PT Jovindo Solusi Batam adalah perusahaan konsultan pajak yang memiliki keahlian dan berpengalaman dalam menangani berbagai permasalahan perpajakan. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan menjelaskan informasi terkait Perjanjian PPh pasal 26 atas premi asuransi dan reasuransi yang di bayar di luar negeri. Berikut informasinya.
Asuransi dan reasuransi, pada kenyataannya adalah dua instrumen keuangan yang berbeda namun saling berkaitan. Asuransi adalah suatu perjanjian antara dua pihak, tertanggung dan perusahaan asuransi, dimana tertanggung membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi sebagai imbalan atas perlindungan terhadap potensi kerugian.
Sementara reasuransi adalah suatu perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi, dimana perusahaan asuransi membayar premi kepada perusahaan reasuransi sebagai imbalan atas perusahaan reasuransi yang mengasuransikan sebagian atau perusahaan asuransi menanggung semua risiko. Dengan demikian, reasuransi adalah asuransi bagi perusahaan asuransi.
Apa saja ketentuan asuransi dan reasuransi PPh Pasal 26?
Banyak dunia usaha dan masyarakat Indonesia yang memanfaatkan jasa asuransi dan reasuransi yang disediakan oleh perusahaan asing, baik secara langsung maupun melalui pialang. Pembayaran premi asuransi dan reasuransi dalam mata uang asing merupakan jenis transaksi yang melibatkan subjek pajak luar negeri.
Pembayaran premi asuransi dan reasuransi yang dilakukan kepada badan usaha asing dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 26 dan harus dipotong oleh pihak yang membayar penghasilan tersebut. Tarif pajak PPh berdasarkan Pasal 26 berbeda-beda berdasarkan jenis wajib pajak atau pemotong pajak, yaitu tertanggung, perusahaan asuransi, atau perusahaan reasuransi.
Selain itu, tarif pajak PPh Pasal 26 dapat berubah apabila Indonesia dan negara tempat subjek pajak luar negeri berkedudukan mempunyai perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) atau tax treaty. Oleh karena itu, pemahaman terhadap persyaratan PPh Pasal 26 yang berlaku sangat penting bagi pelaku usaha yang melakukan transaksi asuransi dan reasuransi dengan pihak asing.
Berapa tarif dan potongan PPh Pasal 26?
Apabila premi asuransi dan reasuransi dibayarkan di luar negeri, pengurangan pajak penghasilan diberikan berdasarkan Pasal 26. Masa PPh Pasal 26 mewajibkan pemotong pajak untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan menyampaikan pemotongan pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Surat Pemberitahuan (SPT).
Besarnya tarif pajak yang sesuai harus diperhitungkan saat memotong PPh Pasal 26 atas pembayaran premi asuransi dan premi reasuransi yang dilakukan di luar negeri. Kecuali ditentukan lain oleh P3B antara Indonesia dan negara tempat subjek pajak luar negeri berdomisili, tarif pajak PPh Pasal 26 adalah sebesar 20% dari penghasilan bersih yang diharapkan.
Besarnya perkiraan pendapatan bersih adalah jumlah pendapatan kotor dikurangi pengeluaran wajar dan terkait. Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 624 Tahun 1994 mengatur besaran laba bersih yang diantisipasi.
Terdapat tiga tarif perkiraan pendapatan neto yang berlaku dalam peraturan ini:
- Atas premi yang dibayarkan oleh tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri secara langsung atau melalui pialang, sebesar 50% dari jumlah premi yang dibayarkan;
- Atas premi yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri secara langsung atau melalui broker, sebesar 10% dari jumlah premi yang dibayarkan; atau
- Atas premi yang dibayarkan oleh perusahaan reasuransi Indonesia kepada perusahaan asuransi luar negeri, baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 5% dari jumlah premi yang dibayarkan.
Jadi, dalam menghitung PPh Pasal 26 atas premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan di luar negeri, tarif efektifnya adalah:
- Pembayar/pemotong adalah tertanggung = 20% x 50% = 10% x premi
- Pembayar/pemotong sebagai Perusahaan asuransi = 20% x 10% = 2% x premi
- Pembayar/pemotong adalah usaha reasuransi = 20% x 5% = 1% dari premi
Misalnya, pada tahun 1995, sebuah perusahaan penyewaan gedung perkantoran membayar premi sebesar Rp 1 miliar kepada perusahaan asuransi di negara lain untuk menutupi bangunan bertingkat.
Menurut KMK, pendapatan bersih perusahaan asuransi internasional diperkirakan 50% x Rp 1 miliar = Rp 500.000.000. Besarnya PPh Pasal 26 yang harus dipotong oleh korporasi pada tahun 1995 adalah: 20% x Rp500.000.000 = Rp100.000.000 (10% x Rp1 miliar).
Pihak yang membayar penghasilan tersebut memberitahukan dan menyerahkan pajak yang dipotong kepada DJP setelah dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 26 atas pembayaran premi asuransi dan premi reasuransi yang dilakukan di luar negeri. Pengisian dan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 26 secara elektronik melalui aplikasi e-Filing atau e-Form merupakan cara pembuatan laporan pajak.
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 26 harus disampaikan paling lambat tanggal 20 bulan setelah masa pajak berakhir. Masa pajak didefinisikan sebagai satu bulan kalender atau sebagian dari satu bulan kalender.
Pembayaran pajak dilakukan melalui Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat dibayarkan di bank atau kantor pos. Penyetoran pajak harus dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap bulan setelah masa pajak berakhir. Yang perlu diingat, PPh Pasal 26 tidak berlaku bagi subjek pajak luar negeri yang menerima pembayaran premi asuransi dan reasuransi di luar negeri serta mempunyai perwakilan tetap (permanent establishment /PE) di Indonesia atau P3B.