Ini Dia Cara Memperpanjang Waktu Pelaporan SPT Tahunan bagi WP Badan

Ini Dia Cara Memperpanjang Waktu Pelaporan SPT Tahunan bagi WP Badan

Selaku jasa Konsultan Pajak yang menyediakan layanan konsultan pajak terdaftar, konsultan pajak terdekat, konsultasi pajak, konsultasi pajak di kantor pajak, konsultasi pajak online, konsultasi pajak online gratis, Jasa pelaporan pajak jasa konstruksi, Jasa pelaporan pajak online pribadi, Jasa pelaporan pajak perusahaan, Jasa pelaporan pajak ppn, dan Jasa pelaporan pajak pribadi yang tersedia diberbagai macam kota seperti Medan, Batam, Jakarta, Bali, Surabaya dan masih banyak lagi, tentunya berkaitan dengan dunia perpajakan. Tema kali ini yang akan dibahas adalah Cara Memperpanjang Waktu Pelaporan SPT Tahunan bagi WP Badan, mari disimak bersama informasi dibawah ini.

Otoritas pajak menetapkan jatuh tempo untuk Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Untuk wajib pajak orang pribadi, penyampaian SPT batas akhirnya paling lama Maret. Bagi wajib pajak badan, SPT dilaporkan paling lama akhir April.

Jika penyampaian SPT sudah melewati jatuh tempo, wajib pajak akan dikenai sanksi denda sebesar Rp100.000 bagi wajib pajak orang pribadi dan Rp1 juta bagi wajib pajak badan. Dengan begitu, otoritas pajak akan memberi kelonggaran dalam pelaporan SPT tersebut.

Kelonggarannya berupa perpanjangan jangka waktu dalam penyampaian SPT tahunan paling lama selama 2 bulan. Penjelasan bagaimana cara mengajukan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan bagi wajib pajak badan.

Mulanya pastikan terlebih dahulu kita sudah memenuhi persyaratan yang diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak No. 21/PJ/2009 mengenai Cara Penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

Pertama, bualaht surat pemberitahuan perpanjangan waktu penyampaian SPT secara tertulis dan sampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak sebelum batas waktu penyampaian SPT tersebut berakhir. Kedua, pada surat pemberitahuan perlu menyebutkan apa alasan perpanjangan waktu penyampaian SPT.

Ketiga, menyampaikan perhitungan sementara mengenai PPh yang terutang dan dilampiri dengan bukti laporan keuangan sementara tahun pajak yang berkenaan. Keempat, lampirkan dengan bukti pelunasan atas kekurangan pajak yang terutang.

Kelima, melampirkan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang kedudukannya sama dengan SSP dalam batas waktu penyampaian SPT.

Keenam, lampirkan surat pernyataan dari akuntan publik yang menyatakan bahwa audit laporan keuangan belum terselesaikan dalam laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik. Ketujuh, menggunakan formulir 1770-Y/1771-Y/1771-$Y atau berupa data elektronik (e-SPT) untuk surat permohonan SPT tersebut.

Kedelapan, diwajibkan bagi wajib pajak atau kuasa wajib pajak untuk menandatangani pemberitahuan perpanjangan waktu penyampaian SPT. Apabila ditandatangani kuasa wajib pajak maka, pemberitahuan perpanjangan waktunya wajib dilampiri surat kuasa khusus.

Jika tidak memenuhi delapan poin seperti di atas maka pemberitahuannya dianggap bukan merupakan pemberitahuan perpanjangan waktu SPT. Kemudian, Dirjen Pajak akan memberitahu wajib pajak paling lama sampai 7 hari kerja sejak pemberitahuan lengkap diterima KPP.

Apabila Kepala KPP tidak memberikan pemberitahuan kepada wajib pajak dalam waktu 7 hari kerja sejak pemberitahuan lengkap diterima di KPP, maka pemberitahuan perpanjangan SPT dianggap diterima.

Sebagai Pemungut PPN yang Ditunjuk BUMN, Ini Kewajiban Anak Perusahaan

Sebagai Pemungut PPN yang Ditunjuk BUMN, Ini Kewajiban Anak Perusahaan

Sebagai jasa Konsultan Pajak yang menyediakan layanan taxation advisory, taxation advisory services, taxation and accounting services, taxes and accounting, taxes and bookkeeping, taxes and bookkeeping services, tentang transfer pricing, tp doc, transfer pricing akuntansi manajemen, dan transfer pricing consultant Service yang tersedia dibeberapa maacam kota seperti Medan, Batam, Bali, Jakarta, Surabaya dan kota lainnya yang tentu saja masih berkaitan dengan dunia perpajakan. Nah, kali ini kita akan membahas mengenai Kewajiban Anak Perusahaan Sebagai Pemungut PPN yang Ditunjuk BUMN, mari disimak bersama informasi dibawah ini.

Aturan mengenai anak perusahaan yang ditunjuk BUMN sebagai pemungut PPN diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 8/PMK.03/2021 tentang bagaimana Tata Cara dalam melakukan Pemungutan dan Penyetoran serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah oleh Badan Usaha Milik Negara, Pajak Pertambahan Nilai dan Perusahaan Tertentu yang Dimiliki Secara Langsung sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai oleh Badan Usaha Milik Negara.

Menurut Ketentuan PMK 8/2021 yang sudah berlaku mulai 1 Februari 2021 bahwa anak perusahaan BUMN ditunjuk menjadi pemungut PPN dengan kriteria tertentu. Kriterianya diatur dalam Pasal 3 ayat (2) PMK 8/2021 bahwa kepemilikan sahamnya dimiliki secara langsung oleh BUMN di atas 25%.

Berdasarkan Pasal 3 ayat (3) PMK 8/2021 bahwa anak perusahaan BUMN yang ditunjuk sebagai pemungut PPN ditetapkan atas keputusan menteri keuangan. Dengan begitu, perusahaan sekalipun dimiliki secara langsung oleh BUMN dengan kepemilikan sahamnya di atas 25% tidak secara otomatis menjadi pemungut PPN.

Sampai saat ini ada 28 anak perusahaan BUMN yang ditunjuk sebagai pemungut PPN berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 30/KMK.03/2021 mengenai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai Penetapan Perusahaan Tertentu yang Dimiliki Secara Langsung oleh Badan Usaha Milik Negara.

Sebagai pemungut PPN yang ditunjuk BUMN adapula kewajiban anak perusahaan yang dilihat pada Pasal 2 ayat (1) PMK 8/2021, yakni melakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN yang terutang atas penyerahan BKP dan JKP oleh rekanan. Jumlah PPN yang dipungut oleh pemungut PPN yakni sebesar 10% dikalikan dengan dasar pengenaan pajak (DPP).

Tidak seluruh PPN yang terutang atas penyerahan BKP dan JKP oleh rekanan dipungut oleh pemungut PPN. Pasal 5 ayat (1) PMK 8/2021 menyebutkan PPN tidak dipungut oleh pemungut PPN dalam hal-hal berikut seperti:

  • Pembayaran yang jumlahnya paling besar sebanyak Rp10 juta itu sudah termasuk jumlah PPN dan bukan sebagai pembayaran yang dipecah dari transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp10 juta
  • Pembayaran atas penyerahan BKP dan JKP sesuai ketentuan akan mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN
  • Pembayaran atas bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak yang diserahkan oleh PT Pertamina
  • Pembayaran atas jasa telekomunikasi yang diserahkan oleh perusahaan telekomunikasi
  • Pembayaran atas jasa angkutan udara yang penyerahannya dilakukan oleh perusahaan penerbangan
  • Pembayaran untuk penyerahan barang atau jasa sesuai ketentuan tidak dikenai PPN

Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) PMK 8/2021, pemungutan tersebut dilakukan ketika dalam hal:

  • Penyerahan BKP dan JKP
  • Penerimaan pembayaran yang terjadi sebelum penyerahan BKP dan JKP
  • Penerimaan pembayaran termin yang merpakan sebagian tahap pekerjaan

Sesudah selesai dipungut, pada ketentuan Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) PMK 8/2021 bahwa pemungut PPN diwajibkan menyetorkan PPN dan PPnBM yang telah dipungut dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi yang disamakan dengan SSP paling lambat tanggal 15 di bulan berikutnya. SSP ini dibuat dengan mencantumkan:

  • Kartu NPWP, nama, alamat rekanan dikolom NPWP, kolom nama, dan alamat
  • Pada kolom uraian masukkan kode dan nomor seri Faktur Pajak

Pemungut PPN wajib memberikan cetakan, salinan, atau fotokopi SSP serta sarana administrasi  yang disamakan dengan SSP kepada rekanan menurut Pasal 7 ayat (4) PMK 8/2021.

Sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (5), ayat (6) dan ayat (7) PMK 8/2021, pemungut PPN diwajibkan melapor PPN yang dipungut dan disetor dengan menggunakan SPT Masa PPN bagi pemungut PPN, paling lambat pada akhir di bulan berikutnya sesudah masa pajak ketika dilakukan pemungutan.

SPT Masa PPN bagi pemungut PPN harus dilampiri dengan daftar nominatif faktur pajak dan SSP atau sarana administrasi yang disamakan dengan SSP, yang dibuat menggunakan format seperti yang tercantum dalam Lampiran PMK 8/ 2021.

Pengertian Harta Tak Berwujud

Pengertian Harta Tak Berwujud

Selaku jasa Konsultan Pajak yang menyediakan layanan kantor akuntan, kantor akuntan pajak, kantor audit, kantor kap, kantor konsultan, kantor konsultan pajak, kantor konsultan pajak terbaik, dan kantor konsultan pajak terdekat yang tersedia di beberapa macam kota seperti Jakarta, Surabaya, Bali, Batam, Medan dan kota lainnya yang erat kaitannya dengan dunia perpajakan. Tema kali ini adalah apa itu Pengertian Harta Tak Berwujud, mari disimak infromasinya.

Pengujian Kewajaran dan Kelaziman Usaha Terhadap Transaksi Harta Tak Berwujud

1. Pengertian

Untuk tujuan analisis penentuan harga transfer harta tak berwujud di artikan sebagai aset yang bukan merupakan aset fisik atau aset keuangan. Harta tak berwujud terbagi menjadi 2 macam bagian besar antara lain Harta Tak Berwujud Manufaktur (Manufacturing Intangibles) dan Harta Tak Berwujud Pemasaran (Marketing Intangibles).

(SE – 50/PJ/2013)

2. Pengujian kewajaran bagi pemanfaatan atau pengalihan harta tak berwujud perlu dipertimbangkan perspektifnya dari pihak yang menyerahkan (transferor) dan pihak yang menerima (transferee) harta tak berwujud tersebut. Pihak yang menyerahkan juga wajib memastikan akan manfaat yang diperoleh lebih besar dari penyerahan atau pemanfaatan harta tak berwujud daripada biaya yang sudah dikeluarkan. Selan itu, penerima harta tak berwujud akan melihat apakah ia akan memperoleh manfaat yang lebih besar jika menggunakan atau memperoleh harta tak berwujud dibandingkan dengan biaya yang akan dikeluarkan.

3. Metode yang bisa digunakan dalam menilai kewajaran transfer harta tak berwujud adalah sebagai berikut.

  1. Metode perbandingan harga antara pihak independen (CUP method)
  2. Metode harga penjualan kembali (resale price method)
  3. Metode biaya-plus (cost-plus method)
  4. Metode pembagian laba (profit split method)
  5. Metode transaksional laba bersih (transactional net margin method)
  6. Metode lainnya:
      • Metode Berdasarkan Pendekatan Biaya (Cost-Based Approach)
      • Metode Berdasarkan Pendekatan Pasar (Market-Based Approach)
      • Metode Berdasarkan Pendekatan Pendapatan (Income-Based Approach)

Chapter VI of the OECD Transfer Pricing Guidelines for Multinational Enterprises and Tax Administrations in July 2017       

Special Considerations for Intangibles

Peraturan Lokal

S – 153/PJ.04/2010

Bagian D No. 3b

Pada transaksi dalam menggunakan harta tidak berwujud dan imbalan royalti, mengenai penelitian kewajarannya adalah sebagai berikut:

1. Keberadaan harta tidak berwujud yang ditunjukkan dengan adanya:

    • Bukti kepemilikan atas harta tidak berwujud
    • Nilai dari harta tidak berwujud

2. Keberadaan penyerahan hak untuk digunakan harta tidak berwujud suatu harta tidak berwujud telah                             diserahkan hak pemanfaatannya oleh pihak afiliasi, jika harta tidak berwujud itu  memberikan manfaat bagi                 Wajib Pajak

3. Kewajaran nilai imbalan royalti

SE – 50/PJ/2013

LAMPIRAN I BAB II

  1. Langkah-langkah dalam melakukan pengujian transaksi Harta Tak Berwujud sebagai berikut:
    • Mengidentifikasi dimana keberadaan harta tak berwujud yang mempunyai kontribusi dalam kesuksesan produk di pasaran. Identifikasi ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan cara analisis fungsi. Di dalam analisis fungsi, diharapkan pemeriksa pajak mempunyai sedikit pemahaman yang baik mengenai usaha Wajib Pajak.
    • Mengidentifikasi nilai harta tak berwujud dan menentukan pihak mana yang telah berkontribusi atas pembentukan harta tak berwujud tersebut. Ini harus dilakukan agar dapat mengetahui apakah Wajib Pajak di Indonesia sudah mengikuti kontribusi terhadap pembentukannya sehingga berhak menerima hasil atas eksploitasi harta tak berwujud.
    • Mempelajari apakah sudah benar terjadi proses transfer harta tak berwujud di dalam transaksi. Analisis dilakukan saat terjadinya transfer harta tak berwujud dalam transaksi independen dan dapat dijadikan pedoman.
    • Menentukan kompensasi untuk setiap harta tak berwujud yang ditransfer secara wajar. Ini dilakukan karena mengacu pada pasar dimana harta tak berwujud tersebut digunakan dan dibandingkan dengan transaksi pembanding.
  1. Ketika melakukan pengujian kewajaran transaksi harta tak berwujud harus memahami tipe dan karakteristiknya. Pemahaman inilah yang akan mempermudahkan kita dalam menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai lisensi dari harta tak berwujud dan dalam menentukan transaksi pembanding.
  2. Faktor-faktor yang dijadikan dasar dalam pertimbangan menentukan nilai lisensi harta tak berwujud antara lain sebagai berikut:
    • Proteksi dan jangka waktu

Sebagian jenis harta tak berwujud seperti paten dilindungi oleh jangka waktu secara hukum. Hal inilah                         yang membuat perlindungan dari pesaing yang menduplikasi. Semakin lama jangka waktu                                                 perlindungan harta tak berwujud tersebut manfaat yang diharapkan nantinya akan diterima semakin                             besar.

    • Eksklusivitas

Hal ini berkaitan dengan pemanfaatan harta tak berwujud yang dilindungi oleh hak eksklusif atau tidak.                       Pihak yang memanfaatkan harta tak berwujud secara eksklusif diharuskan membayar biaya royalti yang                       lebih tinggi dari pihak yang memanfaatkan harta tak berwujud tanpa hak eksklusif.

    • Cakupan Geografis

Semakin luas cakupan geografisnya yang diberikan manfaat yang diperoleh juga semakin besar.

    • Masa manfaat harta tak berwujud (useful life)

Harta tak berwujud mempunyai beberapa masa manfaat yang terbatas. Masa manfaat ini tidak                                         dipengaruhi oleh perlindungan hukum saja sama halnya seperti di atas yang dipengaruhi oleh tingginya                         tingkat penemuan teknologi dari suatu industri tersebut. Adanya persaingan ketat pada tiap industri                               yang dapat membuat masa manfaat harta tak berwujud menjadi lebih pendek.

    • Hak untuk mengembangkan, merevisi, dan melakukan perbaikan

Proteksi suatu harta tak berwujud akan usang ketika ditemukan teknologi baru. Untuk dapat bersaing                           dengan pihak pemanfaat maka harta tak berwujud diberikan hak untuk ikut mengembangkan, merevisi                         dan melakukan perbaikan. Hak ini diberikan dengan harus  mempertimbangkan kembali dalam                                       menentukan nilai lisensi harta tak berwujud.

    • Adanya harta tak berwujud atau jasa yang melekat dalam penyerahan atau pemanfaatan harta tak berwujud

Dalam pemanfaatan harta tak berwujud seringkali disertai pemberian jasa secara berlanjut oleh pihak                            yang memberikan lisensi. Ini menjadi pertimbangan dalam menentukan besarnya royalti yang harus                              dibayarkan dalam menentukan pembanding.

    • Adanya hak untuk melisensikan (sublicence) kembali ke pihak ketiga.
    • Faktor lainnya yang akan mempengaruhi secara ekonomis besarnya nilai lisensi harta tak berwujud.

4. Wajib Pajak adalah pihak yang memanfaatkan (licencee) atau pembeli dari harta tidak berwujud maka perlu                memperhatikan hal-hal antara lain:

    1. Pembayaran yang dilakukan akan memperoleh tingkat pengembalian yang sepadan dibandingkan dengan royalti yang dibayarkan. Dapat ditunjukkan dengan analisis keuangan transaksi tersebut.
    2. Pembayaran yang dilakukan akan memberikan manfaat secara ekonomis atas penggunaan harta tak berwujud dari pihak afiliasi.
Langkah dalam Menganalisis Kewajaran dalam Restrukturisasi Bisnis

Langkah dalam Menganalisis Kewajaran dalam Restrukturisasi Bisnis

Sebagai jasa Konsultan Pajak yang menyediakan layanan insurance and tax services, international tax advisory, jasa akuntansi, jasa konsultan pajak, jasa konsultan pajak dan pembukuan, jasa konsultan pajak murah, jasa konsultan pajak online, jasa konsultan pajak pribadi, jasa konsultasi pajak, dan jasa lapor spt tahunan diberbagai kota seperti kota Medan, Surabaya, Bali, Batam, Jakarta dan kota-kota lainnya yang masih berhubungan dengan dunia perpajakan. Nah, kali ini kita akan membahas mengenai Langkah dalam Menganalisis Kewajaran dalam Restrukturisasi Bisnis, mari disimak informasi dibawah ini.

Restrukturisasi usaha adalah aksi korporasi untuk merespons perubahan di lingkungan bisnis. Pada konteks transfer pricing, restrukturisasi diartikan sebagai realokasi fungsi, aset, dan risiko dari satu entitas ke entitas lain di dalam suatu grup perusahaan multinasional. Aksi ini bisa memengaruhi alokasi laba dan potensi pajak di perusahaan.

Restrukturisasi bisnis ini merupakan salah satu materi yang dibahas dalam WU—TA Advanced Transfer Pricing Programme tanggal 30 September – 3 Oktober 2019 di Singapura.

Restrukturisasi bisnis sebagai metode untuk memaksimalkan sinergi, merampingkan lini bisnis, meningkatkan efisiensi supply chain, serta menjadi media dalam suatu perencanaan pajak.

Tidak hanya itu, restrukturisasi bisnis juga memiliki risiko yang besar karena melibatkan transfer atas kepemilikan aset, baik aset berwujud maupun tidak berwujud dan restrukturisasi bisnis ini bisa mengubah rantai suplainya.

Hal ini berpengaruh pada perubahan fungsi yang dilakukan, aset yang dimiliki, dan risiko yang akan ditanggung perusahaan sampai terjadinya perubahan karakterisasi perusahaan. Dengan begitu, pengujian transaksi terkait restrukturisasi usaha penting untuk dilaksanakan.

Pembahasan tentang restrukturisasi usaha telah diperbarui yang terdapat dalam Bab IX OECD TP Guidelines 2017. Bahasan yang lebih jelas dalam dokumen ini adalah menekankan penggambaran pada transaksi melalui pre-restructuring dengan post-restructuring.

Penggambaran ini yang akan memengaruhi kompensasi dari prinsip arm’s length principle, penilaian risiko antarpihak, serta dari pemilihan metode penetapan harga transfer yang sesuai dengan transaksi ini.

Analisis restrukturisasi bisnis ini dimulai dengan penggambaran transaksi yang akurat yakni melalui kesepakatan formal antarpihak sebelum dan sesudah restrukturisasi tersebut. Hasil dari kesepakatan ini memberikan bukti bahwa peran dan tanggung jawab perusahaan itu multinasional.

Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah menentukan model kompensasi seperti perubahan apa saja  yang terjadi, bagaimana restrukturisasi mempengaruhi analisis fungsionalnya, alasan bisnis dan manfaat yang didapatkan dalam penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha tersebut.

Penentuan Remunerasi

Ada empat langkah yang dilaksanakan dalam menentukan remunerasi transaksi restrukturisasi bisnis. Pertama, analisis transaksi afiliasi (delineation of transaction). Dalam melakukan analisis aspek transfer pricing, langkah awalnya adalah menganalisis detail transaksi dari restrukturisasi.

Melaksanakan analisisnya terlebih dahulu dengan mengidentifikasi kondisi komersial atau keuangan dan kondisi lainnya yang tentunya masih mengarah pada transfer nilai, ini juga termasuk alasan daripada bisnis dan aturan dari sinergi dalam grup perusahahaan multinasional.

Kedua, mengalokasikan kembali risiko dan laba potensial. Pada konteks ini, laba potensial adalah laba yang diharapkan untuk masa depan. Laba potensial digunakan sebagai tujuan penilaian dalam menentukan kompensasi dalam transfer aset atau kewajaran atas ganti rugi pada penghentian atau negosiasi ulang pada perjanjian sebelumnya. Apabila pihak independen yang bersangkutan mengalami kompensasi ganti rugi, maka kompensasi itu dinyatakan sebanding.

Ketiga, transfer nilai. Restrukturisasi bisnis juga berkaitan dengan pemindahan atau transfer aset baik berwujud maupun tidak berwujud. Diisukan berkaitan dengan aset berwujud yakni mengenai penilaian dalam persediaan atau aset lain yang membuat perubahan pada karakterisasi bisnis.

Contohnya, PT W merupakan full fledge manufacturer yang melaksanakan restrukturisasi sehingga karakterisasinya menjadi toll manufacturer dan limited distributor dengan melakukan transfer aset berupa persediaan kepada pihak afiliasi.

Kondisi ini dapat menyebabkankan kebingungan tentang penilaian persediaan saat pengalihan dilakukan. Dengan begitu, dalam transisi model bisnis harus ada penyesuaian mengenai analisis kewajaraan terhadap transaksi restrukturisasi sesudah restrukturisasi dilakukan.

Selanjutnya, pengalihan aset tidak berwujud adalah objek yang mempunyai intensitas yang cukup tinggi untuk jadi objek sengketa. Aset tidak berwujud tergolong “mobile asset” yang artinya dapat dipindahkan kepemilikannya antar lintas yurisdiksi.

Proses pemindahannya, identifikasi dan penilaian mengenai aset tidak berwujud lebih sulit dibandingkan dengan aset berwujud. Sebab berdasarkan kepemilikan legalnya, tidak semua aset yang tidak berwujud dapat diakui begitu saja.

Sementara itu, dalam menganalisis kewajaran dalam restrukturisasi usaha, faktor utamanya yakni  berangkat dari kepemilikan yang legal dan kesesuaian antara substansi ekonomi dengan bentuk hukum.

Keempat, penggantian atas kerugian dalam perubahan perjanjian (indemnification for change in arrangement). Berdasarkan Paragraf 9.75 OECD TP Guidelines 2017, indemnification atau yang disebut ganti rugi adalah segala jenis kompensasi yang dapat dibayarkan untuk kerugian yang dialami oleh entitas yang di restrukturisasi.

Jenis kompensasinya baik berbentuk pembayaran di muka, pembagian dalam biaya restrukturisasi, pembelian yang lebih rendah, harga dalam konteks operasi sesudah restrukturisasinya, atau bentuk-bentuk lain sebagainya. Kerugiannya juga dapat berupa provisi dan kontinjensi misalnya pemberhentian karyawan, piutang tak tertagih, penghapusan aset, pemutusan kontrak kerja, serta biaya konversi ulang dan biaya-biaya lainnya.

Sebagian negara ada yang sudah mulai menerapkan peraturan mengenai restrukturisasi bisnis ini, yaitu Jerman, China, India, Swiss, Inggris. dan Amerika Serikat. Di Jerman, terdapat pengenaan terhadap exit charges untuk mengantisipasi adanya restrukturisasi bisnis. Exit charge sebagai upaya dalam mengakomodir laba potensial yang di alihkan oleh grup perusahaan multinasional.

Berdasarkan peraturan dari berbagai negara mengenai restrukturisasi bisnis yang mengacu pada OECD TP Guidelines 2017 dan sudah diperbarui melalui Pasal IX, transaksi restrukturisasi bisnis perlu diuji terlebih dahulu baik pengalihan aset sebelum restrukturisasi maupun penyesuaian sesudah restrukturisasi.

Grup perusahaan multinasional diwajibkan untuk mempertimbangkan dan meninjau kembali keputusannya pada saat melaksanakan restrukturisasi bisnis. Grup perusahaan multinasional juga wajib memastikan bahwa restrukturisasi yang dilaksanakan mempunyai substansi ekonomi yang sama dengan bentuk hukumnya.

Tidak hanya itu, pihak independen akan menerima struktur atau skema yang ditetapkan. Hal ini  dilakukan karena perubahan bisnis model yang dilakukan melalui restrukturisasi bisnis memiliki konsekuensi pajak masing-masing.

Jangan Lupa Lapor Realisasi di DJP Online Jika Mendapat Insentif Pajak

Jangan Lupa Lapor Realisasi di DJP Online Jika Mendapat Insentif Pajak

Untuk jasa Konsultan Pajak yang menyediakan layanan accountant service, accountant tax services, accounting & tax services, accounting & taxation services, accounting and tax, accounting and tax service, accounting and taxation services, harga jasa konsultan akuntansi, harga jasa konsultan pajak, harga jasa konsultan pajak dan laporan keuangan, harga jasa konsultasi pajak, dan harga jasa pelaporan pajak yang tersedia diberbagai macam kota seperti kota Jakarta, Bali, Medan, Surabaya dan kota-kota lainnya yang masih didalam dunia perpajakan. Tema kali ini yang akan kita bahas adalah mengenai Jangan Lupa Lapor Realisasi di DJP Online Jika Mendapat Insentif Pajak, mari disimak dengan seksama informasi dibawah ini untuk menambah ilmu dan wawasan kita mengenai dunia perpajakan.

Otoritas menghimbau kepada seluruh wajib pajak untuk tidak lupa dalam menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif pajak, terutama yang tercantum dalam PMK 9/2021. Imbauan ini menjadi pembahasan media nasional pada hari Kamis 11/2/2021.

Yon Arsal yang merupakan Staf Ahli Menkeu diBidang Kepatuhan Pajak mengungkapkan bahwa otoritas telah membuka pintu selebar-lebarnya kepada wajib pajak untuk memanfaatkan insentif pajak yang diberikan tahun lalu dan tahun ini. Namun, pemanfaatannya harus diikuti dengan kepatuhan dalam melakukan pelaporan realisasinya.

Yon Arsal juga mengatakan banyak wajib pajak yang tidak melaporkan pemanfaatan insentif pajak  tahun lalu. Oleh sebab itu, Yon Arsal menghimbau kepada wajib pajak untuk melaporkan realisasi pemanfaatan insentif pada tahun 2020 terlebih dahulu sebelum mengajukan kembali tahun ini.

Tidak hanya tentang pemanfaatan insentif pajak saja, ada juga pembahasan mengenai perlunya kestabilan penerimaan pajak agar dapat mendukung upaya dalam pengembalian defisit anggaran menjadi di bawah 3% atas produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2023.

Berikut ini beberapa ulasan berita selengkapnya.

  • Deadline Pelaporan Realisasi Pemanfaatan

Berdasarkan pada Pasal 19 PMK 9/2021 dalam memberikan penegasan ketentuan kepada pemberi kerja yang sudah menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentifnya yang berlandaskan kepada PMK 23/2020, PMK 44/2020, dan PMK 86/2020 s.t.d.d. PMK 110/2020 akan tetapi belum menyampaikan laporan realisasinya.

“Paling lama dalam menyampaikan laporan realisasi pada tanggal 28 Februari 2021 agar dapat memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah tahun pajak 2020,” Pasal 19 ayat (2) PMK 9/2021.

  • Tata Kelola Pemanfaatan Dana PEN

Yon Arsal menuturkan bahwa pelaporan realisasi pemanfaatan insentif ini perlu dilakukan dikarenakan ini menjadi bagian dari tata kelola pemanfaatan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN). Pelaporannya juga merupakan objek pemeriksaan dari berbagai macam lembaga.

Berikut ini yang mengawasi dalam pemanfaatan insentif pajak ada 3 entitas antara lain yaitu, Inspektorat Jenderal Kemenkeu, BPKP dan BPK.

“Pemanfaatan insentif fiskal namun belum melaporkan realisasi pemanfaatannya. Kepada seluruh wajib pajak yang belum melapor segera dilaporkan agar tata kelolanya menjadi baik,” ungkap Yon Arsal Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak.

  • Defisit Fiskal di Bawah 3% PDB

Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak menyebutkan bahwa upaya dalam menciptakan penerimaan pajak yang stabil dan mengembalikan defisit di bawah 3% PDB itu tidaklah mudah. Baginya, tantangan utama pemerintah adalah memastikan bahwa transisi menuju disiplin fiskal tidak memberikan guncangan untuk dunia usaha.

Oleh sebab itu, pada tahun ini, pemerintah masih memberi berbagai macam fasilitas dan insentif perpajakan untuk mendukung pemulihan ekonomi dan kegiatan usaha. Secara bertahap aktivitas ekonomi akan mulai pulih dan akan berkorelasi pada peningkatan penerimaan pajak.

  • Perpanjangan BMAD Impor Bopet

Pemerintah pada saat ini akan memperpanjang bea masuk antidumping (BMAD) untuk produk impor seperti produk biaxially oriented polyethylene terephthalate (Bopet) dari berbagai negara seperti India, Republik Rakyat Tiongkok, dan Thailand.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 11/PMK.010/2021, perpanjangan BMAD ini terjadi karena hasil penyelidikan Komite Anti Dumping Indonesia menilai pengenaan BMAD masih diperlukan. Pengenaan BMAD akan diperpanjang sampai 5 tahun ke depan.

  • BMTP Impor Karpet

Pemerintah pada saat ini akan mengenakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) untuk produk impor seperti produk karpet dan tekstil penutup lantai lainnya. Pengenaan BMTP ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 10/PMK.010/2021.

Kebijakan ini dibuat setelah hasil penyelidikan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) membuktikan bahwa adanya kerugian serius yang dialami industri dalam negeri. BMTP terhadap impor produk karpet dan tekstil penutup lantai lainnya akan dikenakan selama 3 tahun ini dengan tarif yang berbeda-beda ditiap periodenya.

 

Alokasi Insentif untuk Dunia Usaha yang Naik Lagi

Alokasi Insentif untuk Dunia Usaha yang Naik Lagi

Selaku Konsultan Pajak yang menyediakan layanan tax and consulting services, tax bookkeeping services, tax compliance companies, tax consultant business, tax consultant companies, tax consulting services, tax for consulting services, tax prep service near me, tax preparation accountant near me, taxation advisory, taxation advisory services, dan taxation and accounting services yang tersedia diberbagai kota seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Bali dan kota lainnya yang tentunya masih dalam dunia perpajakan. Nah, tema kali ini yang akan dibahas adalah Alokasi Insentif untuk Dunia Usaha yang Naik Lagi, mari disimak informasi dibawah ini agar membuka wawasan kita mengenai dunia perpajakan.

Untuk Alokasi anggaran insentif pada dunia usaha tahun ini naik lagi sesudah pemerintah memutuskan akan merelaksasi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor. Topik ini menjadi salah satu pembahasan media nasional pada hari ini Selasa 16/2/2021.

Alokasi anggaran insentif yang diperuntukkan dunia usaha pada tahun ini senilai Rp53,86 triliun, naik dari perbandingan yang lalu senilai Rp47,27 triliun.

“Insentif fiskal juga membantu ketahanan dunia usaha,” tuturnya.

Sri Mulyani juga mengatakan alokasi insentif tersebut hampir sama dengan realisasi pada tahun  2020 hingga mencapai Rp56,12 triliun. Melalui insentif fiskal, pemerintah akan membantu pelaku usaha untuk segera pulih dari tekanan pandemi Covid-19 ini.

Selain itu, mengenai alokasi anggaran insentif untuk dunia usaha, ada juga pembahasan terkait dengan performa elastisitas penerimaan pajak terhadap laju PDB yang justru makin tinggi saat terjadi resesi ekonomi. Berikut ini merupakan ulasan berita selengkapnya.

  • 9 Jenis Insentif untuk Dunia Usaha

Menteri Keuangan menjelaskan 9 jenis insentif untuk dunia usaha pada tahun ini. Berikut ini ada PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), PPh final DTP untuk UMKM, serta pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) DTP untuk kendaraan bermotor.

Tak hanya itu, ada juga insentif untuk pembebasan bea masuk, pembebasan PPh Pasal 22 impor, restitusi PPN yang dipercepat, diskon angsuran PPh Pasal 25, penurunan tarif PPh badan, serta PPN tidak dipungut bagi perusahaan penerima fasilitas kawasan berikat atau KITE.

  • Anggaran PEN 2021 Naik Lagi

Menteri Keuangan mengubah besaran anggaran untuk program penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN) tahun 2021. Anggarannya mencapai Rp688,33 triliun, lebih besar dari Rp627,9 triliun. Alokasi tersebut juga melampaui realisasi PEN tahun 2020 yang senilai Rp579,78 triliun.

  • Makin Elastis

Dengan adanya realisasi penerimaan pajak tahun 2020 sesuai dengan data APBN KiTA minus 19,7% dan realisasi pertumbuhan ekonomi minus 2,07%, tax buoyancy pada tahun lalu sebesar 9,5. Jadi, setiap 1% kontraksi ekonomi akan berdampak pada penurunan penerimaan pajak sebesar 9,5%.

Bawono Kristiaji berpendapat bahwa saat ekonomi dalam kondisi normal seperti dalam satu dekade terakhir yaitu tahun 2010-2019, tax buoyancy Indonesia rata-rata adalah 0.83 atau kurang dari 1.

Namun, saat resesi tahun 2020, tax buoyancy justru meningkat dengan pesat. Elastisitas yang semakin tinggi ini merupakan sesuatu yang sangat lazim pada masa krisis dan masa pemulihan. Sebab, pada saat resesi umumnya penerimaan pajak terdampak 2 aspek.

Pertama, karena pelemahan ekonomi yang membuat penerimaan pajak terkontraksi. Kedua, adanya berbagai relaksasi atau insentif. Akan berakibat pada pola penurunan penerimaan pajak pada masa pandemi akan jauh lebih besar dari pola penurunan PDB.

  • Respons Gaikindo

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia atau yang biasa disebut Gaikindo menyambut positif rencana relaksasi PPnBM yang nantinya akan diterapkan pemerintah mulai dari Maret 2021. Ketua Gaikindo Yohannes Nangoi mengatakan bahwa kebijakan ini sangat berdampak positif dan akan membantu pada kinerja industri di bidang otomotif.

  • Neraca Dagang Surplus

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat neraca perdagangan di Indonesia mengalami surplus US$1,96 miliar pada Januari tahun 2021. Kepala BPS menerangkan bahwa surplus ini melanjutkan tren yang terjadi tahun lalu, misalnya surplus neraca perdagangan US$2,1 miliar pada Desember tahun 2020. Sementara di Januari tahun 2020, neraca perdagangan mengalami defisit US$640 juta.

  • Jumlah Penduduk Miskin Bertambah

BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2020 tercatat mencapai 27,55 juta jiwa. Suhariyanto yang merupakan kepala BPS mengungkapkan bahwa jumlah kemiskinan mencapai double digit, yaitu 10,19% dari total populasi nasionalnya. Sementara itu, pada Maret tahun 2020 jumlah penduduk miskin tercatat mencapai 26,42 juta atau 9,78% dari total populasi.

  • Sanksi Penolak Vaksin

Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden 14/2021. Kebijakan ini mengubah Perpres 99/2020 mengenai Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.

Melalui peraturan itu, ada 3 ancaman sanksi bagi para warga yang termasuk dalam sasaran vaksinasi tetapi menolak. Pemerintah akan menggunakan data dan penetapan sasaran penerima vaksin Covid-19 dari Kementerian Kesehatan.

“Seluruh warga negara Indonesia diharuskan mengikuti vaksinasi Covid-19, dan bagi warga yang tidak ingin mengikuti vaksinasi akan mendapatkan sanksi administratif, seperti penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial da juga layanan administrasi pemerintahan dan juga dikenakan denda”, potongan bunyi pasal 13A Perpres.

  • Diskon Angsuran PPh Pasal 25

Besaran angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum SPT Tahunan 2020 disampaikan sebelum deadline merupakan sama dengan angsuran untuk bulan terakhir tahun pajak 2020 setelah pemanfaatan insentif.

Pengurangan angsuran berlaku mulai dari masa pajak SPT Tahunan 2020 dilaporkan. Ketentuan ini berlaku ketika pemberitahuan diskon telah disampaikan sebelum atau bersamaan dengan SPT Tahunan 2020 dilaporkan sampai dengan deadline.

Ini Cara Mengajukan Permohonan Ulang Insentif PPh Pasal 25 di DJP Online

Ini Cara Mengajukan Permohonan Ulang Insentif PPh Pasal 25 di DJP Online

Sebagai jasa Konsultan Pajak yang menyediakan layanan konsultan pajak terdaftar, konsultan pajak terdekat, konsultasi pajak, konsultasi pajak di kantor pajak, konsultasi pajak online, konsultasi pajak online gratis, pelatihan transfer pricing, pemeriksaan ppn, penawaran harga jasa konsultan pajak, personal income tax accountant near me yang tersedia diberbaga macam kota seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Bali dan kota lainnya yang tentunya masih dalam dunia perpajakan. Nah, kali ini kita akan membahas mengenai Cara Mengajukan Permohonan Ulang Insentif PPh Pasal 25 di DJP Online, mari disimak bersama informasi dibawah ini.

Pemerintah memperpanjang insentif dengan diskon angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50% sampai Juni 2021. Insentif yang sangat ditunggu pengusaha ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 9/2021.

Tidak hanya diskon angsuran PPh Pasal 25, pemerintah juga memperpanjang insentif yang  lainnya seperti PPh Pasal 21 yang Ditanggung Pemerintah (DTP), PPh final untuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) DTP, insentif PPh final untuk jasa konstruksi, insentif PPh Pasal 22 Impor, dan insentif PPN.

Namun, wajib pajak diwajibkan mengajukan permohonan ulang kepada otoritas pajak untuk mendapatkan insentif PPh Pasal 25 itu. Ini dia cara mengajukan permohonan ulang diskon angsuran PPh Pasal 25 melalui DJP Online.

Pertama, silahkan akses DJP Online. Masukkan NPWP, password dan kode keamanan. Di menu utama, silahkan pilih menu Layanan dan klik Info KSWP. Apabila Info KSWP tidak tersedia, silahkan mengaktifkan terlebih dahulu fitur tersebut.

Sesudah memilih fitur Info KSWP, kita akan diarahkan untuk memilih keperluan. Silahkan pilih fasilitas pengurang PPh Pasal 25 (PMK 9/2021). Lalu kita akan mendapat notifikasi dari DJP berupa imbauan permohonan ulang. Jangan lupa, untuk melaporkan SPT Tahunan.

Kemudian, masukkan kode keamanan lalu klik Submit. Nanti, kita akan melihat tiga kriteria wajib pajak yang boleh mengajukan fasilitas diskon angsuran PPh Pasal 25. Jika kita termasuk dari salah satu kriteria tersebut, status kita akan tertulis Terpenuhi.

Selanjutnya, silahkan klik Simpan Permohonan. Nanti, kita akan mendapat notifikasi dari DJP jika permohonan sudah tersimpan dalam sistem dan kita diharuskan untuk menyampaikan laporan realisasi. Kemudian, klik Ya.

Apabila tidak ada persoalan lagi, kita akan mendapat notifikasi dari otoritas pajak berupa surat permohonan fasilitas diskon angsuran PPh Pasal 25 yang telah disetujui. Kemudian klik Ya untuk mencetak surat permohonan tersebut. Selesai.

Ini Cara Mengajukan Permohonan Ulang Insentif PPh Pasal 22 Impor

Ini Cara Mengajukan Permohonan Ulang Insentif PPh Pasal 22 Impor

Untuk jasa Konsultan Pajak yang menyediakan layanan income tax service, income tax services in my area, insurance and tax services, international tax advisorybiaya konsultan pajak, biaya konsultan pajak perusahaan, biaya konsultan pajak pribadi, biaya konsultasi pajak, butuh konsultan pajak di berbagai macam kota seperti Jakarta, Medan, Bali, Surabaya dan kota lannya yang tentunya masih dalam dunia perpajakan.

Tema yang akan kita bahas kali ini adalah menjelaskan bagaimana cara mengajukan permohonan ulang untuk memperoleh pembebasan PPh Pasal 22 Impor yang berlaku sampai Juni 2021 melalui laman DJP Online. Pertama pastikan kita masuk dalam kriteria penerima insentif dan telah melaporkan SPT Tahunan 2019.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 9/2021 wajib pajak yang hendak memperpanjang insentif perlu mengajukan permohonan ulang. Insentif itu diantaranya pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang Ditanggung Pemerintah (DTP), diskon angsuran pada PPh Pasal 25, dan pembebasan PPh Pasal 22 Impor.

Wajib pajak yang berhak memperoleh fasilitas pembebasan PPh Pasal 22 Impor diantaranya bergerak di salah satu dari 730 bidang industri, pada perusahaan Kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor (KITE), dan perusahaan di kawasan berikat.

Kemudian, silahkan untuk mengakses DJP Online. Lalu, masukkan NPWP, password dan kode keamanannya. Lalu klik Login. Di menu utama DJP Online, pilih Layanan dan klik Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP).

Apabila fitur KSWP tidak dapat ditemukan, silahkan untuk mengaktifkan fitur KSWP. Caranya dengan masuk ke menu Profil pada menu utama DJP Online. Klik Aktivasi Fitur Layanan di sebelah kiri layar. Selanjutnya, silahkan centang Info KSWP. Kemudian, klik Ubah Fitur Layanan.

Selanjutnya, kita akan diarahkan untuk Login kembali. Silahkan masukkan NPWP, password dan kode keamanan. Kemudian, pilihlah menu Layanan pada dashboard DJP Online. Lalu, klik kolom KSWP.

Kemudian, kita akan melihat data profil wajib pajak seperti nomor NPWP, nama wajib pajak dan alamat. Di kolom Profil Pemenuhan Kewajiban Saya, klik pilih Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pasal 22 Impor (PMK 9/2021).

Setelah itu isi kode keamanan. Nantinya kita akan mendapatkan notifikasi dari Ditjen Pajak (DJP). Jika berhasil, kita akan mendapatkan cetakan SKB PPh Pasal 22 Impor dari DJP yang bisa dicetak atau screenshot.

