Sebagai Pemungut PPN yang Ditunjuk BUMN, Ini Kewajiban Anak Perusahaan

Sebagai Pemungut PPN yang Ditunjuk BUMN, Ini Kewajiban Anak Perusahaan

Sebagai jasa Konsultan Pajak yang menyediakan layanan taxation advisory, taxation advisory services, taxation and accounting services, taxes and accounting, taxes and bookkeeping, taxes and bookkeeping services, tentang transfer pricing, tp doc, transfer pricing akuntansi manajemen, dan transfer pricing consultant Service yang tersedia dibeberapa maacam kota seperti Medan, Batam, Bali, Jakarta, Surabaya dan kota lainnya yang tentu saja masih berkaitan dengan dunia perpajakan. Nah, kali ini kita akan membahas mengenai Kewajiban Anak Perusahaan Sebagai Pemungut PPN yang Ditunjuk BUMN, mari disimak bersama informasi dibawah ini.

Aturan mengenai anak perusahaan yang ditunjuk BUMN sebagai pemungut PPN diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 8/PMK.03/2021 tentang bagaimana Tata Cara dalam melakukan Pemungutan dan Penyetoran serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah oleh Badan Usaha Milik Negara, Pajak Pertambahan Nilai dan Perusahaan Tertentu yang Dimiliki Secara Langsung sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai oleh Badan Usaha Milik Negara.

Menurut Ketentuan PMK 8/2021 yang sudah berlaku mulai 1 Februari 2021 bahwa anak perusahaan BUMN ditunjuk menjadi pemungut PPN dengan kriteria tertentu. Kriterianya diatur dalam Pasal 3 ayat (2) PMK 8/2021 bahwa kepemilikan sahamnya dimiliki secara langsung oleh BUMN di atas 25%.

Berdasarkan Pasal 3 ayat (3) PMK 8/2021 bahwa anak perusahaan BUMN yang ditunjuk sebagai pemungut PPN ditetapkan atas keputusan menteri keuangan. Dengan begitu, perusahaan sekalipun dimiliki secara langsung oleh BUMN dengan kepemilikan sahamnya di atas 25% tidak secara otomatis menjadi pemungut PPN.

Sampai saat ini ada 28 anak perusahaan BUMN yang ditunjuk sebagai pemungut PPN berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 30/KMK.03/2021 mengenai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai Penetapan Perusahaan Tertentu yang Dimiliki Secara Langsung oleh Badan Usaha Milik Negara.

Sebagai pemungut PPN yang ditunjuk BUMN adapula kewajiban anak perusahaan yang dilihat pada Pasal 2 ayat (1) PMK 8/2021, yakni melakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN yang terutang atas penyerahan BKP dan JKP oleh rekanan. Jumlah PPN yang dipungut oleh pemungut PPN yakni sebesar 10% dikalikan dengan dasar pengenaan pajak (DPP).

Tidak seluruh PPN yang terutang atas penyerahan BKP dan JKP oleh rekanan dipungut oleh pemungut PPN. Pasal 5 ayat (1) PMK 8/2021 menyebutkan PPN tidak dipungut oleh pemungut PPN dalam hal-hal berikut seperti:

  • Pembayaran yang jumlahnya paling besar sebanyak Rp10 juta itu sudah termasuk jumlah PPN dan bukan sebagai pembayaran yang dipecah dari transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp10 juta
  • Pembayaran atas penyerahan BKP dan JKP sesuai ketentuan akan mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN
  • Pembayaran atas bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak yang diserahkan oleh PT Pertamina
  • Pembayaran atas jasa telekomunikasi yang diserahkan oleh perusahaan telekomunikasi
  • Pembayaran atas jasa angkutan udara yang penyerahannya dilakukan oleh perusahaan penerbangan
  • Pembayaran untuk penyerahan barang atau jasa sesuai ketentuan tidak dikenai PPN

Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) PMK 8/2021, pemungutan tersebut dilakukan ketika dalam hal:

  • Penyerahan BKP dan JKP
  • Penerimaan pembayaran yang terjadi sebelum penyerahan BKP dan JKP
  • Penerimaan pembayaran termin yang merpakan sebagian tahap pekerjaan

Sesudah selesai dipungut, pada ketentuan Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) PMK 8/2021 bahwa pemungut PPN diwajibkan menyetorkan PPN dan PPnBM yang telah dipungut dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi yang disamakan dengan SSP paling lambat tanggal 15 di bulan berikutnya. SSP ini dibuat dengan mencantumkan:

  • Kartu NPWP, nama, alamat rekanan dikolom NPWP, kolom nama, dan alamat
  • Pada kolom uraian masukkan kode dan nomor seri Faktur Pajak

Pemungut PPN wajib memberikan cetakan, salinan, atau fotokopi SSP serta sarana administrasi  yang disamakan dengan SSP kepada rekanan menurut Pasal 7 ayat (4) PMK 8/2021.

Sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (5), ayat (6) dan ayat (7) PMK 8/2021, pemungut PPN diwajibkan melapor PPN yang dipungut dan disetor dengan menggunakan SPT Masa PPN bagi pemungut PPN, paling lambat pada akhir di bulan berikutnya sesudah masa pajak ketika dilakukan pemungutan.

SPT Masa PPN bagi pemungut PPN harus dilampiri dengan daftar nominatif faktur pajak dan SSP atau sarana administrasi yang disamakan dengan SSP, yang dibuat menggunakan format seperti yang tercantum dalam Lampiran PMK 8/ 2021.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *