Kerja Keras Kejar Target Pajak 2018

Turunnya realisasi penerimaan PPh non migas tahun 2017 kontradiktif dengan program pengampunan pajak

 

JAKARTA. Target penerimaan perpajakan tahun 2018 yang tinggi mengharuskan pemerintah perlu bekerja ekstra keras untuk mencapainya. Apalagi tahun 2018, sudah tidak ada lagi kemewahan program amnesti pajak (tax amnesty) seperti pada tahun 2016 dan tahun lalu.

Dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2018, pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.618,09 triliun. Jumlah tersebut sama saja meningkat sekitar 20,77% dibandingkan dengan realisasi penerimaan perpajakan sepanjang tahun 2017.

Sedangkan jika dibandingkan dengan target penerimaan perpajakan dalam APBN Perubahan 2017 yang sebesar Rp 1.472,71 triliun, target tahun ini meningkat sekitar 10%. Berkaca pada pertumbuhan realisasi penerimaan perpajakan sepanjang tahun 2017 yang hanya sebesar 5% dari realisasi tahun 2016, alhasil, target tahun 2018 terbilang menjulang tinggi.

Tidak mudah untuk memenuhi target tersebut. Yang terang, dengan target penerimaan yang tinggi, pemerintah harus menggenjot kinerja Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan.

Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Yon Arsal mengatakan, sebenarnya kinerja penerimaan pajak tahun 2017 sudah bagus. Total penerimaan pajak (tanpa penerimaan bea dan cukai) hingga tutup tahun 2017 sebesar Rp 1.151,5 triliun. Jumlah itu naik 2,6% dibanding tahun 2016.

Namun, jika mengeluarkan penerimaan dari program pengampunan pajak atau amnesti pajak penerimaan pajak tumbuh 12,4%. “Penerimaan pajak di semua sektor usaha meningkat dobel digit, bagus kan,” jelas Yon kepada KONTAN, Rabu (3/1).

Yon merinci, pajak di sektor pertambangan tumbuh 39,3%, jauh lebih baik dibandingkan tahun 2016 yang tumbuh negatif 28%. Adapun sektor perdagangan tumbuh 22,9%, dan sektor industri pengolahan yang tumbuh 17,1%. Menyusul, pajak dari sektor jasa perusahaan tumbuh 15%.

Kemudian, pajak dari sektor transportasi tumbuh 11,4%, sektor informasi dan komunikasi 10,7%, konstruksi tumbuh 7,1%, real estate 5,3%, dan sektor administrasi pemerintahan tumbuh sebesar 3,2%.

Per jenis pajak, penerimaan pajak dari pajak penghasilan (PPh) non minyak dan gas tercatat Rp 595,3 triliun, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Rp 478,4 triliun, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp 16,8 triliun, dan pajak lainnya Rp 6,7 triliun. Penerimaan pajak juga terdongkrak PPh minyak dan gas yang mencapai Rp 50,3 triliun atau 120,4% dari target.

Lima senjata

Yon berharap kondisi ini akan terjaga pada tahun ini, sehingga target penerimaan pajak pada APBN 2018 bisa tercapai. “Jika dilihat dari sisi sektoral tumbuh signifikan, pertumbuhan jenis pajak juga sudah signifikan artinya semua (strategi) sudah berhasil dilakukan,” terang Yon

Untuk mengejar target penerimaan pajak tahun ini, Ditjen Pajak menyatakan telah menyiapkan lima jurus. Pertama, optimalisasi kebijakan Automatic Exchange of Information (AEoI) atau pertukaran data keuangan di nasabah perbankan secara otomatis untuk perpajakan. Mulai berlaku April 2018, kebijakan ini akan memberikan tambahan data bagi Ditjen Pajak dalam memeriksa kepatuhan para wajib pajak.

Kedua, membangun serta memelihara kesadaran pajak yang berkesinambungan melalui berbagai inovasi layanan seperti e-service, mobile tax unit, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Mikro, dan outbond call. Kemudahan pelayanan ini untuk mendukung program ekstensifikasi wajib pajak.

Ketiga, Ditjen Pajak akan melakukan pembaharuan data dan integrasi sistem antara lain melalui e-filing, e-form, dan e-faktur. Keempat, pemerintah akan terus memberikan insentif perpajakan berupa Tax Holiday maupun Tax Allowance. Kelima, peningkatan sumber daya manusia dan organisasi dengan fokus perbaikan pelayanan.

Pakar pajak yang juga Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengakui, walau kinerja pajak tahun 2017 sudah bagus, tapi masih ada kekurangan. Salah satu kekurangan itu adlah terkait realisasi PPh tahun 2017 yang lebih rendah dibandingkan tahun 2016. Data Kemkeu menunjukkan, realisasi PPh non migas 2017 hanya sebesar Rp 595,3 triliun, tumbuh negatif 5,52% dari realisasi penerimaan tahun 2016.

Menurut Yustinus, fenomena ini kontradiktif dengan program pengampunan pajak. “Pasca tax amnesty, seharusnya kepatuhan PPh meningkat,” katanya.

Oleh karena itu, tahun ini Ditjen Pajak harus mendongkrak kepatuhan pajak melalui AEoI. “Perlu persiapan sungguh-sungguh dari segi akuntabilitas, teknis, SDM, dan regulasi, untuk memastikan pemanfaatan data berjalan optimal dengan risiko minimal,” kata Yustinus.

 

Sumber : Harian Kontan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *