Wanita Menikah yang Tidak Bekerja, Wajib Tau Pajak ini!

Konsultan Pajak Batam-Banyak masyarakat yang ingin menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN mereka,  pelaporan pajak online atau untuk layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan di Surabaya, maupun di daerah lainnya yang terkait pajak. Nah, kami akan memberikan anda penjelasan tentang “Wanita Menikah yang Tidak Bekerja, Wajib Tau Pajak ini!”

Banyak sekali wanita yang memutuskan untuk bekerja dan mempunyai penghasilan sendiri. Dalam hal itu harapannya akan memudahkan mereka untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang baik. Menurut peraturan pemerintah yang berlaku mengenai pajak, orang yang mempunyai  penghasilan wajib membayar pajak dan juga besarannya dibayarkan sesuai dengan peraturan yang ada.

Kewajiban membayar pajak tersebut membuat seseorang wajib mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Nomor Pokok Wajib Pajak tersebut dibutuhkan untuk memudahkan saat pelaporan SPT (Surat Pemberitahunan Tahunan) pajak. Karena itu, karyawan biasanya juga diwajibkan untuk mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) oleh perusahaan.

Berapa tarif PPh 21 yang harus dibayar karyawan?

Pajak ini adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pribadi Pasal 21. Di mana penghasilannya itu berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan lain sebagainya yang dikenakan pajak penghasilan. Tarif PPh 21 itu berbeda-beda tergantung dari besaran penghasilan.

Berdasarkan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen Pajak) No.32/2015, tarif PPh 21 adalah sebagai berikut:

  • Untuk yang penghasilannya dalam satu tahun sebesar 000.000 maka tarif PPh 21 sebesar 5%,
  • Untuk penghasilan setahun sebesar Rp50.000.000 sampai dengan Rp250.000.000 tarif PPh 21 sebesar 15%,
  • Untuk yang penghasilannya dalam satu tahun sebesar Rp250.000.000 sampai dengan 000.000 tarif PPh 21 sebesar 25%, dan
  • Untuk penghasilan di atas Rp500.000.000 tarif PPh 21 sebesar 30%. Untuk yang tidak mempunyai NPWP akan dikenai tarif 20%

Jika wanita sudah menikah dan ia tidak bekerja, apakah wanita tersebut akan terbebas dari membayar PPh 21?

Tidak jarang wanita keluar dari pekerjaannya setelah menikah walaupun telah mempunyai karir yang sangat baik. Meninggalkan pekerjaannya untuk menjadi ibu rumah tangga dan juga fokus pada keluarga seringkali menjadi pilihan seorang wanita. Apabila berhenti bekerja, maka penghasilannya pun akan terhenti. Hal tersebut perlu diperhatikan karena sebagai pemilik Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), seseorang wajib untuk melakukan pelaporan SPT pajaknya secara teratur.

Lantas bagaimana jika karyawan itu sudah tidak lagi bekerja pada perusahaan tersebut?

Apakah tetap ada kewajiban membayar pajak jika wanita menikah dan ia memutuskan untuk tidak bekerja dan tidak punya penghasilan?

Tidak ada. Karena yang wajib membayar pajak adalah orang atau wajib pajak (WP) tersebut yang bekerja dan juga mempunyai penghasilan sendiri. Jadi untuk wanita yang sudah menikah dan juga tidak bekerja serta tidak mempunyai penghasilan sendiri maka tidak berkewajiban untuk membayar PPh 21.

Apabila sudah tidak memiliki penghasilan, apakah dapat mengajukan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)?. Seorang wanita yang sudah menikah dan juga tidak bekerja lagi bisa mengajukan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), sesuai dengan Perdirjen No.20/2013 mengenai Tata Cara Pendaftaran dan juga Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Pelaporan Usaha dan juga Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan juga Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Perubahan Data dan juga Pemindahan Wajib Pajak. Jadi wanita tersebut tidak lagi berkewajiban untuk melaporkan SPT Pajak. Dan untuk kewajiban pajak yang lainnya, nantinya akan dilaporkan dalam SPT Pajak milik suaminya.

Bagaimana Cara Menghapus NPWP?

Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajib (NPWP) ini ditetapkan untuk 3 kategori, yakni sebagai berikut:

  • Wajib pajak (WP) tersebut meninggal dunia yang terbukti dengan adanya akta kematian,
  • Orang atau wajib pajak(WP) tersebut pidah warga negara,
  • Orang atau wajib pajak (WP) tersebut menikah namun tidak bekerja.

Dalam pasal 10 ayat (1) Perdirjen No.20/13, untuk permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dilakukan oleh orang bersangkutan dengan menggunakan formulir penghapusan nomor pokok wajib pajak (NPWP). Pengajuan penghapusan NPWP tersebut dapat dilakukan secara online atau elektronik yakni dengan cara mengisi formulir yang ada di aplikasi e-Registration dalam laman Dirjen Pajak di www.pajak.go.id. dan juga harus melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan yang akan dikirim ke KPP (Kantor Pelayanan Pajak).

Pengiriman dokumen tersebut dilakukan dengan cara mengunggah salinan digital dokumen lewat e-Registration ataupun bisa mengirimkannya dengan menggunakan Surat Pengiriman Dokumen yang ditandatangani. Apabila semua dokumennya lengkap, maka nantinya pihak KPP akan menerbitkan Bukti Penerimaan Surat Secara Leketronik. Jika dokumennya tidak lengkap ataupun belum diterima oleh KPP, maka dalam jangka waktu 14 hari kerja, permohonan tersebut dianggap tidak diajukan.

Dokumen pendukung yang harus dilampirkan juga dalam pengajuan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Fotokopi buku nikah ataupun bukti lainnya yang sejenis
  2. Surat pernyataan yang isinya menjelaskan bahwa istri tidak membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan. Ataupun, surat perjanjian yang isinya menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak ingin menjalankan hak dan juga kewajiban pajaknya secara terpisah dengan suaminya.

Denda dan Sanksi

Konsultan Pajak Batam- Banyak masyarakat yang mau menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN mereka,  pelaporan pajak online dan layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan di Surabaya, maupun di daerah-daerah lain yang terkait dengan pajak. Nah, kami akan membahas mengenai “Denda dan Sanksi”

Sistem perpajakan di Indonesia itu menganut sistem self assessment, tetapi jika kewajiban tidak dilaksanakan oleh Wajib Pajak dengan baik, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku. pengenaan sanksi tersebut bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (WP) dalam menjalankan kewajibannya. Demikian pula dalam hal lapor pajak pribadi. Ada  beberapa sanksi yang telah ditetapkan oleh pemerintah terkait dengan:

  1. Terlambat pelaporan SPT
  2. Pelaporan SPT yang tidak lengkap ataupun tidak benar
  3. Tidak lapor SPT
  4. Salah dalam pelaporan SPT

Lantas, seperti apakah sanksi dan juga denda telat lapor pajak pribadi?

Terlambat Lapor Pajak Pribadi

Batas waktu untuk lapor Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pribadi yakni paling lambatnya 3 bulan setelah tahun pajak berakhir. Jika wajib pajak (WP) terlambat melaporkan SPT Tahunan Pajak penghasilan (PPh) maka akan dikenakan sanksi administrasi yakni berupa denda sebesar Rp 100.000,00 yang dihitung satu kali untuk setiap keterlambatannya.

Pelaporan SPT yang tidak lengkap dan tidak benar

Wajib pajak (WP) juga akan dikenakan sanksi yakni berupa kenaikan pembayaran jika wajib pajak tersebut tidak menyampaikan secara benar dan lengkap ataupun wajib pajak terbukti melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, karena kealpaan dan juga baru pertama kali. Dengan kesalahan tersebut, maka wajib pajak akan dikenakan 200% dari nilai pajak terutang yang kurang dibayar. Pengenaan tersebut diterapkan lewat penerbitan SKPKB.

Tidak Menyampaikan SPT

Berdasarkan atas UU KUP 2007 Pasal 38 ayat 1, wajib pajak (WP) yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT akan dikenakan sanksi yakni berupa pidana. Sanksi pidana yang dimaksud tersebut adalah kurungan paling cepat 3 bulan dan paling lama 1 tahun ataupun denda paling sedikit 1x dan juga paling banyak 2x jumlah pajak terutang yang tidak ataupun kurang dibayar. Jika wajib pajak melakukan kesalahan perhitungan pajak pada SPT Tahunan yang sudah dilaporkan, tetapi wajib pajak (WP) melakukan pembetulan atas kemauan diri sendiri, maka jika pembetulan tersebut mengakibatkan utang pajak lebih besar, sanksinya adalah bunga sebesar 2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar. Sanksi bunga ini dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran. Tetapi jika kesalahan tersebut diketahui oleh petugas pajak pada saat pemeriksaan, maka wajib pajak akan dikenakan denda sebesar 150% dari jumlah pajak yang kurang dibayar.

Terlambat Membayar Pajak

Jika status SPT Tahunan wajib pajak (WP) kurang bayar, tetapi wajib pajak terlambat melakukan pembayaran pajak, maka wajib pajak (WP) tersebut akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan. Bunga itu dihitung sejak berakhirnya batas waktu penyampaian SPT sampai dengan tanggal pembayaran.

Pengecualian Sanksi Denda Lapor Pajak Pribadi

Ada kondisi-kondisi tertentu yang mengakibatkan wajib pajak mendapatkan pengecualian pengenaan sanksi administrasi. Simak kondisi-kondisi tersebut di bawah ini:

  1. Wajib pajak Orang Pribadi (OP) sudah meninggal dunia
  2. Wajib pajak orang pribadi sudah tidak melakukan kegiatan usaha ataupun pekerjaan bebas
  3. Wajib pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing (WNA) tidak tinggal lagi di wilayah Indonesia
  4. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi
  5. Wajib pajak (WP) yang terkena bencana, yang ketentuannya itu (terkait bencana) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
  6. Wajib pajak lain sebagaimana yang diatur dengan atau berdasarkan atas PMK (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 186/PMK.03/2007)

 

Biaya Yang Boleh Mengurangi Penghasilan Bruto Menurut Pajak Penghasilan

Konsultan Pajak Batam-Sangat banyak masyarakat yang berminat untuk menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN,  pelaporan pajak online atau layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan di Surabaya, dan juga di daerah lain yang terkait pajak. Nah, dibawah ini ada pembahasan tentang “Biaya Yang Boleh Mengurangi Penghasilan Bruto Menurut Pajak Penghasilan”

Pasal 6 Undang-undang Pajak Penghasilan mengatur  mengenai biaya pengurang penghasilan bruto. Namun beberapa jenis biaya itu diatur tersendiri seperti di dalam Pasal 5 untuk BUT, di Pasal 11 dan juga 11A untuk penyusutan dan juga amortisasi.

Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan tersebut mengatur tentang kaidah umum bolehnya biaya dikurangkan dari penghasilan bruto:

Lalu Pasal 6 ayat (1) memberikan contoh biaya-biaya yang diperbolehkan, seperti berikut ini:

  1. biaya yang secara langsung ataupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha;
  2. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan juga amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan juga atas biaya lain yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun;
  3. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya sudah disahkan oleh Menteri Keuangan;
  4. kerugian karena penjualan ataupun pengalihan harta yang dimiliki dan juga digunakan dalam perusahaan ataupun yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan juga memelihara penghasilan;
  5. kerugian selisih kurs mata uang asing;
  6. biaya penelitian dan juga pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
  7. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
  8. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih;
  9. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya itu diatur dengan Peraturan Pemerintah;
  10. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
  11. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
  12. sumbangan dalam rangka penelitian dan juga pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya itu diatur dengan Peraturan Pemerintah;
  13. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga sesuai dengan ketentuan;
  14. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk Wajib Pajak orang pribadi.
  15. kerugian yang dikompensasikan dengan penghasilan mulai dari tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 tahun;

Pengeluaran-pengeluaran yang ada kaitannya dengan pekerjaan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto wajib dilakukan dalam bentuk uang. Pengeluaran yang dilakukan dalam bentuk natura ataupun kenikmatan, contohnya fasilitas menempati rumah dengan cuma-cuma, tidak dapat dibebankan sebagai biaya, dan juga bagi pihak yang menerima ataupun menikmati bukan merupakan penghasilan.

Berdasarkan Pasal 6 Undang-undang Pajak Penghasilan menegaskan bahwa pengeluaran-pengeluaran yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto wajib dilakukan dalam batas-batas yang sewajarnya sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik.

Jika pengeluaran yang melampaui batas kewajaran tersebut dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka jumlah yang melampaui batas kewajaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.

Syarat Piutang Macet Boleh Dibiayakan

Istilah yang digunakan oleh Undang-undang Pajak Penghasilan yakni piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih. Namun tidak semua piutang macet itu boleh dibiayakan.

Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih merupakan piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang sewajarnya sesuai dengan bidang usahanya, yang nyata-nyata tidak bisa ditagih meskipun telah dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh Wajib Pajak (WP).

Persyaratan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih adalah sebagai berikut:

  1. telah dibebankan sebagai biaya pasa laporan laba rugi komersial;
  2. Wajib Pajak (WP) harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam bentuk hard copydan juga soft copy; dan
  3. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagihtersebut harus memenuhi salah satu kriteria ini:
  • telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri ataupun instansi pemerintah yang menangani piutang negara;
  • Ada perjanjian tertulis tentang penghapusan piutang atau pembebasan utang antara kreditur dan juga debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut;
  • telah dipublikasikan dalam penerbitan umum ataupun khusus; atau
  • adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya sudah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.

Persyaratan yang disebutkan di nomor 3 tidak berlaku untuk piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil ataupun debitur kecil yang lainnya.

Tata cara untuk penyampaian daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pajak wajib mencantumkan identitas debitur yakni berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), alamat, jumlah plafon utang yang diberikan, dan juga jumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, yakni dengan cara melampirkan beberapa dokumen:

  1. fotokopi bukti penyerahan perkara penagihannya ke Pengadilan Negeri ataupun instansi pemerintah yang menangani piutang negara;
  2. fotokopi perjanjian tertulis tentang penghapusan piutang atau pembebasan utang usaha yang sudah dilegalisir oleh notaris;
  3. fotokopi bukti publikasi dalam penerbitan umum ataupun penerbitan khusus; dan
  4. surat yang isinya pengakuan dari debitur bahwa utangnya sudah dihapuskan yang telah disetujui oleh kreditur mengenai penghapusan piutang untuk jumlah utang tertentu, yang telah disetujui oleh kreditur.

Daftar diatas wajib disampaikan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan.

Adapun piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil adalah piutang debitur kecil yang jumlahnya tidak melebihi Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), yang merupakan gunggungan jumlah piutang dari beberapa kredit yang diberikan oleh suatu institusi bank atau lembaga pembiayaan dalam negeri sebagai akibat adanya pemberian:

  • Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra)
  • Kredit Usaha Tani (KUT)
  • Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS)
  • Kredit Usaha Kecil (KUK)
  • Kredit Usaha Rakyat (KUR)
  • Kredit kecil yang lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia dalam mengembangkan usaha kecil dan juga koperasi.

Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil lainnya yakni  piutang debitur kecil lainnya dengan jumlah tidak melebihi Rp 5.000.000,00.

 

Cara Mengajukan Perpanjangan Kompensasi Kerugian Oleh Wajib Pajak

Konsultan Pajak Batam-Ada banyak masyarakat yang berminat untuk menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN mereka,  pelaporan pajak online dan juga layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya, dan mungkin di daerah lain yang terkait dengan pajak. Nah, Kali ini kami akan menjelaskan tentang “Cara Mengajukan Perpanjangan Kompensasi Kerugian Oleh Wajib Pajak”

Kadang kalanya, WP badan maupun orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan kegiatan usaha sering kali berpotensi mengalami kerugian dalam satu tahun pajak. Terhadap kerugian fiskal ini, wajib pajak dapat melakukan kompensasi kerugian fiskal yakni dengan cara mengurangkan keuntungan fiskal pada tahun-tahun berikutnya.

Berdasarkan atas Pasal 6 ayat (2) UU PPh, kompensasi kerugian fiskal bisa dilakukan paling lamanya 5 tahun. Tetapi, akhirnya pemerintah memberikan keringanan untuk sektor industri untuk memperpanjang waktu kompensasi kerugian fiscal yakni paling lamanya 5 tahun lagi.

Perpanjangan tersebut bisa dilakukan oleh wajib pajak apabila sudah memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 11/PMK.010/2020. Nah, Konsultan Pajak Batam kali ini akan menjelaskan bagaimana cara mengajukan permohonan untuk perpanjangan jangka waktu kompensasi kerugian.

Pertama, wajib pajak harus membuat surat permohonan penambahan jangka waktu kompensasi terlebih dahulu. Untuk format penulisan surat ini bisa merujuk pada Lampiran IX Peraturan Dirjen Pajak No. PER-41/PJ/2013. Selanjutnya, wajib pajak pun harus melampirkan beberapa dokumen.

  • Laporan keuangan selama 3 tahun terakhir yang sudah di audit;
  • Fotokopi persetujuan penanaman modal baru di kawasan industri dan juga kawasan berikat dari instansi yang berwenang tersebut;
  • Pernyataan wajib pajak sudah mempekerjakan paling sedikitnya 300 sampai 600 orang tenaga kerja Indonesia selama 4 tahun berturut-turut dan dilampiri dengan dokumen-dokumen pendukungnya;
  • Pernyataan investasi atau pengeluaran untuk infrastruktur ekonomi dan juga sosial di lokasi usaha paling sedikitnya senilai Rp10 miliar dan dilampiri dengan dokumen-dokumen pendukungnya;
  • Pernyataan biaya penelitian dan juga pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk ataupun efisiensi produksi paling sedikitnya senilai 5% dari investasi dalam jangka waktu 5 tahun dan dilampiri dengan dokumen-dokumen pendukungnya;
  • Pernyataan penggunaan bahan baku ataupun komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikitnya sebesar 70% sejak tahun ke-4 dan dilampiri dengan dokumen-dokumen pendukungnya;
  • Dokumen telah melakukan ekspor paling sedikitnya senilai 30% dari nilai total penjualan untuk penanaman modal dalam bidang-bidang usaha yang dilakukan di luar kawasan berikat;
  • Fotokopi laporan realisasi penanaman modal, jumlah realisasi produksi, dan juga rincian aktiva tetap yang digunakan sebagai tujuan selain yang diberikan fasilitas pajak PPh, rincian pengalihan sebagian ataupun seluruh aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas PPh, dan juga rincian aktiva tetap yang dialihkan yang digantikan dengan aktiva tetap yang baru; dan
  • Surat kuasa khusus apabila permohonan tersebut disampaikan oleh kuasa wajib pajak.

Selanjutnya, wajib pajak bisa menyampaikan surat permohonan beserta dengan lampirannya kepada dirjen pajak lewat direktur pemeriksaan dan juga penagihan. Setelah itu, DJP akan melakukan pemeriksaan lapangan untuk menetapkan tambahan jangka waktu kompensasi kerugian.

Keputusan dirjen pajak atas permohonan perpanjangan jangka waktu kompensasi kerugian yang disampaikan oleh wajib pajak tersebut akan diterbitkan paling lamanya 60 hari sejak permohonan tersebut diterima secara lengkap. Selesai. Semoga bermanfaat.

 

Wajib Pajak Badan Harus Tahu Ketentuan Pelaporan SPT Tahunan Badan

Konsultan Pajak Batam-Banyak sekali masyarakat yang berminat untuk menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN mereka,  pelaporan pajak online maupun layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan juga di Surabaya, ataupun di daerah lainnya yang terkait dengan pajak. Nah, kami akan memberikan penjelasan tentang “Wajib Pajak Badan Harus Tahu Ketentuan Pelaporan SPT Tahunan Badan”

Wajib Pajak Badan tidak hanya mempunyai kewajiban untuk membayarkan dan juga menyetorkan pajak usahanya saja. Sebagai seorang Wajib Pajak tentunya anda juga berkewajiban untuk melaporkan pajak lewat Surat Pemberitahuan (SPT). Untuk melaporkan SPT tentu saja Wajib Pajak Badan perlu mengetahui dokumen atau berkas apa saja yang harus disiapkan sebagai persyaratan untuk lapor SPT Badan.

Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh wajib disampaikan oleh Wajib Pajak baik itu Wajib Pajak Pribadi ataupun Wajib Pajak Badan. Terutamanya untuk Wajib Pajak Badan yang harus menyampaikan SPT PPh ini setiap tahunnya. Dimana mengenai ketentuan penyampaian  SPT Tahunan PPh sudah diatur di dalam Undang-Undang (UU) Perpajakan.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sudah menyediakan saluran untuk penyampaian SPT Pajak Penghasilan Badan melalui e-SPT pada DJP Online. Dimana e-SPT yang dihadirkan lewat layanan DJP Online tersebut adalah sebuah aplikasi untuk penyampaian SPT Tahunan PPh Badan secara online. Aplikasi e-SPT Tahunan PPh Badan tersebut dapat digunakan oleh WP Badan yang menggunakan pembukuan lebih mudah dan juga lebih praktis. Wajib Pajak Badan dapat melaporkan SPT Tahunan PPh Badan dengan lebih efektif.

SPT Tahunan PPh Badan merupakan surat yang memuat bukti pembayaran pajak tahunan yang disetorkan oleh  Wajib Pajak Badan. Nantinya bukti penyetoran pajak dari SPT Tahunan PPh tersebut harus dilaporkan pada Dirjen Pajak . Berikut ini adalah aturan terkait dengan kewajiban untuk melakukan pelaporan SPT tahunan PPh Badan yang sudah diatur di dalam Peraturan Dirjen Pajak, yakni meliputi:

1. Mengisi Formulir 1771

Untuk bisa melakukan pelaporan SPT Tahunan PPh Badan, Wajib Pajak Badan harus mengisi Formulir 1771. Wajib Pajak Badan yang menggunakan formulir SPT 1771 tersebut merupakan badan usaha yakni seperti PT, UD, CV, organisasi, yayasan dan juga perkumpulan.

2. Periode Pelaporan SPT Tahunan Badan

Untuk periode pelaporan SPT Tahunan PPh badan ini mempunyai batas pelaporan. Dimana SPT Tahunan PPh Badan tersebut wajib dilaporkan paling lambatnya pada tanggal 30 April tahun pajak berikutnya.

3. Ketentuan Dalam Pengisian SPT Tahunan Badan

Untuk ketentuan pengisian SPT Tahunan PPh Badan ini tentu saja perlu dipahami dengan baik oleh Wajib Pajak Badan. Ketentuan untuk pelaporan SPT Tahunan PPh Badan adalah sebagai berikut ini:

  1. Mengisi formulir SPT Tahunan PPh Badan tersebut dengan benar, jelas, dan juga dengan lengkap. Baik itu dalam perhitungan, penulisan dan juga diisi dengan sebenarnya sesuai dengan keadaan.
  2. SPT itu wajib diisi dengan lengkap karena memuat semua unsur yang berhubungan dengan objek pajak dan juga unsur lainnya yang wajib dilaporkan.
  3. SPT Tahunan PPh Badan ini haruslah diisi dengan jelas, yaitu mulai dari asal-usul ataupun sumber objek pajak dan juga unsur lainnya yang harus dilaporkan.
  4. SPT wajib ditandatangani dimana selanjutnya disampaikan ke KPP tempat Wajib Pajak Badan dikukuhkan.
  5. Berikutnya lakukan pengisian SPT Tahunan PPh badan 1771 lewat software SPT elektronik atau e-SPTSelanjutnya bisa membuat file CSV SPT 1771 dan kemudin melakukan pengisian e-Filing SPT Tahunan PPh Badan.
  6. Untuk perpanjangan jangka waktu pelaporan SPT Tahunan PPh badan bisa dilakukan dalam jangka waktu paling lamanya yakni sekitar dua bulan. Dengan ketentuan melakukan pemberitahuan dengan secara tertulis sesuai dengan ketentuan dari Ditjen Pajak.
  7. Wajib Pajak Badan juga wajib mencantumkan lampiran yakni berupa dokumen-dokumen tambahan untuk kelengkapan dokumen pelaporan SPT Tahunan PPh Badan.

Sekian pembahasan terkait dengan ketentuan dalam pelaporan SPT Tahunan Badan.

 

Aplikasi eBupot

Konsultan Pajak Batam-Banyak masyarakat yang berminat untuk menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN,  pelaporan pajak online ataupun layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan juga Surabaya, maupun daerah lain yang terkait dengan pajak. Nah, dibawah ini ada pembahasan mengenai  “Aplikasi eBupot”

Aplikasi e-Bupot 23/26 merupakan perangkat lunak yang disediakan di laman milik Direktorat Jenderal Pajak ataupun di saluran tertentu yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang bisa digunakan untuk membuat Bukti Pemotongan, membuat dan juga melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 dan atau Pasal 26 dalam bentuk dokumen elektronik. Ini adalah definisi resminya menurut PER-04/PJ/2017.

Setara Uang

Setara uang itu artinya berfungsi seperti uang.

Pada awalnya tidak ada NTPN. Kode yang diterbitkan oleh server Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara.SSP tersebut setara uang. Harus ada nomor serinya sebagaimana seperti lembar uang. Nah, anggap saja NTPN tersebut seperti nomor seri uang.

Sebelum adanya NTPN tersebut, satu-satunya cara untuk mengecek kebenaran SSP ialah dengan konfirmasi ke bank.Lalu. faktur pajak, dan juga bukti potong itu pun setara uang.

Mulai tanggal 1 juli 2016, semua PKP di Indonesia harus menggunakan efaktur. Ini merupakan awal sentralisasi pembuatan faktur pajak secara elektronik. Intinya adalah, setiap Wajib Pajak  yang membuat faktur wajib disetujui server Ditjen Pajak. Ini untuk pajak keluaran. Begitu pula apabila mengkreditkan pajak masukan, wajib disetujui server.

Apabila pajak masukan telah disetujui, artinya faktur pajak itu benar adanya.

Faktur pajak merupakan dokumen pajak setara uang di Pajak PPN. Faktur Pajak  ini merupakan bukti pemungutuan PPN. Penjual itu memungut uang PPN kepada pembeli. Uang tersebut merupakan titipan yang wajib disetorkan ke Kas Negara.

Hal yang sama, yang setara uang, di PPh yakni Bukti Potong. Bukti Potong merupakan bukti bahwa Wajib Pajak memotong PPh. Pemberi penghasilan akan memotong uang PPh penerima penghasilan. Nantinya uang tersebut harus disetorkan ke Kas Negara.

Alasan Lain

Secara formalnya, ada 3 alasan dibuatkannya aplikasi eBupot,berikut ini ringkasannya:

  1. Memberikan kemudahan untuk Wajib Pajak dalam membuat dan juga melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 dan atau Pasal 26;
  2. Memberikan kepastian hukum sehubungan dengan status dan juga keandalan Bukti Pemotongan;
  3. Meningkatkan pelayanan terhadap Wajib Pajak Pemotong PPh Pasal 23 ataupun Pasal 26.

Dengan eBupot ini, bukti potong pun menjadi terintegrasi dengan SPT Masa. Wajib Pajak hanya cukup membuat bukti potong. Untuk urusan lapor, anda tinggal klik saja di laman DJP Online.

Bukti potong yang tersaji di sistem tersebut benar-benar bukti potong.

Nah, dengan eBupot ini proses konfirmasinya dilakukan by system. Otomatis. Sehingga dapat meminimalkan pemalsuan Bukti Potong.

Selain alasan yang sudah di jelaskan diatas , sebenarnya terdapat keuntungan lainnya dengan eBupot untuk otoritas pajak. Karena faktur pajak itu dibuat secara terpusat (sentralisasi) dan juga bukti potong dibuatnya secara terpusat, jadi secara real time kantor pajak dapat mengetahui dinamika real ekonomi.

Oleh karena itu, ke depannya eBupot ini direncanakan untuk semua bukti potong. Termasuk bukti potong PPh Pasal 21 dan juga PPh Pasal 4 ayat (2).

Sertifikat Elektronik

Sertifikat elektronik ini menunjukkan pelaku. Siapa yang memotong ataupun memungut pajak.

Dulu sertifikat elektronik ini digunakan sebagai syarat PKP bisa menerbitkan faktur pajak elektronik (eFaktur). Kini digunakan sebagai syarat bagi Wajib Pajak untuk membuat bukti potong elektronik (eBupot).

Sertifikat Elektronik (Digital Certificate) merupakan sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan juga identitas yang menunjukan status subyek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak ataupun penyelenggara sertifikasi elektronik.

Oleh karena itu, nasionalisasi eBupot berdasarkan atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-269/PJ/2020 mensyaratkan sertifikat elektronik. kini, pemilik sertifikat elektronik itu pasti PKP.

Mulai masa pajak bulan Agustus 2020, untuk semua Wajib Pajak yang berstatus PKP harus menggunakan eBupot.

Jadi, sertifikat elektronik ini merupakan tanda tangan elektronik. Fungsi dan juga kedudukannya sama saja seperti tanda tangan basah yang berada di dokumen fisik.

Untuk bisa mendapatkan sertifikat elektronik tersebut, nantinya akan dibuatkan saluran elektronik. Apabila telah tersedia, maka permintaan Sertifikat Elektronik secara elektronik akan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut ini:

  1. WP mengisi Formulir Permintaan Sertifikat Elektronik dan perlu mempersiapkan passphrase; dan juga
  2. WP melakukan kegiatan untuk verifikasi dan juga autentikasi identitas.

Pembuatan eBupot

Aplikasi eBupot ini hanya tersedia untuk Wajib Pajak di KPP Pratama mulai dari bulan Agustus 2020. Alamatnya itu di ebupot.pajak.go.id

Sebelum ke eBupot, silakan login di pajak.go.id terlebih dahulu dan setelah itu langsung ke menu Profil. Pastikan semua fitur layanan sudah diceklis.

Kemudian baru dapat membuat bukti potong elektronik. Untuk membuat bukti potong elektronik tersebut, berikut ini adalah ringkasannya:

  1. Login terlebih dahulusebelum masuk ke ebupot.pajak.go.id
  2. Lalu klik tab Lapor
  3. Kemudian klik menu Pra-Pelaporan
  4. Selanjutnya klik logo eBupot

 

Catat! Pahami Tujuan Transfer Pricing dari Beberapa Sisi ini

Konsultan Pajak Batam-Sangat banyak sekali masyarakat yang berminat untuk menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN mereka,  pelaporan pajak online ataupun layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan di Surabaya, maupun di daerah lain yang terkait dengan pajak. Nah, di artikel ini akan di bahas tentang “Catat! Pahami Tujuan Transfer Pricing Dari Beberapa Sisi Ini”

Salah satu skema yang acapkali dilakukan oleh perusahaan multinasional untuk melakukan penghindaran pajak ialah dengan cara mengalihkan laba dari negara dengan tarif pajak lebih tinggi ke negara dengan tarif pajak yang lebih rendah. Skema tersebut seringkali melibatkan perusahaan afiliasi dalam satu grup usaha.

Pengaturan harga atas transaksi afiliasi itu disebut dengan transfer pricing. Skema transfer pricing itulah yang sering menjadi topik sengketa antara otoritas pajak dan juga wajib pajak.

Tetapi, ternyata transfer pricing itu tidak selalu bermakna negative ataupun manipulatif. Lantas apa sajakah tujuan sebenarnya dari transfer pricing ini?

Ada 3 tujuan dari beberapa sisi dalam pengaplikasian konsep transfer pricing tersebut sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh Darussalam, Danny Septriadi, dan juga Bawono Kristiaji (2013) dalam buku transfer pricing.

  1. Dari sisi hukum perseroan, transfer pricingitu bisa digunakan untuk alat yang berfungsi untuk meningkatkan efisiensi dan juga sinergi antara perusahaan dengan pemegang sahamnya (Wolfgang Schon, 2014).
  2. Dari sisi akuntansi manajerial, transfer pricingbisa digunakan untuk memaksimumkan laba dari suatu perusahaan melalui penentuan harga barang ataupun jasa.
  3. Yaitu dari perspektif perpajakan, transfer pricingmerupakan suatu kebijakan harga dalam transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa. Arnold dan juga McIntyre itu menjelaskan bahwa harga transfer merupakan harga yang telah ditetapkan oleh wajib pajak ketika menjual, membeli, ataupun membagi sumber daya dengan afiliasinya.

Tidak jarang pula dalam pemahaman masalah transfer pricing ini dibutuhkan pandangan dari ahli hukum, pajak, keuangan, akuntansi, dan juga dari multidisiplin yang lain. Dengan kompleksitas tersebut sangat dibutuhkan pemahaman yang kuat atas dasar transfer pricing itu sendiri.

Selain dari itu, untuk memahami isu transfer pricing itu tidaklah mudah. Pasalnya, transfer pricing adalah salah satu dari permasalahan pajak yang mempunyai dimensi berbeda dengan permasalahan yang lain dalam pajak internasional.

 

Ini 6 Jenis Harta yang Wajib Dilaporkan di SPT Tahunan

Konsultan Pajak Batam-Banyak sekali masyarakat yang berminat untuk menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN mereka,  pelaporan pajak online maupun layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya, dan juga di daerah lain yang terkait pajak. Nah, disini kami akan menjelaskan mengenai “Ini 6 Jenis Harta yang Wajib Dilaporkan di SPT Tahunan”

Wajib Pajak (WP) yang mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) wajib untuk lapor pajak tahunan.

Laporannya dapat dibuat mulai dari tanggal 1 Januari 2022 sampai tanggal 31 Maret 2022 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan pada tanggal 30 April 2022 untuk Wajib Pajak Badan.

Tetapi, karena tidak sering dibuat, jadi banyak orang yang masih kebingungan saat mengisinya, seperti harta apa saja yang harus dilaporkan.

Selain hal itu, banyak  juga orang yang masih belum tahu, harta yang dilaporkan tersebut termasuk ke dalam kategori apa.

Berikut 6 jenis harta yang wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan

6 jenis harta yang wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan adalah sebagai berikut ini:

  1. Kas dan juga setara kas
  • 011 : uang tunai.
  • 012 : tabungan.
  • 013 : giro.
  • 014 : deposito.
  • 015 : setara kas yang lainnya.
  1. Harta berbentuk piutang
  • 021 : piutang.
  • 022 : piutang afiliasi ataupun piutang kepada instansi yang mempunyai hubungan istimewa.
  • 029 : piutang yang lainnya.
  1. Investasi
  • 031 : saham yang dibeli untuk dijual kembali.
  • 032 : saham.
  • 033 : obligasi perusahaan.
  • 034 : obligasi pemerintah.
  • 035 : surat utang lain.
  • 036 : reksadana.
  • 037 : instrumen derivatif (rights, waran, kontrak berjangkau dan yang lainnya).
  • 038 : penyertaan modal perusahaan lain ( pada CV, firma dan juga yang lainnya).
  • 039 : investasi yang lainnya.
  1. Alat transportasi
  • 041 : sepeda.
  • 042 : sepeda motor.
  • 043 : mobil.
  • 049 : transportasi yang lainnya.
  1. Harta bergerak
  • 051 : logam mulia (emas batangan dan juga perhiasan).
  • 052 : batu mulia (intan dan juga berlian).
  • 053 : barang seni dan juga antik.
  • 054 : kapal pesiar, pesawat terbang, helikopter dan juga peralatan olahraga khusus.
  • 055 : peralatan elektronik dan juga furnitur.
  • 059 : harta bergerak yang lainnya.
  1. Harta tidak bergerak
  • 061 : tanah ataupun bangunan tempat tinggal.
  • 062 : tanah ataupun bangunan usaha (ruko, pabrik, gudang).
  • 063 : tanah lahan usaha (lahan perkebunan dan juga lahan pertanian).
  • 069 : harta tak bergerak yang lainnya.

Petunjuk pengisian

Ada penghasilan yang termasuk ke dalam harta dan juga perlu masuk SPT. Ada juga bagian dari penghasilan tersebut yang berakhir pada konsumsi dan juga tidak perlu di-SPT-kan.

Terkait mana sajakah yang termasuk ke dalam harta dan manakah yang termasuk konsumsi, panduannya itu mengacu pada teori yang telah dijelaskan seorang ekonom yang bernama John Maynard Keynes.

ia menjelaskan, teori sederhana mengenai hubungan antara penghasilan dengan konsumsi dan juga harta.

Hubungan tersebut tergambar dalam model matematika Y=C+S, dengan Y yang berarti penghasilan, C yang artinya konsumsi dan untuk S artinya tabungan.

Menurut Keynes, setiap penghasilan itu pasti akan dialihrupakan oleh si empunya,  yakni dalam bentuk konsumsi dan juga harta.

 

PTKP Terbaru: Istilah Status PTKP PPh 21 dan Tarif PTKP

Konsultan Pajak Batam-Ada banyak sekali masyarakat yang berminat untuk menggunakan jasa layanan ini untuk menyelesaikan pengajuan PPN mereka,  pelaporan pajak online ataupun layanan pelaporan pajak tahunan di Jakarta, Bali dan Surabaya, dan juga di daerah lainnya yang  terkait  dengan pajak. Nah, di dalam artikel ini akan dijelaskan mengenai “PTKP Terbaru: Istilah Status PTKP PPh 21 dan Tarif PTKP”

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari tahun ke tahunnya itu selalu saja menjadi sorotan Wajib Pajak (WP), karena besarnya PTKP itu akan memengaruhi penghitungan Pajak Penghasilan (PPh).

Semakin besar PTKP yang ditetapkan pemerintah tersebut, maka PPh akan menjadi semakin kecil, demikian pula sebaliknya.

Besaran PTKP itu juga menjadi krusial, karena jika penghasilan WP kurang dari PTKP, maka WP tersebut tidak akan dikenakan PPh Pasal 21 sesuai dengan tariff PPh 21.

Sebaliknya, apabila penghasilan WP tersebut lebih dari nilai PTKP, maka pajak penghasilan yang akan dikenakan kepada wajib pajak merupakan tarif pajak yang dikali dengan penghasilan kena pajak.

Kemudian, seperti apakah penjelasan lengkap tentang Penghasilan Tidak Kena Pajak terbaru ini berikut tarif PTKP?.Berikut ini adalah penjelasannya.

Pahami Pengertian PTKP PPh 21

Berdasarkan atas pasal 7 UU Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, pengertian dari Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah jumlah pendapatan dari wajib pajak orang pribadi yang dibebaskan dari PPh Pasal 21.

Dalam proses penghitungan PPh 21 tersebut, PTKP tersebut akan berfungsi sebagai pengurang penghasilan neto dari Wajib Pajak.

Secara Singkatnya, PTKP tersebut adalah sejumlah penghasilan dari Wajib Pajak yang dibebaskan dari pengenaan PPh Pasal 21.

Merujuk Kepada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI No. 101/PMK.010/2016 mengenai Penyesuaian PTKP, jumlah PTKP bagi WP Orang Pribadi yang berstatus tidak kawin dan juga tanpa tanggungan, PTKP paling sedikitnya yakni sebesar Rp54.000.000 setahun atau sebesar Rp4.500.000 per bulan.

Hal tersebut berarti jika WP mempunyai penghasilan lebih besar dari pada Rp4.500.000 sebulan, maka WP tersebut harus membayar PPh 21 karena penghasilan tahunannya itu melebihi dari ambang batas atau PTKP.

Untuk wajib pajak yang penghasilannya kurang dari nilai tersebut, maka PPh 21-nya bernilai nihil, tetapi wajib pajak tersebut tetap harus melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) PPh.

Kewajiban tersebut berlaku sampai dengan wajib pajak memperoleh status Non-Efektif (NE) dari DJP.

Besar PTKP PPh 21

Besar PTKP setiap tahunnya bisa berubah-ubah tergantung dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai aturan pelaksana dari Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh).

Lantas, berapa besarkah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang terbaru?

Seperti yang telah diketahui, hingga saat ini besar PTKP yang digunakan itu masih mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016.

Tarif PTKP terbaru yang berlaku sekarang ini masih berdasarkan atas PMK 101/2016 tersebut, yaitu:

  • PTKP terbaru untuk wajib pajak orang pribadi yakni Rp54.000.000,00;
  • PTKP terbaru untuk wajib pajak yang kawin akan mendapat tambahan yakni sebesar Rp4.500.000,00;
  • Tambahan PTKP terbaru bagi seorang istri yang penghasilannya secara pajak digabung dengan penghasilan suaminya yakni sebesar Rp54.000.000,00;
  • Tambahan PTKP terbaru bagi tanggungan, dengan besaran untuk setiap anggota keluarga sedarah dan juga keluarga semenda yang berada dalam garis keturunan lurus dan anak angkat yakni sebesar Rp4.500.000,00.

Ketentuan untuk jumlah tanggungan yaitu maksimalnya tiga orang setiap wajib pajak.

Yang dimaksud dengan keluarga sedarah adalah orangtua kandung, saudara kandung dan juga anak.

Dan yang dimaksud dengan keluarga semenda adalah mertua, anak tiri dan juga ipar.

Rincian PTKP Terbaru

Berikut ini merupakan rincian besaran PTKP terbaru sesuai dengan status pajak yang dimiliki oleh wajib pajak:

Golongan Kode Tarif PTKP
Tidak Kawin (TK) Tk0 (tanpa tanggungan) Rp 54.000.000
TK1 (1 tanggungan) Rp 58.500.000
TK2 (2 tanggungan) Rp 63.000.000
TK3 (3 tanggungan) Rp 67.500.000
Kawin (K) K0 (tanpa tanggungan) Rp. 58.500.000
K1 (1 tanggungan) Rp. 63.000.000
K2 (2 tanggungan) Rp 67.500.000
K3 (3 tanggungan) Rp 72.000.000
Kawin dengan penghasilan istri digabung (K/I) K/I/0 Rp 112.500.000
K/I/1 (1 tanggungan) Rp 117.000.000
K/I/2 (2 tanggungan) Rp 121.500.000
K/I/3 (3 tanggungan) Rp 126.000.000

Jika dilihat dari tabel yang ada di atas, maka setiap bertambahnya tanggungan, maka akan bertambah juga besar PTKP yakni sebesar Rp4,5 juta.

jika pada tahun 2015, tarif PTKP untuk wajib pajak yang belum kawin sebesar Rp36.000.000 berbeda pada tahun 2016 yang mengalami kenaikan hampir 50% yakni berada pada angka Rp54.000.000.

Dasar Penghitungan Penghasilan Kena Pajak

Penghasilan Kena Pajak merupakan jumlah upah karyawan atau pekerja yang akan dikenai PPh 21 sesudah dikalkulasikan dengan tunjangan, biaya jabatan, BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, dan yang lainnya.

Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa untuk bisa mengetahui berapa jumlah penghasilan yang akan dikenai pajak, maka terlebih dahulu harus mengetahui berapa besar PTKP wajib pajak yang bersangkutan.

Besar Penghasilan Tidak Kena Pajak tersebut berbeda-beda tergantung pada status WP tersebut.

Berikut ini adalah cara untuk mengetahui jumlah Penghasilan Kena Pajak:

  • Dari Penghasilan Bruto => dikurangi dengan biaya-biaya => berikutnya menjadi penghasilan neto.
  • Dari penghasilan neto itu => dikurangi dengan PTKP hingga akhirnya akan diperoleh Penghasilan Kena Pajak.

Ketika sudah menemukan jumlah Penghasilan Kena Pajak, maka nilai itu akan dihitung pajaknya dengan menggunakan tarif progresif PPh Pasal 17 ayat (1).

Sesuai dengan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh No. 36/2008, untuk tarif PPh Orang Pribadi Pasal 21 yaitu dengan menggunakan tarif progresif, yang nantinya akan dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak.

Tarif progresif PPh OP ini yaitu sebagai berikut:

  1. 5% untuk penghasilan kena pajak hingga Rp50.000.000 per tahun
  2. 15% untuk penghasilan kena pajak Rp50.000.000 sampai dengan Rp250.000.000 per tahun
  3. 25% untuk penghasilan kena pajak Rp250.000.000 sampai dengan Rp500.000.000 per tahun
  4. 30% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp500.000.000 per tahun

Untuk yang tidak mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dari tarif yang ada di atas ditambah lagi dengan tarif 20% lebih tinggi.