Pajak Penghasilan Pasal 22

Pajak Penghasilan Pasal 22

PT Jovindo Solusi Batam memberikan layanan konsultasi, pembukuan, dan manajemen perpajakan. Kami telah bersertifikat resmi dan berpengalaman dalam menangani permasalahan perpajakan. Kali ini, PT Jovindo Solusi Batam akan memberikan informasi terkait pajak penghasilan pasal 22. Simak informasinya berikut ini.

Pengertian Pasal Penghasilan (PPh) Pasal 22

PPh Pasal 22 atau Pajak Penghasilan Pasal 22 dipungut atas beberapa badan usaha milik pemerintah dan swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor, dan re-impor. Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) merupakan salah satu jenis pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadap wajib pajak dan dihubungkan dengan kegiatan perdagangan barang, sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 Tahun 2008.

Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22

  1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang dikenakan PPh Pasal 22 atas impor barang;
  2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah, dan lembaga negara lainnya, sehubungan dengan pembayaran pembelian barang;
  3. Bendahara Pengeluaran adalah pembayaran atas barang-barang yang dibeli dengan metode uang persediaan (UP).
  4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat yang menerbitkan Perintah Pembayaran berdasarkan pendelegasian Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), sehubungan dengan pembayaran pengadaan produk kepada pihak ketiga yang dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung (LS);
  5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dikuasai negara melalui penyertaan langsung yang berasal dari kekayaan negara tersendiri.
  6. Industri serta eksportir, sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan untuk memperoleh barang dari pedagang pengumpul untuk keperluan industri atau ekspor.
  7. Industri atau badan usaha yang membeli komoditas pertambangan batubara, mineral logam, atau mineral bukan logam dari perusahaan atau orang yang memiliki izin usaha pertambangan. Wajib Pajak Badan atau Badan Swasta yang wajib memungut PPh Pasal 22 atas penjualan antara lain:

a. Badan Usaha yang bergerak dalam industri semen, kertas, baja, otomotif, dan farmasi, atas penjualan hasil produksi kepada penyalur dalam negeri;

b. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor untuk penjualan kendaraan bermotor dalam negeri;

c. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas untuk penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;

d. Badan usaha yang bergerak pada bidang usaha industri baja yang merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang terintegrasi dengan industri antara dan industri hilir.

e. Pedagang Pengumpul adalah badan usaha atau perseorangan yang melakukan kegiatannya yaitu:

  • pengumpulan barang hasil hutan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
  • memasarkan barang-barang tersebut kepada perusahaan industri dan eksportir di sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.

f. Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2015, pemerintah menaikkan pemungut PPh Pasal 22 menjadi wajib pajak usaha yang menjual produk sangat premium.

Objek Pajak Penghasilan Pasal 22

Lihat lampiran berikut mengenai objek PPh Pasal 22 berupa impor produk mewah tertentu, sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2016.

Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22

1.Atas Impor

  • menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;
  • non-API = 7,5% x nilai impor;
  • tidak terkendali = 7,5% x harga jual lelang.

2. BUMN/BUMD = 1,5% x harga pembelian (belum termasuk PPN dan belum final) atas barang yang dibeli oleh DJPB, Bendahara Pemerintah.

3. Penjualan hasil produksi diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak yang menyatakan:

  • Kertas = 0,1% x PPN DPP (Tidak Final)
  • Semen = 0,25% x PPN DPP (Tidak Final)
  • Baja = 0,3% x PPN DPP (Tidak Final)
  • Otomoti = 0,45% x PPN DPP (Tidak Final)

4. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas yang menjual atau menyediakan hasil atau barang penjualan hasil produksinya adalah sebagai berikut:

  • Ketetapan pajak penghasilan terhadap distributor/agen bersifat final berdasarkan Pasal 22. Selain itu, distributor/agen bukan merupakan otoritas final.

5. Ditetapkan sebesar = 0,25% x harga beli (tidak termasuk PPN) untuk bahan yang dibeli dari pedagang pengumpul untuk keperluan industri atau ekspor.

6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir pengguna API = 0,5% x nilai impor.

7. Penjualan

  • Pesawat pribadi senilai lebih dari Rp 20.000.000.000
  • Kapal pesiar dan sejenisnya bernilai lebih dari Rp10.000.000.000,-
  • Rumah dan tanah yang harga jual atau pengalihannya lebih besar dari Rp10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
  • Apartemen, kondominium, dan bangunan serupa yang mempunyai harga jual atau pengalihan lebih besar dari Rp 10.000.000.000 dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
  • Kendaraan bermotor roda empat yang mengangkut kurang dari sepuluh orang, seperti sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi-purpose vehicle (MPV), minibus, dan sejenisnya, dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. 5% dari harga jual dikurangi PPN dan PPnBM.

8. Pemotongannya 100% lebih besar dari tarif PPh Pasal 22 bagi masyarakat yang tidak memiliki NPWP.

Pengecualian Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22

Berikut daftar pengecualian Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22:

  1. Impor dan/atau penyerahan barang yang tidak dikenakan pajak penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengecualian ini harus dicantumkan dalam Surat Keterangan Pembebasan Pajak Penghasilan Pasal 22 dari Direktur Jenderal Pajak.
  2. Impor barang bebas bea masuk:
  • dilakukan di Kawasan Berikat (kawasan bebas bea masuk sampai barang tersebut dibebaskan untuk diimpor, diekspor, atau diimpor kembali) dan Tempat Produksi untuk Tujuan Ekspor (EPTE), yaitu tempat penyimpanan barang dagangan karena importir tidak membayar bea masuk benar;
  • sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan 7 PP Nomor 6 Tahun 1969 tentang Bea Masuk, sebagaimana telah direvisi dan terakhir diperkuat dengan PP Nomor 26 Tahun 1988 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1973;
  • dalam bentuk pemberian hadiah;
  • untuk penelitian ilmiah.
  1. Pembayaran penyerahan barang dibebankan pada belanja negara/daerah yang jumlahnya kurang dari Rp 2.000.000,- (tidak dipecah-pecah).
  2. Pembayaran bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, produk pos, dan telepon.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *