajak Penghasilan (PPh)

Objek Pajak Penghasilan (PPh) adalah setiap tambahan uang yang diperoleh atau dipungut oleh Wajib Pajak, baik di Indonesia maupun di tempat lain, yang boleh dipergunakan untuk konsumsi atau untuk menambah pendapatan Wajib Pajak dengan nama dan bentuk apa pun.

Pajak Bea Meterai

Bea Meterai adalah pengenaan pajak terhadap dokumen yang bersifat perdata, dan memberikan kekuatan yang sempurna, dalam artian apabila bea meterai telah dilunasi, maka akta tersebut terlindungi dari sanksi administratif yang diatur dalam Undang-undang Bea Meterai, apabila diperhatikan bahwa pemungutan bea materai pemerintah memenuhi pajak dengan ciri-ciri:

  1. Walaupun bea materai dipungut oleh pemerintah pusat dan diterbitkan oleh Perum Peruri dan PT Pos Indonesia, namun kewenangan penerbitan, pengedaran, dan kemudahan pembayaran bea materai dengan cara lain tetap berada pada pemerintah pusat.
  2. Seluruh keuntungan pajak materai disetorkan ke kas pemerintah pusat.
  3. Tidak ada imbalan langsung (contra performance) atas pembayaran bea materai.
  4. Pendapatan pajak materai digunakan untuk mengelola pemerintahan dan pembangunan, yang merupakan contra performance yang luas atau tidak langsung.
  5. Bea Meterai terutang apabila seseorang atau badan hukum berbuat menurut Undang-undang Bea Meterai.
  6. Pemungutan bea materai diberlakukan.

Pajak Bea Perolehan Pajak Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan pajak yang dipungut atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 (disebut dengan UU BPHTB).

Jadi BPHTB sama saja dengan Pajak Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, dimana Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan adalah suatu perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan menurut UU BPHTB.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *