Sebagai Objek PPh Pasal 4 ayat (2), Ini Dia Sengketa Biaya Sewa Mesin Pabrik

Sebagai Objek PPh Pasal 4 ayat (2), Ini Dia Sengketa Biaya Sewa Mesin Pabrik

Konsultan Pajak Batam-Semakin banyak orang yang mengandalkan konsultan pajak untuk menangani permasalahan pada jasa konsultasi pajak, jasa lapor spt tahunan, jasa laporan pajak, jasa laporan pajak murah, dan jasa manajemen pph 23 yang sudah tersedia berbagai kota besar seperti Jakarta, Medan, Batam, Surabaya, Bali dan kota lain yang berkaitan dengan perpajakan. Nah kali ini kita akan menjelaskan tentang Sengketa Biaya Sewa Mesin Pabrik Sebagai Objek PPh Pasal 4 ayat (2), mari disimak artikel dibawah ini agar tahu lebih informasi selengkapnya.

Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum mengenai biaya sewa mesin pabrik dan fotokopi sebagai objek PPh Pasal 4 ayat (2).

Otoritas pajak menemukan adanya objek PPh Pasal 4 ayat (2) yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan wajib pajak sehingga menyebabkan kurang bayar. Objek yang dimaksud adalah biaya sewa mesin pabrik dan fotokopi.

Biaya sewa mesin pabrik dan fotokopi bukan objek PPh Pasal 23. Oleh karena itu, otoritas pajak melaksanakan reklasifikasi objek PPh Pasal 23 menjadi PPh Pasal 4 ayat (2) atas biaya sewa mesin pabrik dan fotokopi.

Wajib pajak mengatakan tidak semua biaya sewa yang tercatat dalam laporan laba rugi adalah objek PPh Pasal 4 ayat (2). Wajib pajak sepakat biaya sewa tanah dan bangunan dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2).

Untuk biaya sewa mesin pabrik dan fotokopi tidak tergolong dalam objek PPh Pasal 4 ayat (2), akan tetapi objek PPh Pasal 23. Terhadap objek PPh Pasal 23 telah dilaksanakan kewajiban perpajakannya.

Pada akhirnya Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Tetapi pada tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Baca Juga: Cara Mendaftar NPWP

Kronologi

Wajib pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatan terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak mengatakan bahwa biaya sewa yang tercatat dalam laporan laba rugi wajib pajak tidak semuanya termasuk objek PPh Pasal 4 ayat (2). Ada pula biaya sewa atas tanah dan bangunan yang termasuk objek PPh Pasal 4 ayat (2).

Untuk biaya sewa mesin pabrik dan fotokopi tidak dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2), akan tetapi PPh Pasal 23. Oleh sebab itu, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyimpulkan bahwa koreksi otoritas pajak sebesar Rp.963.872.714 tidak dapat dipertahankan.

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak atas permohonan banding tersebut. Dengan terbitnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 41237/ PP/M.III/25/2012 tertanggal 8 November 2012, otoritas pajak dapat mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 21 Februari 2013.

Pokok sengketa pada perkara a quo adalah koreksi Dasar dalam Pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar Rp.963.872.714 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

Pemohon PK mengatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK melakukan koreksi berdasarkan ekualisasi laporan laba rugi dengan SPT yang telah disampaikan oleh Termohon PK kepada Pemohon PK.

Baca Juga: Strategi Pajak yang bisa di Terapkan Dalam Perkembangan Bisnis

Berdasarkan pemeriksaan tersebut, Pemohon PK menemukan adanya objek PPh Pasal 4 ayat (2) yang tidak dilaporkan dalam SPT oleh Termohon PK yang menyebabkan kurang bayar. Objek yang dimaksud adalah biaya sewa mesin pabrik dan fotokopi.

Pemohon PK menilai bahwa biaya sewa mesin pabrik dan fotokopi bukan merupakan objek PPh Pasal 23.

Pada saat pemeriksaan hingga pembahasan akhir, Termohon PK tidak memberikan dokumen-dokumen yang diminta oleh Pemohon PK. Dokumen yang dimaksud baru diserahkan Termohon PK saat proses persidangan banding.

Sesuai Pasal 26A ayat (4) UU KUP, data yang tidak diberikan saat pemeriksaan tidak dapat dipertimbangkan dalam proses keberatan. Dengan begitu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK dapat dipertahankan.

Termohon PK berdalil bukti-bukti yang dapat mendukung argumennya di atas telah diserahkan ke Pemohon PK. Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) No. 73/WPJ.08/KP.0705/2009 pada 30 Maret 2009, Termohon PK memberikan bukti-bukti antara lain, SPT PPh badan dan lampirannya, bukti pemotongan pajak, akta pendirian dan perubahan, laporan keuangan, general ledger, serta rekening koran atas transaksi yang dilakukan. Dengan demikian, reklasifikasi yang dilakukan oleh Pemohon PK tidak tepat.

Pertimbangan Mahkamah Agung

Mahkamah Agung menyebutkan bahwa alasan yang diberikan oleh permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan pajak yang menyatakan akan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat. Berikut ini dua pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak :

Baca Juga: Diubahnya Tata Cara Pemeriksaan Pajak Dengan Terbitnya PMK 18/2021

Pertama, koreksi DPP PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar Rp.963.872.714 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji seluruh dalil dari para pihak, pendapat dari Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti yang terungkap dalam persidangan dan pertimbangan hukum dari Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, para perkara a quo, reklasifikasi objek PPh Pasal 23 diubah menjadi PPh Pasal 4 ayat (2) atas sewa mesin pabrik dan fotokopi yang tidak dapat dibenarkan. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak dinilai sudah benar dan sesuai dengan fakta dan peraturan. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan begitu saja.

Jadi, berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak memiliki alasan yang pasti sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan akan dihukum untuk membayar biaya dalam perkara tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *