Mengenal Pajak Restoran dan Pajak Hotel

Mengenal Pajak Restoran dan Pajak Hotel

PT Jovindo Solusi Batam siap untuk menyelesaikan dan menangani berbagai permasalahan pajak dari klien. Kami bekerja secara professional, akurat, teliti serta telah berpengalaman dalam bidang perpajakan. Nah pada kali ini, kami akan memberikan informasi terkait tarif,perhitungan,pembayaran dan pelaporan pajak restoran dan hotel. Simak informasinya berikut ini.

Pajak hotel, hiburan, dan restoran dikenakan pada layanan yang disediakan oleh restoran dan perusahaan serupa lainnya, dan dikumpulkan serta digunakan oleh berbagai pemerintah daerah. Karena pajak makan restoran tidak sama dengan PPN, maka jika adakenaikan tarif PPN sebesar 11% seperti sekarang belum tentu mengakibatkan kenaikan pajak makanan restoran.

Pajak Restoran

Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang diberikan oleh restoran, menurut Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).

Sedangkan pengertian restoran adalah fasilitas yang menyajikan makanan dan/atau minuman, yang mencakup:

  • Rumah makan
  • Kafetaria
  • Kantin
  • Warung
  • Bar
  • Jasa boga/katering adalah contoh jasa sejenis.

Banyak orang yang percaya bahwa pajak yang tertera pada kuitansi saat membeli makanan atau minuman di restoran atau kafe adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak yang dicantumkan pada setiap struk makanan dan minuman bukanlah PPN, melainkan Pajak Restoran atau Pajak Bangunan 1 (PB1).

Hal ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 tentang Perpajakan dan Retribusi Daerah (PDRD). Ditegaskan bahwa pajak restoran termasuk dalam kategori pajak daerah, khususnya pajak kabupaten/kota, yang didefinisikan sebagai pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.

Apa perbedaan antara PPN dan PB1?

PPN dipungut oleh Pemerintah Pusat (Pempus), sedangkan Pajak Restoran/PB1 dipungut oleh Pemerintah Daerah (Pemda).

  1. Objek Pajak PB1 Restoran

Tujuan Pajak Restoran menurut Pasal 37 ayat (1) dan (2) UU PDRD adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran dari penjualan makanan/minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dimakan di tempat pelayanan maupun lainnya (dibawa pulang).

Artinya, transaksi makanan dan minuman di restoran, termasuk pesan antar, makan di tempat, dan pesan bawa pulang, akan dikenakan pajak makan di restoran.

  1. Subjek Pajak PB1 Restoran

Pajak Restoran merupakan subjek yang dikenakan atau dipungut oleh PB1, terutama pelanggan yang menggunakan jasa restoran. Pembeli yang dimaksud bisa orang pribadi, perusahaan, atau bisnis yang menggunakan jasa restoran.

  1. Wajib Pajak Restoran PB1

WP adalah wajib pajak yang wajib memungut dan menyetor PB1 Pajak Restoran ke kas negara. Wajib pajak restoran dapat berupa individu atau bisnis yang memiliki atau mengoperasikan restoran yang bersangkutan. Dalam situasi ini, pemilik restoran tidak langsung menanggung beban PB1, melainkan bekerja sebagai perantara yang membayar pajak PB1 yang telah dibayarkan konsumennya.

A. Tarif Pajak Restoran

PB1 akan dikenakan setelah biaya pelayanan, yang juga dibebankan kepada konsumen. Tarif Pajak Restoran maksimal 10% dari DPP, sebagaimana tercantum dalam Pasal 40 ayat (1) UU PDRD. UU PDRD memberdayakan pemerintah daerah untuk menetapkan besaran tarif PB1 di wilayah hukumnya.

Berikut beberapa kota penting di Indonesia yang pemerintah kabupaten/kotanya telah menerapkan aturan tarif PB1 secara signifikan.

No. Provinsi/Kota Tarif PB1 Peraturan Daerah
1 DKI Jakarta 10% Perda No. 11 Tahun 2011
2 Bogor 10% Perda No. 6 Tahun 2011
3 Yogyakarta 10% Perda No. 1 Tahun 2011
4 Semarang 10% Perda No. 4 Tahun 2011
5 Surakarta 3%, 5%, 10% Perda No. 4 Tahun 2011
6 Surabaya 10% Perda No. 4 Tahun 2011
7 Badung/Bali 10% Perda No. 16 Tahun 2011
8 Palembang 10% Perda No. 12 Tahun 2010
9 Medan 10% Perda No. 12 Tahun 2003
10 Pekanbaru 10% Perda No. 06 Tahun 2006
11 Banda Aceh 10% Perda No. 7 Tahun 2011
12 Pontianak 5% – 10% Perda No. 3 Tahun 2005
13 Balikpapan 3%, 7%, 10% Perda No. 28 Tahun 2009
14 Manado 10% Perda No. 2 Tahun 2011
15 Kupang 7% – 10% Perda No. 2 Tahun 2016
16 Sumbawa 10% Perda No. 4 Tahun 2006
17 Jayapura 10% Perda No. 1 Tahun 2012

 

B. Apa perbedaan antara Service Tax dan Service Charge?

Walaupun terlihat sama, namun ada perbedaan antara Pajak Restoran (service tax) dan Service Charge atau biaya pelayanan. Jika service tax (pajak restoran) adalah pungutan yang dikenakan pemerintah, biaya layanan adalah biaya yang ditentukan oleh bisnis.

Biaya layanan murni ini hanya dikenakan oleh restoran yang mengenakan biaya untuk layanan yang mereka berikan tetapi bukan bagian dari PB1. Karena biaya layanan ini tidak termasuk dalam pemungutan pajak tetapi termasuk dalam kas restoran yang bersangkutan. Setiap rumah makan menetapkan tarif service fee yang biasanya tidak sama atau lebih rendah dari PB1, yaitu sekitar 5% atau 7%, bahkan ada yang mendekati 10%.

Pajak Hotel

Pajak hotel adalah biaya yang dibebankan pada layanan hotel.

Sedangkan hotel didefinisikan sebagai fasilitas yang menyediakan jasa penginapan/peristirahatan serta jasa lain yang terhubung dengan berbayar, yang meliputi:

  • Motel
  • Losmen
  • Pondok wisata
  • Wisma wisata
  • Pesanggrahan
  • Rumah Penginapan dan sejenisnya
  • Rumah Kos dengan lebih dari sepuluh kamar

A. Objek, Subjek Pajak, dan Wajib Pajak Hotel

1.  Objek Pajak Hotel

Pajak hotel dikenakan pada setiap layanan yang ditawarkan oleh hotel, termasuk:

A. Penginapan dan fasilitas jangka pendek, seperti:

  • Wisma wisata, motel, wisma tamu, rumah penginapan, dan bangunan serupa
  • Selain itu, tempat kos yang memiliki kamar lebih dari sepuluh dalam satu lokasi atau banyak lokasi yang dikelola oleh satu Wajib Pajak.

B. Fasilitas penunjang penginapan, seperti:

  • Telepon, faksimili, teleks, internet, fotokopi, mencuci, menyetrika, transportasi,
  • dan fasilitas serupa lainnya yang disediakan atau ditangani oleh hotel.

C. Jasa sewa kamar hotel untuk acara gathering atau pertemuan.

  1. Subjek Pajak Hotel

Individu atau bisnis yang melakukan pembayaran kepada orang atau bisnis yang memiliki atau mengoperasikan hotel dianggap sebagai subjek pajak hotel.

  1. Wajib Pajak Hotel

Sedangkan Wajib Pajak Hotel adalah orang atau badan usaha yang memiliki atau menjalankan hotel.

B. Objek yang tidak dikenakan pajak

Objek pajak hotel dan restoran berikut dibebaskan dari pengenaan pajak:

  1. Jasa restoran yang nilai penjualannya tidak melebihi batas yang ditentukan dengan Peraturan Daerah. Aturan ini mewajibkan setiap kabupaten/kota untuk menghitung jumlah omzet usaha restoran yang dibebaskan dari pajak restoran.
  2. Layanan yang disediakan oleh restoran atau rumah makan yang dikelola oleh manajemen hotel.
  3. Pajak lainnya yang diatur dalam Peraturan Daerah.
Ketentuan e-Bupot Unifikasi Terbaru Yang Harus Anda Ketahui!

Ketentuan e-Bupot Unifikasi Terbaru Yang Harus Anda Ketahui!

PT Jovindo Solusi Batam adalah konsultan pajak terpercaya yang dapat membantu Anda dalam berbagai masalah pajak. Sehingga, PT Jovindo Solusi Batam terjamin menjadi pendamping perpajakan Anda. Pembahasan kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan menjelaskan informasi kepada wajib pajak tentang ketentuan e-bupot. Simak informasinya berikut ini.

Dalam unifikasi SPT Masa PPh, e-Bupot merupakan dokumen elektronik yang berfungsi sebagai verifikasi pemungutan PPh. Dapat juga dipahami sebagai permohonan lapor wajib pajak untuk penyampaian SPT Masa Pajak Penghasilan, sebagai bukti pungutan pajak resmi dan berlaku di seluruh Indonesia.

Definisi e-Bupot Unifikasi

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2021 mengatur e-Bupot unifikasi, yaitu mengatur Formulir dan Tata Cara Pembuatan Penyatuan Bukti Pemotongan/Pemungutan, serta Formulir, Isi, dan Tata Cara Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan unifikasi. Adapun peraturan ini berlaku untuk masa pajak Januari 2022, menggantikan peraturan yang sebelumnya berlaku, yaitu PER 23/PJ/2020,

Wajib Miliki sertifikat elektronik untuk Akses e-Bupot Unifikasi

Sertifikat elektronik merupakan salah satu prasyarat wajib pajak yang ingin menggunakan aplikasi unifikasi e-Bupot. Jika Anda sudah memilikinya, Anda dapat menggunakannya langsung.

Pengajuan sertifikat elektronik terbilang mudah karena dapat dilakukan secara online. Ini juga diperlukan jika sertifikat elektronik Anda tidak berlaku lagi atau telah kedaluwarsa.

Apa perbedaan e-Bupot unifikasi dengan e-Bupot PPh 23/26?

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, e-Bupot unifikasi adalah dokumen elektronik yang dibuat oleh pemotong atau pemungut PPh sebagai bukti pemotongan PPh dan menampilkan besaran PPh yang terkumpul selama SPT Masa PPh unifikasi.

e-Bupot unifikasi ini dapat digunakan untuk memotong dan memungut berbagai macam PPh, seperti:

  • PPh Pasal 4 Ayat (2)
  • PPh Final 0,5%
  • PPh Pasal 23/26,
  • PPh Pasal 15,
  • PPh Pasal 22.

Sedangkan e-Bupot 23/26 adalah dokumen elektronik yang digunakan untuk membuat bukti pemotongan, serta untuk membuat dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23/26. Aplikasi e-Bupot 23/26 hanya untuk pelaporan pemotongan PPh 23/26.

Di balik perbedaan tersebut, kedua program ini memiliki karakteristik sebagai berikut:

  • Menyediakan fitur tanda tangan elektronik,
  • Mudah diakses dan digunakan,
  • Menghemat waktu wajib pajak dalam melaporkan pajaknya.

Perlu diketahui, berdasarkan aturan yang telah diperbarui ini, bukti pemotongan/pemungutan unifikasi dan SPT Masa PPh unifikasi sudah dapat dimulai pada masa pajak Januari 2022 dan harus dimulai pada masa pajak April 2022.

Kriteria Pemotong PPh Selama Menggunakan SPT Masa PPh Unifikasi

Pasal 3 PER-23/PJ/2020 menentukan kriteria bagi pemungut/pengurang PPh sebagai berikut:

  • Pemungut mendapatkan lebih dari 20 resi pemungutan unifikasi dalam satu masa pajak.
  • Terdapat bukti pungutan unifikasi dengan nilai dasar PPh lebih dari Rp100.000.000,00 dalam satu masa pajak.
  • Pemungut membuat bukti pemungutan objek pajak PPh Pasal 4 ayat (2) atas bunga deposito atau tabungan, potongan SBI, giro, dan transaksi penjualan saham.
  • Pemungut sudah menyampaikan SPT Masa Elektronik.
  • Pemungut pajak terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di dalam Kantor Wilayah (Kanwil) Jakarta Khusus Direktorat Jenderal Pajak (KPP) atau KPP Madya.

Namun, ketentuan ini tidak diatur dalam aturan baru (PER-24/PJ/2021).

Pihak pemotong/pemungut PPh yang melakukan pemotongan/pemungutan harus menunjukkan bukti unifikasi pemotongan/pemungutan unifikasi, menyerahkan bukti pemotongan kepada pihak yang melakukan pemotongan/pemungutan, dan melaporkan bukti pemotongan/pemungutan unifikasi kepada DJP dengan menggunakan SPT Masa PPh Unifikasi.

Ada juga bukti pemotongan/pemungutan unifikasi, yang meliputi:

  • Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dalam Format Standar
  • Dokumen yang dipersamakan dengan bukti pemotongan/pemungutan unifikasi.

Apabila tidak ada pemotongan atau pemungutan PPh, maka orang yang melakukan pemotongan/pemungutan PPh tidak wajib memberikan bukti pemotongan. Namun, potongan unifikasi tetap terbentuk pada saat:

  • jumlah PPh yang dipotong/dipungut nihil karena Surat Keterangan Bebas
  • Transaksi dilakukan dengan wajib pajak pemegang SK PP No.23/2018.
  • Adanya surat keterangan domisili dan/atau tanda terima surat keterangan domisili wajib pajak asing mencerminkan besarnya PPh Pasal 26 yang dikurangkan menjadi nol berdasarkan persyaratan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.
  • PPh yang dipotong/dipungut ditanggung oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  • PPh yang dipotong dan/atau dipungut diberikan dengan fasilitas PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  • PPh dipotong/dipungut dengan menggunakan SSP, BPN, atau prosedur administrasi lain yang disamakan dengan SSP.

Kemudian dibuat bukti pemotongan/pemungutan unifikasi dan SPT PPh Unifikasi Berkala dan dilaporkan secara elektronik dengan menggunakan program e-Bupot Unifikasi.

Perlu diketahui bahwa berdasarkan peraturan yang berlaku saat ini, penyusunan bukti pemotongan/pemungutan unfikasi dan SPT Masa PPh unifikasi dapat dimulai pada masa pajak Januari 2022 dan harus dimulai pada masa pajak April 2022.

Mengenal Kawasan Perdagangan Bebas

Mengenal Kawasan Perdagangan Bebas

PT Jovindo Solusi Batam adalah perusahaan perpajakan yang menyediakan jasa konsultan pajak, pembukuan, dan jasa manajemen. PT Jovindo Solusi Batam merupakan konsultan pajak terpercaya yang dapat memberikan solusi terbaik untuk berbagai permasalahan. Pada kesempatan kali ini, kami akan membahas terkait Kawasan perdagangan bebas. Berikut penjelasannya.

Seperti yang diketahui, globalisasi telah berhasil meruntuhkan batas antar negara yang kini dikenal dengan istilah “perdagangan bebas”. Pemenuhan perdagangan bebas ini menimbulkan persaingan antar negara. Dengan ini, kita harus mengurangi hambatan seperti pengenaan tarif dan regulasi yang memiliki daya saing nasional negatif, agar tidak berimbas terhadap perekonomian nasional.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi hambatan yaitu melakukan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Kawasan Perdagangan Bebas juga berupaya memperluas berbagai sektor ekonomi, dimulai dengan perdagangan, jasa, dan manufaktur.

Apa sebenarnya Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) itu?

Perlu diingat bahwa pengaturan Kawasan Perdagangan Bebas diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas atau Free Trade Zone (FTZ). Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) juga dikenal sebagai Kawasan Perdagangan Bebas (FTZ) secara global. KPBPB khusus digunakan untuk menunjukkan area pengenaan tarif impor dan bentuk pajak tidak langsung lainnya. Pajak impor hanya dibayarkan ketika suatu barang atau produk produksi dikirim dari KPBPB ke yurisdiksi yang diberlakukan pabean normal. Zona Perdagangan Bebas tidak sama dengan Area Perdagangan Bebas. Area Perdagangan Bebas adalah perjanjian bilateral atau multilateral antar negara untuk melarang atau mengurangi pajak impor hanya untuk anggotanya. Sementara itu, Kawasan Perdagangan Bebas KPBPB merupakan kawasan yang memungkinkan lebih sedikitnya formalitas bea cukai.

Menurut Perppu No.1/2000, Pasal 1 angka 1, KPBPB adalah daerah di bawah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang tidak termasuk dalam daerah pabean, yang berarti bebas dari bea masuk, Nilai Pajak Pertambahan (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Cukai. Batas-batas KPBPB, baik di darat maupun di laut, ditetapkan dalam peraturan pemerintah tentang pembentukan KPBPB, menurut Pasal 2 Perpu No. 1 Tahun 2007.

Sejak tahun 1963, ketika Pelabuhan Sabang menjadi pelabuhan bebas dan perdagangan bebas (UU No.37/2000), gagasan KPBPB sudah ada di Indonesia. Kemudian, berdasarkan UU No.44/2007, dibentuk empat kawasan KPBPB, antara lain Batam, Bintan, dan Karimun. Dalam Pasal 3 dan 4 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus, keempat kawasan KPBPB juga diusulkan untuk menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Singkatnya, Kawasan Perdagangan Bebas adalah kawasan di mana para pedagang dibebaskan dari bea cukai, PPN, PPnBM, dan cukai. Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas untuk mempertahankan daya saing internasional Indonesia sekaligus meningkatkan sektor ekonomi negara.

Mengenal Bukti Potong

Mengenal Bukti Potong

PT Jovindo Solusi Batam adalah Perusahaan yang bersertifikat dan memiliki pengalaman di bidang perpajakan. Kami telah menangani berbagai masalah perpajakan. Pada kesempatan kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan menerangkan informasi terkait Bukti Potong. Simak pembahasan  berikut ini.

Apa Itu Bukti Potong?

Bukti potong (bupot) merupakan formulir atau dokumen lain yang digunakan serta dibuat oleh pemotong pajak sebagai bukti pemotongan. Dilihat dari subjek pajak yang dipotong, bukti potong adalah bentuk lain yang diperoleh dari pemotongan pajak, untuk digunakan sebagai bukti telah dilakukan pemotongan pajak penghasilan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) selaku pihak yang memotong.

Sedangkan, bukti potong dari sisi pemotongnya adalah formulir atau dokumen lain yang dibuat sebagai bukti bahwa pihaknya sebagai Wajib Pajak yang berstatus PKP telah memenuhi kewajibannya dalam memungut dan menyetorkan pajaknya ke kas negara.

Dasar Hukum Pembuatan Bukti Potong

Bukti pemotongan pajak diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 yang telah mengalami beberapa kali revisi, antara lain:

  • UU No. 7 Tahun 1991 mengubah UU No. 7 Tahun 1983 dengan memasukkan Amandemen Pertama.
  • UU No. 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Kedua UU Pajak Penghasilan No. 7 Tahun 1983.
  • UU No. 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Pajak Penghasilan No. 7 Tahun 1983.
  • UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat UU Pajak Penghasilan No. 7 Tahun 1983.

Pentingnya Bukti Potong

Pada umumnya bupot berfungsi sebagai dokumen untuk melacak pajak yang telah dipotong. Surat Bukti Pemotongan adalah surat resmi yang membuktikan bahwa pajak yang dipungut telah disetor ke negara dan dipersyaratkan dalam pembuatan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT).

Selain itu, subjek menekankan pentingnya keberadaan bukti lain:

  1. Bagi Pemotong : Bermanfaat sebagai dokumentasi pemotongan pajak penghasilan yang dilakukan. Dokumen bupot juga diperlukan untuk PKP untuk melakukan pembayaran pajak yang dipungut dan untuk laporan SPT Tahunan PPh.
  2. Bagi yang dipotong pajaknya : Sebagai penegasan bahwa PKP telah menerima dan membayar penghasilannya. Bukti ini juga akan digunakan saat menyampaikan SPT Tahunan/Masa.

Pembuat dan Penerima Bupot

A. Subjek Pembuat Bupot

Menurut UU PPh, pengusaha, baik organisasi swasta maupun perusahaan, PKP, dan bendahara pemerintah pusat dan daerah adalah mereka yang membuat bupot.

B. Penerima Bupot

Sesuai dengan UU PPh, Subjek yang dipotong pajak penghasilannya atau yang menerima bukti pemotongan adalah sebagai berikut:

  1. Orang Pribadi : Subjek orang pribadi ini termasuk subjek pajak dari warisan yang tidak dipisahkan sebagai satu kesatuan untuk menggantikan orang yang berhak.
  2. Badan : Subjek pajak yang berbentuk badan usaha atau perusahaan.
  3. Bentuk Usaha Tetap (BUT): Ini adalah subjek perpajakan yang perlakuan perpajakannya sama dengan subjek pajak badan.

Berbagai Jenis Bukti Potong

Berikut adalah contoh bukti pemotongan yang berasal dari berbagai bentuk pemotongan pajak:

  1. Bupot PPh Pasal 21: Pengusaha melakukan pemotongan ini baik untuk karyawan maupun bukan karyawan.
  2. Bupot PPh Pasal 22 Bendaharawan pemerintah pusat dan daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga negara lainnya yang terkait pembayaran atas penyerahan barang.
  3. Bupot PPh Pasal 23/26: Pemungut pajak memotong PPh ini dari Wajib Pajak atas penghasilan modal (deviden, bunga, royalti, dan sebagainya), pemberian jasa, atau penyelenggaraan kegiatan yang berbeda dengan yang dipotong PPh Pasal 21.
  4. Bupot PPh Pasal 15 : yaitu bukti pemotongan dari Pajak Penghasilan yang diberikan atas pendapatan yang diperoleh Wajib Pajak yang tertentu. Perusahaan penerbangan atau pelayaran internasional, misalnya perusahaan lokal, perusahaan asing, perusahaan pengeboran migas dan panas bumi, perusahaan perdagangan asing, dan perusahaan yang melakukan penanaman modal dalam bentuk Build-Operate-Transfer (BOT).
  5. Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2): yang biasa disebut Pajak Penghasilan Final adalah bukti pemotongan Pajak Penghasilan atas bentuk-bentuk penghasilan tertentu yang bersifat final dan tidak dapat dikreditkan dengan pajak penghasilan terutang.
Mengenal Penghasilan Bruto

Mengenal Penghasilan Bruto

PT Jovindo Solusi Batam adalah sebuah perusahaan konsultan pajak yang berkedudukan di Kota Batam. Tunggu apalagi? PT Jovindo Solusi Batam adalah konsultan terbaik bagi Anda untuk memberikan konsultasi tentang masalah pajak. Kami siap menangani masalah perpajakan Anda. Pada artikel kali ini, kami akan membahas penghasilan bruto. Simak pembahasannya.

Definisi Penghasilan Bruto

Penghasilan Bruto seseorang adalah jumlah penghasilan kotor yang dimiliki sebagai upah atas pekerjaannya. Sederhananya, penghasilan bruto adalah total penghasilan dan penghasilan seseorang selama setahun.

Penghasilan yang dihitung dapat disesuaikan termasuk gaji tetap atau wirausaha. Jadi, teknik perhitungan didasarkan pada upah yang diterima dari masing-masing bentuk pekerjaan.

Penghasilan Bruto ini diklasifikasikan menjadi dua jenis: rutin dan non-rutin. Jumlah gaji pokok dan tunjangan yang diperoleh disebut sebagai penghasilan rutin. Seperti Tunjangan Hari Raya (THR) dan bonus merupakan contoh penghasilan tidak rutin yang dimana penghasilan ini sifatnya tidak pasti.

Penghasilan Bruto Berdasarkan Dasar Hukum

Untuk penghasilan bruto, adanya bentuk hukum yang digunakan, termasuk:

  1. Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Keempat atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
  2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Elemen yang Termasuk Penghasilan Bruto

Berikut ini merupakan elemen yang termasuk kedalam Penghasilan Bruto ;

  1. Gaji, Pensiun, dan Tunjangan Hari Tua (THT)

Bagian pertama dari penghasilan bruto, sesuai dengan namanya, adalah gaji/pensiun/THT yang diterima secara tetap selama Tahun Pajak yang bersangkutan.

  1. Tunjangan PPh

Tunjangan pajak penghasilan adalah keringanan pajak yang diperoleh selama tahun pajak yang bersangkutan.

  1. Tunjangan Tambahan, Uang Lembur, Penggantian, dan sebagainya

Ini adalah tunjangan yang diterima sepanjang tahun pajak, yang isinya mungkin termasuk:

  • Tunjangan istri dan/atau anak
  • Tunjangan jabatan
  • Tunjangan khusus
  • Tunjangan transportasi
  • Tunjangan pendidikan anak
  • Uang penghargaan prestasi
  • Tunjangan lainnya atas nama apapun
  • Upah lembur, dll.

 

  1. Honorarium dan/atau Imbalan Lainnya

Honorarium adalah kompensasi uang untuk layanan, jabatan, atau kegiatan yang dilakukan.

  1. Premi Asuransi yang Dibayar Pemberi Kerja

Bisa berupa premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi wakaf, dan asuransi beasiswa yang dibayarkan pemberi kerja kepada perusahaan asuransi atau penyelenggara Jamsostek selama tahun anggaran yang bersangkutan.

  1. Natura dan Perusahaan Lain yang Dikenakan Pemotongan PPh Pasal 21

Inilah jumlah sebenarnya yang diterima dari pemberi kerja yang tidak wajib memotong PPh Pasal 21, bukan Wajib Pajak, tetapi tidak dibebaskan dari pemotongan PPh 21 sehubungan dengan pemberian natura atau keuntungan lain yang diterima dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

  1. Tantiem, gratifikasi, bonus, jasa produksi, dan THR

Meliputi tantiem, gratifikasi, bonus, jasa produksi, THR, dan penghasilan sejenis yang tidak ditetapkan dan hanya dapat diberikan satu kali dalam setahun dan diterima atau diperoleh dalam Perpajakan yang sesuai. Tahun.

Cara Menghitungnya

Seluruh penghasilan bruto dalam satu bulan itulah yang harus diketahui sebelum menghitung penghasilan bruto. Langkah-langkah untuk menghitung penghasilan bruto adalah sebagai berikut.

  • Setelah mengetahui penghasilan bruto secara lengkap selama satu bulan, dikurangi total penghasilan dari semua biaya atau komitmen yang harus dipenuhi.
  • Sisa pemotongan didasarkan pada laba bersih. Kemudian kalikan dengan 12 bulan untuk mendapatkan penghasilan bersih selama satu tahun.
  • Tentukan status wajib pajak Anda:
  • TK (tidak kawin)
  • K (Kawin)
  • Selanjutnya menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP).

Mari kita coba hitung sekarang setelah kita mempelajari prosedur di atas. Berikut ilustrasinya:

Pak Wira berpenghasilan Rp 9.000.000 per bulan di perusahaan YZ. Beliau adalah kepala keluarga, namun tidak memiliki anak. Status wajib pajak dengan demikian adalah K/0.

Gaji Pak Wira setiap bulannya dikurangi dengan berbagai biaya dan tunjangan lainnya, sehingga menghasilkan gaji bulanan sebesar Rp 8.000.000. Jadi penghasilan bersih Pak Wira selama satu tahun adalah Rp 96.000.000.

Karena Pak Wira berstatus pajak K/0, maka nilai nominalnya akan dinaikkan menjadi Rp 4.500.000, sehingga total menjadi Rp 100.500.000. Untuk status K/0, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebesar Rp58.500.000,-. Jadi penghasilan bruto Pak Wira adalah Rp 100.500.000 dikurangi Rp 58.500.000 = Rp 42. 000.000.

Biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan kotor

Menurut Pasal 9 Undang-Undang Pajak Penghasilan, Biaya perusahaan yang tidak dapat dikurangkan sebagai berikut:

  1. Pembagian keuntungan dengan nama atau bentuk apapun, salah satunya dividen.
  2. Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham, rekanan, atau pribadi maupun anggota.
  3. Pembentukan dan cadangan pada syarat tertentu.
  4. Premi yang dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi untuk asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi wiguna, dan asuransi beasiswa, kecuali disediakan oleh pemberi kerja, dan biayanya diperhitungkan sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan.
  5. Penggantian atau upah atas pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan natura, kecuali untuk penyediaan makan dan minum bagi seluruh pegawai, serta penggantian atau upah dalam bentuk natura dan dalam bidang-bidang tertentu yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur oleh Menteri Peraturan Keuangan.
  6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang diberikan sebagai pembayaran atas pekerjaan yang diselesaikan kepada pemegang saham atau orang lain yang mempunyai hubungan tertentu.
  7. Harta yang disumbangkan, donasi/bantuan, dan warisan adalah contoh aset yang disumbangkan.
  8. Pajak penghasilan
  9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan Wajib Pajak atau tanggungannya.
  10. Anggota persekutuan, bisnis, atau perseroan terbatas yang modalnya tidak dibagi menjadi saham dibayar dengan gaji.
  11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, serta sanksi pidana berupa denda sehubungan dengan pelaksanaan undang-undang perpajakan.

Perbedaan antara Penghasilan Bruto dan Neto

Penghasilan neto adalah penghasilan bersih, sedangkan penghasilan bruto adalah total penghasilan yang masih harus dikurangi untuk memenuhi tanggung jawab tertentu.

Memahami Perbedaan Metode Akuntansi Perpetual dan Periodik

Memahami Perbedaan Metode Akuntansi Perpetual dan Periodik

PT Jovindo Solusi Batam melayani jasa konsultan pajak, pembukuan, dan layanan manajemen, kami telah bersertifikat dan berpengalaman dalam menangani masalah pajak. Kali ini PT Jovindo Solusi Batam akan mengenalkan perbedaan metode akuntansi perpetual dan periodic kepada anda dalam pembahasan berikut. Simak detail berikut ini.

Setiap bisnis membutuhkan sistem pencatatan untuk memperkirakan nilai dan mencatat persediaan. Anda harus memiliki sistem pencatatan apakah perusahaan Anda adalah perusahaan manufaktur, perdagangan, atau jasa. Perusahaan dapat mencatat persediaan dengan salah satu dari dua cara: yakni metode perpetual dan periodik.

Pencatatan persediaan juga diperlukan agar perusahaan dapat mengoptimalkan asetnya untuk mencapai laba yang ditargetkan. Keuntungan lain dari memiliki sistem pencatatan adalah memungkinkan Anda mengetahui pergerakan produk dengan lebih cepat.

Hal ini mengurangi risiko kehilangan atau kerusakan barang. Penjualan dan konsumen mungkin hilang jika pesanan mereka tidak memenuhi model, kualitas, dan kuantitas yang dibutuhkan. Oleh karena itu, bisnis harus selalu benar-benar mengecek tingkat persediaan.

Metode perpetual

Jika perusahaan Anda memutuskan untuk menggunakan metode perpetual, semua pembelian dan penjualan produk akan dicatat langsung di akun inventaris.

Metode perpetual secara konstan mencatat setiap perubahan pada akun persediaan. Beberapa fitur akuntansi teknik pencatatan persediaan sistem perpetual adalah sebagai berikut.

  1. Pembelian bahan baku untuk pembuatan dan penjualan kembali item dikreditkan ke Persediaan, bukan pembelian.
  2. Biaya pengiriman barang dagangan dikurangkan dari item Persediaan.
  3. Retur pembelian, potongan harga, dan diskon diterapkan ke item Persediaan, bukan ke akun terpisah.
  4. Mendebet harga pokok penjualan dan mengkredit persediaan untuk setiap transaksi untuk mencatat harga pokok penjualan.
  5. Sebagai kontrol, diperlukan buku besar tambahan dari setiap entri inventaris. Kuantitas dan biaya dari setiap jenis persediaan yang ada dijelaskan dalam catatan pembantu.

Salah satu keuntungan dari sistem pelacakan persediaan perpetual adalah perusahaan tidak perlu melakukan penghitungan fisik (stock opname) atas sisa persediaan. Hal ini dikarenakan Perusahaan dapat dengan mudah menentukan stok sebenarnya di lapangan karena pencatatan dilakukan setiap saat dengan menggunakan metode perpetual.

Metode Periodik

Teknik periodik memisahkan pencatatan pembelian dan penjualan produk. Metode untuk transaksi barang dagangan adalah dengan mendebet akun pembelian dan mengkredit akun kas atau akun hutang dagang.

Sedangkan pencatatan penjualan produk dilakukan dengan mendebet akun kas atau akun piutang dan mengkredit akun penjualan. Perusahaan yang menggunakan sistem pencatatan persediaan metode periodik seringkali adalah perusahaan yang menjual produk dalam jumlah besar, frekuensi tinggi, nilai relatif kecil, dan harga beli dan jual cukup konsisten.

Metode periodik juga dikenal sebagai metode fisik. Dinamakan demikian karena pada akhir periode, persediaan barang harus diperiksa secara fisik (stock opname). Temuan perhitungan penting untuk memperbarui akun persediaan barang dagangan.

Teknik periodik memiliki keuntungan yang memungkinkan perusahaan mengetahui dengan benar jumlah persediaan di gudang.

Kekurangan sistem pencatatan persediaan metode periodik adalah jumlah stok awal dan akhir periode dari suatu barang dagangan.  Kerugian lain dari teknik periodik adalah memperlambat penyusunan laporan keuangan jangka pendek, seperti untuk tiga dan enam bulan.

Memahami Pajak Penghasilan Pasal 19

Memahami Pajak Penghasilan Pasal 19

PT Jovindo Solusi Batam adalah perusahaan perpajakan yang menawarkan layanan konsultasi pajak, layanan akuntansi, dan layanan manajemen. Kami bersertifikat resmi dan memiliki keahlian  dalam menyelesaikan masalah pajak klien. PT Jovindo Solusi Batam kali ini akan mengenalkan PPh Pasal 19 kepada anda. Simak informasi nya berikut ini.

Sesuai aturan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dipertegas kembali dalam Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 dan Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) Pajak didefinisikan sebagai pajak penghasilan yang dikenakan kepada wajib pajak (orang pribadi dan/atau badan). Penghasilan ini bisa berasal dari dalam negeri atau dari luar negeri. Lantas, apa sebenarnya PPh Pasal 19 itu? Simak informasinya berikut ini.

Mengenal Apa Itu Pajak Penghasilan Pasal 19

Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi Pasal 19 adalah pajak yang dikenakan atas penilaian aset tetap jika terdapat selisih keuntungan saat dinilai kembali dan/atau harga beli saat ini jauh lebih rendah dari nilai pasar. Seperti dalam penilaian, yang juga dapat dipahami sebagai revaluasi.

Pada umumnya penilaian kembali atau revaluasi PPh Pasal 19 dilakukan terhadap aktiva tetap, yaitu aktiva fisik jangka panjang yang digunakan dalam kegiatan perusahaan. Aset tetap ini dinilai jika nilai saat ini tidak secara akurat mewakili nilai wajarnya.

Dasar Hukum PPh Pasal 19

PPh Pasal 19 atau penilaian kembali aset diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Peraturan tersebut menyebutkan dua hal penting:

  • Menteri Keuangan berwenang menetapkan peraturan atau kebijakan tentang penilaian kembali aset dan faktor penyesuaian jika terdapat ketidaksesuaian antara unsur biaya dan pendapatan yang berasal dari perubahan nilai atau harga; dan
  • Selisih penilaian kembali aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberlakukan tarif pajak sendiri sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 19 UU PPh juga berdasarkan ketentuan lain yaitu Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 29/PMK.03/2016 tentang Perubahan Kedua atas PMK Nomor 233/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas PMK Nomor 191/2015. PMK.010/2015, yang membahas tentang revaluasi atau penilaian kembali aset tetap untuk tujuan perpajakan untuk setiap permohonan yang diajukan pada tahun 2015 sampai dengan tahun 2016.

Aturan atau kebijakan lebih lanjut terkait PPh Pasal 19 tentang revaluasi (penilaian kembali aset tetap) juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 79/PMK.03/2008. Dimana dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa perusahaan dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap atau perusahaan terhadap perpajakan, tetapi harus melengkapi semua persyaratan pemenuhan kewajiban perpajakannya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dievaluasi.

Subjek PPh Pasal 19

Perusahaan yang telah memenuhi persyaratan penilaian kembali aktiva tetap untuk kepentingan perpajakan, yaitu dengan memenuhi persyaratan seluruh kewajiban perpajakannya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak tersebut, akan dilakukan penilaian kembali atau penilaian kembali, sesuai PPh Pasal 19.

  • Perusahaan atau wajib pajak badan, baik lokal maupun internasional, serta BUT (Bentuk Usaha Tetap) yang tidak termasuk dalam perusahaan yang telah mendapat izin untuk melakukan penilaian kembali aset tetap dalam mata uang Inggris atau US Dollar.

Objek PPh Pasal 19

Objek pajak PPh Pasal 19 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan dan/atau PMK, yaitu:

  • Semua harta tetap berwujud atau harta kekayaan, dalam hal ini tanah dengan hak milik atau hak guna bangunan juga disertakan.
  • Semua aset tetap berwujud atau aset, dalam hal ini tidak termasuk tanah yang terletak atau berlokasi di Indonesia, dimiliki dan/atau digunakan untuk memperoleh, memungut, atau memelihara pendapatan

Masa Pajak Penghasilan Pasal 19

Aturan UU PPh dan PMK menentukan waktu atau jatuh tempo untuk revaluasi atau penilaian kembali aset tetap dalam suatu perusahaan. Jangka waktu jatuh tempo adalah satu tahun sejak tanggal laporan perusahaan jasa penilai atau profesional penilai.

Namun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), usaha tersebut tidak dapat dilakukan kembali sebelum jangka waktu atau jatuh tempo yang diperlukan, yaitu 5 (lima) tahun sejak penilaian sebelumnya terhadap aktiva tetap dalam perusahaan.

Ketentuan Pembayaran PPh Pasal 19

Jenis PPh final adalah pembayaran atau penyetoran yang dilakukan terhadap PPh Pasal 19 atas Penilaian Kembali Aktiva Tetap, yang menggunakan KAP (Kode Rekening Pajak) 411128 dengan KJS (Kode Jenis Penyetoran) 416. Dalam hal ini SSP (Surat Setoran Pajak) yang digunakan harus digunakan dalam waktu 15 hari sejak:

  • Publikasi tanggal penerbitan Keputusan Persetujuan Revaluasi
  • Jangka waktu atau tanggal jatuh tempo untuk setiap angsuran pembayaran bagi perusahaan yang sebelumnya telah diberikan izin untuk melakukan pembayaran angsuran.

Ketentuan Aset Setelah Revaluasi

Ada ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan setelah diadakannya revaluasi aset tetap atau revaluasi, antara lain:

  • Nilai pada saat revaluasi berfungsi sebagai dasar penyusutan fiskal aset tetap yang disetujui untuk revaluasi.
  • Penentuan masa manfaat akan disesuaikan kembali menjadi masa manfaat yang lengkap untuk kelompok aset tetap setelah penilaian kembali aset tetap perusahaan.
  • Perhitungan dalam perlakuan penyusutan dimulai pada bulan penilaian kembali aset tetap perusahaan.

Sementara itu,ketentuan sebagai berikut adalah ketentuan untuk tahun atau bulan pajak yang dihitung sebelum penilaian kembali aktiva tetap perseroan pada bulan tersebut:

  • Dasar penyusutan fiskal pada awal tahun pajak perusahaan dikaitkan dengan dasar penyusutan fiskal aktiva tetap.
  • Sisa masa fiskal yang dapat digunakan dari aset tetap adalah sisa manfaat fiskal pada awal tahun pajak perusahaan terkait.
  • Penyusutan akan ditentukan secara prorata tergantung pada jumlah bulan dalam bagian tahun pajak tersebut.

Simulasi Perhitungan PPh 19 Tahun 2016.

NCA memiliki Rp. 850 juta aset bangunan yang dibeli pada tanggal 1 Januari 2016. Aset ini disusutkan selama 20 tahun dan tidak memiliki nilai residu. PT. NCA meminta revaluasi aset pada tahun 2020, namun baru disetujui dan revaluasi aset pada 31 Desember 2021, dengan nilai revaluasi Rp 890 juta berdasarkan nilai pasar. Pajak penghasilan terutang berdasarkan Pasal 19 dihitung sebagai berikut.

Jawaban:

Selisih nilai revaluasi

= Rp 890 juta – Rp 850 juta

= Rp 40 juta

PPh Pasal 19 jatuh tempo 31 Desember 2021

= 10% x Rp 40 juta = Rp 400 ribu

Jadi, pajak penghasilan terutang Pasal 19 sebesar Rp. 400.000,00

Apa itu Transfer Pricing Document?

Apa itu Transfer Pricing Document?

PT Jovindo Solusi Batam adalah perusahaan perpajakan handal yang dapat membantu berbagai permasalahan perpajakan. PT Jovindo Solusi Batam merupakan solusi pajak dan pembukuan yang terlatih dan berpengetahuan luas. PT Jovindo Solusi Batam kali ini akan menjelaskan apa itu TP Doc. Berikut penjelasannya.

Penetapan harga dalam Perusahaan dengan kepemilikan dan manajemen bersama, seperti perusahaan multinasional, dikenal sebagai Transfer Pricing. Menurut PMK-213/PMK.03/2016, pengertian Transfer Pricing berdasarkan akuntansi manajerial adalah meningkatkan keuntungan suatu entitas dengan cara menetapkan harga barang atau jasa oleh suatu unit organisasi suatu entitas ke unit organisasi lain dalam entitas yang sama,sedangkan pengertian Transfer Pricing berdasarkan perpajakan penentuan harga dalam transaksi afiliasi adalah untuk meningkatkan keuntungan suatu entitas.

Transaksi antar unit entitas korporasi hampir selalu merupakan transaksi lintas batas, yang menyebabkan otoritas pajak mencurigai mereka memindahkan beban pajak dari satu negara dengan tarif pajak yang tinggi ke negara lain dengan tarif pajak yang lebih rendah.

Untuk menghindari hal tersebut, pemerintah memberlakukan beberapa aturan Transfer Pricing yang diatur dalam pasal 18 ayat 4 UU No.7 Tahun 2021 dan pasal 18 ayat 3 UU No.36 Tahun 2008 yang mengatur kewenangan Dirjen Pajak untuk menghitung ulang transaksi yang dipengaruhi oleh hubungan khusus.

Pasal 18 ayat 4 UU PPh mendefinisikan hubungan istimewa, dan penanganan Transfer Pricing harus memenuhi dua aspek, yaitu adanya yurisdiksi Direktorat Jenderal Pajak dan penetapan hubungan istimewa. Menurut Pasal 18 ayat 4 UU PPh, hubungan istimewa terjadi apabila:

  1. Wajib Pajak memiliki penyertaan modal secara total, baik langsung maupun tidak langsung, paling sedikit 25% pada Wajib Pajak lainnya.
  2. Wajib Pajak mengendalikan Wajib Pajak lainnya, dua atau lebih Wajib Pajak secara langsung atau tidak langsung dikendalikani oleh Wajib Pajak yang sama.
  3. Memiliki hubungan darah atau kekerabatan dalam garis keturunan lurus/samping satu derajat.

Metode Transfer Pricing

  • Transfer Pricing Berbasis Biaya

Entitas yang menggunakan metode ini menyimpulkan bahwa harga transfer atas biaya variabel dan konstan dapat menjadi salah satu dari 3 opsi: biaya penuh, biaya penuh dengan mark-up, atau kombinasi biaya variabel dan tetap.

  • Harga transfer berbasis pasar

Metode ini merupakan ukuran yang sangat memadai jika dalam keadaan pasar yang sempurna, tetapi informasi pasar yang terbatas menghadirkan kendala dalam menerapkan metode Transfer Pricing ini.

  • Harga Transfer Dinegosiasikan

Dengan tidak adanya harga, beberapa entitas memungkinkan divisi dalam bisnis yang berkepentingan dengan Transfer Pricing untuk menegosiasikan harga transfer yang sesuai. Harga Transfer yang dinegosiasikan mengungkapkan perspektif pengendalian yang melekat di pusat tanggung jawab, karena setiap divisi yang berkepentingan pada akhirnya akan bertanggung jawab atas harga transfer yang dinegosiasikan.

Tujuan Penetapan Harga Transfer

  • Penilaian kinerja

Banyak organisasi menghitung tingkat ROI, atau Pengembalian Investasi, untuk mengevaluasi kesuksesan mereka. Terkadang tingkat ROI untuk satu divisi berbeda dengan divisi lain dalam bisnis yang sama.

  • Penentuan Pajak yang Optimal

Tarif pajak bervariasi dari satu negara ke negara berikutnya. Variasi ini disebabkan oleh lingkungan ekonomi, sosial, politik, dan budaya negara tersebut. Misalnya di Afrika, karena rendahnya tingkat investasi, tarif pajak yang berlaku juga rendah; Namun demikian, jika dibandingkan dengan Amerika, tarif pajak yang berlaku di negara tersebut tidak bisa sama dengan di Afrika.

Hal ini disebabkan karena negara-negara industri maju seperti Amerika memiliki tingkat investasi yang relatif tinggi, terlihat dari tingkat pertumbuhan organisasi komersial yang terus meningkat. Tarif pajak di Amerika Serikat ditetapkan tinggi pada premis ini.

Dokumen Pricing Document (TP Doc)

Transfer Pricing Document atau sering disebut dengan Transfer Pricing Document (TP Doc) adalah dokumen milik Wajib Pajak yang menjadi landasan penerapan Prinsip Kewajaran dan Praktek Bisnis dalam Penetapan Harga Transfer. Transfer Pricing Document (TP Doc) dibagi menjadi tiga bagian: dokumen induk, dokumen lokal, dan laporan per negara.

Dengan nilai peredaran bruto lebih besar dari Tahun Pajak sebelumnya dalam satu Tahun Pajak, Wajib Pajak dapat melakukan Transaksi Afiliasi Rp. 50.000.000.000 dalam satu Tahun Buku dan nilai Transaksi Afiliasi sebelumnya lebih dari Rp. 20.000.000.000 dalam satu Tahun Anggaran untuk transaksi barang berwujud atau lebih dari Rp. 5.000.000.000,- untuk setiap penyedia layanan, pembayaran bunga, penggunaan barang tidak berwujud, atau Transaksi Afiliasi lainnya yang dilakukan di negara/yurisdiksi tersebut.

Apabila WP melakukan transaksi dengan WP yang merupakan Entitas Induk dari Grup Usaha dengan pendapatan bruto konsolidasi paling sedikit Rp11.000.000.000.000,00 dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, wajib menyusun dan menyimpan Dokumen Penetapan Harga Transfer.

Membuat Prosedur Transfer Pricing Document (TP Doc).

  1. Transfer Pricing Document (TP Doc) harus ditulis dalam bahasa Indonesia. Apabila WP memiliki kewenangan untuk menggunakan bahasa yang berbeda, TP Doc harus menyertakan terjemahannya.
  2. Bagi Wajib Pajak yang memiliki izin untuk menggunakan mata uang selain rupiah, kurs yang digunakan untuk penghitungan pajak pada akhir Tahun Pajak adalah tarif pajak yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
  3. Peredaran Bruto adalah jumlah bruto dari pendapatan yang diterima/diperoleh sehubungan dengan pekerjaan, usaha, atau kegiatan pokok Wajib Pajak sebelum diberlakukan potongan dan potongan lainnya.
  4. Nilai perbedaan bruto serta nilai transaksi afiliasi terkait selama periode 12 bulan.
  5. Dalam hal Wajib Pajak memiliki lebih dari satu kegiatan usaha dengan karakteristik usaha yang berbeda, maka dokumentasi lokal harus disajikan secara tersegmentasi berdasarkan sifat usaha Wajib Pajak.
  6. Saat membuat dokumen induk dan dokumen lokal, mereka harus dikategorikan berdasarkan fakta dan informasi yang tersedia saat melakukan transaksi afiliasi.Dokumen ini diberikan selambat-lambatnya empat bulan setelah akhir tahun pajak. Selain itu pada saat dokumen harga transfer telah tersedia, maka dokumen induk dan dokumen lokal harus dilampirkan dengan surat pernyataan yang ditandatangani oleh pihak penyedia dokumen harga transfer, dan harus dibuatkan gambaran umum dan ringkasan ini harus dilampirkan pada Laporan SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak yang bersangkutan.
  7. Laporan negara ke negara harus disusun berdasarkan data dan informasi yang tersedia sampai dengan akhir tahun pajak dan harus tersedia paling lambat 12 bulan setelah akhir tahun pajak, dan Laporan Negara WP harus diserahkan sebagai lampiran SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2016, dan seterusnya.
Mekanisme Pembetulan SPT Perusahaan dan Status Kerugian

Mekanisme Pembetulan SPT Perusahaan dan Status Kerugian

PT Jovindo Solusi Batam adalah Perusahaan yang terpercaya dan bekerja secara professional. PT Jovindo Solusi Batam akan membantu dan memberikan jawaban atas permasalahan pajak Anda. Nah, kali ini PT Jovindo Solusi Batam akan membahas mekanisme pembetulan SPT Perusahaan dan Status Kerugian. Simak Penjelasannya.

Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan SPT perusahaan dalam keadaan tertentu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. SPT Perusahaan (WP) sedikit lebih rumit dari SPT pribadi. Tidak mengherankan, setelah SPT diterbitkan, selalu dimungkinkan untuk melakukan perubahan.

Ketentuan Pembetulan SPT Badan Dalam Hal Status Rugi

Kesalahan memang terjadi dalam proses administrasi perpajakan, sehingga diperlukan pembetulan. Hal ini disebutkan dalam Pasal 8 UU No. 28 Tahun 2007 yang menyebutkan bahwa peraturan ini merupakan revisi ketiga (3) atas UU No. 6 Tahun 1983 yang meliputi Peraturan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Klausul ini menegaskan bahwa wajib pajak dapat dengan sukarela memperbaiki formulir SPT tahunan yang telah disampaikannya.

Artinya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan kesempatan kepada wajib pajak (wajib pajak), termasuk badan dan orang (OP), untuk mengubah SPT tahunan ini. Namun perlu diingat bahwa Anda tidak bisa begitu saja mengoreksi pengembalian pajak Anda.

Ada persyaratan untuk pembetulan pajak penghasilan badan. Pegawai administrasi perpajakan (KPP) mengisi pembetulan yang diberikan oleh WP dengan formulir penagihan SPT, dengan WP terdaftar sebagai salah satu syarat, sesuai Pasal 6 Angka 1 Peraturan Direktur Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Tahunan menurut Perpajakan Nomor PER-01/PJ/2016.

Persyaratan Pembetulan SPT Perusahaan Dalam Status Rugi

Jika Anda memperbaiki Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Tahunan Badan, dan kerugiannya lebih dari yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan sebelum diperbaiki, SPT (surat pemberitahuan) yang diperbaiki harus dilaporkan paling lambat dua tahun sebelum tanggal berakhirnya kontrak.

Demikian pula jika Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Perusahaan diketahui lebih bayar dibandingkan dengan laporan Surat Pemberitahuan (SPT) sebelumnya. UU No 28 Tahun 2007 menjelaskan hal tersebut. Putusan itu juga menyebutkan, koreksi tertulis terhadap surat pemberitahuan (SPT) dilakukan jika Direktorat Jenderal Pajak (DJP) belum melakukan pemeriksaan.

Setelah menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan kepada wajib pajak, agen, kuasa hukum, pegawai, atau anggota keluarga dewasa yang bersangkutan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memulai pelaksanaan pemeriksaan.

Cara Melakukan Pembetulan SPT Tahunan Badan

Sementara itu, langkah-langkah yang harus dilakukan untuk memperbaiki Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Badan (SPT):

  • Menyiapkan dokumen pendukung penyesuaian SPT, seperti laporan keuangan, rekonsiliasi pajak, pembayaran pajak (SSP), dan SPT sebelumnya.
  • Masuk ke Akun Pelaporan SPT Online DJP atau akun e-SPT Taxku.
  • Masuk ke halaman utama dan klik “Laporan SPT Tahunan”
  • Kemudian klik “Buat SPT”. Pada kolom Status SPT, catat jumlah perbaikannya. Jika ini tambalan pertama, masukkan nomor 1 dan seterusnya.
  • Kemudian lakukan pembetulan pada bagian yang perlu diperbaiki.
  • Terakhir, klik “Kirim” dan pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) selesai.

Batas Waktu Pembetulan SPT Badan Berstatus Rugi

Jangka waktu atau berakhirnya jangka waktu adalah 5 tahun sejak tanggal jatuh tempo pajak atau akhir masa pajak, bagian tahun pajak, atau akhir tahun pajak, menurut Pasal 8 (1) KUP. Yaitu, jika WP ingin melakukan perubahan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan Badan tahun 2015-2019.

Pada tahun 2019, firma hukum atau perusahaan yang melaporkan kerugian lebih besar dari yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan sebelum pembetulan tidak dapat lagi melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2015 dan 2016, karena Surat Pemberitahuan PPh Badan (SPT) Tahunan untuk Tahun Pajak 2015 dan 2016 yang jatuh tempo masing-masing pada tahun 2020 dan 2021. Dengan demikian, batas korektif tertinggi adalah 2018.

Sanksi Bunga atas Kekurangan Utang Pajak akibat Pembetulan Surat SPT

Menurut Pasal 8(2) Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan, jika Wajib Pajak mengoreksi sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) yang mengakibatkan bertambahnya kewajiban perpajakan, ia akan dikenakan denda administrasi berupa bunga bulanan yang ditentukan oleh UU Pajak. Menteri Keuangan. Denda tersebut diberlakukan paling lama 24 bulan atau dua tahun, dihitung satu bulan penuh setiap bagian bulan.

Penyederhanaan Dokumen Pembetulan SPT Badan

(2) PER-06/2020 Pasal 7 Hanya Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Tahun Pajak 2019-2020 yang dapat disampaikan oleh WB.:

  • Formulir 1771 dan Lampiran 1771-I sd 1771-VI
  • Lampiran khusus pada SPT tahunan perusahaan
  • Kutipan bagian laporan keuangan
  • Surat pernyataan kurang bayar pajak yang terutang, apabila kekurangan itu dicantumkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

Peraturan no. PER-02/PJ/2019, yang mengatur tentang penyampaian, penerimaan, dan pemrosesan SPT, mengatur informasi atau dokumen pendukung yang diperlukan untuk pelaporan SPT.

  • Persyaratan lain untuk membantu Pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) Organisasi

Fasilitas dokumen ini diberikan kepada Wajib Pajak badan usaha yang menutup rekeningnya pada akhir masa pajak pada tanggal 31 Desember 2020, dengan ketentuan telah memberitahukan kepada DJP sebelum menyampaikan SPT PPh tahun 2020 untuk tahun pajak 2020. Selanjutnya, SPT PPh tahun pajak 2020 akan jatuh tempo paling lambat pada tanggal 30 April 2021. Pasal 7(3) PER-06/2020 juga menyebutkan lampiran tambahan berupa laporan tahunan atau laporan keuangan lainnya harus diberikan paling lambat 30 Juni 2021, menggunakan pajak penghasilan yang telah dilakukan pembetulan.

  • Sanksi Pengajuan Pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT)

Apabila Wajib Pajak tidak menyampaikan penyesuaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) sebelum tanggal 30 Juni 2021 sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 8 (5) PER-06/2021, maka Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2020 dianggap dihilangkan dan dapat dikenakan hingga sanksi administratif.

Sanksinya berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) UU KUP yang diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Demikian penjelasan mengenai pembetulan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) Badan dan jika Anda mengalami kerugian relatif terhadap penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) sebelumnya.

 

Neraca Lajur

Neraca Lajur

PT Jovindo Solusi Batam adalah Perusahaan dengan jasa konsultan yang terpercaya dan telah berpengalaman dalam menyelesaikan berbagai permasalahan pajak. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan mengenalkan sebuah informasi kepada audiens yang mengenai Neraca Lajur. Berikut ini informasinya.

Neraca lajur digunakan dalam pembuatan laporan keuangan perusahaan. Terlepas dari kenyataan bahwa ini bukan langkah wajib dalam sistem akuntansi, neraca lajur memiliki tujuan dan fungsi yang penting, terutama dalam hal akurasi pelaporan.

Pengertian Neraca Lajur

Worksheet akuntansi juga dikenal sebagai neraca lajur yang berisi semua data akuntansi dan digunakan untuk menyusun laporan keuangan perusahaan pada akhir siklus akuntansi untuk memastikan kebenaran keadaan keuangan, menurut WallStreetMojo.

Berbeda dengan jurnal atau buku besar, neraca lajur bukanlah catatan yang harus ada dalam suatu siklus atau periode akuntansi. Dokumen ini hanya akan digunakan secara internal oleh manajemen untuk memahami penyesuaian apa yang dibuat dalam catatan akuntansi, akun mana yang terpengaruh, dan sejauh mana sebelum penyusunan laporan keuangan. Akibatnya, persiapan ditentukan oleh kebutuhan dan kebijakan manajemen.

Neraca lajur ini terdiri dari banyak kolom atau baris besar yang menyertakan informasi tentang prosedur akuntansi perusahaan, khususnya:

  • Neraca saldo yang belum disesuaikan:

Termasuk aset perusahaan serta kewajiban, biaya, dan akun pendapatan untuk periode akuntansi tertentu.

  • Penyesuaian

terdiri dari semua penyetelan yang dilakukan

  • Neraca saldo yang disesuaikan

Menggabungkan angka-angka yang diperoleh dari perhitungan saldo dalam yang belum disesuaikan kolom neraca dan kolom penyesuaian

  • Laporan laba rugi

Memuat nilai akun pendapatan dan beban dimasukkan dalam.

  • Neraca

Menunjukkan total nilai aset, kewajiban, dan modal/ekuitas pemilik.

Kecuali untuk laporan laba rugi itu sendiri, setiap kolom yang mencerminkan suatu fase dalam proses akuntansi dibagi lagi menjadi debit dan kredit yang nilainya harus sama atau seimbang. Makalah ini merangkum semua data akuntansi.

Tujuan Menciptakan Neraca Lajur

Alasan utama dibuatnya lembar kerja adalah untuk memudahkan dalam memberikan laporan keuangan perusahaan. Tujuan utama ini dapat digunakan untuk memperoleh berbagai tujuan keuangan finansial perusahaan, termasuk strategi bisnis masa depan.

  1. Periksa apakah ada masalah akuntansi.

Akuntan dapat memastikan setiap catatan akuntansi, termasuk benar tidaknya perhitungan setiap angka, dengan membuat neraca lajur.

  1. Perbaikan sederhana jika terjadi kesalahan

Saldo neraca lajur, tidak seperti jurnal dan buku besar, tidak resmi dan tidak permanen. Alhasil, jika terjadi kesalahan, mudah diperbaiki.

  1. Perencanaan bisnis

Neraca lajur ini menggambarkan perkiraan laporan keuangan akhir perusahaan. Jadi, sebelum laporan keuangan final diterbitkan, manajemen dapat terlebih dahulu menetapkan kebijakan atau strategi bisnis berdasarkan kertas kerja.

Fungsi neraca lajur

Neraca lajur, terlepas dari posisinya, memiliki tujuan yang bukan merupakan dokumen akuntansi bisnis resmi. Fitur ini umumnya dibutuhkan oleh para akuntan atau pekerja akuntansi perusahaan untuk membuat laporan keuangan. Contohnya:

  1. Membuat ringkasan data lebih mudah

Data akuntansi lebih mudah untuk diringkas ketika dipecah menjadi beberapa kelompok.

  1. Memastikan presisi data

Kebenaran data dapat ditinjau dan dipastikan dengan membuat neraca lajur.

  1. Mengurangi beban kerja akuntan

Apabila ditemukan kesalahan pada neraca lajur, dapat diperbaiki sebelum memasukkan data yang telah diperbaiki tersebut ke dalam naskah dinas.

  1. Memastikan prosedur akuntansi diikuti

Neraca lajur juga menunjukkan apakah proses akuntansi perusahaan telah diikuti atau belum. Proses akuntansi menunjukkan bagaimana pengelolaan keuangan perusahaan telah dilakukan, sehingga jaminan ini diperlukan.

Membuat Neraca Lajur

Tata cara pembuatan neraca lajur secara umum adalah sebagai berikut:

  1. Tulis identitas perusahaan.

Catat identitas perusahaan berupa namanya. Nama perusahaan biasanya ditampilkan di bagian atas dan dicetak tebal. Catat juga tanggal neraca lajur ini dibuat.

  1. Buat kolom dan beri nama.

Seperti disebutkan sebelumnya, saldo ini membutuhkan pembuatan lima kolom selain kolom debit-kredit yang relevan. Selain lima kolom tersebut, harus ada kolom untuk menuliskan nama dan nomor akun.

  1. Masukkan informasi akun

Setelah format jalur selesai, masukkan nomor akun dan nama. Masukkan nomor akun dan nama secara berurutan dari aset, kewajiban, ekuitas, pendapatan, dan biaya untuk kenyamanan. Nomor dan nama akun ini diambil dari daftar akun yang dibuat pada awal periode akuntansi.

  1. Masukkan nilai untuk setiap kolom.

Masukkan nilai masing-masing kolom pada kolom debit dan kredit berdasarkan nomor dan nama akun yang telah dibuat. Nilai dalam neraca saldo yang telah disesuaikan adalah jumlah dari neraca saldo yang belum disesuaikan dan modifikasi pada kolom sebelumnya. Laporan laba rugi mencakup jumlah pendapatan dan biaya, sedangkan neraca mencakup jumlah aset, kewajiban, dan ekuitas.

  1. Jumlahkan semuanya

Langkah terakhir dalam membuat neraca lajur adalah menjumlahkan semua data di baris paling bawah. Dimungkinkan untuk menentukan apakah perusahaan mendapat untung atau rugi selama periode transaksi dengan menambahkan laporan laba rugi. Setelah Anda menjumlahkan semuanya, pindahkan jumlahnya ke akun permanen.

Prosedur tradisional dalam sistem akuntansi perusahaan termasuk membuat neraca lajur. Fase ini biasanya dapat diabaikan oleh pemilik bisnis yang telah sepenuhnya mengadopsi digitalisasi dengan penggunaan perangkat lunak atau perangkat lunak akuntansi. Hal ini karena akurasi software lebih terjamin dibandingkan dengan sistem tradisional yang masih menggunakan cara manusia dalam mendokumentasikan transaksi sehingga lebih rentan terhadap kesalahan.

Demikianlah informasi seputar neraca lajur dalam proses akuntansi perusahaan.