Cara Memanfaatkan Insentif Pajak Covid-19

Cara Memanfaatkan Insentif Pajak Covid-19

Sebagai Kantor Konsultan Pajak yang menyediakan layanan kantor konsultan pajak terbaik, kantor konsultan pajak terdekat, konsultan pajak, konsultan pajak murah, konsultan pajak online, konsultan pajak perorangan, konsultan pajak terbaik, konsultan pajak terbaik di indonesia, konsultan pajak terdaftar, dan konsultan pajak terdekat yang terdapat di berbagai kota seperti Jakarta, Medan, Bali, Surabaya dan kota lainnya yang tentunya masih dalam dunia perpajakan. Kali ini kita akan membahas tentang Tips Memanfaatkan Insentif Pajak Covid-19 yang berguna bagi seluruh masyarat indonesia.

Pemerintah merilis aturan baru tentang insentif pajak bagi wajib pajak terkena Covid-19. Maksud dari kebijakan ini adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 110/PMK.03/2020 mengenai Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 mengenai Insentif Pajak bagi Wajib Pajak Terkena Corona Virus Disease 2019. Sampai saat ini pemerintah sudah empat kali menerbitkan kebijakan ini dengan hal  yang sama. Setidaknya, terdapat dua hal pokok yang menjadi materi dalam PMK Nomor 110/PMK.03/2020. Pertama, insentif pajak penghasilan (PPh) bagi jasa konstruksi tertentu. Kedua, perubahan besaran nilai insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25, yang awalnya 30% menjadi 50%.

Insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50% berlaku mulai Juli 2020. Tetapi, banyak wajib pajak yang terlanjur menyetor PPh Pasal 25 masa pajak Juli 2020 dengan menggunakan pengurangan angsuran seperti masa pajak sebelumnya sebesar 30%. Mereka menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif ini dengan besaran pengurangan angsuran yang sama. Ini terjadi karena salinan PMK Nomor 110/PMK.03/2020 baru diterima belakangan, selang beberapa waktu setelah kebijakan ini  terbit. Konsekuensinya yaitu akan terjadi kelebihan penyetoran PPh Pasal 25 masa pajak Juli 2020.

Contoh pertanyaan: Apakah yang harus kita lakukan terhadap kelebihan penyetoran PPh Pasal 25 masa pajak Juli 2020 ini?

Ajukan Permohonan Pemindahbukuan

Hal pertama yang dapat dipilih wajib pajak yakni mengajukan permohonan pemindahbukuan. Pemindahbukuan yaitu proses memindahkan setoran pajak dari suatu jenis pajak, masa pajak, dan objek pajak ke jenis pajak, masa pajak, dan objek pajak lainnya sebab adanya kelebihan atau kesalahan penyetoran pajak. Maka, kelebihan penyetoran PPh Pasal 25 masa pajak Juli 2020 bisa diajukan pemindahbukuan ke PPh Pasal 25 masa pajak sesudah Agustus 2020. Semetara itu, jika kelebihannya ingin didistribusikan ke masa Agustus 2020, bisa dihitung sebagai pengurang pembayaran masa.

Mengajukan permohonan pemindahbukuan ke kantor pelayanan pajak (KPP) tempat dimana wajib pajak terdaftar. Permohonan harus dilampiri dengan surat setoran pajak (SSP) atau bukti penerimaan negara (BPN). Permohonan bisa diajukan secara langsung atau dikirim melalui pos. Jangka waktu penyelesaiannya maksimal 30 hari mula dari berkas diterima lengkap oleh KPP. Apabila permohonan sudah memenuhi ketentuan, KPP akan menerbitkan bukti pemindahbukuan kepada wajib pajak.

Ajukan Permohonan Pengembalian Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang

Hal lain yang dapat dipilih wajib pajak yakni mengajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang. Ketentuan tentang hal ini diatur dalam PMK Nomor 187/PMK.03/2015 mengenai Tata Cara Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang. Pasal 2 dan Pasal 3 kebijakan ini mengungkapkan bahwa permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang bisa diajukan apabila ada pembayaran pajak yang lebih besar dari pajak yang terutang. Dengan ini, kelebihan penyetoran PPh Pasal 25 masa pajak Juli 2020 dapat diselesaikan dengan metode ini.

Permohonan pengembalian pajak yang harusnya tidak terutang diajukan ke KPP tempat dimana wajib pajak terdaftar. Permohonan harus dilampiri beberapa dokumen penting. Pertama, asli SSP atau BPN. Kedua, perhitungan pajak yang harusnya tidak terutang menurut wajib pajak. Ketiga, alasan untuk melakukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang.

Setelah itu, KPP akan melakukan penelitian atas permohonan yang diajukan wajib pajak. Apabila permohonan memenuhi ketentuan, maka terbitlah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Kemudian, KPP akan meminta rekening dalam negeri yang akan dipakai  wajib pajak untuk menerima pengembalian dana. Terakhir, KPP akan membuat Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) sebagai aturan pengembalian dana terhadap wajib pajak.

Biarkan Saja

Terakhir yang dapat dipilih wajib pajak yakni membiarkan saja kelebihan penyetoran PPh Pasal 25 masa pajak Juli 2020. Terdengar aneh tapi ada yang berpikir wajib pajak akan rugi jika kelebihan penyetoran dibiarkan saja. “Diskon” yang diberikan pemerintah sebanyak 50% rugi kalau hanya di pakai 30%. Hal yang perlu diperhatikan :

Pertama, kita perlu memahami latar belakang diberikannya insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25. Pada masa pandemi Covid-19 ini, banyak wajib pajak yang mengalami kesulitan arus kas. Demi kesulitan ini bisa teratasi, pemerintah memberikan suatu insentif yang bersifat “menunda” pembayaran pajak lewat pengurangan angsuran PPh Pasal 25. Wajib pajak akan mempunyai ruang gerak dalam mengatur arus kas untuk kelangsungan usahanya.

Selanjutnya, penggunaan istilah “diskon” pada insentif PPh Pasal 25 tidak tepat dan harus  ditinggalkan. Kengapa? Karena akan menimbulkan bias pemahaman bagi wajib pajak. Pasalnya, insentif ini adalah pengurangan angsuran, bukan pengurangan/diskon pajak ataupun pajak ditanggung pemerintah (DTP). Sifatnya hanya “menunda”. Maka, wajib pajak tidak akan dirugikan pada saat menyetor angsuran PPh Pasal 25 dengan pengurangan sebesar 30%, bukan 50%. Nanti, di akhir tahun besarnya PPh terutang akan sama saja. Perbedaanya terletak hanya pada arus kas. Jika angsuran PPh Pasal 25 yang dibayarkan lebih besar, maka PPh kurang bayar di akhir tahun nanti akan menjadi lebih kecil. Dan sebaliknya, jika angsuran PPh Pasal 25 yang dibayar lebih kecil, maka PPh kurang bayar di akhir tahun menjadi lebih besar.

Mari simak contoh kasus berikut ini :

PT Ekspres menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2019 pada 15 April 2020. Angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun pajak 2020 sebanyak Rp100 juta. Namun, PPh Pasal 25 masa pajak Desember 2019 sebanyak Rp80 juta. PT Ekspres juga telah menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25 pada 14 Mei 2020 sehingga insentif dapat dimanfaatkan mulai April 2020. Di akhir tahun 2020, diketahui jumlah PPh Terutang PT Ekspres sebanyak Rp1 miliar. Di tahun pajak 2020, tidak terdapat kredit pajak selain PPh Pasal 25. Untuk pajak Juli 2020, PT Ekspres terlanjur menyetor PPh Pasal 25 sebanyak Rp70 juta pada 14 Agustus 2020 dan menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif pada 19 Agustus 2020. Sehingga, ada kelebihan penyetoran sebesar Rp20 juta.

Opsi 1: PT Ekspres mengajukan permohonan pemindahbukuan.

Angsuran PPh Pasal 25 Januari s/d. Maret 2020 : 3 x Rp. 80 juta = Rp. 240 juta

Angsuran PPh Pasal 25 April s/d Juni 2020: 3 x (100%-30%) x Rp. 100 juta = Rp. 210 juta

Angsuran PPh Pasal 25 Juli 2020: (100%-50%) x Rp. 100 juta = Rp. 50 juta

Angsuran PPh Pasal 25 Agustus s.d. Desember 2020: 5 x (100%-50%) x Rp. 100 juta = Rp. 250 juta

PPh Terutang         :  Rp1.000.000.000,00

Kredit Pajak           :  Rp750.000.000,00

PPh Kurang Bayar:  Rp250.000.000,00

Opsi 2: PT Ekspres mengajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang.

(Perhitungan sama persis dengan opsi 1)

Opsi 3: PT Ekspres membiarkan saja kelebihan penyetoran PPh Pasal 25 masa pajak Juli 2020.

Angsuran PPh Pasal 25 Januari s/d. Maret 2020  : 3 x Rp. 80 juta = Rp. 240 juta

Angsuran PPh Pasal 25 April s/d. Juni 2020 : 3 x (100%-30%) x Rp100 juta = Rp. 210 juta

Angsuran PPh Pasal 25 Juli 2020: (100%-30%) x Rp. 100 juta = Rp. 70 juta

Angsuran PPh Pasal 25 Agustus s.d. Desember 2020: 5 x (100%-50%) x Rp. 100 juta = Rp. 250 juta

PPh Terutang        :  Rp1.000.000.000,00

Kredit Pajak          :  Rp770.000.000,00

PPh Kurang Bayar:  Rp230.000.000,00

Pada opsi pemindahbukuan dan opsi pengembalian pajak yang harusnya tidak terutang  lebih menguntungkan secara arus kas. Demikian, biaya kepatuhan kedua opsi itu lebih tinggi daripada biaya kepatuhan pada opsi “membiarkan saja”. Mengapa bisa terjadi? Apabila memilih salah satu dari kedua opsi itu, wajib pajak perlu melakukan pembetulan laporan realisasi pemanfaatan insentif. Namun, hal itu tidak perlu dilakukan apabila wajib pajak memilih opsi “membiarkan saja”.

Fasilitas Pajak untuk Penanganan Covid-19 agar Tetap Tersedia di Tahun 2021

Fasilitas Pajak untuk Penanganan Covid-19 agar Tetap Tersedia di Tahun 2021

Bagi para Konsultan Pajak yang menyediakan layanan tarif jasa konsultan pajak, tarif jasa konsultasi pajak, tax accountant services, tax advisory service, tax and accounting, tax and accounting service, tax and advisory, tax and consulting services, tax bookkeeping services, service tax consultant, dan services provided by tax consultants yang terdapat di berbagai kota seperti Jakarta, Medan, Bali, Surabaya dan kota lainnya yang tentunya masih dalam dunia perpajakan. Tema kali ini adalah  Fasilitas Pajak untuk Penanganan Covid-19 agar Tetap Tersedia di Tahun 2021, mari disimak informasi ini agar mengetahui apa-apa saja yang terdapat dalam fasilitas pajak.

Menteri Keuangan memperpanjang batas waktu pemberian fasilitas pajak atas pengadaan barang dan jasa yang dibutuhkan dalam penanganan pandemi Covid-19 sebagaimana yang diatur dalam PMK- 143/PMK.03/2020 hingga 31 Desember 2021. Tak hanya itu, fasilitas pajak penghasilan untuk anggota masyarakat yang membantu usaha pemerintah memerangi wabah Covid-19 melalui produksi, sumbangan, penugasan, serta penyediaan harta sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 yang diperpanjang sampai 30 Juni 2021.

Fasilitas PPN yang berlaku sampai 31 Desember 2021 yaitu PPN yang tidak dipungut atau ditanggung pemerintah kepada:

  • Badan/instansi pemerintah, rumah sakit, dan pihak atas impor atau perolehan barang kena pajak, perolehan jasa kena pajak, dan pemanfaatan jasa kena pajak dari luar negeri.
  • Industri farmasi produksi vaksin atau Obat terhadap perolehan bahan baku vaksin atau obat untuk penanganan Covid-19.
  • Wajib Pajak yang sudah mendapatkan vaksin atau obat untuk penanganan Covid-19 dari industri farmasi seperti pada poin sebelumnya.

Fasilitas PPh yang diperpanjang sampai 31 Desember 2021 merupakan pembebasan dari pemungutan atau pemotongan PPh seperti berikut ini:

  • Pasal 22 dan Pasal 22 Impor, atas impor dan pembelian barang yang dibutuhkan dalam penanganan pandemi Covid-19 yang dilaksanakan oleh badan/instansi pemerintah, rumah sakit, dan pihak lain yang bersangkutan.
  • Pasal 22, atas pembelian bahan baku untuk memproduksi vaksin atau obat penanganan Covid-19 oleh industri farmasi produksi vaksin dan obat.
  • Pasal 22, atas penjualan vaksin dan obat bagi penanganan Covid-19 oleh industri farmasi produksi vaksin dan obat kepada Instansi Pemerintah atau badan usaha tertentu.
  • Pasal 22, atas penjualan barang yang dibutuhkan dalam penanganan pandemi Covid-19 oleh pihak yang bertransaksi dengan badan/instansi pemerintah, rumah sakit, dan pihak yang bersangkutan.
  • Pasal 21, atas penghasilan yang diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sebagai bentuk imbalan yang diberikan oleh badan/instansi pemerintah, rumah sakit, dan pihak yang bersangkutan atas jasa yang dibutuhkan dalam rangka penanganan Covid-19.
  • Pasal 23, atas penghasilan yang diperoleh wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap sebagai bentuk imbalan yang dialokasikan oleh badan/instansi pemerintah, rumah sakit, dan pihak lain atas jasa teknik, manajemen, atau jasa lain yang dibutuhkan dalam rangka penanganan wabah Covid-19.

“Perubahan ketentuan dari jenis barang kena pajak yang sudah mendapatkan fasilitas pajak dan pihak yang memberikan rekomendasi pemberian insentif pajak terhadap industri farmasi produksi vaksin atau obat,” menurut Hestu Yoga Saksama Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat. Sekarang tidak hanya vaksin dan bahan bakunya yang mendapatkan fasilitas pajak, namun juga peralatan pendukung vaksinasi. Selain itu, industri farmasi produksi vaksin atau obat dapat memanfaatkan insentif pajak sesudah memperoleh surat rekomendasi dari Kementerian Kesehatan yang sebelumnya menjadi wewenang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Tidak hanya itu, fasilitas PPh seperti yang diatur dalam PP 29 Tahun 2020 juga diperpanjang sampa 30 Juni 2021. Fasilitas yang diperpanjang adalah sebagai berikut:

  • Tambahan pengurangan penghasilan neto untuk wajib pajak dalam negeri yang memproduksi alat kesehatan atau perbekalan kesehatan rumah tangga
  • Sumbangan yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto
  • Pengenaan tarif PPh 0 % dan bersifat final untuk tambahan penghasilan yang diperoleh tenaga kerja di bidang kesehatan
  • Pengenaan tarif PPh 0 % dan bersifat final atas penghasilan berupa kompensasi atau penggantian atas penggunaan harta

Ketentuan dan pengaturan lainnya dapat dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 239/PMK.03/2020 yang berlaku mulai 1 Januari 2021. Jika ingin memperoleh peraturan lainnya yang diterbitkan dalam rangka menangani pandemi Covid-19, kita bisa mengunjungi website pajak yaitu https://www.pajak.go.id/covid19.

Pelaporan Realisasi dan Kewajiban bagi Penerima Tax Holiday

Pelaporan Realisasi dan Kewajiban bagi Penerima Tax Holiday

Selaku Konsultan Pajak yang menyediakan layanan tax consultant companies, tax consulting services, tax for consulting services, tax prep service near me, tax preparation accountant near me, tax service companies, tax services business, tax services for business, tax services indonesia, tax services singapore, taxation advisory services, dan taxation and accounting services di beberapa macam kota seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Batam, Bali dan kota lainnnya yang masih dalam dunia perpajakan. Nah, kali ini kita akan membahas tentang apa saja Pelaporan Realisasi dan Kewajiban bagi Penerima Tax Holiday, mari disimak bersama.

Sesudah dikeluarkannya keputusan yang menyatakan bahwa wajib pajak berhak dan layak mendapatkan fasilitas pengurangan PPh badan (tax holiday) serta ada kewajiban yang harus dilakukan oleh wajib pajak yang bersangkutan.

Perihal ini, wajib pajak badan yang memanfaatkan tax holiday diharuskan untuk membuat laporan realisasi penanaman modal begitu juga komitmen yang telah disampaikannya. Kondisi ini sebagai bentuk pengawasan dari pemerintah.

Selanjutnya, wajib pajak badan juga memiliki kewajiban untuk melakukan pembukuan dan pemotongan serta pemungutan PPh. Disini akan dijelaskan tentang ketentuan pelaporan realisasi dan kewajiban serta pemotongan pada PPh.

Kewajiban dalam menyampaikan laporan realisasi mengenai Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (PMK 130/2020) diatur dalam Pasal 16 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan No. 130 Tahun 2020

Menurut Pasal a quo wajib pajak badan yang sudah mendapatkan keputusan dari menteri keuangan tentang pemberian pengurangan pajak penghasilan badan dalam penyampaian laporan setiap satu tahun kepada dirjen pajak dan Badan Kebijakan Fiskal (BKPM). Laporan ini disampaikan paling lama selama 30 hari sesudah berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.

Laporan itu terdiri dari dua hal. Pertama, laporan realisasi penanaman modal semenjak diterima keputusan dari menteri keuangan tentang pemberian pengurangan PPh badan hingga mulai berproduksi komersial atau sampai saat seluruh rencana penanaman modalnya telah direalisasikan untuk wajib pajak yang mendapatkan penugasan.

Kedua, laporan realisasi produksi semenjak tahun pajak mulai berproduksi komersial hingga jangka waktu pemanfaatan pengurangan PPh badan berakhir atau sejak tahun penetapan pajak pemanfaatan pengurangan PPh badan hingga waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan PPh badan berakhir bagi wajib pajak badan yang memperoleh penugasan pemerintah.

Menurut Pasal 16 ayat (3) PMK 130/2020, laporan disusun sesuai format seperti yang tercantum dalam Lampiran huruf C peraturan menteri tersebut. Laporan realisasi setidaknya berisi identitas wajib pajak, nilai pembelian bangunan atau peralatan, jumlah modal kerja, sumber pembiayaan, total rencana penanaman modal, jenis industri, dan jumlah modal tetap.

Jika wajib pajak tidak menyampaikan laporan atau menyampaikan laporan tetapi tidak memenuhi ketentuan Lampiran huruf C atau tidak memenuhi kriteria, dirjen pajak berhak mengeluarkan surat teguran kepada wajib pajak seperti yang diatur dalam Pasal 16 ayat (5) PMK 130/2020.

Wajib pajak bisa mengusulkan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan jika dalam tempo waktu 14 hari wajib pajak tidak menyampaikan laporan realisasi, menyampaikan laporan tetapi tidak memenuhi ketentuan atau tidak memenuhi komitmen.

Kewajiban Pembukuan dan Pemotongan PPh

Sesudah mendapatkan fasilitas tax holiday, wajib pajak badan tidak sekedar berkewajiban untuk membuat laporan realisasi investasi akan tetapi juga perlu membuat pembukuan dan pemotongan PPh.

Pasal 19 ayat (1) PMK 130/2020 menyatakan bahwa wajib pajak yang mendapatkan pengurangan PPh badan diwajibkan menyelenggarakan pembukuan secara terpisah tehadap penghasilan badan dan penghasilan lainnya yang tidak memperoleh pengurangan PPh badan.

Tidak hanya itu, wajib pajak badan juga perlu melaksanakan pemotongan dan pemungutan pajak kepada pihak lain sesuai peraturan di bidang perpajakan. Dalam situasi ini terdapat biaya bersama bagi wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya penghasilan kena pajak, pembebanan biaya bersama dialokasikan secara proporsional.

Setelah itu, penghasilan yang diperoleh wajib pajak dari kegiatan usaha utama akan mendapatkan pengurangan PPh badan serta tidak dilakukan pemotongan dan pemungutan PPh. Hal ini dilakukan selama periode pemanfaatan tax holiday tanpa penerbitan surat keterangan bebas pemotongan dan pemungutan PPh.

Ada juga penghasilan yang diperoleh wajib pajak dari luar kegiatan usaha utama yang akan mendapatkan pengurangan PPh badan, tetapi akan dilakukan pemotongan dan pemungutan PPh sesuai ketentuan di bidang perpajakan.

Ketentuan Pemungut dan Saat Terutang PPN Pulsa dan Kartu Perdana

Ketentuan Pemungut dan Saat Terutang PPN Pulsa dan Kartu Perdana

Sebagai Konsultan Pajak yang menyediakan layanan konsultasi pajak di kantor pajak, konsultasi pajak online, konsultasi pajak online gratis, pelatihan transfer pricing, pemeriksaan ppn, penawaran harga jasa konsultan pajak, personal income tax accountant near me, personal income tax services, persyaratan spt tahunan, price for accounting services, professional income tax service, program pemeriksaan pajak, service tax consultant, dan services provided by tax consultants di berbagai macam kota seperti Jakarta, Bali, Bandung, Surabaya, Medan dan kota lainnya yang tentunya masih dalam dunia perpajakan. Pada pembahasan kali ini kita akan mengetahui tentang Ketentuan Pemungut dan Saat Terutang PPN Pulsa dan Kartu Perdana. Mari disimak dengan seksama informasi dibawah ini.
Penyerahan barang kena pajak (BKP), yang berupa pulsa dan kartu perdana, dari pengusaha penyelenggara jasa telekomunikasi dan penyelenggara distribusi akan dikenai PPN.
Berlandaskan pada ketentuan Pasal 4 PMK 6/2021, PPN dikenakan kepada :
Pertama, pengusaha penyelenggara jasa telekomunikasi atas penyelenggara distribusi tingkat pertama atau pelanggan telekomunikasi. PPN terutang dipungut pengusaha penyelenggara jasa telekomunikasi.
Kedua, penyelenggara distribusi tingkat pertama oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua atau pelanggan telekomunikasi. PPN terutang dipungut penyelenggara distribusi tingkat pertama.
Ketiga, penyelenggara distribusi tingkat kedua atas pelanggan telekomunikasi melalui penyelenggara distribusi tingkat selanjutnya atau pelanggan telekomunikasi secara langsung.
Keempat, penyelenggara distribusi tingkat selanjutnya.
PPN terutang untuk penyerahan BKP pada kalimat ketiga dan keempat dipungut oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua. PPN dipungut 1 kali oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua, penyerahan BKP oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua kepada pelanggan telekomunikasi melalui penyelenggara distribusi tingkat selanjutnya atau pelanggan telekomunikasi secara langsung.
“Pemungutan PPN dilakukan sesuai yang tercantum dalam Lampiran yakni bagian tidak terpisahkan dari peraturan menteri ini,”penggalan Pasal 4 ayat (4) PMK yang sudah mulai berlaku pada 1 Februari 2021.
PPN atas penyerahan pulsa dan kartu perdana yang dikenakan oleh pengusaha penyelenggara jasa telekomunikasi dan penyelenggara distribusi tingkat pertama terutang pada saat pembayaran diterima, termasuk saat penerimaan deposit.
Kemudian, PPN atas penyerahan pulsa dan kartu perdana oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua atau tingkat selanjutnya terutang saat pembayaran diterima, termasuk saat penerimaan deposit oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua.