Jenis Harta Berwujud dalam Penyusutan Fiskal

Jenis Harta Berwujud dalam Penyusutan Fiskal

PT Jovindo Solusi Batam merupakan layanan konsultan pajak yang siap menangani dan menyelesaikan permasalahan perpajakan Anda. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas informasi terkait jenis harta berwujud dalam penyusutan fiskal. Berikut pembahasannya.

Setiap wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan yang melakukan usaha pasti mempunyai harta benda baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Keduanya merupakan contoh depresiasi fiskal.

Dalam perpajakan, beban atas harta fisik dengan masa manfaat lebih dari satu tahun tidak dihitung sekaligus. Namun, penyusutan digunakan untuk tujuan akuntansi (komersial) dan perpajakan.

Terdapat perbedaan peraturan perundang-undangan yang mengatur masa manfaat dan tarif penyusutan fiskal antara ketentuan komersial dan perpajakan.

Metode Pada Jenis Harta Penyusutan Fiskal

Secara awam, berikut tata cara penyusutan fiskal perpajakan yang diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh):

Metode Garis Lurus

Metode Saldo Menurun

Ini adalah metode yang digunakan untuk menghitung penyusutan yang dilakukan dalam bagian- bagian yang sama besar, selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut. Penyusutan dihitung dalam bagian yang menurun dengan menggunakan prosedur ini.

Caranya,dengan menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku dan nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus.

Ketentuan teknis terkini mengenai penyusutan harta berwujud dan amortisasi harta tidak berwujud pada harta tetap untuk keperluan fiskal diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 72 Tahun 2023.

A. Jenis Harta Berwujud Kelompok I

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 tentang Jenis-Jenis Harta Yang Termasuk Dalam Kelompok Harta Berwujud Non Bangunan Untuk Tujuan Penyusutan, berikut adalah jenis-jenis harta penyusutan fiskal atau jenis-jenis harta berwujud yang termasuk dalam kelompok ini. di grup I.

No.

Jenis Usaha

Jenis Harta

1.

Semua Jenis Usaha a.      Perabotan dan perlengkapan bukan bangunan yang terbuat dari kayu atau rotan, misalnya meja, bangku, kursi, lemari, dan sejenisnya.

b.      Mesin ketik, mesin hitung, duplikator, mesin fotokopi, mesin akuntansi atau pembukuan, komputer, printer, dan scanner merupakan contoh mesin kantor.

c.      Alat elektronik lainnya seperti Amplifier, Tape Cassette, Video Recorder, TV, dan sebagainya.

d.      Sepeda motor, sepeda kayuh dan becak

e.      Peralatan khusus untuk membantu industri atau jasa pemilik usaha.

f.       Peralatan dapur untuk memasak, makan dan minum karyawan.

g.      Dies, Jigs dan mould

h.      Peralatan komunikasi seperti telepon, mesin fax, inventaris kantor, telepon genggam, dan lain sebagainya.

2.

Pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan merupakan contoh industri. Alat yang digerakkan oleh tenaga manusia, bukan tenaga mesin. Cangkul, garu, dan peralatan lainnya yang digerakkan oleh tenaga manusia, misalnya.

3.

Manufaktur makanan dan minuman Hotel, pemecah kulit, pemoles, pengering, palet, dan sejenisnya adalah contoh mesin bergerak.

4.

Transportasi dan pergudangan Taksi, bus dan truk yang digunakan sebagai angkutan umum.

5.

Industri semi konduktor Flash memory tester, mesin tulis, biporar test system, elimination (PE8-1), pose checker.

6.

Jasa persewaan peralatan tambat air dalam Anchor, anchor chain, polyester rope, steel buoys, steel wire ropes, morning accessories.

7.

Jasa telekomunikasi selular Base Station Controller.

 

B. Jenis Harta Berwujud Kelompok II

Menurut PMK Nomor 96 Tahun 2009, golongan harta fisik yang termasuk dalam kelompok II adalah sebagai berikut:

No.

Jenis Usaha

Jenis Harta

1.

Semua Jenis Usaha a.      Perabotan dan perlengkapan bukan bangunan yang terbuat dari kayu atau rotan, misalnya meja, bangku, kursi, lemari, dan sejenisnya. AC, kipas angin, dan perlengkapan AC lainnya

b.      Mobil, bus, truk, speedboat, dan kendaraan sejenis

c.      Container dan sejenisnya

2.

Pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan a.     Alat-alat pertanian atau perkebunan seperti traktor dan mesin pembajak, serta alat penggaruk, penanaman, dan penebar benih.

b.     Mesin yang digunakan untuk mengolah atau memproduksi sumber daya atau barang pertanian, perkebunan, peternakan, atau perikanan.

3.

Industri makanan dan minuman a.      Mesin yang mengolah produk asal hewan, unggas dan perikanan.

b.      Contohnya: pabrik susu dan pengalengan ikan.

c.      Mesin pengolah nabati, seperti mesin minyak kelapa, mesin margarin, gilingan kopi, mesin confectionery, dan alat pengolah biji-bijian seperti gilingan beras, gandum, dan tapioka.

d.      Mesin yang memproduksi atau memproduksi berbagai macam minuman dan bahan minuman.

4.

Manufaktur Mesin Mesin Industri permesinan yang memproduksi atau memproduksi mesin-mesin ringan.

Contohnya: mesin jahit dan pompa air.

5.

Perkayuan,kehutanan a.      Mesin dan peralatan penebang kayu

b.      Mesin yang mengolah, memproduksi, atau membuat  bahan atau barang kehutanan.

6.

Kontruksi Peralatan yang dipergunakan seperti truk berat, dump truk, crane buldozer dan sejenisnya.

7.

Transportasi dan pergudangan a.      Bongkar muat truk, truk platform, truk straddle, dan kendaraan sejenis.

b.      Kapal penumpang, kapal barang, dan kapal khusus yang dirancang untuk mengangkut barang tertentu seperti gandum, batu, bijih, dan sebagainya. Ini terdiri dari kapal berpendingin, kapal tanker, kapal penangkap ikan, dan kapal serupa yang berbobot hingga 100 DWT.

c.      Kapal yang dirancang terutama untuk menarik atau mendorong kapal ringan, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, derek apung, dan kapal sejenis lainnya yang beratnya mencapai 100 DWT.

d.      Perahu layar dengan atau tanpa motor sampai dengan 250 DWT

e.      Kapal balon.

8.

Telekomunikasi a.     Perangkat pesawat telepon

b.     Pesawat telegraf meliputi pesawat pengirim dan penerima telegraf radio dan telepon radio.

9.

Industri Semi Konduktor Cleaning machine, coating machine, curing oven, cutting machine, sheet cutting machine, automatic frame loader, automatic logic controller, baking oven, ball shear tester, bipolar (automatic) test controller, sheet cutting machine, dicer, die bonder, die shear test, dynamic burn-in system oven, dynamic test handler, eliminator (PGE-01), full automatic handler, full automatic mark, hand maker, individual mark, inserter remover machine, laser marker (FUM A-01), marker (mark), memory test system, molding, mounter, automatic MPS, manual MPS, manual O/S tester, pass oven, posture checker, re-form machine, SMD stocker, taping machine, tie bar cut press, trimming or forming machine, wire bonder, wire pull tester.

10.

Jasa penyewaan peralatan tambat air dalam Spooling machines, metocean data collector

11.

Layanan untuk Telekomunikasi Seluler Services for Mobile Telecommunications Mobile switching centers, home location registers, guest location registers, authentication centers, equipment identification registers, intelligent network service control points, intelligent network service management points, radio base stations, transceiver units, SDH/mini link terminals and antennas is an example of a network service.

 

C. Jenis Harta Berwujud Kelompok III

Kelompok III mencakup kategori Harta Berwujud atau bentuk harta penyusutan fiskal sebagai berikut:

No.

Jenis Usaha

Jenis Harta

1.

Pertambangan yang bukan migas. Mesin yang digunakan dalam industri pertambangan, termasuk yang mengolah produk pelikan.

2.

Pemintalan, penenunan dan pencelupan a.      Mesin yang mengolah atau menghasilkan produk-produk tekstil. Katun, sutra, serat buatan, wol, bulu hewan, rami, karpet, bulu, dan tulle adalah beberapa contohnya.

b.      Persiapan, pemutihan, pencelupan, pencetakan, finishing, tekstur, pengepakan, dan mesin sejenisnya.

3.

Perkayuan a.      Mesin yang mengolah atau memproduksi produk kayu, jerami, rumput, dan bahan tenun lainnya.

b.      Mesin dan peralatan penggergajian kayu

4.

Industri kimia a.      Peralatan mesin yang digunakan untuk mengolah atau memproduksi barang-barang industri kimia, serta industri-industri yang berkaitan dengan industri kimia.

b.      Mesin yang digunakan untuk mengolah atau memproduksi barang-barang industri lainnya. Resin buatan, polimer plastik, ester dan eter selulosa, karet sintetis, karet imitasi, kulit, kulit, dan kulit mentah adalah contohnya.

5.

Industri permesinan Mesin-mesin tugas menengah dan berat diproduksi atau diproduksi oleh mesin. Misalnya mesin mobil dan mesin kapal.

6.

Transportasi dan pergudangan a.      Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus yang dirancang untuk mengangkut barang tertentu, kapal berpendingin, kapal tangki, kapal penangkap ikan, dan kapal sejenis yang berbobot lebih dari 100 DWT sampai dengan 1.000 DWT.

b.      Kapal yang dirancang khusus untuk mendorong kapal lain, seperti kapal ringan, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, floating crane, dan sejenisnya, dengan berat antara 100 sampai dengan 1.000 DWT.

c.      Dok Terapung

d.      Perahu layar dengan berat lebih dari 250 DWT, dengan atau tanpa mesin.

e.      Pesawat terbang dan helikopter berbagai jenis

7.

Perangkat telekomunikasi Navigasi radio, radar, dan perangkat kendali jarak jauh adalah contoh perangkat telekomunikasi.

 

D. Jenis Harta Berwujud Kelompok IV

Kelompok IV mencakup kategori Harta Berwujud atau bentuk harta penyusutan fiskal sebagai berikut:

No.

Jenis Usaha

Jenis Harta

1.

Konstruksi Mesin berat untuk konstruksi

 

2.

Transportasi dan pergudangan a.      Lokomotif uang pada tender untuk rel

b.      Lokomotif listrik pada rel yang digerakkan oleh baterai atau tenaga listrik eksternal.

c.      Lokomotif atas rel lainnya.

d.      Kereta api, gerbong, orang, dan barang dagangan, termasuk peti kemas khusus yang dirancang dan dibuat untuk diangkut oleh satu atau lebih moda transportasi

e.      Kapal penumpang, kapal kargo, dan kapal khusus yang dirancang untuk mengangkut barang tertentu dengan berat lebih dari 1.000 DWT.

f.       Kapal yang dirancang khusus untuk menarik atau mendorong kapal, kapal ringan, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, floating crane, dan kapal lainnya yang berbobot lebih dari 1.000 DWT.

g.      Dok – dok terapung.

 

Amortisasi atau Penyusutan Harta Tidak Berwujud

Aset tidak berwujud merupakan bagian penting dari keseluruhan aset perusahaan.

Sebab, meski tidak memiliki fisik, aset tak berwujud memberikan keuntungan ekonomi bagi organisasi dan berpotensi menciptakan arus kas di masa depan.

Aset tak berwujud dikategorikan menjadi dua jenis menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) terkini tahun 2010:

  • Masa manfaatnya terbatas
  • Masa manfaat yang tidak terbatas

Satu-satunya aset yang dapat dibebankan melalui amortisasi adalah aset tidak berwujud dengan masa manfaat terbatas.

Namun, tunjangan pajak untuk amortisasi aset tidak berwujud harus diperbarui untuk mencerminkan perubahan akuntansi keuangan komersial.

IFRS (International Financial Reporting Standard) adalah dasar dari aturan akuntansi keuangan komersial saat ini.

Jenis Harta Tak Berwujud

Menurut Kieso, Weygandt, dan Warfield, berikut adalah berbagai bentuk aset fisik:

  1. Aset pemasaran tidak berwujud (merek dagang, nama dagang, nama domain internet).
  2. Aset tidak berwujud yang terikat dengan pelanggan (database pelanggan).
  3. Aset tidak berwujud yang berkaitan dengan seni (hak cipta).
  4. Aset tidak berwujud yang terkait dengan kontrak (hak waralaba, hak lisensi).
  5. Aset tidak berwujud yang berkaitan dengan teknologi (paten).
  6. Goodwill atau Muhibah (adanya aset tidak berwujud yang tidak teridentifikasi).
Penetapan Domisili Fiskal di Beberapa Negara

Penetapan Domisili Fiskal di Beberapa Negara

PT Jovindo Solusi Batam merupakan layanan konsultan pajak yang siap menangani dan menyelesaikan permasalahan perpajakan Anda. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas informasi terkait penetapan domisili fiskal di beberapa negara. Berikut pembahasannya.

Setiap negara mempunyai prosedur tersendiri dalam menentukan siapa yang menjadi wajib pajak (tax place/tax residen). Dalam hal perpajakan perusahaan, perbedaannya kecil. Domisili kena pajak dari seseorang yang wajib pajak badan ditentukan terutama oleh lokasi kantor cabang dan kantor pusat pengelolanya. Kriteria wajib pajak perorangan dalam menentukan tempat tinggal berbeda secara substansial berdasarkan ideologi yang dianut oleh masing-masing negara.

Amerika Serikat

Seseorang merupakan wajib pajak AS jika ia adalah warga negara AS, termasuk pemegang kartu hijau. Prinsip kewarganegaraan digunakan Amerika Serikat untuk menentukan domisili kena pajak. Oleh karena itu, pemegang paspor AS dikenakan pajak di AS baik mereka tinggal di dalam negeri maupun di luar negeri. Seseorang juga dapat dianggap penduduk jika ikut serta dalam tes dasar yang disebut Tes Hadiah Esensial. Seseorang dianggap penduduk untuk tujuan ini jika:

  • Orang tersebut telah berada di Amerika Serikat setidaknya selama 31 hari sepanjang tahun
  • 183 hari atau lebih untuk:

•  Jumlah hari yang dihabiskan di Amerika Serikat pada tahun berjalan ditambah.

•  1/3 jumlah hari yang dihabiskan di Amerika Serikat pada tahun sebelumnya.

•  Seperenam dari jumlah hari yang dihabiskan di Amerika Serikat dalam dua tahun sebelumnya.

Hongkong

  • Warga negara yang lahir di Hong Kong.
  • Warga negara China yang sah lahir di luar Hong Kong dan telah diberi izin untuk tinggal di Hong Kong selama tujuh tahun.
  • Pada saat lahir, kedua orang tuanya (ayah atau ibu) merupakan penduduk tetap Hong Kong.
  • Orang asing (non-Tionghoa) yang telah tinggal secara sah di Hong Kong selama 7 tahun dan telah memilih Hong Kong sebagai tempat tinggalnya.
  • Perorangan dan orang asing yang berusia di bawah 21 tahun yang lahir di Hong Kong dari orang tua yang tinggal terus sesuai Kategori (4). Orang-orang ini harus memperoleh status setelah mereka mencapai usia 21 tahun.
  • Seseorang yang tidak mempunyai hak untuk tinggal di tempat lain selain Hong Kong sebelum adanya pendirian Hongkong SAR.

Malaysia

  • Tinggal di Malaysia lebih dari 182 hari per tahun.
  • Tinggal di Malaysia kurang dari 182 hari per tahun dan lebih dari 182 hari pada tahun sebelumnya.
  • Jika seseorang tinggal 90 hari atau lebih selama tiga tahun berturut-turut dan tinggal 90 hari atau lebih, maka tahun berikutnya, orang tersebut akan menjadi penduduk pada tahun itu. Misalnya, jika seseorang menghabiskan 90 hari atau lebih di Malaysia pada tahun 2007, 2008, dan 2009, dan 90 hari atau lebih lainnya pada tahun 2010, maka orang tersebut merupakan penduduk pada tahun 2010.
  • Tinggal di Malaysia kurang dari 90 hari atau tidak tinggal sama sekali dalam setahun, tetapi menjadi penduduk pada tahun sebelumnya dan tetap menjadi penduduk pada tahun ini. Contoh: Dia menjadi penduduk pada tahun 2007, 2008, dan 2009, dan otomatis menjadi penduduk pada tahun 2010, meskipun ia hanya tinggal kurang dari 90 hari atau tidak sama sekali di Malaysia sebagai penduduk.

Inggris

  • Berada di Inggris setidaknya 183 hari di Inggris selama tahun pajak dari tanggal 6 hingga 5 April.
  • Membuat rencana untuk tinggal di Inggris setidaknya selama dua tahun.
  • Telah menghabiskan setidaknya 90 hari per tahun pajak di Inggris selama empat tahun sebelumnya (tempat tinggal dihitung sejak awal tahun kelima).

Singapura

  • Penduduk Singapura.
  • Bertempat tinggal secara fisik di Singapura atau bekerja di Singapura setidaknya selama 183 hari dalam setahun (tidak termasuk direktur perusahaan).
  • Telah tinggal di Singapura selama 3 tahun tahun berturut-turut (tidak harus 1 tahun).
  • Seseorang datang ke Singapura pada atau setelah tanggal 1 Januari 2007, dan telah tinggal atau bekerja di Singapura setidaknya selama 183 hari dalam dua tahun sebelumnya.

Kanada

  • Berada di Kanada setidaknya 183 hari selama tahun pajak;
  • Merupakan penduduk Kanada; dan
  • Jika berdasarkan ketentuan perjanjian pajak, maka tidak dianggap sebagai penduduk negara lain.

Arab Saudi

  • Merupakan penduduk tetap Arab Saudi dan tidak tinggal, bertempat tinggal, atau tinggal di Arab Saudi selama total 30 hari dalam tahun pajak; atau
  • Tinggal setidaknya 183 hari di Inggris sepanjang tahun pajak.

Cina

  • Tinggal di Cina.
  • Telah tinggal di Cina setidaknya selama satu tahun, meskipun ia tidak memiliki tempat tinggal tetap.

Spanyol

  • Tinggal selama 183 hari atau lebih di Spanyol dalam satu tahun kalender.
  • Mempunyai basis atau pusat kegiatan ekonomi utama di Spanyol.
  • Memiliki pasangan dan/atau tanggungan yang beralamat tetap di Spanyol (kecuali jika mereka berpisah secara sah atau wajib pajak dapat menunjukkan bahwa mereka adalah wajib pajak negara lain).

Australia

  • Tinggal di Australia dan bukan merupakan penduduk tetap Australia untuk jangka waktu tidak terbatas;
  • Bukan penduduk Australia, namun menetap di Australia secara terus-menerus atau sementara selama sekurang-kurangnya 183 hari dalam tahun fiskal mana pun (biasanya menetap di luar Australia dan tidak bermaksud untuk tetap berada di Australia atau (kecuali secara tidak sengaja) lebih dari 2 tahun)
  • Penduduk yang pergi ke luar negeri untuk mencari pekerjaan namun tinggal kurang dari dua tahun dan berharap untuk kembali ke Australia.

Pakistan

  • Telah berada di Pakistan selama 182 hari
  • Telah tinggal di Pakistan selama lebih dari 90 hari dalam setahun dan lebih dari 365 hari dalam empat tahun sebelumnya.

Venezuela

  • Memiliki tahun pajak yang jangka waktunya paling sedikit 180 hari.
  • Telah berada setidaknya 180 hari di Venezuela pada tahun sebelumnya.

Jerman

  • Tinggal di Jerman.
  • Menghabiskan setidaknya enam bulan di Jerman selama dua tahun pajak.
  • Mempunyai tempat tinggal utama di Jerman.

Jepang

  • Non-permanent resident adalah seseorang yang tidak berniat untuk tinggal di Jepang secara permanen namun telah menetap atau tinggal di Jepang dalam lima tahun terakhir.
  • Permanent Resident adalah seseorang yang berniat untuk tinggal di Jepang secara permanen atau tidak memiliki niat untuk tinggal di Jepang namun telah tinggal atau menetap di Jepang selama lima tahun atau lebih.

 

Proses Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar

Proses Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar

PT Jovindo Solusi Batam merupakan perusahaan perpajakan yang berpengalaman dalam bidang konsultasi perpajakan, jasa pembukuan, dan jasa manajemen. PT Jovindo Solusi Batam kali ini akan menjelaskan proses penerbitan surat ketetapan pajak lebih bayar. Silakan baca penjelasannya dibawah ini.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) selain Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Surat ini dapat diberikan setelah DJP melakukan pemeriksaan atau penyidikan atas kebenaran pembayaran pajak yang lebih besar dari jumlah pajak yang terutang.

Apa itu SKPLB?

SKPLB merupakan surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak terutang, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2022.

Mengapa DJP menerbitkan SKPLB?

  • Wajib pajak telah membayar Pajak Penghasilan (PPh) lebih besar dari yang terutang.
  • Wajib Pajak menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang jumlahnya lebih besar dari yang terhutang. Besarnya pajak yang terutang ditentukan dengan mengurangi jumlah pajak keluaran dari jumlah pajak yang dipungut.
  • Wajib Pajak membayar Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) lebih besar dari jumlah yang terutang.
  • Pembayaran pajak atas transaksi yang dibatalkan.
  • Pembayaran pajak yang tidak seharusnya dibayar.
  • Pembayaran pajak sehubungan dengan permintaan untuk menghentikan investigasi tindak pidana terkait perpajakan.
  • Wajib Pajak telah membayar pajak yang berlebihan sehubungan dengan rangka pajak impor.
  • Terdapat kelebihan pemotongan atau pemungutan PPh akibat penggunaan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN).

Apa saja ketentuan penerbitan SKPLB? Dan bagaimana cara mengajukan pengembalian pembayaran pajak?

  • SKPLB diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan Wajib Pajak yang menunjukkan kurang bayar, nihil, atau lebih bayar yang tidak disertai permintaan pengembalian kelebihan pembayaran pajak tersebut.
  • Apabila Wajib Pajak menghendaki pengembalian kelebihan pembayaran pajak setelah menerima SKPLB, maka Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran secara tertulis. Wajib Pajak dapat mengirimkan atau mengantarkan surat permohonan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar.
  • Melampirkan Surat Setoran Pajak (SSP) asli atau surat administratif yang dipersamakan; menghitung pajak yang seharusnya tidak terutang.
  • Meliputi bukti pemotongan atau pemungutan pajak, faktur pajak, dan/atau dokumen apa pun yang dipersamakan dengan faktur pajak.
  • Dokumentasi tambahan jika ditunjukkan oleh SPLN dengan instalasi tetap (BUT) di Indonesia. Pajak yang dimintakan penggantiannya belum diperhitungkan dengan pajak yang terutang di luar negeri dan/atau belum dibebankan sebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak di luar negeri, sesuai surat keterangan SPLN.
  • Melampirkan fotokopi Surat Penetapan Tarif dan Nilai Pabean (SPTNP), SPP, atau surat-surat lain yang merinci pembatalan impor yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang apabila kelebihan pembayaran pajak tersebut berkaitan dengan kegiatan impor. Melampirkan hardcopy keputusan keberatan, keputusan banding, atau SPTNP atau SPP.
PMK 80/2023 Terkait Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak

PMK 80/2023 Terkait Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak

PT Jovindo Solusi Batam merupakan perusahaan perpajakan yang berpengalaman dalam bidang konsultasi perpajakan, jasa pembukuan, dan jasa manajemen. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas PMK 80/2023 terkait surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak. Berikut informasinya.

Pemerintah telah menerbitkan peraturan terbaru yang mengatur tentang penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80 Tahun 2023 memuat aturan tersebut.

Pemerintah telah menata ulang tata cara pemberian SKP dan STP dalam PMK 80/2023. Pengaturan tersebut meliputi penggabungan pengaturan SKP dan STP menjadi satu PMK yang terdiri dari SKP dan STP Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Dikatakan pula, tata cara penerbitan SKP dan STP, termasuk SKP dan STP di bidang PBB, kini diatur dalam aturan perpajakan yang berbeda sehingga perlu penyederhanaan dengan mengaturnya dalam satu Peraturan Menteri Keuangan.

Selain menggabungkan peraturan SKP dan STP, PMK 80/2023 menjelaskan ketentuan SKP dan STP untuk Bea Meterai dan pajak karbon. Sementara aturan sebelumnya tidak menjelaskan persyaratan terkait SKP, STP Meterai, dan pajak karbon.

PMK 80/2023 terbagi dalam tujuh bab dan 39 pasal. Pada Bab I diuraikan ketentuan umum yang dimulai dengan berbagai pengertian istilah terkait SKP dan STP, jenis-jenis SKP dan STP, serta kewenangan Direktorat Jenderal Pajak yang menerbitkan SKP dan STP.

Ketentuan penerbitan SKP dan SKP PBB dijelaskan pada Bab II; Bab III menjelaskan tentang ketentuan penerbitan STP; Bab IV menjelaskan tentang ketentuan penerbitan STP PBB; dan Bab V menjelaskan cara penyampaian SKP, STP, SKP PBB, dan STP PBB. Ketentuan peralihan kemudian dijelaskan pada Bab VI, dan berbagai aturan yang dicabut dijelaskan pada Bab VII.

Aturan PMK 80/2023 akan mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yakni 24 Agustus 2023. Sejumlah aturan sebelumnya akan dicabut dengan disahkannya PMK 80/2023. PMK 145/2012 s.t.d.d. dan PMK 183/2015 yang mengatur tata cara penerbitan STP dan SKP telah dicabut.

Adapun PMK 255/2014 dan PMK 78/2016 tentang SKP dan STP PBB telah dicabut. Pemerintah juga mencabut sejumlah langkah dalam PMK 256/2014 terkait proses inspeksi dan penelitian PBB melalui PMK 80/2023.

Pelaporan Modal dan Utang

Pelaporan Modal dan Utang

Pelaporan Modal dan Utang

PT Jovindo Solusi Batam adalah konsultan pajak terpercaya yang telah bekerja melayani klien dari seluruh Indonesia. Kami siap menangani segala permasalahan perpajakan Anda. Pada kesempatan kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan memberikan informasi mengenai pelaporan modal dan utang. Simak penjelasannya dibawah ini.

Terdapat perbandingan antara utang dan modal dalam pelaporan utang dan modal, dan besaran perbandingan tersebut sering disebut dengan DER atau singkatan dari debt to equity ration.

Sebagaimana ditentukan oleh DER, yaitu menunjukkan persentase penyediaan dana oleh pemegang saham kepada pemberi pinjaman. Dalam situasi ini, jika angka DER tinggi maka komposisi utang relatif terhadap modal sendiri juga akan tinggi.

DER awalnya diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 254/KMK.01/1985. Dalam hal ini, DER yang ditetapkan sebesar 3:1 (tiga banding satu) dan mengalami penundaan. Namun seiring berjalannya waktu, peraturan perundang-undangan yang mengatur DER kembali ke Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 169/PMK.010/2015 yang menetapkan DER paling banyak sebesar 4:1 (empat banding satu).

Dalam kaitan ini, sektor perpajakan juga tertarik dengan pengaturan DER karena berkaitan dengan kewajaran biaya pinjaman. Biaya pinjaman yang statusnya tidak dapat diterima akan diperlakukan sebagai bukan biaya.

Dasar Hukum Pelaporan Utang dan Modal

Peraturan atau tata cara pelaporan Utang dan Modal Perusahaan diatur dengan:

  • UU Pajak Penghasilan, Pasal 18;
  • Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 169/PMK.010/2015 tentang Penetapan Besarnya Perbandingan Antara Utang Perusahaan dan Modal untuk Penghitungan Pajak Penghasilan
  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-25/PJ/2017 tentang Pelaksanaan Penetapan Besarnya Perbandingan Utang Perusahaan dengan Modal Dalam Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan dan Tata Cara Pelaporan Utang Swasta Luar Negeri.

UU Pajak Penghasilan Pasal 18 ayat 1

Terkait dengan masalah utang dan modal atau DER, Menteri Keuangan (Menkeu) mempunyai kewenangan untuk menilai rasio utang terhadap modal korporasi untuk alasan penghitungan pajak.

Anggaran dasar dan peraturan ini memberikan yurisdiksi kepada Menteri Keuangan untuk mengeluarkan keputusan DER. Terdapat tingkat perbandingan yang pasti dan wajar dalam perusahaan atau lingkungan bisnis mengenai besaran DER (debt to equity rasio). Jika perbedaan antara keduanya sangat besar atau melampaui batas wajar, maka perusahaan dianggap berada dalam kondisi kesehatan yang buruk.

Definisi Saldo Utang

Saldo utang dibagi menjadi dua kategori: saldo utang jangka panjang dan saldo utang jangka pendek. Dalam skenario ini, utang usaha juga mengandung bunga. Rata-rata saldo utang dalam satu tahun pajak (bagian tahun pajak) dihitung berdasarkan:

  • Rata-rata saldo utang setiap akhir bulan pada tahun pajak yang bersangkutan.
  • Rata-rata saldo utang setiap akhir bulan untuk bagian yang bersangkutan. tahun pajak.

Definisi Saldo Modal

Saldo modal terdiri dari ekuitas sebagaimana ditentukan oleh standar akuntansi keuangan (SAK) yang sesuai dan pinjaman tanpa bunga dari pihak terkait. Saldo modal adalah rata-rata saldo modal dalam satu tahun pajak (bagian tahun pajak), yang dihitung berdasarkan:

  • Rata-rata saldo modal pada akhir setiap bulan selama tahun pajak yang bersangkutan
  • Rata-rata saldo modal pada akhir bulan untuk bagian yang bersangkutan dalam tahun pajak.

Pembebasan DER bagi Wajib Pajak

Terkait dengan DER, wajib pajak tertentu dikecualikan dari ketentuan DER, antara lain sebagai berikut:

  • Wajib Pajak Bank dan/atau Lembaga Pembiayaan
  • Wajib Pajak pada industri asuransi dan reasuransi
  • Wajib Pajak yang mempunyai usaha pertambangan, seperti minyak dan gas bumi (migas), pertambangan umum, dan pertambangan lain yang sejenis, yang mempunyai kontrak, baik dalam bentuk bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerja sama usaha pertambangan, serta kontrak atau perjanjian yang dimaksudkan untuk mengatur atau memuat ketentuan mengenai batasan perbandingan antara utang dan modal.
  • Wajib Pajak yang seluruh penghasilannya dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final berdasarkan peraturan perundang-undangan tertentu
  • Wajib Pajak yang memiliki atau menjalankan usaha yang berhubungan dengan infrastruktur.

Definisi Bunga

Secara umum, bunga adalah biaya tambahan yang terkait dengan pinjaman. Biaya pinjaman adalah biaya yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak sehubungan dengan peminjaman uang tunai. Biaya pinjaman dalam hal ini adalah sebagai berikut:

  • Bunga pinjaman
  • Diskonto serta premium berkaitan dengan pinjaman
  • Biaya tambahan yang diperlukan untuk mendapatkan pinjaman atau dengan kata lain arrangement of borrowings
  • Biaya pembiayaan yang terdapat dalam sewa pembiayaan
  • Biaya imbalan karena pembayaran utang yang dijamin
  • Selisih kurs akibat pinjaman yang diberikan dalam mata uang asing, sepanjang perbedaan kurs tersebut merupakan penyesuaian terhadap biaya bunga dan biaya bunga sebagaimana disebutkan pada bagian sebelumnya.

Pelaporan Utang Swasta Luar Negeri

Wajib Pajak yang mempunyai utang luar negeri swasta wajib memberitahukan besarnya utang swasta luar negeri kepada DJP (Direktorat Jenderal Pajak). Laporan ini harus disertai lampiran SPT Tahunan, jika tidak, biaya pinjaman yang timbul dari utang swasta luar negeri tidak akan dikurangkan dari penghasilan kotor untuk menghitung penghasilan kena pajak.

Pelaporan Debt to Equity Ratio

Wajib Pajak badan yang berkedudukan atau didirikan di Indonesia yang modalnya terbagi dalam beberapa saham yang terutang dan dikurangi biaya pinjaman dari penghasilan kena pajak, wajib menyampaikan laporan perhitungan perbandingan utang terhadap modal dalam lampiran Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Badan. Apabila pada saat pelaporan tidak melampirkan laporan mengenai DER, maka laporan tersebut dianggap tidak lengkap sebagaimana diatur dalam peraturan atau persyaratan yang berkaitan dengan perpajakan.

Keterangan Lainnya

Terdapat poin atau informasi lain terkait pelaporan utang dan modal (DER) dalam hal ini dimana:

  1. Besarnya biaya pinjaman yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak bagi setiap Wajib Pajak yang mempunyai utang kepada pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa juga harus sesuai dengan besaran biaya pinjaman selain memenuhi syarat DER juga tingkat biaya pinjaman yang sesuai dengan prinsip kewajaran dan praktek usaha.
  2. Pengeluaran pinjaman yang tidak sesuai dengan syarat atau ketentuan DER dan praktik bisnis akan dianggap sebagai dividen bagi pihak yang menerima atau memperolehnya. Bila biaya pinjaman dilunasi pada saat jatuh tempo, maka pembayaran tersebut akan dikenakan pajak.
  3. Penyusutan atas bagian harta yang menjadi pendanaan biaya pinjaman yang bersangkutan tidak dapat diperhitungkan pada saat menghitung penghasilan kena pajak untuk biaya pinjaman yang tidak memenuhi syarat atau ketentuan DER dan tidak memenuhi praktik bisnis tempat pendanaan tersebut adalah harga perolehan properti tersebut.
  4. Utang yang termasuk dalam perhitungan DER tidak dimasukkan apabila:
  • Utang yang dibuat tidak dapat dipastikan kebenarannya; atau
  • Utang yang dilakukan untuk memperoleh penghasilan yang bukan merupakan objek pajak dan/atau dikenakan pajak yang bersifat final.

 

Mengetahui Syarat, Besaran, dan Cara Menghitung NPPN

PT Jovindo Solusi Batam adalah perusahaan konsultan pajak yang siap membantu menyelesaikan permasalahan perpajakan Anda. Kami telah bersertifikat asli dan berpengalaman. PT Jovindo Solusi Batam akan menyajikan informasi terkait syarat, besaran dan cara hitung Norma Penghitungan Pendapatan Bersih (NPPN). Simak detailnya berikut ini.

Beberapa bentuk usaha di Indonesia merupakan usaha kecil, namun tidak semua usaha kecil dapat melakukan pembukuan. Selain itu, banyak para profesional menjalankan bisnis mereka sendiri dan tidak memiliki pembukuan.

Pada dasarnya, setiap wajib pajak baik orang pribadi maupun badan yang melakukan usaha atau pekerjaan bebas, wajib melakukan pembukuan. Hal ini diatur dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Namun nyatanya tidak semua wajib pajak, khususnya wajib pajak orang pribadi mampu menyelenggarakan pembukuan. Dengan demikian, Wajib Pajak orang pribadi yang bekerja di perusahaan atau pekerjaan mandiri dengan penghasilan bruto kurang dari Rp 4,8 miliar dibebaskan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan. Namun wajib pajak harus menyimpan catatan untuk menghitung besarnya pajak yang terutang.

Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) membuat peraturan tentang Norma Penghitungan Penghasilan Bersih yang disingkat NPPN untuk memudahkan wajib pajak dalam menetapkan penghasilan bersih perusahaannya.

Memahami Norma Perhitungan Penghasilan Neto (NPPN)

Norma Penghitungan Penghasilan Bersih (NPPN) merupakan norma bermanfaat yang dapat digunakan oleh wajib pajak untuk menghitung penghasilan bersihnya dalam satu tahun pajak sebagai dasar penghitungan PPh Terutang 25/29.

Tujuan penerapan NPPN adalah untuk mempermudah penghitungan penghasilan neto. Setelah menentukan penghasilan neto, wajib pajak dapat menentukan besarnya pajak penghasilan yang terutang untuk memenuhi kewajiban pembayaran dan pelaporan pajaknya.

Perlu diingat bahwa Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) diatur oleh Pasal 14 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), serta Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 tentang Norma Perhitungan Pendapatan Bersih.

Syarat Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)

Ada berbagai aspek terkait siapa yang dapat menggunakan Norma Penghitungan Pendapatan Bersih (NPPN) sebagai landasan penerapan NPPN ini, antara lain:

  1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan perusahaan atau tenaga kerja mandiri dengan peredaran bruto dalam satu tahunny kurang dari Rp4,8 miliar wajib melakukan pencatatan dan menghitung penghasilan bersih dengan menggunakan NPPN. Jika peredaran bruto melebihi Rp 4,8 miliar, pembukuan harus tetap dilakukan.
  2. Wajib Pajak orang pribadi wajib melakukan pencatatan dan memperoleh penghasilan tidak dikenakan pajak penghasilan final, wajib menggunakan NPPN untuk menghitung penghasilan bersihnya.
  3. Apabila terhadap Wajib Pajak orang pribadi atau badan yang melakukan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dilakukan pemeriksaan berdasarkan ketentuan UU KUP, ternyata Wajib Pajak orang pribadi atau badan tersebut tidak atau tidak menyelenggarakan pembukuan secara lengkap atau tidak bersedia menunjukkan pembukuan, pencatatan, atau alat bukti lainnya. Selain itu, NPPN digunakan untuk menentukan laba bersih.

Wajib Pajak orang pribadi yang ingin menerapkan Norma Penghitungan Penghasilan Bersih (NPPN) harus memberitahukan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada tiga bulan pertama tahun pajak yang bersangkutan. Adapun Wajib Pajak menggunakan tahun anggaran yang berbeda dengan tahun kalender, maka tahun pajaknya adalah satu tahun kalender.

Wajib Pajak orang pribadi yang tidak memberitahukan kepada DJP mengenai perhitungan  penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto (NPPN), dianggap memutuskan untuk mempertahankan pembukuan.

Selanjutnya,  jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan untuk menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Bersih (NPPN), pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Bersih (NPPN) disampaikan dalam jangka waktu tiga bulan sejak dimulainya pajak, tahun pajak yang bersangkutan dianggap disetujui.

Wajib Pajak yang mempunyai beberapa usaha atau pekerjaan

Penghitungan penghasilan bersih bagi Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha atau pekerjaan mandiri; perhitungannya dilakukan untuk setiap jenis usaha atau pekerjaan mandiri dengan mempertimbangkan pengelompokan daerah pengenaan yang khas.

Sedangkan penghasilan bersih Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis perusahaan atau pekerjaan mandiri adalah jumlah penghasilan neto yang ditentukan untuk setiap jenis usaha atau kegiatan mandiri.

Besaran Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)

Norma yang berlaku untuk menghitung laba bersih ini tidak akan sama. Besaran norma penghitungannya dihitung berdasarkan banyak faktor, sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Pasal 4 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

Pertama, sebaran persentasenya dipecah berdasarkan wilayah di ibu kota provinsi seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Medan, Palembang, Manado, Makasar, Pontianak, dan lain-lain.

Kedua, proporsi ini berlaku bagi Wajib Pajak yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Bersih (NPPN) dalam menghitung penghasilan bersihnya. Ketiga, persentase Wajib Pajak Orang Pribadi yang tampak tidak menyelenggarakan pembukuan secara lengkap atau tidak bersedia menunjukkannya. Keempat, persentase Wajib Pajak badan yang tidak menyelenggarakan pembukuan secara lengkap atau tidak bersedia menunjukkannya.

Untuk menentukan % NPPN yang tepat, harap verifikasi kode klasifikasi bidang usaha (KLU) yang sesuai dengan SPT, kelompok usaha, dan tarif berdasarkan wilayah.

Cara Menghitung Penghasilan Neto Menggunakan NPPN

Cara menghitung penghasilan neto dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Contoh masalah:

Pak Agil adalah agen asuransi yang berbasis di Surabaya. Beliau memperoleh penghasilan bruto sebesar Rp 500 juta pada tahun anggaran 2022. Pak Agil sudah menikah dan memiliki satu anak. Berapa gajinya yang bisa dibawa pulang?

Pertama, periksa lampiran PER-17/PJ/2015 untuk tarif persentase perhitungan netto dari tempat kerja dan domisili. Jika NPPN Pak Agil 50% maka dapat digunakan rumus sebagai berikut:

Penghasilan neto: 50% = Rp 500.000.000

Penghasilan neto = Rp 250.000.000

Pajak yang Dibayarkan =  Penghasilan Neto – Pajak PTKP Dibayarkan

= Rp 250.000.000 – Rp 63.000.000

Pajak yang Dibayarkan = Rp 187.000.000

Pajak dibayar dengan tarif progresif (PPh terhutang)

Rp 60.000.000 x 5% = Rp 3.000.000

Rp 127.000.000 x 15% = Rp 19.050.000

Total = Rp 22.050.000.

 

Nomor Seri Faktur Pajak

Nomor Seri Faktur Pajak

PT Jovindo Solusi Batam merupakan perusahaan perpajakan yang menawarkan jasa konsultan perpajakan, jasa pembukuan, dan jasa manajemen. Kali ini PT Jovindo Solusi Batam akan memaparkan informasi terkait tata cara permintaan nomor seri faktur pajak. Simak informasi berikut ini.

Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) harus memenuhi kewajiban perpajakan tertentu. Salah satunya adalah penerbitan faktur pajak dengan Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP).

NSFP merupakan serangkaian kode yang diberikan oleh DJP yang bertujuan untuk memvalidasi faktur pajak yang disampaikan oleh PKP dan terdiri dari 16 digit angka. Ke-16 digit  tersebut terdiri dari dua digit Kode Transaksi, satu digit Kode Status, dan tiga belas digit NSFP.

Berikut langkah-langkah untuk mendapatkan Serial Number Faktur Pajak (NSFP):

Persiapan

Seorang PKP harus mengajukan permohonan atau permohonan kepada DJP untuk mendapatkan NSFP ini. Sebelumnya, permohonan NSFP harus dilakukan langsung di kantor pajak. Namun permohonan NSFP kini dapat diajukan secara online menggunakan program perpajakan bernama e-Nofa. Apa kualifikasi untuk mengajukan lamaran?

  • PKP telah memiliki nomor aktivasi, password, dan sertifikat Elektronik;
  • PKP telah mengaktivasikan akun PKP;
  • PKP telah melaporkan SPT Masa PPN tiga masa pajak terakhir berturut-turut.

E-Nofa, atau nomor faktur pajak elektronik, adalah program yang digunakan untuk mengajukan permohonan NSFP.

Tujuan e-Nofa antara lain pencegahan penyalahgunaan faktur pajak, pencegahan munculnya faktur pajak tidak sah, pemantauan dan pengendalian aplikasi NSFP yang dibuat oleh masing-masing PKP, dan lain sebagainya.

Instal Sertifikat Elektronik

Anda harus mengunduh Sertifikat Elektronik terlebih dahulu sebelum dapat mengajukan NSFP. Bagaimana cara mengunduhnya?

  1. Buka laman https://efaktur.pajak.go.id.
  2. Buka laman https://efaktur.pajak.go.id (Aplikasi e-Nofa);
  3. Pilih opsi unduh Sertifikat Digital.
  4. Pilih opsi unduh Sertifikat Digital. Kemudian klik “OK”;
  5. lalu klik “Unduh”;
  6. kemudian klik “Unduh”;
  7. Untuk menginstal Sertifikat Elektronik, klik dua kali file yang diunduh.
  8. Untuk menginstal Sertifikat Elektronik, klik dua kali file yang diunduh. 15 digit nama NPWP pengguna ada pada file yang diunduh;
  9. Selanjutnya, pilih Current user.
  10. Lalu, pilih Current user dan tekan “Next“;
  11. Masukkan Passphrase untuk Sertifikat Elektronik.
  12. Masukkan Passphrase Sertifikat Elektronik dan klik “Next”;
  13. Lalu pilih opsi Automatically Select The Certificate Store Based On The Type of Certificate. Kemudian, pilih opsi Automatically Select The Certificate Store Based On The Type of Certificate dan klik “Next“;
  14. Terakhir, klik “Finish“.

Setelah itu, sertifikat Elektronik selesai diunduh.

Pengajuan NSFP Online

Berikut langkah-langkah pengajuan NSFP secara online:

  1. Buka laman https://efaktur.pajak.go.id (Aplikasi e-Nofa);
  2. Masuk dengan akun Anda dan masukkan nama pengguna dan kata sandi yang sesuai.
  3. Pilih “Permintaan NSFP”;
  4. Setelah itu, akan muncul pesan yang meminta Anda untuk memilih Sertifikat Elektronik. Klik “OK” setelah memilih Sertifikat Elektronik.
  5. Kemudian masukkan tahun pajak, nama PKP, jabatan PKP atau pengurus yang ditunjuk jika PKP berbentuk badan, dan jumlah NSFP yang dibutuhkan. Pilih “Proses”;
  6. Masukkan kata sandi e-Nofa Anda dan tekan tombol “Ya”.
  7. Pesan “Permohonan NSFP telah disetujui, dan surat akan dicetak” akan ditampilkan. Pilih “Oke”;
  8. Browser anda akan secara otomatis mengunduh NSFP. Jika tidak terdownload secara otomatis, buka NSFP Riwayat Permintaan dan lakukan download manual.

Pengajuan NSFP Secara Offline

Sedangkan jika PKP ingin mengajukan permohonan NSFP secara offline, dapat dilakukan dengan mendatangi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Pajak (KP2KP). PKP cukup mengajukan surat permohonan NSFP yang kemudian diproses oleh petugas pajak. Pendekatan penerapan offline ini tidak disarankan karena tidak efisien dari segi waktu dan tenaga yang dibutuhkan.

Perlu diingat bahwa NSFP yang diterbitkan memiliki masa berlaku satu tahun. Sisa NSFP yang belum terpakai wajib dikembalikan ke KPP sesuai persyaratan sebelumnya. Namun berdasarkan persyaratan terkini, khususnya Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-03/PJ/2022, NSFP yang belum terpakai tidak perlu dikembalikan. NSFP yang tersisa ini tidak dapat digunakan pada tahun berikutnya, dan Anda harus mengajukan permintaan NSFP baru untuk tahun pajak berikutnya.

Memahami Ketentuan PPh Pasal 23 Sewa Angkutan Darat

Memahami Ketentuan PPh Pasal 23 Sewa Angkutan Darat

PT Jovindo Solusi Batam siap menangani berbagai permasalahan perpajakan anda, kami berpengalaman dalam bidang jasa konsultasi perpajakan. Kami telah terbukti dapat dipercaya dan terjamin, karena perusahaan kami telah bersertifikat resmi sehingga menjadi pilihan yang tepat untuk solusi pajak anda. Pada pembahasan kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan membahas informasi terkait kententuan PPh Pasal 23 sewa angkutan darat. Simak informasi berikut ini.

Salah satu jenis jasa yang dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah sewa angkutan darat. Namun masih banyak pelaku usaha yang belum memahami sepenuhnya ketentuan PPh Pasal 23 sewa angkutan darat.

PPh Pasal 23 merupakan jenis pajak yang dipotong oleh pihak yang memberikan penghasilan tertentu kepada wajib pajak dalam negeri, misalnya pihak yang sewa angkutan darat.

Untuk memahami PPh Pasal 23 sewa angkutan darat, kita harus memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan sewa angkutan darat dan dikenakan pemotongan berdasarkan PPh Pasal 23, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER 70/PJ/2007.

  1. Sewa kendaraan angkutan umum seperti bus, minibus, dan taksi untuk jangka waktu tertentu, baik harian, mingguan, atau bulanan, berdasarkan perjanjian tertulis maupun tidak tertulis antara pemilik kendaraan angkutan umum tersebut dengan Wajib Pajak Badan atau orang pribadi Wajib Pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotongan PPh Pasal 23. Misalnya untuk antar-jemput pekerja perusahaan atau anak sekolah yayasan, atau untuk keperluan lain sehingga mengakibatkan masyarakat umum tidak dapat lagi menggunakan angkutan umum yang dimaksud.
  2. Sewa mobil milik perusahaan penyewaan mobil, perusahaan bus wisata, dan kendaraan milik pribadi yang bukan merupakan kendaraan angkutan umum kepada badan atau orang perseorangan yang diakui sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23.
  3. Sewa mobil, perusahaan bus wisata, dan taksi milik perusahaan/perseorangan yang di charter atau disewa oleh suatu perusahaan angkutan untuk menyelenggarakan usaha angkutan darat atau untuk keperluan lain.

Perjanjian tertulis dan tidak tertulis adalah perjanjian tertulis atau lisan untuk mengikatkan diri kepada satu atau lebih pihak lain.

Sedangkan yang termasuk dalam jasa angkutan darat dan tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23, adalah sebagai berikut:

  1. Jasa angkutan kendaraan yang disediakan oleh perusahaan taksi yang disewakan/ charter dengan tarif argometer.
  2. Jasa angkutan kendaraan yang disediakan oleh perusahaan angkutan barang yang mengangkut barang dari tempat penyerahan sampai ke tempat tujuan sesuai dengan kontrak/perjanjian pengangkutan yang dibayar berdasarkan jumlah atau volume barang, berat barang, dan jarak ke tempat tujuan, sepanjang kontrak/perjanjian dibuat semata-mata untuk menjamin barang yang diangkut sampai di tempat tujuan tepat waktu.
  3. Kereta Api Indonesia menyelenggarakan jasa angkutan kereta api.

Tarif, setor dan lapor

Dalam hal ini, Wajib Pajak dalam negeri yang mendapat penghasilan tertentu dari pemotongan PPh Pasal 23 disebut sebagai penerima imbalan atau pihak yang dipotong PPh Pasal 23. Sementara pihak yang membayar imbalan sewa angkutan darat disebut dengan pembayar pajak penghasilan yang dipotong, sewa angkutan darat disebut sebagai penerima imbalan atau pihak yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 23.

Apabila jenis jasa sewa angkutan darat yang digunakan salah satu dari yang tercantum di atas, maka wajib pajak harus memotong sebesar 2% dari jumlah bruto nilai jasa berdasarkan PPh Pasal 23. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 memerlukan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan kepatuhan dengan ketentuan perundang-undangan.

Penerima imbalan atau pihak yang penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan Pasal 23 wajib memiliki NPWP dan mengungkapkan penghasilannya dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) sesuai dengan batasan peraturan perundang-undangan. Apabila penerima pendapatan tidak memiliki NPWP maka tarif pemotongannya lebih besar 100%.

Selanjutnya, Wajib Pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 23 melalui aplikasi e-Bupot PPh Pasal 23. Untuk menyetor PPh Pasal 23, terlebih dahulu buat kode billing dengan kode MAP 411124 dan kode jenis penyetoran 104. Perlu diingat untuk menyampaikan PPh Pasal 23 paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Selain itu, wajib pajak harus menyerahkan PPh Pasal 23.

Penetapan Residen dan Solusi Dual Resident dalam Tax Treaty

Penetapan Residen dan Solusi Dual Resident dalam Tax Treaty

PT Jovindo Solusi Batam memiliki keahlian di bidang perpajakan, termasuk jasa konsultasi perpajakan. Di pembahasan ini, PT Jovindo Solusi Batam akan menerangkan informasi terkait penepatan residen dan solusi dual resident dalam tax treaty. Simak pembahasan berikut ini.

Sangat mungkin subjek pajak yang bekerja di luar negeri percaya atau kedapatan menjadi residen negara lain karena presensinya (time test) di negara lain tersebut memenuhi syarat untuk dianggap sebagai residen berdasarkan UU pajak domestic negara lain tersebut. Hal ini disebut sebagai dual residence; satu subjek pajak dianggap sebagai residen kedua negara tergantung pada peraturan pajak setempat masing-masing. Apabila kedua negara telah menandatangani tax treaty (P3B), maka permasalahan status residen akan diselesaikan sesuai dengan tax treaty.

Tax treaty bersifat lex spesialis terhadap UU Pajak Penghasilan, maka status residen berdasarkan UU Pajak Penghasilan menjadi gugur. Perjanjian perpajakan khususnya pasal 4 ayat (2) P3B merupakan hal yang dapat dimanfaatkan oleh pekerja migran untuk menghilangkan status residen di Indonesia, meskipun Undang-Undang Pajak Penghasilan masih menetapkan mereka sebagai residen Indonesia.

Penetapan Residen dan Solusi Dual Resident dalam Tax Treaty

Menurut Pasal 4 ayat (1) Model OECD, definisi “resident of a contracting state” berasal dari gagasan “residence” berdasarkan undang-undang perpajakan dalam negeri. Menurut peraturan perundang-undangan dalam negeri, syarat-syarat subjek pajak untuk dapat ditetapkan sebagai “residen” meliputi domisili, residence, place of management, atau ciri-ciri lainnya. Subjek pajak dikatakan residen suatu negara apabila ia bertanggung jawab penuh untuk mengenakan pajak di negara tersebut berdasarkan undang-undang perpajakan dalam negerinya.

Ciri-ciri pengenaan pajak terhadap residen antara lain adalah penggunaan prinsip pendapatan sedunia. Subyek pajak tidak dianggap residen apabila hanya dikenakan pajak atas Barang Pajak yang berasal dari negara tersebut.

Dengan kata lain, suatu Bentuk Usaha Tetap yang hanya dikenakan pajak di Indonesia atas barang-barang yang berasal dari Indonesia tidak dianggap “residen” di Indonesia, namun tetap dianggap sebagai Wajib Pajak Luar Negeri berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 2 ayat (4).

Aturan tie breaker yang pada hakekatnya merupakan kriteria penetapan apakah seorang residen merupakan subjek pajak yang dianggap residen, diatur dalam Pasal 4 ayat (2) P3B. Demikian pula, dampak pajak dari perubahan tempat tinggal juga berubah.

Jika status residen tidak dapat ditentukan karena seseorang mempunyai tempat tinggal tetap di kedua negara dan pusat kepentingan vital tidak dapat ditentukan, atau jika seseorang tidak mempunyai tempat tinggal tetap di kedua negara, maka tempat tinggal ditentukan dengan menggunakan kriteria tempat tinggal biasa, yaitu di negara mana dia lebih sering tinggal, apakah di rumah permanen atau di tempat lain, dan untuk tujuan apa pun.

Tidak jelas berapa lama orang tersebut harus bertahan. Oleh karena itu, berapa lama seseorang telah tinggal di negara tersebut sangatlah penting.

Jika habitual abode tidak dapat ditetapkan, kewarganegaraan menentukan status residen. Sesuai dengan prinsip kewarganegaraan yang dianutnya dalam memutuskan pengenaan pajak, identifikasi kriteria kewarganegaraan merupakan hal yang sangat penting bagi Amerika Serikat.

Jika tidak dapat dipastikan, tempat tinggalnya ditentukan oleh otoritas pajak kedua negara melalui kesepakatan bersama, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 25 Model Konvensi Pajak OECD.

Untuk menyelesaikan permasalahan domisili ganda ini, pejabat yang berwenang (DJP dan tax authority of treaty partner) kedua negara harus mempertimbangkan seluruh kondisi dan aktivitas subjek pajak, seperti kehidupan keluarga dan sosial, pekerjaan atau aktivitas komersial.

Belum ada ukuran khusus atau petunjuk pelaksanaan yang jelas dalam menentukan residen berdasarkan P3B ini, apalagi menentukan kepentingan subjek pajak. Juga tidak ada undang-undang yang mewajibkan warga untuk membawa keluarganya, meskipun faktanya kehadiran keluarga merupakan indikator kuat suatu negara di mana permanent home, habitual abode, dan centre of vital interest-nya.

Perlu digarisbawahi bahwa tes permanent home mengacu pada tes di negara yang mempunyai tempat tinggal permanen yang diatur. Permanent home dapat berupa hak milik atau disewa. Tempat tinggal permanen tidak termasuk rumah/hotel/apartemen yang digunakan khusus untuk perjalanan dinas.

Sekalipun tidak ada aturan yang mengharuskan Anda membawa keluarga sebagai prasyarat untuk mendapatkan tempat tinggal permanen, hal ini merupakan indikator kuat bahwa sebuah rumah dirancang untuk ditinggali secara berkelanjutan.

Tes centre of vital interest harus dilihat baik dari kepentingan ekonomi (pendapatan) maupun kepentingan pribadi (personal connection). Yang dimaksud dengan “hubungan pribadi” adalah seluruh bidang kehidupan subjek pajak, baik kehidupan kekeluargaan, sosial, politik, dan budaya.

Jika ikatan pribadi lebih kuat dengan satu negara dan hubungan ekonomi lebih kuat dengan negara lain, maka kriteria penentunya adalah negara mana yang lebih relevan dengan subjek pajak. Dengan demikian, negara dimana keluarga tersebut berada merupakan menjadi pertimbangan atau indikasi kuat di mana centre of vital WINI tersebut.