Kata DJP Mengenai Notifikasi ‘Sudah Pernah Mengajukan Fasilitas’

Kata DJP Mengenai Notifikasi ‘Sudah Pernah Mengajukan Fasilitas’

Selaku jasa Konsultan Pajak yang menyediakan layanan jasa tax service companies, tax services business, tax services for business, konsultan pajak murah, konsultan pajak online, konsultan pajak perorangan, jasa spt tahunan, jasa tax & accounting services, jasa tax and accounting, jasa tax preparation, dan Jasa transfer pricing pajak yang tersedia di berbagai macam kota seperti Jakarta, Medan, Bali, Surabaya dan kota lainnya yang masih dalam dunia perpajakan tentunya. Nah kali ini kita akan membahas tentang Kata DJP mengenai Notifikasi ‘Sudah Pernah Mengajukan Fasilitas’. Mari disimak informasi dibawah ini.

Apakah di anatara kita ada yang sudah mengajukan permohonan atau pemberitahuan ulang pemanfaatan insentif pajak tahun 2021 tetapi mendapat notifikasi ‘pernah mengajukan fasilitas’?

Hestu Yoga Saksama Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP menuturkan notifikasi yang berisi informasi wajib pajak yang pernah mengajukan fasilitas seperti yang diatur dalam PMK 86/2020 menandakan permohonan atau pemberitahuan wajib pajak telah masuk kedalam sistem DJP.

“Itu sudah valid dan berhasil. Wajib pajak tersebut sudah terekam telah melakukan pemberitahuan pemanfaatan insentif,” ungkap Hestu Yoga Saksama.

Hestu mengimbau kepada wajib pajak untuk tidak khawatir jika mendapatkan notifikasi tersebut. Hestu memastikan informasi yang tertera dalam notifikasi tersebut bukan merupakan tanda penolakan dari pengajuan permohonan atau pemberitahuan pemanfaatan insentif pajak sebagaimana diatur dalam PMK 9/2021.

“Tidak terjadi masalah apabila mendapat notifikasi sudah pernah mengajukan fasilitas. Masalah terjadi apabila notifikasinya menyatakan tidak disetujui,” ujarnya.

Hingga saat ini, menu Info KSWP DJP Online masih memuat pemberitahuan fasilitas PPh Pasal 21 DTP (PMK 86/2020) dan fasilitas pengurang PPh Pasal 25 (PMK 86/2020) serta permohonan SKP PPh Pasal 22 Impor (PMK 86/2020). Skema insentif yang terdapat dalam PMK 9/2021 dan PMK 86/2020 memang sama.

Hestu sebelumnya mengatakan bahwa pengajuan perpanjangan insentif tahun ini dapat dilakukan melalui DJP Online. Menurutnya, DJP hanya belum memperbarui keterangan dari PMK 86/2020 menjadi PMK 9/2021.

“Betul tetap bisa dimanfaatkan. Jadi silahkan memanfaatkan channel itu. Channel tetap bisa dimanfaatkan hanya belum sempat diubah nomor PMK-nya,” ungkap Hestu.

Sebagai informasi lengkapnya, PMK 9/2021 telah memperpanjang pemberian 6 insentif pajak sampai dengan 30 Juni 2021.

13 Kriteria Wajib Pajak yang Dapat Menghapus NPWP

13 Kriteria Wajib Pajak yang Dapat Menghapus NPWP

Sebagai jasa Konsultan Pajak yang menyediakan layanan accounting and tax, accounting and tax service, accounting and taxation services, company accounting services, company income tax registration, company income tax returns, income tax advisory, income tax advisory services, dan tax for consulting services di berbagai macam kota seperti Jakarta, Bali, Medan, Surabaya dan kota lainnya yang tentu saja masih dalam dunia perpajakan. Tema yang akan dibahas kali ini yaitu mengenai 13 Kriteria Wajib Pajak yang Dapat Menghapus NPWP, mari disimak dengan seksama informasi dibawah ini.

Menurut peraturan Dirjen Pajak No. 4/2020, Kepala KPP bisa melakukan penghapusan NPWP wajib pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif atau objektif, dasarnya dapat dari permohonan atau secara jabatan.

  1. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan
  2. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
  3. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai pengurus, komisaris, pemegang saham atau pemilik, dan karyawan yang telah diberikan NPWP dan penghasilan netonya tidak melebihi PTKP
  4. Wanita yang sebelumnya sudah mempunyai NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan serta tidak ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya
  5. Wanita kawin yang mempunyai NPWP berbeda dengan NPWP suami dan pelaksanaan hak dan pemenuhan perpajakannya digabungkan dengan suami
  6. Anak yang belum berumur 18 tahun dan belum pernah menikah yang sudah mempunyai NPWP
  7. Wajib Pajak belum terbagi dalam hal warisan telah selesai dibagi
  8. Wajib Pajak cabang yang tidak melakukan kegiatan usaha atau sudah tutup, atau tempat kegiatan usahanya pindah ke wilayah kerja KPP lainnya
  9. Wajib Pajak badan dilikuidasi atau dibubarkan karena alasan penghentian atau penggabungan usaha
  10. Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia
  11. Instanti Pemerintah yang sudah tidak memenuhi persyaratan lagi sebagai pemotong atau pemungut pajak dilikuidasi
  12. Wajib Pajak yang mempuyai lebih dari 1 NPWP dan itu tidak termasuk NPWP cabang
  13. Wajib Pajak yang mempunyai NPWP cabang dan tidak lagi memiliki hak atau memperoleh manfaat dari bumi, memiliki, menguasai, atau memperoleh manfaat atas bangunan yang berkenaan dengan objek pajak PBB sesuai Pasal 4 ayat (1) Perdirjen No.4/2020
Enam Insentif Pajak PMK 9/2021

Enam Insentif Pajak PMK 9/2021

Sebagai Konsultan Perpajakan yang melayani jasa tax service companies, tax services business, tax services for business, transfer pricing akuntansi manajemen, transfer pricing consultant Service, taxation advisory, taxation advisory services, dan taxes and bookkeeping services yang tersedia di berbagai macam kota seperti kota Jakarta, Bali, Medan, Batam, Surabaya dan kota lainnya yang tentu saja masih dalam dunia perpajakan. Nah, kali ini topik pembahasan kita adalah mengenai Enam Insentif Pajak PMK 9/2021.

Pada akhirnya pemerintah memperpanjang insentif pajak dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 9/2021 hingga akhir Juni 2021. Kabar ini  menjadi topik terpopuler dalam sepekan terakhir ini, mulai 1-5 Februari 2021.

Ditjen Pajak (DJP) memberikan rincian terkait dengan enam insentif pajak ini. Pertama, insentif PPh Pasal 21 bahwa karyawan ditanggung oleh pemerintah (DTP). Insentif yang diberikan kepada karyawan yang bekerja di salah satu  1189 bidang industri, perusahaan yang memperoleh fasilitas KITE, dan perusahaan di kawasan berikat, bisa mendapatkan fasilitas PPh yang ditanggung oleh pemerintah.

Fasilitas ini diberi kepada karyawan yang mempunyai NPWP dan penghasilan bruto yang sifatnya tetap dan teratur yang dalam setahun tidak lebih dari Rp200 juta pada sektor-sektor yang telah ditentukan. Penghasilan tambahan dari pajak DTP diberikan secara tunai kepada karyawan.

Kedua, insentif PPh final UMKM DTP. Fasilitas ini diberi kepada UMKM. Wajib pajak UMKM tidak perlu lagi melakukan setoran pajak. Pemotong atau pemungut pajak juga tidak perlu lagi memotong atau memungut pajak ketika melakukan pembayaran kepada pelaku UMKM. Pelaku UMKM yang hendak memanfaatkan fasilitas cukup dengan menyampaikan laporan realisasi setiap bulannya melalui www.pajak.go.id.

Ketiga, insentif PPh final Jasa Konstruksi. Wajib pajak yang telah menerima penghasilan dari usaha jasa konstruksi pada program percepatan peningkatan tata guna air irigasi (P3-TGAI) akan memperoleh fasilitas PPh Final Jasa Konstruksi yang ditanggung oleh pemerintah.

Pemberian insentif ini untuk mendukung peningkatan penyediaan air (irigasi) sebagai proyek padat karya yang merupakan kebutuhan penting untuk sektor pertanian.

Keempat, insentif PPh Pasal 22 Impor. Wajib pajak yang bergerak di salah satu  730 bidang industri, pada perusahaan KITE, dan pada perusahaan di kawasan berikat akan memperoleh fasilitas pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor. Penerima fasilitas diwajibkan untuk menyampaikan laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22 Impor setiap bulannya.

Kelima, insentif Angsuran PPh Pasal 25. Wajib pajak yang bergerak di salah satu 1.018 bidang industri, perusahaan KITE, dan perusahaan di kawasan berikat akan memperoleh pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50% dari angsuran yang harusnya terutang. Penerima fasilitas diwajibkan menyampaikan laporan realisasi pengurangan angsuran PPh Pasal 25 setiap bulannya.

Keenam, insentif PPN. Pengusaha Kena Pajak yang berisiko rendah yang bergerak di salah satu 725 bidang industri, perusahaan KITE, dan perusahaan di kawasan berikat akan memperoleh fasilitas restitusi yang dipercepat sampai jumlah lebih bayar sebanyak Rp5 miliar.

Cara Pengajuan Perpanjang Insentif Pajak

Cara Pengajuan Perpanjang Insentif Pajak

Untuk jasa Konsultan Pajak yang menyediakan layanan harga jasa konsultasi pajak, harga jasa pelaporan pajak, harga konsultan pajak, income tax accountant, professional income tax service, program pemeriksaan pajak, service tax consultant, services provided by tax consultants, dan tax and consulting services di berbagai macam kota seperti Jakarta, Bali, Surabaya, Medan dan lain sebagainya. Tema pembahasan kita kali ini adalah Cara Pengajuan Perpanjang Insentif Pajak, mari disimak dengan seksama agar menambah ilmu pengetahuan kita di dalam dunia perpajakan.

Ditjen Pajak (DJP) memastikan pengajuan permohonan atau pemberitahuan untuk perpanjang insentif pajak dalam PMK No. 9/2021 sudah dapat dimanfaatkan bagi wajib pajak.

Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP menuturkan bahwa pengajuan permohonan atau pemberitahuan untuk memanfaatkan insentif pajak yang telah diatur dalam PMK 9/2021 secara sistem tetap dapat dilakukan.

Pendapatnya, sistem DJP tetap menerima permohonan perpanjangan insentif dalam kebijakan terbaru ini meski keterangan dalam kolom insentif masih merujuk pada PMK No. 86/2020.

Menurut Hestu Yoga Saksama Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP mengatakan bahwa pengajuan perpanjangan insentif tahun ini tetap dapat dilakukan melalui DJP Online. Menurutnya, DJP belum memperbarui keterangan dari PMK 86/2020 menjadi PMK 9/2021.

Wajib pajak yang ingin memanfaatkan perpanjangan insentif pajak tahun fiskal 2021 sampai Masa Pajak Juni bisa mengajukan permohonan atau pemberitahuan dengan login ke sistem elektronik DJP. Sesudah berhasil Login, akan masuk dalam menu layanan.

Kemudian, masuklah pada kolom info Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP). Sesudah itu, menuju profil pemenuhan kewajiban pajak dengan memilih keperluan yang sesuai dengan kebutuhan wajib pajak seperti fasilitas PPh Pasal 21 DTP, fasilitas pengurang PPh Pasal 25 atau mengajukan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pasal 22 Impor.

Pemerintah sekarang telah memperpanjang periode insentif untuk 6 macam jenis pajak sampai 30 Juni 2021 yaitu PPh Pasal 21 DTP, PPh final UMKM DTP, insentif PPh final jasa konstruksi, insentif PPh Pasal 22 Impor, diskon angsuran PPh Pasal 25 dan insentif restitusi PPN yang dipercepat.

Jumlah klasifikasi lapangan usaha (KLU) penerima insentif pada PMK 9/2021 lebih banyak daripada PMK 86/2020 s.t.d.d PMK 110/2020. Penambahan KLU diberikan untuk pembebasan PPh Pasal 22 Impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25, dan restitusi PPN yang dipercepat.

KLU yang tercatat dalam lampiran dan berhak memperoleh fasilitas pengurangan angsuran PPh Pasal 25 tahun 2021 sebanyak 1.018 KLU. Jumlahnya dapat bertambah jika dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai 1.013 KLU.

Insentif pembebasan PPh Pasal 22 Impor pada tahun 2021 dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak yang bergerak pada 730 KLU. Jumlah KLU nya dapat bertambah dibandingkan tahun lalu yakni 721 KLU.

Selanjutnya, cakupan pengusaha kena pajak (PKP) yang berisiko rendah yang berhak memperoleh fasilitas restitusi PPN yang dipercepat akan bertambah yaitu dari 716 KLU menjadi 725 KLU.

Cara Mendapat Diskon Angsuran PPh Pasal 25

Cara Mendapat Diskon Angsuran PPh Pasal 25

Selaku Konsultan Pajak di Batam accountant service, accountant tax services, accounting & tax services, accounting & taxation services, accounting and tax, butuh konsultan pajak, company accounting services, company income tax registration, company income tax returns, dan fee konsultan pajak yang terdapat di berbagai macam kota seperti Jakarta, Medan, Bali, Surabaya dan kota lainnya yang tentunya masih dalam dunia perpajakan perlu mengetahui informasi ini sehingga menambah ilmu dan wawasan dalam bidang perpajakan.

Agar memperoleh diskon 50% angsuran PPh Pasal 25 pada tahun ini, wajib pajak yang sudah memanfaatkan insentif tahun 2020 perlu menyampaikan lagi pemberitahuan kepada Ditjen Pajak (DJP). Ketentuan ini menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari Kamis (4/2/2021).

Pada Pasal 19 PMK 9/2021, wajib pajak yang sudah menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan PMK 23/2020, PMK 44/2020, atau PMK 86/2020 s.t.d.d. PMK 110/2020 perlu menyampaikan lagi pemberitahuan.

“Harus menyampaikan lagi … pemberitahuan didasarkan pada peraturan menteri untuk bisa memanfaatkan insentif pajak,” penggalan kalimat dari Pasal 19 ayat (1) PMK 9/2021.

insentif diskon angsuran PPh Pasal 25, ketentuan pengajuan permohonan atau pemberitahuan ulang juga berlaku untuk pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) dan pembebasan PPh Pasal 22 Impor.

Berdasarkan pada PMK 9/2021, pemerintah akan memperpanjang pemberian insentif pajak untuk wajib pajak terdampak Covid-19. Ada 6 jenis insentif yang akan diberikan kembali sampai tanggal 30 Juni 2021.

Selanjutnya mengenai insentif pajak, terdapat bahasan yang berhubungan dengan pembaruan PMK tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN dan PPnBM oleh BUMN dan perusahaan tertentu yang sudah dimiliki secara langsung oleh BUMN sebagai pemungut PPN.

Berikut ini terdapat beberapa ulasan berita,yaitu :

  • Untuk Ketertiban

Hestu Yoga Saksama yang merupakan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) mengungkapkan bahwa memang tidak semua wajib pajak secara otomatis bisa melanjutkan pemanfaatan insentif tahun lalu, ada beberapa jenis pajak yang  memerlukan permohonan ulang.

Hestu Yoga Seksama akan memastikan proses permohonan atau pemberitahuan ulang ini tidak akan jadi beban administrasi untuk wajib pajak. Sebab seluruh proses dilaksanakan melalui sistem elektronik DJP. Prosedurnya serupa dengan mekanisme pemberian insentif pajak tahun 2020.

  • Penambahan KLU

Antara ketentuan PMK 86/2020 s.t.d.d PMK 110/2020, jumlah klasifikasi lapangan usaha (KLU) penerima insentif PMK 9/2021 lebih banyak. Penambahan KLU diberikan bagi pembebasan PPh Pasal 22 Impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25, dan restitusi PPN akan dipercepat.

KLU yang tercatat dalam lampiran dan berhak memperoleh fasilitas pengurangan angsuran PPh Pasal 25 tahun 2021 sebanyak 1.018 KLU. Jumlahnya akan bertambah jika dibandingkan tahun lalu yang mencapai 1.013 KLU.

Insentif pembebasan PPh Pasal 22 Impor pada 2021 dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak yang bergerak pada 730 KLU. Jumlah KLU ini dapat bertambah dibandingkan tahun lalu yang mencapai 721 KLU.

Selanjutnya, skala pengusaha kena pajak (PKP) yang berisiko rendah berhak memperoleh fasilitas restitusi PPN yang dipercepat serta bertambah yaitu dari 716 KLU menjadi 725 KLU. Seperti ketentuan yang telah berlaku pada tahun lalu, ketiga fasilitas ini dapat dirasakan wajib pajak perusahaan dalam kemudahan impor untuk tujuan ekspor (KITE) serta perusahaan di kawasan berikat.

Bagi insentif PPh Pasal 21 DTP, jumlah KLU yang dapat dimanfaatkannya tidak berubah. Insentif ini didapat karyawan pada perusahaan yang bergerak pada salah satu dari 1.189 KLU, perusahaan KITE, dan perusahaan di kawasan berikat.

  • Alokasi Dana PEN Naik

Pemerintah akan menambah alokasi dana penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang awalnya sebesar Rp533,1 triliun menjadi Rp619 triliun pada tahun ini. Menteri Keuangan menyebutkan bahwa rencana penambahan anggaran PEN ini sudah dibicarakan dengan Menko Perekonomian dan menteri lainnya.

Sri Mulyani menambah fokus anggaran pemerintah tetap diarahkan demi penanganan pandemi ini, dengan memberikan jaring pengaman sosial, serta mendukung pemulihan dunia usaha.

  • Pemungutan PPN oleh BUMN

Menteri Keuangan menerbitkan peraturan baru tentang tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN dan PPnBM oleh BUMN dan perusahaan tertentu yang telah dimiliki secara langsung oleh BUMN sebagai pemungut PPN.

Peraturannya adalah PMK 8/2021. Kebijakan ini diundangkan pada 29 Januari 2021 dan berlaku sejak 1 Februari 2021 menggantikan atau mencabut peraturan sebelumnya, yaitu PMK 85/2012, PMK 136/2012, dan PMK 37/2015.

  • 28 Anak Usaha BUMN

Menteri Keuangan menetapkan 28 anak usaha BUMN sebagai pemungut PPN. Penetapan perusahaan tertentu yang telah dimiliki secara langsung oleh BUMN sebagai pemungut PPN ini tertuang dalam KMK 30/2021. Penetapan ini adalah pelaksanaan dari ketentuan Pasal 3 ayat (3) PMK 8/2021.

“Harus menetapkan keputusan menteri keuangan mengenai penetapan perusahaan tertentu yang telah dimiliki secara langsung oleh badan usaha milik negara sebagai pemungut pajak pertambahan nilai,” penggalan bagian pertimbangan dalam KMK 30/2021.

  • Pengetatan Pemberian Insentif

Pemerintah berencana untuk memperketat ketentuan pemanfaatan insentif tax holiday dan tax allowance. Menteri Keuangan mengatakan bahwa sudah menjalin kesepakatan dengan Kemenko Perekonomian dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tentang pengetatan ketentuan itu.

“Kami sepakat jika berbagai macam fasilitas tersebut tidak dapat menghasilkan apa-apa dan mungkin saja ada perusahaan yang sudah dapat tapi tidak direalisasi, maka kita bisa melakukan pembatalan terhadap fasilitas itu,” ungkapnya.

  • Sertifikat Elektronik

Pemerintah akan sesegera mungkin mengganti penggunaan buku sertifikat tanah menjadi sertifikat elektronik. Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil melalui Peraturan Menteri ATR No.1/2021 menyatakan bahwa pendaftaran kepemilikan tanah akan dilakukan secara elektronik. Tidak hanya itu, bukti kepemilikan tanah yang selama ini diberikan berupa buku juga diganti dengan sertifikat elektronik.

“Dalam menerbitkan sertipikat-el yang pertama kali dilakukan adalah pendaftaran tanah pertama kali untuk tanah yang belum terdaftar atau mengganti sertipikat menjadi sertipikat-el untuk tanah yang sudah terdaftar,” penggalan Pasal 6 kebijakan itu.

Penjelasan Resmi DJP Soal Perpanjangan 6 Insentif Pajak

Penjelasan Resmi DJP Soal Perpanjangan 6 Insentif Pajak

Selaku jasa Konsultan Pajak yang menyediakan tax and consulting services, tax bookkeeping services, tax compliance companies, tax consultant business, tax consultant companies, tax consulting services, tax for consulting services, tax prep service near me, tax preparation accountant near me, dan tax service companies terdekat yang terdapat di berbagai macam kota seperti Jakarta, Medan, Bali, Surabaya dan kota lainnya yang tentunya masih dalam dunia perpajakan. Nah, kali ini kita akan membahas tentang Penjelasan Resmi DJP Soal Perpanjangan 6 Insentif Pajak. Mari disimak dengan seksama informasi dibawah ini.

Sejak penerbitan PMK 9/2021, pemerintah resmi memperpanjang pemberian insentif pajak bagi wajib pajak terdampak pandemi Covid-19.

Berhubungan dengan pemberian insentif itu, Ditjen Pajak (DJP) memberikan keterangan resmi melalui Siaran Pers Nomor SP- 05/2021 yang dipublikasikan pada Rabu (3/2/2021). DJP mengungkapkan bahwa ketentuan yang baru dalam PMK 9/2021 menggantikan PMK 86/2020 s.t.d.d PMK 110/2020.

“Demi membantu wajib pajak menghadapi dampak pandemi Covid-19 Pemerintah memperpanjang insentif pajak sampai 30 Juni 2021,” ungkap DJP dalam siaran pers.

Insentif PPh Pasal 21

  • Karyawan yang bekerja pada perusahaan yang bergerak di salah satu 1.189 bidang usaha, perusahaan yang akan mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), serta perusahaan di kawasan berikat bisa mendapatkan insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang ditanggung oleh pemerintah (DTP).
  • Insentif ini diberikan terhadap karyawan yang mempunyai NPWP dan penghasilan bruto yang sifatnya tetap dan teratur yang dalam setahun tidak lebih dari Rp200 juta. Karyawan itu akan memperoleh penghasilan tambahan berupa pajak yang tidak dipotong sebab kewajiban pajaknya ditanggung
  • Jika perusahaan mempunyai cabang maka pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 hanya disampaikan oleh pusat dan berlaku untuk semua cabang.

Insentif Pajak UMKM

  • Pelaku UMKM memperoleh insentif PPh final tarif 0,5% sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2018 (PPh Final PP 23) DTP. Dengan itu wajib pajak UMKM tidak harus melakukan setor pajak. Pihak-pihak yang bertransaksi dengan UMKM juga tidak harus melakukan pemotongan atau pemungutan pajak saat melakukan pembayaran kepada sipelaku UMKM.
  • Pelaku UMKM yang memanfaatkan insentif ini tidak harus mengajukan surat keterangan PP 23 tetapi hanya menyampaikan laporan realisasi setiap bulannya.

Insentif PPh Final Jasa Konstruksi

  • Wajib pajak yang menerima penghasilan dari usaha jasa konstruksi Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) akan memperoleh insentif PPh final jasa konstruksi DTP.
  • Pemberian insentif ini untuk mendukung peningkatan penyediaan air (irigasi) sebagai proyek padat karya kebutuhan paling penting bagi sektor pertanian.

Insentif PPh Pasal 22 Impor

  • Wajib pajak yang bergerak di salah satu 730 bidang usaha, perusahaan KITE serta perusahaan di kawasan berikat akan memperoleh insentif pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 impor.

Insentif Angsuran PPh Pasal 25

  • Wajib pajak yang bergerak di salah satu 1.018 bidang usaha, perusahaan KITE serta perusahaan di kawasan berikat akan memperoleh pengurangan angsuran PPh Pasal 25 senilai 50% dari angsuran yang harusnya terutang.

Insentif PPN

  • Pengusaha kena pajak (PKP) berisiko rendah yang bergerak di salah satu 725 bidang usaha tertentu, perusahaan KITE serta perusahaan di kawasan berikat akan memperoleh insentif restitusi yang dipercepat sampai jumlah paling banyak Rp 5 miliar.

Hestu Yoga Saksama Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP menyebutkan bahwa  insentif pajak bisa diberikan jika kode klasifikasi lapangan usaha (KLU) wajib pajak pada SPT Tahunan PPh tahun pajak 2019 atau pembetulan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2019 sudah sesuai dengan KLU dalam PMK 9/2021.

Wajib pajak yang telah mempunyai surat keterangan bebas (SKB) atau menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentif bagi tahun pajak 2020, perlu mengajukan permohonan SKB atau menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentif lagi agar memperoleh insentif di tahun pajak 2021.

Pengajuan permohonan, penyampaian pemberitahuan, dan laporan realisasi dilaksanakan secara online melalui website pajak yaitu www.pajak.go.id. Laporan realisasinya disampaikan setiap 1 bulan sekali paling lama tanggal 20 bulan selanjutnya.

Pemberi kerja atau wajib pajak yang ingin memanfaatkan insentif PPh pasal 21 DTP atau pengurangan besarnya angsuran PPh pasal 25 sejak Januari 2021, diberikan relaksasi penyampaian pemberitahuannya hingga 15 Februari 2021.

Sedangkan pemberi kerja, wajib pajak UMKM, dan pemotong PPh final jasa konstruksi P3-TGAI yang hendak memanfaatkan insentif PPh tahun 2020 bisa menyampaikan laporan realisasi paling lama tanggal 28 Februari 2021.

Cara Memanfaatkan Insentif Pajak Covid-19

Cara Memanfaatkan Insentif Pajak Covid-19

Sebagai Kantor Konsultan Pajak yang menyediakan layanan kantor konsultan pajak terbaik, kantor konsultan pajak terdekat, konsultan pajak, konsultan pajak murah, konsultan pajak online, konsultan pajak perorangan, konsultan pajak terbaik, konsultan pajak terbaik di indonesia, konsultan pajak terdaftar, dan konsultan pajak terdekat yang terdapat di berbagai kota seperti Jakarta, Medan, Bali, Surabaya dan kota lainnya yang tentunya masih dalam dunia perpajakan. Kali ini kita akan membahas tentang Tips Memanfaatkan Insentif Pajak Covid-19 yang berguna bagi seluruh masyarat indonesia.

Pemerintah merilis aturan baru tentang insentif pajak bagi wajib pajak terkena Covid-19. Maksud dari kebijakan ini adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 110/PMK.03/2020 mengenai Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 mengenai Insentif Pajak bagi Wajib Pajak Terkena Corona Virus Disease 2019. Sampai saat ini pemerintah sudah empat kali menerbitkan kebijakan ini dengan hal  yang sama. Setidaknya, terdapat dua hal pokok yang menjadi materi dalam PMK Nomor 110/PMK.03/2020. Pertama, insentif pajak penghasilan (PPh) bagi jasa konstruksi tertentu. Kedua, perubahan besaran nilai insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25, yang awalnya 30% menjadi 50%.

Insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50% berlaku mulai Juli 2020. Tetapi, banyak wajib pajak yang terlanjur menyetor PPh Pasal 25 masa pajak Juli 2020 dengan menggunakan pengurangan angsuran seperti masa pajak sebelumnya sebesar 30%. Mereka menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif ini dengan besaran pengurangan angsuran yang sama. Ini terjadi karena salinan PMK Nomor 110/PMK.03/2020 baru diterima belakangan, selang beberapa waktu setelah kebijakan ini  terbit. Konsekuensinya yaitu akan terjadi kelebihan penyetoran PPh Pasal 25 masa pajak Juli 2020.

Contoh pertanyaan: Apakah yang harus kita lakukan terhadap kelebihan penyetoran PPh Pasal 25 masa pajak Juli 2020 ini?

Ajukan Permohonan Pemindahbukuan

Hal pertama yang dapat dipilih wajib pajak yakni mengajukan permohonan pemindahbukuan. Pemindahbukuan yaitu proses memindahkan setoran pajak dari suatu jenis pajak, masa pajak, dan objek pajak ke jenis pajak, masa pajak, dan objek pajak lainnya sebab adanya kelebihan atau kesalahan penyetoran pajak. Maka, kelebihan penyetoran PPh Pasal 25 masa pajak Juli 2020 bisa diajukan pemindahbukuan ke PPh Pasal 25 masa pajak sesudah Agustus 2020. Semetara itu, jika kelebihannya ingin didistribusikan ke masa Agustus 2020, bisa dihitung sebagai pengurang pembayaran masa.

Mengajukan permohonan pemindahbukuan ke kantor pelayanan pajak (KPP) tempat dimana wajib pajak terdaftar. Permohonan harus dilampiri dengan surat setoran pajak (SSP) atau bukti penerimaan negara (BPN). Permohonan bisa diajukan secara langsung atau dikirim melalui pos. Jangka waktu penyelesaiannya maksimal 30 hari mula dari berkas diterima lengkap oleh KPP. Apabila permohonan sudah memenuhi ketentuan, KPP akan menerbitkan bukti pemindahbukuan kepada wajib pajak.

Ajukan Permohonan Pengembalian Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang

Hal lain yang dapat dipilih wajib pajak yakni mengajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang. Ketentuan tentang hal ini diatur dalam PMK Nomor 187/PMK.03/2015 mengenai Tata Cara Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang. Pasal 2 dan Pasal 3 kebijakan ini mengungkapkan bahwa permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang bisa diajukan apabila ada pembayaran pajak yang lebih besar dari pajak yang terutang. Dengan ini, kelebihan penyetoran PPh Pasal 25 masa pajak Juli 2020 dapat diselesaikan dengan metode ini.

Permohonan pengembalian pajak yang harusnya tidak terutang diajukan ke KPP tempat dimana wajib pajak terdaftar. Permohonan harus dilampiri beberapa dokumen penting. Pertama, asli SSP atau BPN. Kedua, perhitungan pajak yang harusnya tidak terutang menurut wajib pajak. Ketiga, alasan untuk melakukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang.

Setelah itu, KPP akan melakukan penelitian atas permohonan yang diajukan wajib pajak. Apabila permohonan memenuhi ketentuan, maka terbitlah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Kemudian, KPP akan meminta rekening dalam negeri yang akan dipakai  wajib pajak untuk menerima pengembalian dana. Terakhir, KPP akan membuat Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) sebagai aturan pengembalian dana terhadap wajib pajak.

Biarkan Saja

Terakhir yang dapat dipilih wajib pajak yakni membiarkan saja kelebihan penyetoran PPh Pasal 25 masa pajak Juli 2020. Terdengar aneh tapi ada yang berpikir wajib pajak akan rugi jika kelebihan penyetoran dibiarkan saja. “Diskon” yang diberikan pemerintah sebanyak 50% rugi kalau hanya di pakai 30%. Hal yang perlu diperhatikan :

Pertama, kita perlu memahami latar belakang diberikannya insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25. Pada masa pandemi Covid-19 ini, banyak wajib pajak yang mengalami kesulitan arus kas. Demi kesulitan ini bisa teratasi, pemerintah memberikan suatu insentif yang bersifat “menunda” pembayaran pajak lewat pengurangan angsuran PPh Pasal 25. Wajib pajak akan mempunyai ruang gerak dalam mengatur arus kas untuk kelangsungan usahanya.

Selanjutnya, penggunaan istilah “diskon” pada insentif PPh Pasal 25 tidak tepat dan harus  ditinggalkan. Kengapa? Karena akan menimbulkan bias pemahaman bagi wajib pajak. Pasalnya, insentif ini adalah pengurangan angsuran, bukan pengurangan/diskon pajak ataupun pajak ditanggung pemerintah (DTP). Sifatnya hanya “menunda”. Maka, wajib pajak tidak akan dirugikan pada saat menyetor angsuran PPh Pasal 25 dengan pengurangan sebesar 30%, bukan 50%. Nanti, di akhir tahun besarnya PPh terutang akan sama saja. Perbedaanya terletak hanya pada arus kas. Jika angsuran PPh Pasal 25 yang dibayarkan lebih besar, maka PPh kurang bayar di akhir tahun nanti akan menjadi lebih kecil. Dan sebaliknya, jika angsuran PPh Pasal 25 yang dibayar lebih kecil, maka PPh kurang bayar di akhir tahun menjadi lebih besar.

Mari simak contoh kasus berikut ini :

PT Ekspres menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2019 pada 15 April 2020. Angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun pajak 2020 sebanyak Rp100 juta. Namun, PPh Pasal 25 masa pajak Desember 2019 sebanyak Rp80 juta. PT Ekspres juga telah menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25 pada 14 Mei 2020 sehingga insentif dapat dimanfaatkan mulai April 2020. Di akhir tahun 2020, diketahui jumlah PPh Terutang PT Ekspres sebanyak Rp1 miliar. Di tahun pajak 2020, tidak terdapat kredit pajak selain PPh Pasal 25. Untuk pajak Juli 2020, PT Ekspres terlanjur menyetor PPh Pasal 25 sebanyak Rp70 juta pada 14 Agustus 2020 dan menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif pada 19 Agustus 2020. Sehingga, ada kelebihan penyetoran sebesar Rp20 juta.

Opsi 1: PT Ekspres mengajukan permohonan pemindahbukuan.

Angsuran PPh Pasal 25 Januari s/d. Maret 2020 : 3 x Rp. 80 juta = Rp. 240 juta

Angsuran PPh Pasal 25 April s/d Juni 2020: 3 x (100%-30%) x Rp. 100 juta = Rp. 210 juta

Angsuran PPh Pasal 25 Juli 2020: (100%-50%) x Rp. 100 juta = Rp. 50 juta

Angsuran PPh Pasal 25 Agustus s.d. Desember 2020: 5 x (100%-50%) x Rp. 100 juta = Rp. 250 juta

PPh Terutang         :  Rp1.000.000.000,00

Kredit Pajak           :  Rp750.000.000,00

PPh Kurang Bayar:  Rp250.000.000,00

Opsi 2: PT Ekspres mengajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang.

(Perhitungan sama persis dengan opsi 1)

Opsi 3: PT Ekspres membiarkan saja kelebihan penyetoran PPh Pasal 25 masa pajak Juli 2020.

Angsuran PPh Pasal 25 Januari s/d. Maret 2020  : 3 x Rp. 80 juta = Rp. 240 juta

Angsuran PPh Pasal 25 April s/d. Juni 2020 : 3 x (100%-30%) x Rp100 juta = Rp. 210 juta

Angsuran PPh Pasal 25 Juli 2020: (100%-30%) x Rp. 100 juta = Rp. 70 juta

Angsuran PPh Pasal 25 Agustus s.d. Desember 2020: 5 x (100%-50%) x Rp. 100 juta = Rp. 250 juta

PPh Terutang        :  Rp1.000.000.000,00

Kredit Pajak          :  Rp770.000.000,00

PPh Kurang Bayar:  Rp230.000.000,00

Pada opsi pemindahbukuan dan opsi pengembalian pajak yang harusnya tidak terutang  lebih menguntungkan secara arus kas. Demikian, biaya kepatuhan kedua opsi itu lebih tinggi daripada biaya kepatuhan pada opsi “membiarkan saja”. Mengapa bisa terjadi? Apabila memilih salah satu dari kedua opsi itu, wajib pajak perlu melakukan pembetulan laporan realisasi pemanfaatan insentif. Namun, hal itu tidak perlu dilakukan apabila wajib pajak memilih opsi “membiarkan saja”.

Fasilitas Pajak untuk Penanganan Covid-19 agar Tetap Tersedia di Tahun 2021

Fasilitas Pajak untuk Penanganan Covid-19 agar Tetap Tersedia di Tahun 2021

Bagi para Konsultan Pajak yang menyediakan layanan tarif jasa konsultan pajak, tarif jasa konsultasi pajak, tax accountant services, tax advisory service, tax and accounting, tax and accounting service, tax and advisory, tax and consulting services, tax bookkeeping services, service tax consultant, dan services provided by tax consultants yang terdapat di berbagai kota seperti Jakarta, Medan, Bali, Surabaya dan kota lainnya yang tentunya masih dalam dunia perpajakan. Tema kali ini adalah  Fasilitas Pajak untuk Penanganan Covid-19 agar Tetap Tersedia di Tahun 2021, mari disimak informasi ini agar mengetahui apa-apa saja yang terdapat dalam fasilitas pajak.

Menteri Keuangan memperpanjang batas waktu pemberian fasilitas pajak atas pengadaan barang dan jasa yang dibutuhkan dalam penanganan pandemi Covid-19 sebagaimana yang diatur dalam PMK- 143/PMK.03/2020 hingga 31 Desember 2021. Tak hanya itu, fasilitas pajak penghasilan untuk anggota masyarakat yang membantu usaha pemerintah memerangi wabah Covid-19 melalui produksi, sumbangan, penugasan, serta penyediaan harta sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 yang diperpanjang sampai 30 Juni 2021.

Fasilitas PPN yang berlaku sampai 31 Desember 2021 yaitu PPN yang tidak dipungut atau ditanggung pemerintah kepada:

  • Badan/instansi pemerintah, rumah sakit, dan pihak atas impor atau perolehan barang kena pajak, perolehan jasa kena pajak, dan pemanfaatan jasa kena pajak dari luar negeri.
  • Industri farmasi produksi vaksin atau Obat terhadap perolehan bahan baku vaksin atau obat untuk penanganan Covid-19.
  • Wajib Pajak yang sudah mendapatkan vaksin atau obat untuk penanganan Covid-19 dari industri farmasi seperti pada poin sebelumnya.

Fasilitas PPh yang diperpanjang sampai 31 Desember 2021 merupakan pembebasan dari pemungutan atau pemotongan PPh seperti berikut ini:

  • Pasal 22 dan Pasal 22 Impor, atas impor dan pembelian barang yang dibutuhkan dalam penanganan pandemi Covid-19 yang dilaksanakan oleh badan/instansi pemerintah, rumah sakit, dan pihak lain yang bersangkutan.
  • Pasal 22, atas pembelian bahan baku untuk memproduksi vaksin atau obat penanganan Covid-19 oleh industri farmasi produksi vaksin dan obat.
  • Pasal 22, atas penjualan vaksin dan obat bagi penanganan Covid-19 oleh industri farmasi produksi vaksin dan obat kepada Instansi Pemerintah atau badan usaha tertentu.
  • Pasal 22, atas penjualan barang yang dibutuhkan dalam penanganan pandemi Covid-19 oleh pihak yang bertransaksi dengan badan/instansi pemerintah, rumah sakit, dan pihak yang bersangkutan.
  • Pasal 21, atas penghasilan yang diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sebagai bentuk imbalan yang diberikan oleh badan/instansi pemerintah, rumah sakit, dan pihak yang bersangkutan atas jasa yang dibutuhkan dalam rangka penanganan Covid-19.
  • Pasal 23, atas penghasilan yang diperoleh wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap sebagai bentuk imbalan yang dialokasikan oleh badan/instansi pemerintah, rumah sakit, dan pihak lain atas jasa teknik, manajemen, atau jasa lain yang dibutuhkan dalam rangka penanganan wabah Covid-19.

“Perubahan ketentuan dari jenis barang kena pajak yang sudah mendapatkan fasilitas pajak dan pihak yang memberikan rekomendasi pemberian insentif pajak terhadap industri farmasi produksi vaksin atau obat,” menurut Hestu Yoga Saksama Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat. Sekarang tidak hanya vaksin dan bahan bakunya yang mendapatkan fasilitas pajak, namun juga peralatan pendukung vaksinasi. Selain itu, industri farmasi produksi vaksin atau obat dapat memanfaatkan insentif pajak sesudah memperoleh surat rekomendasi dari Kementerian Kesehatan yang sebelumnya menjadi wewenang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Tidak hanya itu, fasilitas PPh seperti yang diatur dalam PP 29 Tahun 2020 juga diperpanjang sampa 30 Juni 2021. Fasilitas yang diperpanjang adalah sebagai berikut:

  • Tambahan pengurangan penghasilan neto untuk wajib pajak dalam negeri yang memproduksi alat kesehatan atau perbekalan kesehatan rumah tangga
  • Sumbangan yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto
  • Pengenaan tarif PPh 0 % dan bersifat final untuk tambahan penghasilan yang diperoleh tenaga kerja di bidang kesehatan
  • Pengenaan tarif PPh 0 % dan bersifat final atas penghasilan berupa kompensasi atau penggantian atas penggunaan harta

Ketentuan dan pengaturan lainnya dapat dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 239/PMK.03/2020 yang berlaku mulai 1 Januari 2021. Jika ingin memperoleh peraturan lainnya yang diterbitkan dalam rangka menangani pandemi Covid-19, kita bisa mengunjungi website pajak yaitu https://www.pajak.go.id/covid19.

Pelaporan Realisasi dan Kewajiban bagi Penerima Tax Holiday

Pelaporan Realisasi dan Kewajiban bagi Penerima Tax Holiday

Selaku Konsultan Pajak yang menyediakan layanan tax consultant companies, tax consulting services, tax for consulting services, tax prep service near me, tax preparation accountant near me, tax service companies, tax services business, tax services for business, tax services indonesia, tax services singapore, taxation advisory services, dan taxation and accounting services di beberapa macam kota seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Batam, Bali dan kota lainnnya yang masih dalam dunia perpajakan. Nah, kali ini kita akan membahas tentang apa saja Pelaporan Realisasi dan Kewajiban bagi Penerima Tax Holiday, mari disimak bersama.

Sesudah dikeluarkannya keputusan yang menyatakan bahwa wajib pajak berhak dan layak mendapatkan fasilitas pengurangan PPh badan (tax holiday) serta ada kewajiban yang harus dilakukan oleh wajib pajak yang bersangkutan.

Perihal ini, wajib pajak badan yang memanfaatkan tax holiday diharuskan untuk membuat laporan realisasi penanaman modal begitu juga komitmen yang telah disampaikannya. Kondisi ini sebagai bentuk pengawasan dari pemerintah.

Selanjutnya, wajib pajak badan juga memiliki kewajiban untuk melakukan pembukuan dan pemotongan serta pemungutan PPh. Disini akan dijelaskan tentang ketentuan pelaporan realisasi dan kewajiban serta pemotongan pada PPh.

Kewajiban dalam menyampaikan laporan realisasi mengenai Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (PMK 130/2020) diatur dalam Pasal 16 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan No. 130 Tahun 2020

Menurut Pasal a quo wajib pajak badan yang sudah mendapatkan keputusan dari menteri keuangan tentang pemberian pengurangan pajak penghasilan badan dalam penyampaian laporan setiap satu tahun kepada dirjen pajak dan Badan Kebijakan Fiskal (BKPM). Laporan ini disampaikan paling lama selama 30 hari sesudah berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.

Laporan itu terdiri dari dua hal. Pertama, laporan realisasi penanaman modal semenjak diterima keputusan dari menteri keuangan tentang pemberian pengurangan PPh badan hingga mulai berproduksi komersial atau sampai saat seluruh rencana penanaman modalnya telah direalisasikan untuk wajib pajak yang mendapatkan penugasan.

Kedua, laporan realisasi produksi semenjak tahun pajak mulai berproduksi komersial hingga jangka waktu pemanfaatan pengurangan PPh badan berakhir atau sejak tahun penetapan pajak pemanfaatan pengurangan PPh badan hingga waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan PPh badan berakhir bagi wajib pajak badan yang memperoleh penugasan pemerintah.

Menurut Pasal 16 ayat (3) PMK 130/2020, laporan disusun sesuai format seperti yang tercantum dalam Lampiran huruf C peraturan menteri tersebut. Laporan realisasi setidaknya berisi identitas wajib pajak, nilai pembelian bangunan atau peralatan, jumlah modal kerja, sumber pembiayaan, total rencana penanaman modal, jenis industri, dan jumlah modal tetap.

Jika wajib pajak tidak menyampaikan laporan atau menyampaikan laporan tetapi tidak memenuhi ketentuan Lampiran huruf C atau tidak memenuhi kriteria, dirjen pajak berhak mengeluarkan surat teguran kepada wajib pajak seperti yang diatur dalam Pasal 16 ayat (5) PMK 130/2020.

Wajib pajak bisa mengusulkan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan jika dalam tempo waktu 14 hari wajib pajak tidak menyampaikan laporan realisasi, menyampaikan laporan tetapi tidak memenuhi ketentuan atau tidak memenuhi komitmen.

Kewajiban Pembukuan dan Pemotongan PPh

Sesudah mendapatkan fasilitas tax holiday, wajib pajak badan tidak sekedar berkewajiban untuk membuat laporan realisasi investasi akan tetapi juga perlu membuat pembukuan dan pemotongan PPh.

Pasal 19 ayat (1) PMK 130/2020 menyatakan bahwa wajib pajak yang mendapatkan pengurangan PPh badan diwajibkan menyelenggarakan pembukuan secara terpisah tehadap penghasilan badan dan penghasilan lainnya yang tidak memperoleh pengurangan PPh badan.

Tidak hanya itu, wajib pajak badan juga perlu melaksanakan pemotongan dan pemungutan pajak kepada pihak lain sesuai peraturan di bidang perpajakan. Dalam situasi ini terdapat biaya bersama bagi wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya penghasilan kena pajak, pembebanan biaya bersama dialokasikan secara proporsional.

Setelah itu, penghasilan yang diperoleh wajib pajak dari kegiatan usaha utama akan mendapatkan pengurangan PPh badan serta tidak dilakukan pemotongan dan pemungutan PPh. Hal ini dilakukan selama periode pemanfaatan tax holiday tanpa penerbitan surat keterangan bebas pemotongan dan pemungutan PPh.

Ada juga penghasilan yang diperoleh wajib pajak dari luar kegiatan usaha utama yang akan mendapatkan pengurangan PPh badan, tetapi akan dilakukan pemotongan dan pemungutan PPh sesuai ketentuan di bidang perpajakan.

Ketentuan Pemungut dan Saat Terutang PPN Pulsa dan Kartu Perdana

Ketentuan Pemungut dan Saat Terutang PPN Pulsa dan Kartu Perdana

Sebagai Konsultan Pajak yang menyediakan layanan konsultasi pajak di kantor pajak, konsultasi pajak online, konsultasi pajak online gratis, pelatihan transfer pricing, pemeriksaan ppn, penawaran harga jasa konsultan pajak, personal income tax accountant near me, personal income tax services, persyaratan spt tahunan, price for accounting services, professional income tax service, program pemeriksaan pajak, service tax consultant, dan services provided by tax consultants di berbagai macam kota seperti Jakarta, Bali, Bandung, Surabaya, Medan dan kota lainnya yang tentunya masih dalam dunia perpajakan. Pada pembahasan kali ini kita akan mengetahui tentang Ketentuan Pemungut dan Saat Terutang PPN Pulsa dan Kartu Perdana. Mari disimak dengan seksama informasi dibawah ini.
Penyerahan barang kena pajak (BKP), yang berupa pulsa dan kartu perdana, dari pengusaha penyelenggara jasa telekomunikasi dan penyelenggara distribusi akan dikenai PPN.
Berlandaskan pada ketentuan Pasal 4 PMK 6/2021, PPN dikenakan kepada :
Pertama, pengusaha penyelenggara jasa telekomunikasi atas penyelenggara distribusi tingkat pertama atau pelanggan telekomunikasi. PPN terutang dipungut pengusaha penyelenggara jasa telekomunikasi.
Kedua, penyelenggara distribusi tingkat pertama oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua atau pelanggan telekomunikasi. PPN terutang dipungut penyelenggara distribusi tingkat pertama.
Ketiga, penyelenggara distribusi tingkat kedua atas pelanggan telekomunikasi melalui penyelenggara distribusi tingkat selanjutnya atau pelanggan telekomunikasi secara langsung.
Keempat, penyelenggara distribusi tingkat selanjutnya.
PPN terutang untuk penyerahan BKP pada kalimat ketiga dan keempat dipungut oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua. PPN dipungut 1 kali oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua, penyerahan BKP oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua kepada pelanggan telekomunikasi melalui penyelenggara distribusi tingkat selanjutnya atau pelanggan telekomunikasi secara langsung.
“Pemungutan PPN dilakukan sesuai yang tercantum dalam Lampiran yakni bagian tidak terpisahkan dari peraturan menteri ini,”penggalan Pasal 4 ayat (4) PMK yang sudah mulai berlaku pada 1 Februari 2021.
PPN atas penyerahan pulsa dan kartu perdana yang dikenakan oleh pengusaha penyelenggara jasa telekomunikasi dan penyelenggara distribusi tingkat pertama terutang pada saat pembayaran diterima, termasuk saat penerimaan deposit.
Kemudian, PPN atas penyerahan pulsa dan kartu perdana oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua atau tingkat selanjutnya terutang saat pembayaran diterima, termasuk saat penerimaan deposit oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua.