Apa Perbedaan Lapor SPT Tahunan Saat Single dan Married

Apa Perbedaan Lapor SPT Tahunan Saat Single dan Married

PT Jovindo Solusi Batam adalah perusahaan yang melayani jasa konsultan pajak serta jasa pembukuan. PT Jovindo Solusi Batam telah berpengalaman atas berbagai permasalah perpajaka Anda. Pada kesempatan ini, PT Jovindo Solusi Batam akan menerangkan informasi terkait Perbedaan Lapor SPT Tahunan Saat Single dan Married. Simak penjelasan berikut ini.

Adanya perbedaan dalam pelaporan SPT Tahunan bagi wanita kawin (istri) yang menggabungkan NPWP suami dan istri yang memiliki NPWP sendiri. Jika NPWP istri digabung dengan suami, maka pelaporan dan kewajiban perpajakan lainnya itu adalah urusan pihak suami. Jika seorang istri yang tidak hidup dengan terpisah atau tidak melakukan perjanjian atas pemisahan penghasilan dan harta dengan tertulis, maka hak dan kewajiban perpajakannya tersebut wajib digabungkan dengan hak dan kewajiban perpajakan suaminya.

Namun, jika istri lebih memilih untuk tidak menggabungkan NPWP dengan suami maka bisa saja dilakukan. Untuk mendaftar NPWP istri terpisah, istri harus menyertakan surat pernyataan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta agar dapat membuat NPWP yang berbeda. Status pernikahan tersebut akan berpengaruh terhadap besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang dikenakan pada seseorang. PTKP adalah batasan penghasil yang tidak dikenakan pajak, yang artinya jika penghasilan seseorang tidak melebihi TKP maka tidak dikenakan PPh. Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 101/PMK.010/2016, besaran PTKP yaitu :

  1. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi tidak kawin yaitu sebesar Rp54.000.000
  2. Tambahan untuk Wajib Pajak dengan sebesar Rp4.500.000
  3. Bagi istri yang penghasilannya digabung dengan suami yaitu sebesar Rp54.000.000
  4. Tambahan untuk tiap anggota keluarga yang sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, itu menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga yaitu sebesar Rp4.500.000

Menurut Pasal 17 Undang – Undang No. 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang – Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, berikut ini perhitungan pengenaan PPh atas penghasilan dengan menggunakan tariff progresif dengan mengacu pada pengurangan PTKP diatas, diantaranya yaitu :

  1. Sampai dengan Rp50.000.000 = 5%
  2. Diatas Rp50.000.000 sampai Rp250.000.000 = 15%
  3. Diatas Rp250.000.000 sampai Rp500.000.000 = 25%
  4. Diatas Rp500.000.000 = 30%

Adapun perbandingan perhitungan PPh sebelum dan sesudah kawin, diantaranya yaitu :

  1. Perhitungan PPh sebelum kawin

Jika seseorang belum kawin maka PTKP nya sebesar Rp54.000.000, sebagai contohnya :

Jika Rendi memiliki penghasilan neto di 1 tahun sebesar Rp150.000.000 dan belum memiliki tanggungan, maka penghitungan PPh Rendi ialah penghasilan neto dikurangi dengan PTKP. Sehingga PKP Rendi yaitu sebesar Rp96.000.000.

PKP Rendi dikenai tarif progresif, maka PPh terutang ialah (5%xRp50.000.000) + (15%xRp46.000.000) = Rp2.500.000 + Rp6.900.000 = Rp9.400.000. PPh terutang ini telah dipotong oleh pemberi kerjanya, sehingga Rendi memiliki kewajiban untuk melaporkannya di SPT Tahunan dan tidak ada kekurangan pembayaran PPh.

  1. Penghitungan PPh setelah kawin
  • Jika NPWP suami-istri digabung

Sebagai contohnya :

B sebagai suami yang sudah kawin dengan C yang sebagai istri dan memiliki 2 anak. B memiliki penghasilan neto Rp200.000.000 dalam setahun dan C memiliki penghasilan neto Rp150.000.000 dalam setahun. PKP b yaitu penghasilan neto Rp200juta – PTKP (K/2) Rp67,5 juta = Rp132,5 juta. Maka PPh terutangnya sebesar Rp14.875.000. PPh terutang B tinggal melaporkannya saja di SPT Tahunan dan tidak terdapat kurang bayar PPh.

Untuk penghitungan PPh C ialah penghasilan neto Rp150juta – PTKP (TK/0) Rp54 juta = Rp96 juta. Maka PPh terutangnya sebesar Rp9.400.000. PPh C telah dipotong oleh pemberi kerjanya sehingga angka ini hanya dilaporkan di SPT Tahunan suami dan tidak ada kurang bayar PPh. Keuntungan yang dirasakan pasangan yang sudah kawin dengan memilih NPWP suami istri digabung adalah PPh terutang suami dan istri tidak akan mengalami kurang bayar atau dianggap final.

  • Jika NPWP suami-istri dipisah

Sebagai contohnya:

Jika B dan C memilih untuk memiliki NPWP terpisah, maka akan dikenakan PTKP K/I/2 dengan sebesar Rp121.500.000. Pada PPhnya, penghasilan B dan C digabung dan totalnya sebesar Rp350.000.000. PPh terutang gabungan B dan C dihitung dengan menggunakan tarif progresif (5%xRp50 juta) + (15%xRp178,5 juta) = Rp29.275.000. Setelah didapatkan PPh terutang gabungan, lalu B dan C menghitung PPh terutang masing – masing. Untuk PPh terutang B adalah (Rp200 juta/Rp350 juta) x Rp29.275.000 = Rp16.728.571. Karena di tempat bekerja B sudah memotong sebesar Rp14.875.000, maka PPh kurang bayar B sebesar Rp1.853.571. PPh terutang kurang bayar ini akan dicicil setiap bulan di tahun berikutnya sebagai PPh 25.

Berikutnya, pada penghitungan PPh terutang C adalah (Rp150 juta/Rp350 juta) x Rp29.275.000 = Rp12.546.429. Karena di tempat bekerja C sudah memotong sebesar Rp9.400.00, maka PPh kurang bayar C sebesar Rp3.146.429. PPh terutang kurang bayar ini akan dicicil setiap bulan di tahun berikutnya sebagai PPh 25.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *