MA Kekurangan Hakim Agung Pajak

JAKARTA. Jumlah sengketa pajak yang diajukan ke Mahkamah Agung (MA) di tingkat Peninjauan Kembali (PK) terus bertambah. Maklum, jumlah sengketa pajak yang masuk proses PK terus meningkat, bahkan melebihi sengketa perkara perdata dan perkara pidana lainnya.

Berdasarkan data MA, dari 3.904 perkara yang mengajukan PK tahun ini, sekitar 2.187 perkara atau 56,01% di antaranya adalah perkara pajak. Jumlah itu naik dibandingkan tahun 2016.

Tahun lalu, MA menerima 1.845 pengajuan PK terkait pajak atau 52,91% dari total 3.487 perkara PK yang masuk. Ketua MA, M Hatta Ali mengatakan, peningkatan perkara pajak menjadi kendala tersendiri bagi lembaga peradilan tertinggi di Tanah Air.

Sebab, dari 49 hakim agung yang dimiliki MA, hanya satu orang hakim agung yang memiliki kompetensi untuk menangani perkara pajak. “Kami terus terang kekurangan hakim agung pajak dan sudah mengusulkan untuk penambahan hakim sejak dua tahun lalu tapi belum ada kelanjutannya,” ujar Hatta di Gedung MA, Kamis (28/12).

Hatta menyatakan, kewenangan menyeleksi dan memilih hakim agung pajak ada pada Komisi Yudisial (KY) dan Komisi III DPR. Alhasil, MA hanya bisa menunggu setelah mengajukan usulan kepada dua pihak tersebut.

Menurutnya, memilih hakim agung pajak cukup rumit. Seleksi calon hakim agung pajak mengutamakan hakim karier. Syarat lainnya memiliki pengalaman 20 tahun menjadi hakim atau sama seperti syarat menjadi hakim agung bidang perdata dan pidana.

Oleh karena itu, Hatta meminta agar seleksi hakim agung pajak berasal dari jalur non karier. Tujuannya agar akademisi perpajakan, mantan pegawai pajak Kementerian Keuangan yang memiliki kompetensi, bisa ikut seleksi.

Hatta khawatir bila tak ada tambahan hakim agung pajak, kasus-kasus pajak yang terus bertambah tiap tahun tak bisa selesai tepat waktu. Selama ini MA memiliki waktu memutus perkara paling lambat tiga bulan.

Farid Wajdi, Juru Bicara KY menyatakan, sejak November 2017, KY telah menyeleksi hakim agung pajak yang diinginkan oleh MA. Namun secara administratif, mencari hakim agung untuk pajak ini memang relatif sulit. Apalagi selama ini tidak ada kriteria khusus bagi hakim di tingkat peradilan pajak.

Tahun 2017 ini ada 2.187 pengajuan PK sengketa pajak yang masuk MA.

Tahap pengadilan pajak juga relatif sederhana hanya melewati Pengadilan Pajak dan langsung ke MA, sehingga jenjang karier hakim tidak seperti yang disyaratkan. “Sesuai kriteria, mereka tak perlu pengalaman sebagai hakim di Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi,” ujarnya.

 

Sumber: Harian Kontan

Pemerintah Jor-joran Beri Insentif Bebas Pajak KKKS

Meski aturan baru terbit, variabel KKKS berinvestasi bukan karena PP Perpajakan 

JAKARTA. Pemerintah akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2017 tentang Perpajakan Pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Aturan ini melengkapi Permen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 8/2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar mengungkapkan, isi dari aturan tersebut tidak banyak berubah dari draf Rancangan Peraturan Pemerintah soal Pajak Gross Split yang digodok Kementerian ESDM. Ini berarti di dalam aturan tersebut akan memuat soal loss carry forward selama 10 tahun dan pembebasan pajak tidak langsung (indirect tax) sampai adanya produksi migas pertama kali.

Arcandra yakin, aturan perpajakan ini sudah sesuai keinginan para pelaku usaha hulu migas. “Tidak ada perubahan, semua sama sesuai harapan. Loss carry forward 10 tahun, terus indirect tax sampai first oil free,” kata Arcandra, ketika ditemui di Kantor Kementerian ESDM Jakarta pada Kamis (28/12).

Selain dua poin tersebut, akan ada fasilitas perpajakan di masa eksploitasi yang dapat diberikan pemerintah berdasarkan keekonomian berupa tambahan bagi hasil (split) bagi kontraktor. Tambahan split ini akan dimasukan ke dalam Peraturan Menteri ESDM “Di permen nanti, cantolannya ada untuk keekonomian,” terang Arcandra. Artinya akan ada revisi Permen ESDM soal gross split.

Menurut dia, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang bisa langsung menerapkan aturan perpajakan ini adalah Pertamina Hulu Energi untuk Blok ONWJ. Blok ONWJ memang masih menjadi satu-satunya blok migas yang sudah menerapkan skema bagi hasil gross split sejak Januari 2017.

Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam bilang, aturan ini baik karena dengan keluarnya PP tersebut sudah ada kepastian mengenai perpajakan dalam gross split. Ini tidak bisa langsung diartikan menguntungkan atau tidak menguntungkan. “Tetapi saya kira akan membantu keekonomian dalam blok tersebut. Untuk Pertamina, terutama di ONWJ saya kira ini merupakan berita baik,” kata dia.

Sementara itu, Pengamat Energi dari Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto menyatakan, aturan yang baru saja diterbitkan itu bagus karena banyak memberikan insentif kepada para KKKS. “Tapi tidak berarti lalu KKKS akan tertarik,” ungkap dia.

Menurut dia, dalam membuat keputusan untuk investasi itu banyak variabel. Misalnya, investor melihat kredibilitas pemerintah dan aturan main atau kebijakan. “Kalau aturan main sering berubah, meskipun sekarang keluar aturan baru yang memberi banyak insentif, tetap bisa tidak dipercaya investor dan mereka tetap tidak berinvestasi di sini,” ujarnya.

Ada peminat lelang

Dengan adanya aturan baru itu lelang blok migas ada peminatnya. Kata Arcandra sudah ada perusahaan yang memasukan dokumen penawaran. “Ada beberapa, setidaknya sudah ada tiga perusahaan,” kata dia.

Sayang, Arcandra tidak menyebut nama-nama perusahaan yang telah memasukkan penawaran lelang. Namun yang pasti perusahaan itu ada dari dalam negeri dan ada dari luar negeri.

Direktur Utama Saka Energi, Tumbur Parlindungan bilang Saka telah memasukkan dokumen penawaran untuk blok Migas yang dilelang tahun ini. “Sudah memasukkan bid,”kata Tumbur ke KONTAN pada Kamis (28/12).

Selain tiga perusahaan yang sudah memasukan dokumen penawarannya, pemerintah masih menunggu lagi perusahaan migas lain agar ikut berpartisipasi. Arcandara berharap perusahaan migas yang masih ingin mengikuti lelang blok migas tahun ini bisa memasukan dokumen penawaran hari ini, Jumat (29/11). Penutupan lelang dimajukan dari sebelumnya 31 Desember 2017 karena PP tetang Perpajakan gross split sudah terbit. “Kami menutup lelang Jumat ini,” tegas dia.

 

Sumber: Harian Kontan

Menkeu Siap Ikuti Reformasi Pajak di AS

JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) memastikan tak tinggal diam dengan perubahan kebijakan pajak di Amerika Serikat (AS). Kemkeu mengaku, Pemerintah RI siap mengadopsi perubahan kebijakan di AS agar Indonesia ke depan tak terimbas dampak negatif.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, reformasi yang akan mengubah sistem pajak AS itu bisa jadi tolok ukur bagi Indonesia. “Bagusnya saat ini revisi UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) belum selesai dibahas. Dan UU Pajak Penghasilan (PPh) ataupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN) nanti akan kami lakukan benchmarking dengan apa yang dilakukan AS, sehingga tidak terlalu tertinggal,” jelas Sri Mulyani, Rabu (27/12).

Menurut Sri Mulyani, benchmarking yang dilakukan Indonesia meliputi sisi tarif bracket rate maupun kemudahan membayar pajaknya. Menurutnya, Indonesia selama ini adalah negara yang responsif terhadap policy internasional. “Nanti kami lihat kontennya, apakah itu masuk dalam domain KUP atau domain PPh, karena itu yang paling banyak dikomplain pembayar pajak,” katanya.

Sebelumnya Pengamat perpajakan Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji dalam analisnya mengatakan, beberapa yang menarik dari reformasi pajak AS adalah soal perubahan sistem pemajakan dari worldwide ke teritorial. Kebijakan ini juga didukung dengan penurunan tarif PPh Badan dari 35% ke 21%. “Kedua kebijakan itu berupaya merepatriasi modal, mengerek investasi dan mengunci dana di domestik,” jelas Bawono, Selasa (26/12).

Negara lain semakin gencar memberi ruang sistem pajak yang ramah.

Menurut Bawono, langkah AS ini akan meningkatkan intensitas kompetisi pajak global. Raksasa ekonomi dunia selain AS, misalnya China dan Uni Eropa, menurut Bawono, akan terganggu dengan kebijakan AS dan berusaha mempertahankan daya saingnya.

Bawono menegaskan, reformasi pajak AS adalah gambaran tren reformasi pajak di berbagai negara di tiga tahun terakhir. Pada umumnya, upaya meningkatkan investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional merupakan tujuan utama tax reform. Pemerintah di banyak negara justru memberi ruang ekspansi ekonomi melalui sistem pajak lebih ramah. “Ini patut jadi catatan bagi reformasi pajak Indoneia,” tegas Bawono.

Bawono menilai, langkah AS ini merupakan alarm bahwa keleluasan untuk mempertahankan tarif PPh Badan 25% semakin menipis. Namun bukan berarti tarif harus diturunkan secara drastis. “Penurunan tarif harus gradual dengan urgensi perluasan basis pajak secara cepat,” saran Bawono.

 

Sumber: Harian Kontan

Tarif PPN Belum Akan Diturunkan

JAKARTA. Di tengah ekonomi yang lesu ini, pemerintah diminta untuk menurunkan tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Apalagi pemerintah memang memiliki hak diskresi untuk menurunkan atawa menaikkan PPN. Hak ini sudah tertuang dalam Undang-Undang (UU) PPN Pasal 7 ayat 3.

Di pasal tersebut, pemerintah dapat mengubah tarif PPN serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15% tanpa harus merevisi Undang-Undang dan cukup dengan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) saja.

Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak Arif Yanuar mengatakan, UU PPN memang mengatur kemungkinan pemerintah menurunkan atau menaikkan tarif PPN tanpa melakukan perubahan UU. Pada saat ini tarif PPN ditetapkan sebesar 10%.

Lalu apakah ada kemungkinan hak itu dipakai dalam waktu dekat? Arif mengaku sampai saat ini belum ada pembahasan lebih lanjut. “Memang diatur tetapi belum ada pembahasan di Badan Kebijakan Fiskal (BKF),” katanya, Selasa (19/12).

Kepala BKF Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suahasil Nazara menambahkan, Kemkeu sendiri telah memberikan pengecualian kepada beberapa komoditas. “Begitu ada barang yang dibebaskan PPN, di titik itu harus ada yang nambah biayanya. Kami tahu ada yang nanggung. Nah, itu menggerogoti competiti-veness seseorang,” ujarnya

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, saat ini adalah waktu yang ideal bagi diskresi tarif PPN itu untuk digunakan. Sebab kondisi ekonomi Indonesia yang saat ini fundamentalnya terbilang baik, tetapi dari segi konsumsi masih kurang memuaskan. “Sayangnya diskresi itu tak pernah digunakan. Dalam kondisi ekonomi seperti ini, terhadap beberapa komoditi bisa diturunkan tarif PPN-nya,” kata Yustinus.

Beberapa barang yang bisa dipertimbangkan penurunan tarif PPN adalah kebutuhan pokok fast moving consumer goods (FMCG), termasuk susu formula, kebutuhan anak, perlengkapan sekolah, kebutuhan pertanian, dan lain-lain. Untuk barang-barang tersebut, menurut Yustinus, bisa diberi pengurang atau dikenai tarif efektif final.

 

Sumber: Harian Kontan

 

Pajak Finalisasi Aplikasi Pembukaan Data Bank

Direktorat Jenderal Pajak mengaku bahwa sudah hampir menyelesaikan aplikasi yang bertujuan untuk mempermudah mekanisme dalam akses data perbankan. Jika sebelumnya mekanisme permintaan data perbankan dilakukan melalui surat menyurat (proses manual), maka ke depan akan lebih mudah karena sudah berbasis digital. Bahkan, Dirjen Pajak sudah mengeluarkan keputusan yang memilih 26 (dua puluh enam) kantor wilayah untuk menerapkan aplikasi usulan pembukaan rahasia bank tersebut.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan & Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan bahwa kemungkinan pemberlakukan aplikasi pembukaan data rahasia bank terbuka seiring dengan adanya revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yaitu tentang Tata Cara Permintaan Keterangan / Bukti dari Pihak yang Terikat Kewajiban Merahasiakan. Sebab PMK tersebut tidak mengatur mekanisme permohonan secara spesifik melalui surat menyurat. “Aplikasi sedang kami finalisasi,” ujarnya, Selasa (7/1).
Sebelumnya, untuk mendapatkan data perbankan untuk keperluan penyidikan, Ditjen Pajak harus mengajukan permintaan ke Menteri keuangan (Menkeu). Setelah itu, Menkeu harus mengajukan permohonan pembukaan data perbankan ke Bank Indonesia (BI), yang kini perannya digantikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Supaya pajak memiliki akses lebih luas ke data perbankan, diperlukan revisi UU Perbankan,” katanya.

Sumber: Harian Kontan