Memahami Equipment dan Supplies dalam Bisnis

Memahami Equipment dan Supplies dalam Bisnis

Memahami Equipment dan Supplies dalam Bisnis

Jovindo Solusi Batamakan selalu memberikan update Memahami Equipment dan Supplies dalam Bisnis

 

Dalam menjalankan bisnis, peralatan merupakan aset penting untuk kelancaran operasional. Banyak yang keliru menyamakan peralatan dengan perlengkapan, padahal keduanya memiliki definisi dan karakteristik yang berbeda. Peralatan adalah aset tetap, sedangkan perlengkapan adalah barang habis pakai.

Apa itu Equipment?

 Dalam konteks bisnis dan industri, peralatan adalah aset yang digunakan untuk menjalankan aktivitas bisnis. Dengan kata lain, peralatan adalah aset tetap yang digunakan dalam jangka waktu lama.

Contoh peralatan meliputi mesin produksi, komputer, kendaraan, furnitur kantor, gudang, dan gedung operasional bisnis. Dibandingkan dengan perlengkapan, peralatan memiliki masa pakai yang lebih lama dan nilai investasi yang lebih tinggi.

Dalam laporan keuangan, peralatan dicatat sebagai aset tetap karena memiliki umur manfaat yang panjang dan digunakan dalam operasional bisnis. Jenis peralatan bervariasi tergantung pada jenis bisnis yang dijalankan.

Dalam bisnis katering, peralatan dapur adalah aset yang digunakan untuk mendukung operasional usaha. Contohnya meliputi kompor gas, pengukus, mixer spiral, dan kendaraan pengantar produk jadi.

Jenis- Jenis Equipment Perusahaan

Modal yang signifikan diperlukan untuk mendirikan sebuah perusahaan. Sebagian besar anggaran tersebut dialokasikan untuk pembelian peralatan yang penting dalam meningkatkan produktivitas bisnis.

Secara umum, peralatan diklasifikasikan menjadi dua jenis berdasarkan ukuran dan kinerjanya, yaitu:

1.Peralatan Kecil

Banyak yang mengira bahwa peralatan selalu berukuran besar. Padahal, setiap barang yang memenuhi kriteria sebagai alat pendukung operasional perusahaan dapat dikategorikan sebagai peralatan.

Contoh peralatan kecil meliputi obeng, kotak penyimpanan, tetikus komputer, kalkulator, dan lain-lain. Peralatan kecil ini juga diklasifikasikan sebagai aset tetap karena masa penggunaannya yang panjang.

 

2. Peralatan Besar

Jenis peralatan besar sangat beragam, tergantung pada bidang usaha. Peralatan besar umumnya merupakan aset perusahaan yang memiliki potensi menghasilkan pendapatan tinggi dan nilai jual kembali.

Contoh peralatan besar meliputi kendaraan pengangkut, mesin produksi, komputer besar, gedung kantor, dan gudang. Seperti peralatan kecil, peralatan besar juga dicatat sebagai aset tetap dan mengalami penyusutan nilai seiring waktu.

 

Mengenal Definisi Supplies

 Perlengkapan adalah barang habis pakai yang digunakan secara rutin oleh karyawan untuk mendukung kelancaran pekerjaan mereka. Umumnya, perlengkapan merupakan barang-barang kecil yang cepat habis dan perlu diganti secara berkala, seperti kertas, pensil, pulpen, dan tinta printer. Meskipun harganya relatif murah, pengeluaran untuk perlengkapan dapat menjadi signifikan, terutama bagi perusahaan besar.

 

Jenis-Jenis Supplies

Perlengkapan juga diklasifikasikan menjadi beberapa jenis berdasarkan fungsinya:

  • Perlengkapan Pabrik: Perlengkapan ini mendukung aktivitas produksi di pabrik, seperti alat pembersih atau bahan perawatan mesin.
  • Perlengkapan Kantor: Ini mencakup barang-barang seperti kertas, pulpen, spidol, dan tinta yang diperlukan untuk kegiatan operasional kantor.

Perlakuan Pajak Equipment

Sebagai aset tetap, peralatan memiliki aturan khusus terkait penyusutan dan pengakuan pajaknya.

1.Penyusutan

Penyusutan peralatan bertujuan untuk mengurangi beban pajak perusahaan.

Peralatan disusutkan dengan cara biaya perolehan dibagi selama masa manfaat.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72 Tahun 2023, penyusutan dilakukan sesuai dengan pengelompokan harta berwujud berdasarkan masa manfaat, seperti kelompok I, II, III, dan IV.

2.Pengakuan Pajak

Pengakuan dan perlakuan pajak atas penghasilan dari penggunaan peralatan diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).

Saat membeli peralatan, perusahaan mencatatnya dengan harga perolehan ditambah biaya tambahan agar peralatan siap digunakan.

Nilai tersebut kemudian dicatat dalam laporan keuangan dan penyusutannya dihitung menggunakan metode tertentu, seperti metode garis lurus atau saldo menurun.

Cara Merawat Equipment

Peralatan adalah aset investasi jangka panjang bagi perusahaan, oleh karena itu perawatan yang baik sangat penting untuk memastikan keawetan dan mencegah kerusakan. Anda dapat menerapkan tips berikut untuk merawat peralatan bisnis Anda:

  • Pelajari Cara Pengoperasian yang Benar: Pastikan semua pengguna memahami cara menggunakan peralatan sesuai petunjuk agar tidak terjadi kesalahan.
  • Gunakan Bahan Berkualitas: Pastikan bahan baku atau perlengkapan yang digunakan sesuai standar agar tidak merusak peralatan.
  • Jaga Kebersihan Peralatan: Bersihkan secara teratur agar tetap dalam kondisi baik dan jauhkan dari benda-benda yang dapat merusak.

Perawatan berkala, yang dilakukan setiap 6 bulan hingga 1 tahun, akan menjaga performa peralatan tetap optimal.

 

 

Wajib Pajak OP Bebas Sanksi: Pelaporan SPT Tahunan Diperpanjang Hingga 11 April 2025

Wajib Pajak OP Bebas Sanksi: Pelaporan SPT Tahunan Diperpanjang Hingga 11 April 2025

Wajib Pajak OP Bebas Sanksi: Pelaporan SPT Tahunan Diperpanjang Hingga 11 April 2025

PT Jovindo Solusi Batam akan memberikan informasi mengenai Wajib Pajak OP Bebas Sanksi: Pelaporan SPT Tahunan Diperpanjang Hingga 11 April 2025

Direktur Jenderal Pajak memberikan relaksasi batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi (OP). Relaksasi ini tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-79/PJ/2025.

Batas waktu relaksasi penyetoran dan pelaporan diperpanjang hingga 11 April 2025. Diktum kedua KEP 79/2025 menyatakan, ‘Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang terlambat melakukan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 29 Tahun Pajak 2024 dan/atau penyampaian SPT Tahunan PPh OP Tahun Pajak 2024, setelah tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal 11 April 2025, diberikan penghapusan sanksi administratif atas keterlambatan tersebut.

Berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi (OP) paling lambat tiga bulan setelah akhir tahun pajak. Oleh karena itu, SPT Tahunan PPh OP tahun pajak 2024 wajib disampaikan paling lambat 31 Maret 2025. Keterlambatan pelaporan akan dikenakan sanksi administrasi sebesar Rp100.000.

Dengan adanya relaksasi ini, Wajib Pajak dapat melaporkan SPT Tahunan paling lambat tanggal 11 April 2025 tanpa dikenakan sanksi. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjelaskan bahwa pembebasan sanksi dilakukan dengan tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP). Perlu diingat, pelaporan SPT Tahunan untuk tahun pajak 2024 dilakukan melalui aplikasi DJP Online.

KURS PAJAK

Kurs Pajak     

KMK Nomor 12/KM.10/KF.4/2025

Tanggal Berlaku: 26 Maret 2025 – 08 April 2025

No Mata Uang Nilai Perubahan
1 Dolar Amerika Serikat (USD) 16.465,00 59,00
2 Dolar Australia (AUD) 10.431,06 93,44
3 Dolar Kanada (CAD) 11.499,59 114,58
4 Kroner Denmark (DKK) 2.402,81 11,30
5 Dolar Hongkong (HKD) 2.118,66 7,39
6 Ringgit Malaysia (MYR) 3.715,18 11,71
7 Dolar Selandia Baru (NZD) 9.531,78 150,62
8 Kroner Norwegia (NOK) 1.560,00 23,76
9 Poundsterling Inggris (GBP) 21.364,60 142,06
10 Dolar Singapura (SGD) 12.356,43 52,70
11 Kroner Swedia (SEK) 1.629,91 7,60
12 Franc Swiss (CHF) 18.708,89 121,70
13 Yen Jepang (JPY) 11.045,80 – 42,95
14 Kyat Myanmar (MMK) 7,83 0,04
15 Rupee India (INR) 190,49 2,33
16 Dinar Kuwait (KWD) 53.502,46 303,67
17 Rupee Pakistan (PKR) 58,75 0,14
18 Peso Philipina (PHP) 287,36 1,18
19 Riyal Saudi Arabia (SAR) 4.389,58 15,52
20 Rupee Sri Lanka (LKR) 55,58 0,07
21 Baht Thailand (THB) 488,86 3,16
22 Dolar Brunei Darussalam (BND) 12.357,86 59,15
23 Euro Euro (EUR) 17.925,89 85,57
24 Yuan Renminbi Tiongkok (CNY) 2.274,37 9,48
25 Won Korea (KRW) 11,29 0,01

 

Note: untuk JPY adalah Nilai Rupiah per 100

 

 

Penyebab Kurang Bayar SPT Tahunan Adalah?

Penyebab Kurang Bayar SPT Tahunan Adalah?

Penyebab Kurang Bayar SPT Tahunan Adalah?

Jovindo Solusi Batamakan selalu memberikan updatePenyebab Kurang Bayar SPT Tahunan Adalah?

Dalam penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan/Masa pajak, terdapat istilah SPT kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Kurang bayar SPT Tahunan dapat disebabkan oleh berbagai faktor.

Saat pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan/Masa pajak secara daring melalui e-Filing, akan ada pemberitahuan mengenai status laporan pajak, yaitu nihil, kurang bayar, atau lebih bayar.

Perbedaan status pelaporan SPT

  • Status SPT nihil terjadi jika tidak terdapat kelebihan maupun kekurangan pembayaran pajak.
  • Status SPT kurang bayar muncul jika terdapat kekurangan pembayaran pajak yang wajib dilunasi.

Status SPT lebih bayar terjadi jika jumlah pajak yang telah dibayarkan melebihi jumlah pajak yang seharusnya dibayarkan, dan Wajib Pajak (WP) dapat mengajukan restitusi kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) kurang bayar atau lebih bayar diperoleh dengan mengurangkan PPh terutang dengan total kredit pajak, yang meliputi kredit pajak pada tahun pajak berjalan (PPh Pasal 25) dan kredit pajak dari pemotongan/pemungutan pihak ketiga (PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 24, dan PPh Pasal 26 yang bersifat tidak final).

Penyebab SPT Kurang Bayar

Sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 29, jika pajak terutang pada suatu tahun pajak lebih besar dari kredit pajak, kekurangan pembayaran pajak terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.

Ketentuan ini mewajibkan Wajib Pajak (WP) untuk melunasi kekurangan pembayaran pajak terutang sebelum Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan disampaikan, dan paling lambat pada batas akhir penyampaian SPT Tahunan.

Secara umum, SPT Tahunan kurang bayar disebabkan oleh Wajib Pajak yang berpindah kerja ke beberapa perusahaan dalam satu tahun dan/atau menerima penghasilan dari lebih dari satu pemberi kerja, di mana masing-masing penghasilan tersebut dikenakan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Penyebab lain kurang bayar SPT adalah jika Wajib Pajak belum melakukan pembayaran pajak atau salah mengisi tanggal pelunasan.

Jika Anda telah melakukan pembayaran, tetapi SPT tetap berstatus kurang bayar, kemungkinan jumlah pembayaran Anda kurang dari nilai kekurangan pembayaran pajak yang tertera pada SPT.

Status kurang bayar pada SPT dapat terjadi apabila, saat bekerja di lebih dari satu perusahaan, penghasilan Wajib Pajak belum melampaui lapisan Penghasilan Kena Pajak pertama.

Akibatnya, tarif pajak yang dikenakan adalah 5 persen. Namun, setelah penghasilan digabungkan, lapisan Penghasilan Kena Pajak (PKP) naik ke lapisan kedua, sehingga dikenakan tarif 15 persen.

Untuk menghindari kekurangan pembayaran pajak, sebaiknya saat berpindah pekerjaan, Anda meminta Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (1721-A1) dari perusahaan sebelumnya, agar dapat diperhitungkan oleh perusahaan baru dalam penghitungan PPh Pasal 21.

 

 

Cara Lapor SPT Online Kurang Bayar

 

Setelah Anda melunasi kekurangan pembayaran tersebut, langkah selanjutnya adalah melaporkan SPT Tahunan Anda.

Berikut adalah cara melaporkan SPT secara daring dengan status kurang bayar:

  1. Saat mengisi SPT daring formulir 1770 SS, kotak dialog pelaporan pajak pada bagian “A. Pada bagian ‘Pajak Penghasilan’, kolom yang menunjukkan kekurangan pembayaran pajak akan ditampilkan di bagian bawah. Dalam pengisian formulir 1770 S, kolom kurang bayar dapat ditemukan pada langkah ke-16.
  2. Pastikan Anda telah melunasi kekurangan pembayaran pajak. Jika sudah, pilih opsi “Sudah”. Kemudian, masukkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan tanggal setor pajak yang tertera pada bukti pembayaran.
  3. Jika Anda belum melakukan pembayaran, pilih opsi “Belum”. Kemudian, klik “Buat Kode Billing”. Lakukan pembayaran melalui ATM, m-banking, atau kantor pos. Setelah pembayaran, sunting SPT pada menu “Submit”.
  4. Masukkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan tanggal setor pajak yang tercantum pada bukti pembayaran.
  5. Ikuti langkah-langkah selanjutnya sampai Anda mencapai tahap pengiriman SPT.

 

Mengapa Harus Tetap Lapor SPT Tahunan?

Mengapa Harus Tetap Lapor SPT Tahunan?

Mengapa Harus Tetap Lapor SPT Tahunan?

 

PT Jovindo Solusi Batam akan memberikan informasi mengenai Mengapa Harus Tetap Lapor SPT Tahunan?

Kita telah memasuki akhir triwulan pertama tahun 2025, yang berarti batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) semakin dekat. Batas waktu pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi (OP) adalah 31 Maret, dan untuk Wajib Pajak Badan adalah 30 April.

Wajib Pajak yang tidak atau terlambat melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp100.000 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan Rp1.000.000 untuk Wajib Pajak Badan. Denda ini akan ditagihkan melalui Surat Tagihan Pajak (STP) yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Jika denda dalam STP tidak dilunasi dan Wajib Pajak tetap tidak melaporkan SPT Tahunan, Wajib Pajak berpotensi untuk dilakukan pemeriksaan pajak oleh otoritas pajak.

Meskipun pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan merupakan kewajiban rutin setiap tahun, masih terdapat keluhan di masyarakat mengenai hal tersebut. Mengapa Wajib Pajak tetap wajib melaporkan SPT Tahunan, padahal sudah membayar pajak? Mengapa pelaporan SPT Tahunan tidak ditetapkan langsung oleh fiskus? Mari kita telaah alasan filosofis yang mendasari kewajiban pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan oleh Wajib Pajak.

Kewajiban pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan diatur secara yuridis dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), yang telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).Pasal 3 ayat (3) UU KUP menyatakan bahwa batas waktu penyampaian SPT Tahunan adalah tiga bulan setelah akhir tahun pajak untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan empat bulan setelah akhir tahun pajak untuk Wajib Pajak Badan.

Kewajiban pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan di Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat, yang bertujuan untuk memastikan setiap Wajib Pajak melaksanakan kewajibannya dalam sistem perpajakan self-assessment.

Apa itu self-assessment system (SAS)?

Pada dasarnya, Sistem Self-Assessment (SAS) adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang, kepercayaan, dan tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang. Dalam SAS, Wajib Pajak dianggap sebagai entitas yang mandiri, kompeten, dan memiliki pemahaman perpajakan yang baik.

Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan Singapura menerapkan Sistem Self-Assessment (SAS). Negara-negara Nordik, seperti Swedia, juga berhasil menerapkan SAS dengan rasio pajak terhadap PDB (tax to GDP ratio) yang tinggi, berkat tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap pemerintah dan transparansi keuangan negara.

Setiap negara tersebut berhasil meningkatkan dan mempertahankan kepatuhan pajak (tax compliance) yang baik karena penerapan Sistem Self-Assessment (SAS) didukung oleh otoritas pajak yang kompeten, akuntabel, dan independen. Di Amerika Serikat, SAS dianggap sebagai tanggung jawab hukum yang serius. Budaya audit acak oleh Internal Revenue Service (IRS) mendorong disiplin Wajib Pajak karena risiko sanksi jika ditemukan ketidaksesuaian yang signifikan.

Sistem Self-Assessment (SAS) merupakan kepercayaan yang diberikan kepada Wajib Pajak, sehingga perlu disyukuri dan dijalankan dengan penuh integritas. Berikut adalah alasannya.

 

Pertama, Wajib Pajak memiliki kendali penuh atas perhitungan dan pelaporan pajak tanpa bergantung pada penetapan dari otoritas pajak. Hal ini memberikan fleksibilitas dan efisiensi dalam administrasi pajak pribadi atau perusahaan. Sesuai dengan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) yang telah diharmonisasi dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), Wajib Pajak wajib menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri jumlah pajak yang terutang.

 

Kedua, sistem ini menumbuhkan budaya kepatuhan pajak. Kepatuhan muncul bukan hanya karena pengawasan, tetapi juga karena kesadaran akan tanggung jawab sebagai warga negara.

Ketiga, kemudahan pelaporan pajak secara daring melalui e-Filing dan e-Form, yang nantinya akan terintegrasi penuh dalam sistem Coretax Direktorat Jenderal Pajak (Coretax DJP), memungkinkan Wajib Pajak menghemat waktu dan biaya tanpa perlu mengantre di kantor pajak.

Keempat, aspek kepastian hukum menjadi keuntungan dari SAS, karena perhitungan pajak didasarkan pada peraturan yang transparan. Wajib Pajak yang patuh tidak perlu khawatir akan pemeriksaan yang tidak berdasar. Pasal 13 ayat (1) UU KUP yang diperbarui oleh UU HPP menegaskan bahwa DJP hanya menerbitkan Surat Ketetapan Pajak jika terdapat indikasi ketidakpatuhan atau ketidaksesuaian.

Kelima, penghitungan pajak secara mandiri meningkatkan pemahaman Wajib Pajak, baik orang pribadi maupun badan, terhadap kondisi keuangan mereka. Hal ini mendorong pengelolaan keuangan yang lebih tertib dan transparan melalui pencatatan atau pembukuan

 

Keenam, Sistem Self-Assessment (SAS) memungkinkan Wajib Pajak untuk melakukan perencanaan pajak (tax planning) guna mengoptimalkan efisiensi pembayaran pajak secara legal, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Ketujuh, Sistem Self-Assessment (SAS) menanamkan nilai kejujuran dan tanggung jawab. Pelaporan yang akurat membangun budaya akuntabilitas, baik di tingkat individu maupun korporasi.

Pada dasarnya, Sistem Self-Assessment (SAS) diterapkan untuk kepentingan Wajib Pajak. Mari kita ingat kembali pernyataan Bapak Proklamator kita, Bung Hatta, bahwa ‘kurang cerdas bisa diperbaiki dengan belajar, kurang cakap bisa diatasi dengan pengalaman, tetapi jika tidak jujur, habislah sudah segalanya.’ Sistem Self-Assessment (SAS) mencerminkan kejujuran dan tanggung jawab kita sebagai warga negara. Dengan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan secara benar, kita menjaga nilai integritas dalam kehidupan sehari-hari. Mari laporkan SPT tepat waktu, karena jujur itu hebat.

Menghadapi Revolusi Industri 5.0 yang menekankan pada otomatisasi, digitalisasi, IoT, big data, dan AI dengan fokus pada manusia, DJP telah memfasilitasi pelaporan mandiri secara online melalui berbagai kanal yang tersedia. Apabila Anda mengalami kesulitan dalam pelaporan SPT Tahunan, jangan ragu untuk menghubungi Kring Pajak di 1500200 atau datang langsung ke kantor pajak.

KURS PAJAK

KURS PAJAK

Kurs Pajak     

KMK Nomor 11/KM.10/KF.4/2025

Tanggal Berlaku: 19 Maret 2025 – 25 Maret 2025

No

Mata Uang

Nilai

Perubahan

1

Dolar Amerika Serikat (USD)

16.406,00

11,00

2

Dolar Australia (AUD)

10.337,62

19,11

3

Dolar Kanada (CAD)

11.385,01

-18,22

4

Kroner Denmark (DKK)

2.391,51

39,08

5

Dolar Hongkong (HKD)

2.111,27

1,98

6

Ringgit Malaysia (MYR)

3.703,47

10,63

7

Dolar Selandia Baru (NZD)

9.381,16

51,22

8

Kroner Norwegia (NOK)

1.536,24

44,54

9

Poundsterling Inggris (GBP)

21.222,54

174,68

10

Dolar Singapura (SGD)

12.303,73

35,19

11

Kroner Swedia (SEK)

1.622,31

27,64

12

Franc Swiss (CHF)

18.587,19

129,83

13

Yen Jepang (JPY)

11.088,75

73,96

14

Kyat Myanmar (MMK)

7,79

-0,01

15

Rupee India (INR)

188,16

-0,02

16

Dinar Kuwait (KWD)

53.198,79

73,25

17

Rupee Pakistan (PKR)

58,61

0,02

18

Peso Philipina (PHP)

286,18

1,10

19

Riyal Saudi Arabia (SAR)

4.374,06

3,23

20

Rupee Sri Lanka (LKR)

55,51

-0,01

21

Baht Thailand (THB)

485,70

0,81

22

Dolar Brunei Darussalam (BND)

12.298,71

39,17

23

Euro Euro (EUR)

17.840,32

291,97

24

Yuan Renminbi Tiongkok (CNY)

2.264,89

5,62

25

Won Korea (KRW)

11,28

-0,02

 

Note: untuk JPY adalah Nilai Rupiah per 100

 

 

 

NPPN: Solusi Mudah Hitung Pajak WP Orang Pribadi

NPPN: Solusi Mudah Hitung Pajak WP Orang Pribadi

NPPN: Solusi Mudah Hitung Pajak WP Orang Pribadi

PT Jovindo Solusi Batam akan membahas Norma Penghitungan Penghasilan Neto ( NPPN ): Cara Mudah Menghitung Pajak untuk Wajib Pajak Orang pribadi.

Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas memiliki kewajiban perpajakan, termasuk menghitung penghasilan neto sebagai dasar pengenaan PPh. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyediakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) sebagai alternatif bagi WP OP yang tidak dapat menyusun pembukuan lengkap.

Dalam rangka penyederhanaan perhitungan penghasilan neto, WP OP dapat memanfaatkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) yang didasarkan pada persentase peredaran bruto, tanpa memerlukan laporan keuangan yang mendetail. Namun demikian, pemberitahuan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) harus disampaikan sebelum penerapan metode ini.

 

Apa Itu NPPN?

 Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) merupakan metode penyederhanaan penghitungan penghasilan neto yang didasarkan pada persentase tertentu dari peredaran bruto, yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sesuai dengan jenis usaha atau pekerjaan bebas yang dijalankan.

Metode Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) sangat sesuai bagi WP OP yang tidak menyelenggarakan pembukuan lengkap, namun tetap berkeinginan untuk memenuhi kewajiban perpajakan secara efisien. Mengingat DJP telah mengelompokkan sektor usaha dengan norma penghitungan yang bervariasi, WP OP perlu mengidentifikasi kategori usaha mereka sebelum mengajukan pemberitahuan penggunaan NPPN.

 

Keuntungan Menggunakan NPPN

Mudah dalam Perhitungan Pajak

Melalui Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN), WP OP dapat menghitung penghasilan neto dengan mengalikan total peredaran bruto dengan tarif norma yang telah ditetapkan sesuai jenis usaha atau pekerjaan, tanpa perlu menyusun pembukuan yang rinci. Hal ini secara signifikan mengurangi beban administratif dan mempercepat proses pelaporan pajak.

Kepastian Hukum dalam Perpajakan

Pengajuan pemberitahuan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) memberikan kepastian hukum kepada WP OP dalam perhitungan pajak, sehingga meminimalkan potensi sengketa akibat metode perhitungan yang tidak sesuai ketentuan. Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan mengacu pada norma yang telah ditetapkan, yang meningkatkan transparansi dan kemudahan pemahaman.

Beban Administrasi Lebih Ringan.

 Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) menyediakan solusi praktis bagi WP OP yang mengalami kesulitan dalam menyusun pembukuan lengkap. Dengan NPPN, WP OP cukup melaporkan peredaran bruto dalam SPT Tahunan PPh, tanpa perlu menyusun laporan keuangan yang rumit. Hal ini sangat membantu pengusaha kecil dan pekerja mandiri yang tidak memiliki sistem akuntansi yang kompleks.

Menghindari Sanksi dan Koreksi Pajak.

Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) menyediakan solusi praktis bagi WP OP yang mengalami kesulitan dalam menyusun pembukuan lengkap. Dengan NPPN, WP OP cukup melaporkan peredaran bruto dalam SPT Tahunan PPh, tanpa perlu menyusun laporan keuangan yang rumit. Hal ini sangat membantu pengusaha kecil dan pekerja mandiri yang tidak memiliki sistem akuntansi yang kompleks.

 

 Risiko Jika Tidak Mengajukan Pemberitahuan NPPN

 Apabila WP OP tidak menyampaikan pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN), mereka dianggap wajib menyelenggarakan pembukuan. Konsekuensinya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat mengenakan pajak berdasarkan laba usaha riil, yang berpotensi menghasilkan jumlah pajak yang lebih besar dibandingkan perhitungan menggunakan NPPN.

Risiko lain yang mungkin terjadi:

  •  Perhitungan pajak yang didasarkan pada laba riil yang tercantum dalam pembukuan akan menghasilkan jumlah pajak yang lebih besar.
  • Risiko pemeriksaan pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) meningkat apabila ditemukan ketidaksesuaian dalam laporan keuangan.
  • Perbedaan perhitungan antara metode norma dan pembukuan dapat mengakibatkan potensi pengenaan denda dan sanksi.

 

Bagaimana Cara Mengajukan Pemberitahuan NPPN?

 Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang bermaksud menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) wajib menyampaikan pemberitahuan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) paling lambat tanggal 31 Maret atau dalam tiga bulan pertama tahun pajak berjalan.

Pemberitahuan bisa dilakukan dengan dua cara:

  • Online: Melalui sistem DJP Online di https://djponline.pajak.go.id.
  • Offline: Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan dengan mendatangi langsung Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar.

Pengajuan pemberitahuan tepat waktu memungkinkan WP OP untuk memanfaatkan kemudahan perhitungan pajak menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) tanpa risiko pengenaan sanksi atau koreksi dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

 

Awas! Tidak Lapor atau Manipulasi SPT, Berisiko Pidana Penjara.

Awas! Tidak Lapor atau Manipulasi SPT, Berisiko Pidana Penjara.

Awas! Tidak Lapor atau Manipulasi SPT, Berisiko Pidana Penjara.

Jovindo Solusi Batam akan mengupas artikel Tidak Lapor & Manipulasi SPT, Bisa Kena Hukuman Penjara.

Batas akhir pelaporan SPT Tahunan pajak 2024 bagi wajib pajak orang pribadi adalah 31 Maret 2025, tersisa 7 hari lagi.

Apabila wajib pajak tidak melaksanakan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai dengan tenggat waktu yang telah ditetapkan, akan dikenakan sanksi administratif. Demikian pula, apabila SPT yang dilaporkan tidak akurat atau mengandung unsur manipulasi, wajib pajak dapat dikenakan sanksi, termasuk sanksi pidana.

Sanksi administratif berupa denda dan kenaikan jumlah pajak. Wajib pajak (WP) yang memberikan informasi tidak jujur dalam pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) juga dapat dikenakan sanksi pidana.

Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Ketentuan mengenai sanksi administratif diatur dalam Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Pasal 7 ayat 1 UU KUP mengatur sanksi administratif.

WP yang tidak lapor SPT dikenakan sanksi administrasi berupa:

  1. Denda SPT Masa PPN: Rp500.000.
  2. Denda SPT Masa lainnya: Rp100.000.
  3. Denda SPT PPh Wajib Pajak Badan: Rp1.000.000.
  4. Denda SPT PPh Orang Pribadi: Rp100.000.

Pasal 39 mengatur sanksi pidana bagi yang sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tidak benar/tidak lengkap, yang merugikan pendapatan negara.

“ Menurut data dari Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Kemenkeu, sanksi pidana atas pelanggaran tersebut meliputi pidana penjara dengan durasi 6 (enam) bulan hingga 6 (enam) tahun, dan denda sebesar 2 (dua) hingga 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.”

Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan untuk tahun pajak 2024 masih dapat dilakukan secara tatap muka di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat atau secara daring, dikarenakan implementasi sistem Coretax untuk publik baru akan dimulai pada tahun pajak 2025.

Berikut adalah prosedur pengisian dan pelaporan formulir SPT secara online:

  1. Wajib pajak mengakses DJP Online melalui www.pajak.go.id, baik di ponsel maupun laptop.
  2. Login: NIK/NPWP, password, kode keamanan.
  3. Setelah proses login berhasil, lanjutkan dengan memilih menu ‘Lapor’ dan layanan ‘e-Filing’ untuk memulai pembuatan SPT.
  4. Selanjutnya, pilih formulir SPT yang sesuai dengan penghasilan tahunan Anda, antara formulir 1770 atau 1770 S.
  5. Lengkapi formulir dengan informasi tahun pajak dan status Surat Pemberitahuan (SPT), kemudian klik ‘Langkah Selanjutnya’.
  6. Ikuti 18 langkah pengisian data, termasuk penghasilan final, harta, dan utang tahun pajak.
  7. Jika tidak ada utang pajak, status SPT akan muncul: nihil, kurang bayar, atau lebih bayar. Isi SPT sesuai status.
  8. Setelah selesai, klik ‘Setuju’. Kode verifikasi akan dikirim ke email/telepon terdaftar.
  9. Kirim SPT dengan memasukkan kode verifikasi.
  10. Email wajib pajak akan menerima tanda terima elektronik SPT Tahunan.
Cara Pengisian Surat Setoran Pajak (SSP) untuk Bayar Pajak

Cara Pengisian Surat Setoran Pajak (SSP) untuk Bayar Pajak

Cara Pengisian Surat Setoran Pajak (SSP) untuk Bayar Pajak

PT Jovindo Solusi Batam akan membahas ketentuan dan tata cara pengisian SSP untuk mempermudah pembayaran atau penyetoran kewajiban pajak Anda.

Pengisian Surat Setoran Pajak (SSP) yang benar sangat penting untuk kelancaran proses penyetoran dan pembayaran pajak Anda.

SSP untuk Setor dan Bayar Pajak

Surat Setoran Pajak (SSP) adalah formulir yang memuat informasi mengenai jumlah nominal pajak yang harus dibayar dan kode billing untuk melanjutkan proses pembayaran atau penyetoran pajak ke kas negara melalui bank persepsi.

Surat Setoran Pajak (SSP) juga dikenal sebagai bukti penyetoran pajak, yang merupakan bukti pembayaran sah. Pengisian SSP harus dilakukan dengan benar untuk menghindari kesalahan administrasi perpajakan.

Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan secara umum saat mengisi SSP:

  1. Dalam pengisian formulir SSP, Kode Akun Pajak (KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS) wajib merujuk pada Tabel Akun Pajak dan KJS yang telah ditetapkan oleh DJP.
  2. Meskipun WP dapat membuat formulir SSP secara mandiri, penting untuk memastikan bahwa bentuk dan isinya identik dengan formulir SSP standar yang dikeluarkan oleh DJP.
  3. Formulir SSPCP digunakan oleh WP yang menyetorkan penerimaan pajak impor atau kekurangan pembayaran pajak impor yang tidak ditagih dengan STP atau surat ketetapan pajak. Formulir ini mulai diberlakukan pada 1 Juli 2009.

Cara Mengisi SSP

Berikut adalah format atau tata cara pengisian formulir SSP pajak melalui e-Billing DJP:

  1. Kolom “Kotak Lembar” diisi dengan angka yang menunjukkan jumlah rangkap Surat Setoran Pajak (SSP) yang digunakan, misalnya 1, 2, dan seterusnya.
  2. Pada kolom “Untuk”, isikan tujuan penggunaan lembar SSP, seperti untuk arsip WP, KPPN, KPP, atau Kantor Penerima Pembayaran.
  3. Kolom “NPWP” diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) milik wajib pajak.
  4. Pada kolom “Nama WP”, isikan nama lengkap Wajib Pajak.
  5. Pada kolom “Alamat WP”, isikan alamat lengkap Wajib Pajak.

Catatan:

Jika Anda belum memiliki NPWP, maka:

  • Jika belum memiliki NPWP, kolom NPWP diisi dengan 00.000.000.0-XXX.000.
  • Isikan XXX dengan Nomor Kode KPP tempat transaksi atau objek pajak diadministrasikan.
  • Isikan nama dan alamat lengkap sesuai dengan data yang tertera pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas resmi lainnya.
  1. Pada kolom “NOP”, isikan Nomor Objek Pajak (NOP) sesuai dengan yang tertera di Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
  2. Pada kolom “Alamat Objek Pajak”, isikan alamat lengkap tempat Objek Pajak berada berdasarkan SPPT PBB.

Catatan:

Pengisian kolom Alamat Objek Pajak dilakukan khusus untuk transaksi yang terkait dengan tanah dan/atau bangunan, yaitu PBB sektor Pertambangan

  1. Isikan angka Kode Akun Pajak (KAP) pada kolom “Kode Akun Pajak.
  2. Pada kolom “Kode Jenis Setoran”, isikan angka Kode Jenis Setoran (KJS) untuk setiap jenis setoran pajak yang akan dibayar atau disetorkan.
  3. Pada kolom “Uraian Pembayaran”, isikan informasi tambahan mengenai pembayaran yang tidak dapat dimasukkan pada kolom yang sudah ada.
  4. Pada kolom “Masa Pajak”, beri tanda silang (X) pada kolom Masa Pajak yang sesuai dengan periode pajak yang dibayar atau disetor. Untuk pembayaran atau penyetoran lebih dari satu Masa Pajak, gunakan 1 (satu) SSP untuk setiap Masa Pajak.
  5. Pada kolom “Tahun Pajak”, isikan Tahun Pajak yang bersangkutan.
  6. Pada kolom “Nomor Pajak”, isikan nomor ketetapan yang tertera pada SKPKB, SKPKBT, atau STP, khusus untuk pembayaran atau penyetoran pajak yang kurang dibayar atau disetor berdasarkan surat ketetapan pajak, STP, atau putusan lainnya.
  7. Pada kolom “Jumlah Pembayaran”, isikan angka nominal jumlah pajak yang dibayar atau disetorkan, dalam rupiah tanpa desimal.

Pembayaran pajak yang menggunakan mata uang Dolar Amerika Serikat (USD) oleh Wajib Pajak (WP) yang diwajibkan membayar pajak dalam USD, harus diisi secara lengkap hingga sen.

  1. Pada kolom “Terbilang”, isikan jumlah nominal pajak yang dibayar atau disetorkan dengan huruf latin dan Bahasa Indonesia.
  2. Pada kolom “Diterima oleh Kantor Penerima Pembayaran”, isikan tanggal penerimaan pembayaran atau setoran, tanda tangan dan nama jelas petugas, serta cap/stempel Kantor Penerima Pembayaran.
  3. Pada kolom “Wajib Pajak/Penyetor”, isikan tempat dan tanggal pembayaran atau penyetoran, tanda tangan, NPWP, nama jelas Wajib Pajak/Penyetor, dan stempel usaha (jika ada).
  4. Pada kolom “Ruang Validasi Kantor Penerima Pembayaran”, isikan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) beserta Nomor Transaksi Bank (NTB), Nomor Transaksi Pos (NTP), atau Nomor Transaksi Lainnya (NTL) sesuai dengan jenis transaksi pembayaran.

Bentuk Lain Sejenis SSP untuk Bayar Pajak

Terdapat sarana administrasi lain yang fungsinya disamakan dengan SSP, antara lain:

  1. Bukti Penerimaan Negara (BPN)

Apabila pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan secara elektronik atau melalui Bank Persepsi, Wajib Pajak (WP) akan menerima Bukti Penerimaan Negara (BPN).

  1. Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP)

SSPCP dipergunakan untuk pembayaran dan penyetoran PPh Pasal 22 impor, PPN impor, PPnBM impor, serta PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri.

Jadi, SSPCP adalah SSP, yang di gunakan oleh importir, atau wajib bayar, dalam rangka impor.

  1. Bukti Pbk (Pemindahbukuan)

Bukti Pbk digunakan sebagai dasar untuk memindahkan pembayaran pajak melalui proses Pemindahbukuan.

  1. Formulir Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) digunakan untuk pembayaran Cukai Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri.

SSPCP digunakan oleh pengusaha untuk membayar cukai barang kena cukai dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri.

  1.  Bukti penerimaan pajak lainnya yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) membuat kelima sarana administrasi tersebut sah. Akan tetapi, khusus untuk Pemindahbukuan dan Bukti Pbk, pengesahan memerlukan tanda tangan dari pejabat berwenang yang menerbitkan Bukti Pbk.

Ketentuan Mata Uang untuk Setor Pajak

 Pembayaran dan penyetoran pajak, secara umum, di lakukan dalam mata uang Rupiah. Tetapi, ada pengecualian, bagi Wajib Pajak, dengan kriteria:

  1. Telah mendapatkan izin, menyelenggarakan pembukuan, dalam Bahasa Inggris, dan mata uang dolar Amerika Serikat (USD), yang melakukan pembayaran PPh Pasal 25, PPh Pasal 29, dan PPh Final, yang di bayar sendiri oleh WP, serta Surat Ketetapan Pajak, dan Surat Tagihan Pajak, yang di terbitkan dalam mata uang USD, dengan mata uang dolar AS.
  2. Meskipun telah menyampaikan pemberitahuan tertulis untuk menyelenggarakan pembukuan dalam Bahasa Inggris dan Dolar Amerika Serikat (USD) sesuai peraturan perpajakan, Wajib Pajak tetap memiliki opsi untuk membayar PPh Pasal 25, PPh Pasal 29, dan PPh Final yang dibayar sendiri dalam Rupiah.
Rumus dan Cara Menghitung PPh Badan Terutang

Rumus dan Cara Menghitung PPh Badan Terutang

Rumus dan Cara Menghitung PPh Badan Terutang

Jovindo Solusi Batam akan memberikan informasi mengenai Rumus dan Cara Menghitung PPh Badan Terutang.

Terdapat perbedaan dalam rumus dan cara menghitung PPh Badan terutang dibandingkan dengan PPh orang pribadi. Perhitungan PPh Badan terutang didasarkan pada Penghasilan Kena Pajak (PKP).

Rumus Menghitung PPh Wajib Pajak Badan Berdasarkan Omzet

Selain itu, perlu juga dipahami mengenai peredaran bruto dan perannya dalam penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Badan. Peredaran bruto adalah total penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak, baik orang pribadi maupun badan. Berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku, penghitungan pajak berdasarkan peredaran bruto adalah sebagai berikut:

Wajib Pajak Badan yang memiliki omzet di bawah Rp4,8 miliar.

Wajib Pajak Badan dengan peredaran bruto kurang dari Rp4,8 miliar per tahun dapat menggunakan fasilitas PPh Final berdasarkan PP 23/2018 yang diperbarui dengan PP Nomor 55 Tahun 2022, dalam jangka waktu yang dibatasi.

Wajib Pajak Badan yang memiliki omzet dari Rp4,8 miliar sampai Rp50 miliar.

Wajib Pajak Badan dapat memperoleh fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). Fasilitas ini diatur dalam Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).Kebijakan ini didasarkan pada prinsip keadilan dan peningkatan daya saing pada wajib pajak badan agar dapat semakin mudah berkembang.

Wajib Pajak Badan yang memiliki omzet di atas Rp50 miliar.

Pajak Penghasilan (PPh) Badan terutang bagi Wajib Pajak Badan dengan peredaran bruto lebih dari Rp50 miliar dihitung berdasarkan ketentuan umum, yaitu tarif PPh Badan dikalikan Penghasilan Kena Pajak (PKP).

Lalu, bagaimana cara menentukan penghasilan bruto?                       

Ketentuan terkait peredaran bruto terdapat dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ/2015.

Peredaran bruto dihitung dari penghasilan yang diterima atau diperoleh setelah dikurangi retur, potongan penjualan, atau potongan tunai yang berasal dari seluruh usaha, baik di Indonesia maupun di luar negeri, yaitu:

  1. Dari kegiatan utama
  2. Dari luar kegiatan usaha

Cara Menghitung PPh Badan Terutang

 Memahami cara menghitung pajak terutang sesuai rumus PPh terutang memungkinkan Wajib Pajak Badan untuk mengetahui dan memenuhi kewajiban pembayaran PPh Badan terutang dengan benar. Berikut adalah cara menghitung PPh terutang dan contoh perhitungan PPh Badan terutang untuk WP Badan AA yang berdomisili di dalam negeri dengan peredaran bruto hingga Rp50 miliar. AA berhak atas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif pajak badan sesuai Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh, yang berlaku untuk perusahaan dengan peredaran bruto hingga Rp4,8 miliar.

A. Cara menghitung PPh terutang bagi perusahaan dengan peredaran bruto kurang dari Rp4,8 miliar.

Rumus PPh Badan terutang bagi Wajib Pajak Badan AAA adalah:

(50% x tarif PPh Badan x Penghasilan Kena Pajak).

Sebagai contoh, PT AAA pada tahun 2023 memiliki omzet Rp4,5 miliar dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp900 juta. Maka, perhitungan PPh Badan terutang PT AAA adalah:

= (50% x 20% x Rp900 juta)
= Rp90 juta

 B. Cara menghitung PPh Badan terutang bagi perusahaan dengan peredaran bruto antara Rp4,8 miliar dan Rp50 miliar.

Wajib Pajak Badan dengan omzet antara Rp4,8 miliar sampai Rp50 miliar dapat menggunakan rumus PPh Badan terutang sebagai berikut: [(50% x tarif PPh Badan) x PKP yang mendapat diskon tarif] + [tarif PPh Badan x PKP tanpa diskon tarif]. Contoh perhitungan PPh Badan terutang untuk PT BBB di tahun 2023 dengan omzet Rp25 miliar adalah (dengan asumsi ada bagian PKP yang mendapat dan tidak mendapat diskon tarif):

= (Rp4.800.000.000 / Rp25.000.000.000) x Rp2.000.000.000.
= 384 juta

Oleh karena itu, untuk menghitung jumlah PPh terutang dari bagian Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang tidak mendapatkan fasilitas pengurangan tarif, perhitungannya adalah:

= Rp2 miliar – Rp384 juta
= Rp1,616 miliar

Jadi, jumlah PPh terutang PT BBB adalah:

= (50% x 20%) x Rp384 juta = 38,4 juta
= 20% x Rp1,616 miliar = 323,2 juta
Jumlah PPh Terutang adalah:
= Rp38,4 juta + 323,2 juta
= 361,6 juta

 C. Cara menghitung PPh Badan terutang bagi perusahaan dengan peredaran bruto lebih dari Rp50 miliar.

Jika omzet perusahaan melebihi Rp50 miliar, bagaimana cara menghitung PPh Badan terutang?

Perusahaan dengan omzet di atas Rp50 miliar dikenakan tarif PPh Badan umum tanpa diskon tarif. Tarif PPh Badan yang berlaku adalah 22%. Contoh perhitungan PPh Badan terutang PT CCC di tahun 2025 dengan omzet Rp70 miliar (dengan asumsi PKP Rp10 miliar) adalah:

= 20% x Rp70 miliar
= Rp14 miliar

 D. Cara menghitung PPh Badan terutang untuk perusahaan berbentuk Perseroan Terbuka (Tbk).

Perseroan Terbuka sebagai Wajib Pajak Badan dapat memperoleh penurunan tarif PPh sebesar 5% dari tarif PPh Badan umum, sesuai ketentuan UU HPP. Untuk memperoleh fasilitas ini, Perseroan Terbuka harus memenuhi syarat-syarat berikut:

  • 40% dari total saham yang disetor diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.
  • Saham dimiliki oleh paling sedikit 300 pihak publik, termasuk badan hukum dan individu.
  • Kepemilikan saham oleh setiap pihak publik tidak melebihi 5% dari total saham yang disetor penuh, dan persyaratan ini harus terpenuhi selama 183 hari kalender dalam satu tahun pajak.