Untuk lebih diperhatikan, batas waktu pemberian insentif PPh Pasal 22 Impor berlaku mulai tanggal Surat Keterangan Bebas (SKB) diterbitkan sampai 30 Juni 2021. Penerima fasilitas juga diharuskan untuk menyampaikan laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22 Impor setiap bulannya.

Wajib Pajak Diminta Ajukan Permohonan Ulang sesuai Insentif PMK 9/2021

Wajib Pajak Diminta Ajukan Permohonan Ulang sesuai Insentif PMK 9/2021

Sebagai jasa Konsultan Pajak yang menyediakan layanan jasa accountant service, accountant tax services, accounting & tax services, accounting & taxation services, accounting and tax, audit akuntan publik, audit and tax services, audit pajak perusahaan, dan auditing & taxation yang tersedia diberbagai macam kota seperti Jakarta, Bali, Medan, Surabaya dan kota lainnya yang tentu saja masih dalam dunia perpajakan. Nah, kali ini tema yang akan kita bahas mengenai Wajib Pajak Diminta Ajukan Permohonan Ulang sesuai Insentif PMK 9/2021, mari disimak informasi ini untuk menambah ilmu dan wawasan kita mengenai apa saja yang ada di dalam dunia perpajakan.

Ditjen Pajak (DJP) mengumumkan bahwa pengajuan permohonan pemanfaatan fasilitas pajak PMK 9/2021 sudah ada di DJP Online. Aplikasi ini sudah bisa digunakan oleh wajib pajak.

Hestu Yoga Saksama Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP menyatakan bahwa wajib pajak yang sudah terlanjur mengajukan permohonan melalui aplikasi PMK 86/2020 harus mengajukan ulang permohonan fasilitas lewat aplikasi PMK 9/2021.

“Untuk mengakurasi data, bagi wajib pajak yang sebelum aplikasi PMK 9/2021 di-deploy telah mengajukan melalui aplikasi PMK 86/2020, harus mengajukan ulang melalui aplikasi PMK 9/2021,” ungkap Hestu.

Untuk bisa memanfaatkan fasilitas pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 dan PPh Pasal 25 masa pajak Januari 2021, dihimbau kepada wajib pajak untuk menyampaikan pemberitahuan paling lama 15 Februari 2021.

“Jika dilakukan pemberitahuan pemanfaatan insentifnya setelah tanggal 15 Februari 2021 maka insentif berlaku secara efektif mulai dari masa pajak disampaikan pemberitahuannya,” tutur Hestu.

Pada menu Info KSWP DJP Online sudah terdapat aplikasi pengajuan pemberitahuan pemanfaatan fasilitas PPh Pasal 21 DTP (PMK 9/2020), fasilitas pengurang PPh Pasal 25 (PMK 9/2020), serta permohonan SKP PPh Pasal 22 Impor (PMK 9/2020).

Notifikasi dari DJP “wajib pajak yang pernah melakukan permohonan insentif pajak di tahun 2021 sebelum 9 Februari 2021, diminta untuk mengajukan permohonan ulang kembali melalui infokswp.pajak.go.id,”.

Bagi wajib pajak yang ingin memanfaatkan insentif bisa mengajukan permohonan atau pemberitahuan dengan login ke DJP Online. Setelah berhasil login, pilih Layanan. Kemudian, masuk pada menu Info KSWP lalu pilih fasilitas pada bagian Profil Pemenuhan Kewajiban Saya.

Harus Lapor SPT Jika ingin Memanfaatkan Insentif Pajak

Harus Lapor SPT Jika ingin Memanfaatkan Insentif Pajak

Selaku jasa Konsultan Pajak yang menyediakan layanan jasa income tax consultant, income tax cpa near me, income tax service, income tax services in my area, insurance and tax services, international tax advisoryjasa pelaporan pajak, Jasa pelaporan pajak, Jasa pelaporan pajak badan, Jasa pelaporan pajak di indonesia, Jasa pelaporan pajak jasa konstruksi yang tersedia diberbagai macam kota seperti Jakarta, Bali, Medan, Surabaya dan kota lainnya yang tentunya masih dalam dunia perpajakan. Tema kali ini yang akan dibahas adalah Jika ingin Memanfaatkan Insentif Pajak Harus Lapor SPT, mari disimak dengan seksama informasi dibawah ini.

Pemerintah telah mengumumkan 6 insentif pajak untuk wajib pajak yang terdampak pandemi Covid-19. Hal ini diatur dalam PMK 9/2021 yang diundangkan pada tanggal 2 Februari 2021.

Enam insentif tersebut adalah:

  1. PPh Pasal 21 karyawan ditanggung pemerintah (DTP)
  2. PPh final UMKM DTP
  3. PPh final jasa konstruksi DTP
  4. PPh Pasal 22 Impor
  5. Angsuran PPh Pasal 25
  6. Restitusi PPN dipercepat

Secara umum, kewajiban yang harus dipenuhi dalam PMK 110/2020 terdapat dalam PMK 9/2021 sehingga perlu tetap dijalankan. Sedangkan, ada hal lain yang harus dilakukan pemberi kerja atau wajib pajak yang memanfaatkan insentif pajak.

Pasal 16 ayat (1) PMK 9/2021 mengatur :

  • PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah untuk karyawan
  • PPh final ditanggung Pemerintah untuk UMKM
  • PPh final ditanggung Pemerintah untuk jasa kosnstruksi
  • Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor
  • Pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25
  • Pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran PPN

diharuskan menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2019.

Dengan demikian, perusahaan perlu memastikan bahwa SPT perusahaan sebagai wajib pajak badan maupun karyawan telah melapor SPT Tahunan untuk tahun pajak 2019.

Selanjutnya, bagaimana dengan status keenam insentif tersebut untuk Masa Pajak Januari 2021? Kita dapat merujuk pada Pasal 18 ayat (1) PMK 9/2021 yang menyebutkan insentif pajak, tidak termasuk pembebasan PPh Pasal 22 Impor, berlaku untuk masa pajak Januari 2021 sampai dengan masa pajak Juni 2021.

Dengan demikian, meskipun sudah lewat, ada 5 insentif pajak yang tetap dapat dimanfaatkan untuk kewajiban pajak pada masa pajak Januari 2021. Namun, jangan lupa untuk melaporkan realisasi pemanfaatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada PMK tersebut.

Adapun jangka waktu pemberian insentif pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor berlaku sejak tanggal Surat Keterangan Bebas (SKB) diterbitkan sampai dengan 30 Juni 2021.